Share

Bab 2

Penulis: Sylus wife
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-09 17:36:15

Ara, yang tidak ingin menjadi bagian dari "perkumpulan Zombie penggigit leher manusia," langsung berbalik arah dan berlari sekuat tenaga. Kakinya bergerak cepat, sementara napasnya memburu. Angin dingin yang menusuk seolah tidak cukup untuk meredakan ketegangan di tubuhnya.

Di belakang, Zombie itu tidak tinggal diam. Dengan langkah pincang tapi penuh kekuatan, ia mengejar sambil terus mengeluarkan suara mengerikan, "Rrraww! Rrraww! Rrraaaaww!" Suara itu menggema, membuat setiap helai rambut di tubuh Ara berdiri.

Setelah berlari tanpa henti, Ara akhirnya sampai di depan rumahnya. Dengan gerakan tergesa, ia membuka pintu dan masuk. Begitu tubuhnya melewati ambang pintu, ia langsung menguncinya rapat.

"Huft... Aku selamat," gumam Ara pelan, mencoba mengatur napas yang tersengal-sengal. Punggungnya bersandar di pintu, tubuhnya yang lelah perlahan merosot hingga ia terduduk di lantai. Kakinya terasa lemah, seperti tak mampu menahan tubuhnya lebih lama.

Namun, ketenangan itu hanya bertahan beberapa detik.

"Rrraaawww!"

Suara itu kembali terdengar, kali ini dari dalam rumahnya. Ara tersentak, pandangannya terangkat ke arah ruang tengah. Jantungnya berdebar kencang, dan tubuhnya gemetar saat ia melihat pemandangan yang tidak pernah ia bayangkan.

Ibu dan kedua adiknya berjalan ke arahnya dengan langkah yang pincang dan kaku. Mata mereka kosong, kulit mereka mulai pucat kehijauan. Darah kering menghiasi bibir mereka. Gerakan mereka sama persis seperti Zombie yang mengejarnya tadi.

"A-apa yang terjadi pada kalian?" tanya Ara dengan suara bergetar. Matanya berkaca-kaca, penuh kesedihan dan ketakutan. Ini keluarganya, orang-orang yang ia sayangi, tetapi kini mereka berubah menjadi makhluk yang sama sekali berbeda.

Namun, tidak ada jawaban. Yang terdengar hanyalah geraman dari mulut mereka, "Rrraaaww!"

Tanpa peduli pada Ara, ibu dan adiknya terus mendekat dengan tujuan yang jelas: menggigit lehernya, menjadikannya bagian dari mereka.

Ara terdiam beberapa detik, tubuhnya seolah membeku. Namun, naluri bertahan hidup kembali memaksa tubuhnya bergerak. Dengan cepat, ia membuka pintu rumah dan melarikan diri ke luar.

Begitu berada di luar, ia menutup pintu secepat mungkin dan bersandar di sana, menahan pintu dengan tubuhnya agar keluarganya yang kini menjadi Zombie tidak bisa keluar mengejarnya.

Air mata mulai mengalir di pipinya. Ia menggigit bibirnya, mencoba menahan tangis. Dalam hati ia berteriak, "Kenapa ini terjadi pada mereka... pada keluargaku?!"

Namun Ara melupakan satu hal penting.

"Rraawww!"

Suara itu kembali terdengar, lebih dekat, lebih mengancam. Dan benar saja, sosok Zombie yang sebelumnya mengejarnya kini berdiri tepat di hadapannya. Ara menelan ludah, tubuhnya menegang. Ia menyadari satu hal: ia belum membeli beras yang diminta ibunya dan buru-buru pulang karena Zombie ini, tapi itu kini menjadi masalah terakhir yang ingin ia pikirkan.

Zombie itu terlihat mengerikan. Kulitnya hijau gelap, penuh noda darah yang kering dan segar bercampur, menutupi hampir setiap inci tubuhnya. Mulutnya terbuka lebar, memamerkan gigi tajam yang berlumuran darah. Bau busuk menyengat menguar dari tubuhnya, cukup untuk membuat siapa pun merasa mual.

Ara membeku sejenak, tubuhnya gemetar karena ngeri. Namun, rasa takut itu segera berubah menjadi dorongan untuk bertahan hidup.

"Kyaaaa!" teriak Ara sekuat tenaga. Dalam kepanikan, ia mengangkat kakinya yang beralaskan sandal selow hitam dan menendang Zombie itu tepat di ulu hatinya. Tendangan itu cukup kuat untuk membuat Zombie terhuyung ke belakang.

Tanpa membuang waktu, Ara langsung berbalik dan mulai berlari secepat yang ia bisa. Napasnya memburu, jantungnya berdebar kencang, tapi ia tahu ia tidak boleh berhenti. Kakinya terus melangkah, menjauhi rumah dan Zombie yang ada di sekitarnya, mencari tempat aman yang entah ada atau tidak.

"Kenapa ini terjadi?!" gumam Ara di tengah larinya, suaranya parau oleh ketakutan. "Padahal tadi aku hanya asal bicara!"

Ia mengingat ucapannya saat di jalan tadi, tentang keinginannya hidup di dunia penuh Zombie bersama pria tampan seperti di game. Sekarang, kenyataan itu justru menjadi mimpi buruk.

Ara menggelengkan kepalanya keras-keras, mencoba menyingkirkan rasa bersalah yang merayapi pikirannya. "Tidak!" katanya tegas pada dirinya sendiri. "Aku tidak mau dunia ini penuh Zombie. Mereka jelek... menjijikkan!"

Matanya mencari-cari jalan keluar di depan, sementara pikirannya terus berusaha mengabaikan suara langkah-langkah pincang yang mungkin mengikutinya dari belakang.

Bugh!

Suara keras terdengar saat sesuatu jatuh dari atas.

"Kyaaaa!" Ara menjerit panik ketika melihat dengan jelas apa yang baru saja terjatuh. Seekor Zombie, dengan tubuh yang penuh luka dan noda darah, terhempas dari atap rumah. Tubuh Ara membeku beberapa detik, sebelum akhirnya ia terjatuh terduduk di tanah, seluruh tubuhnya gemetar.

Zombie itu perlahan bangkit dari posisinya. Gerakannya kaku, namun matanya yang kosong menatap langsung ke arah Ara. Dari mulutnya keluar suara mengerikan, "Rrraaww!"

Tanpa menunggu lebih lama, Ara mencoba bangkit. Niatnya jelas: melarikan diri sejauh mungkin. Namun langkahnya terhenti saat ia menyadari ada lebih banyak Zombie yang kini berlari ke arahnya dari berbagai arah.

Ketakutannya berubah menjadi tindakan impulsif. Dengan sisa keberanian, Ara menendang Zombie yang ada tepat di depannya. Tendangan itu cukup kuat untuk membuat makhluk itu tersungkur ke tanah.

"A-aku harus keluar dari sini!" pikir Ara dengan panik.

Ia segera berlari ke depan, mencoba mencari jalan keluar dari situasi yang semakin mencekam. Namun dari kanan, kiri, bahkan belakang, Zombie terus bermunculan. Mereka berjalan terseok-seok, tapi jumlah mereka yang semakin banyak membuat pemandangan itu terlihat seperti mimpi buruk yang hidup.

Ara berlari secepat yang ia bisa, