"Tapi, Papa tidak lihat tadi, Tuan Buana terlihat condong kepada Kak Gea. Bagaimana kalau jabatan itu dia serahkan kepada Kak Gea?" Lyman merengkuh bahu putrinya. "Kamu tenanglah dulu. Beberapa hari lagi pesta ulang tahun More milik Ahsin. Papa sudah dapat undangannya. Di pesta ini, kamu harus bisa menarik perhatian Ahsin. Jika kamu berhasil, perusahaan Zurra bisa kamu ambil hanya beberapa detik." Lyman meletakkan kedua tangannya di bahu Sinta. "Tak terasa kamu sudah dewasa. Ahsin bergabung ke Zurra, jalan kita dengan Buana semakin dekat. Sangat dekat. Papa sangat berharap, kamu bisa masuk ke keluarga Buana. Di sana kamu akan mandi emas.""Tenang saja, Pa. Sinta pasti bisa menarik hati Ahsin. Setelah itu, Sinta janji masa tua Papa dan Mama penuh dengan kesenangan dan keliling dunia." Dua anak bapak itu tersenyum lebar. Kemewahan. Siapa yang tidak mabuk kepayang dengan kemewahan di depan mata?***Dengan mengenakan pakaian buruh, Ahsin datang membawa rantang makanan. Di jalan ia ber
Gea tersentak. "Bagaimana bisa?" "Kenapa tidak? Mana mungkin aku membiarkan istriku berjuang sendirian tanpa pengawasan."Gea kembali memberikan kecupan di pipi Ahsin. "Terima kasih.""Berterima kasihlah dengan menghabiskan makanan ini," titah Ahsin. "Siap, Tuan Ahsin," sahut Gea dengan meletakkan tangannya ke dahi. Ahsin tertawa kecil. “Sepertinya senang sekali.”“Benar. Selamat dari pertempuran rasa melegakan sekali. Tapi tidak tahu berapa kerugian yang kau terima.”“Jangan pikirkan itu lagi. Biar yang lain mengurusnya. Kau istirahatlah," ucap Ahsin.Hening. Gea mencermati wajah Ahsin yang tiba-tiba berubah. "Kau membuatku marah, menyelesaikan More dengan mengabaikan Zurra. Untung Zurra masih bisa diselamatkan. Jika tidak, aku tidak tahu harus bagaimana menatapmu."Gea merangkum kedua tangan Ahsin. "Kau tau semenjak menikahimu, yang kupikirkan selalu ingin mendukungmu. Lalu, ketika ada kesempatan, mana mungkin aku melewatkannya. Aku bangga sekali bisa menyelamatkan milikmu."Ahs
“Janji jangan sampai ada yang tahu aku istrimu.”“Iya,” jawab Ahsin singkat. Ia sudah bisa menebak jalan pikir istrinya. “Kalau begitu, besok aku sudah bisa ke perusahaanmu.”“Besok? Aku bilang kau istirahat dulu.”“Kan tadi kau bilang biar tenang bekerja. Besok aku bisa bekerja dalam jangkauan yang bisa kau lihat.” Ahsin menghela napas pasrahnya. “Baiklah. Kau ingin bekerja di mana?”“Di pemasaran.”“Nanti aku minta Ferry yang atur.” “Ahsin, bisakah kita tidur di rumahku dulu?” Gea mengalihkan pembicaraan. “Kenapa? Tidak terbiasa? Bukankah segala sesuatu harus dimulai dulu.”Gea terdiam. Ia tidak takut mencoba dari awal. Hanya saja, gosip yang terdengar di rumah Ahsin membuatnya tidak nyaman. “Aku masih belum siap dipublikasikan.”Ahsin mengerutkan kening. “Pagi tadi pembantumu menggosipkanmu.”“Aku akan memecat mereka.” Gea menggeleng. Ia merebahkan kepalanya kepalanya ke pangkuan Ahsin. “Aku tak peduli gosip. Reputasiku sudah buruk. Hanya saja, aku jadi takut bertindak. Aku
“Siapa bilang dia melakukan kesalahan?” “Aku ….” Kepala departemen tiba-tiba kehilangan suara akibat nada dingin Ahsin. Gea menahan senyumnya. Baru kali ini ia mendengar suara Ahsin yang mematikan. “Kau ikut aku!”“Hah?” Spontan Gea mengangkat wajah. Begitu juga dengan lainnya. Wajah kepala departemen memerah. “Ferry!”“Baik, Tuan.”Ahsin berjalan tanpa menoleh. Ferry mendekati Gea. “Nona Gea, ikuti kami.”Gea kembali mengedarkan pandangannya. Kembali ia melihat aneka tatapan. “Ferry … maaf, Asisten Ferry, apa aku melakukan kesalahan?” sandiwara Gea. “Ikuti saja. Jangan membuat Pak presdir makin marah,” ketus kepala departemen.Gea menatap Bella. Bella memberinya wajah kasihan. “Semangat!”“Apa Pak presdir segalak itu?” tanya Gea dengan berbisik. “Nona Gea,” ulang Ferry. “Baiklah,” sahut Gea dengan menunduk dan berjalan ke belakang Ferry. Sambil berjalan ia menangkap aneka bisikan. ***“Ahsin, apa yang kau lakukan?” cecar Gea begitu masuk ke kantor Ahsin. Ahsin berdiri menya
“Kenapa Virly yang mengantar kopi tadi?” tanya Ahsin dengan mata masih memerah. Gea merangkum kedua tangan Ahsin. “Dia yang mengambil duluan.”Ahsin menurunkan pandangannya ke kopi. Amarahnya mulai reda. Ia mengambil kopi menyesap pelan. Hangat mulai menjalari sel-sel di tubuhnya. “Gimana? Enak tidak?” tanya Gea dengan mata membulat. Ahsin menelan ludahnya. “Kau cobalah.”“Benar?”Ahsin mengangguk.Gea mengambil cangkir dengan kedua tangannya. Di balik cangkir ia mengintip Ahsin. “Dasar orang kaya aneh. Kemarin aku berjuang menyelamatkan More, kau malah kesal. Hari ini, hanya minum di cangkir yang sama membuat matamu tersenyum.”“Gimana?” tanya Ahsin. Gea menelan ludahnya. Ia baru menyadari, ternyata Ahsin memiliki mata yang indah. “Enak. Sangat enak. Kopi Buana memang tidak sembarang kopi,” sahutnya asal. “Kau mau yang lebih enak?” tawar Ahsin. “Apa masih ada yang lebih enak? Aku tadi sudah memilih kopi Italia. Sebutkan apa nama kopinya. Aku akan membuat satu lagi.”Ahsin be
Ferry merapatkan gerahamnya. Terima nasib buruk jika ia berani membalas bosnya. “Bagaimana pun aku banyak menyelidiki Nyonya. Sejujurnya aku juga mengaguminya. Tidak tahu kalau dia ternyata ….”“Keluar!”Ferry langsung menjauh sebelum sebuah dokumen melayang ke kepalanya. Namun, Ahsin kembali memanggil saat ia membuka pintu.“Hari ini kita ada jadwal apa?” tanya Ahsin sambil menatap pasrah kantung kertas yang baru saja dibawa Ferry.“Sepuluh menit lagi kita akan rapat. Jika selesai sebelum siang, saya akan pergi ke perusahaan Zurra,” jawab Ferry. Ahsin mengangguk. “Sebelum berangkat, minta Gea menggantikanmu selama mengurus Zurra.” “Mengerti, Bos.”***Blum. Beberapa dokumen setinggi depa dewasa tiba-tiba mendarat di meja Gea. “Fotokopi ini dan kirim ke meja saya!” “Gea, kamu baru hari ini masuk. Belum familiar, aku akan membantumu,” ucap Bella. “Sebaiknya kau urus pekerjaanmu sendiri, atau kirim surat pengunduran diri,” ancam Virly. Bella terpancing emosi, Gea menahannya. “B
“Menyalahkan Ferry?”“Bukan begitu. Masa soal kaki saja harus dilaporkan kepadamu?”“Jika tidak begitu, aku tidak tahu Virly menindasmu.” Gea duduk ke sofa. “Iya, aku salah.”Ahsin mengeluarkan dua dessert dan tiga keripik kentang aneka rasa dari kantong kertas yang sejak tadi di atas meja. Dessert berwarna merah telah menggugah selera Gea.“Kapan kau beli ini?” tanya Gea dengan mata membesar. Ahsin mengangkat kakinya dan memijat tanpa menunggu persetujuan.“Dari tadi Ferry belikan. Kau saja yang main kabur.”“Memangnya siapa yang bikin aku kabur?”Gea ingin protes, tetapi segera menahan diri. Ia membuka mika dessert dan menyendoknya. Segar asam membuat lelah terasa ringan. Gea mundur sedikit dengan tangan masih memegang wadah dessert. “Begitu sukanya?” tanya Ahsin sambil mengurut kaki Gea. Gea tak menjawab. Ia kembali menyendok dan tiba-tiba memasukkan ke mulut Ahsin. Gea tertawa melihat raut wajah kesal Ahsin dan mulut yang belepotan.“Gea.”“Hmm ….” Gea kembali menyendok desse
Tok tokGea menyembulkan wajahnya di balik pintu. "Gea? Kenapa tidak masuk?" Gea masih diam. Ahsin berdiri menyambutnya. “Jangan menggodaku.”Gea memperlihatkan dirinya. Ahsin sedikit terkejut dengan penampilan baru Gea. Ia memandangi Gea dari atas sampai bawah. “Gea, ada apa ini?”Gea belum berani mengangkat wajahnya. Kembali Ahsin memandangi Gea dari atas sampai bawah. Rambut Gea bagian depan yang memendek sampai telinga, lalu bagian belakang menjulur ke bahu. Dekat telinga kiri dan kanan berwarna putih. Wajah putihnya seakan tanpa polesan. Kali ini Gea mengenakan kaos biru malam ukuran besar, berpadu dengan celana panjang longgar berbahan kain. Terdapat kantung di kiri kanan bagian tengah celana itu. Lehernya mengenakan kalung putih bandul kecil persegi panjang, di punggung tersampir ransel. Ahsin menurunkan pandangannya, di pergelangan melingkar gelang biji-biji kecil dari kayu, sedang di jari masih bertengger cincin pemberiannya. “Gea, kau selalu membuat kejutan. Sekarang a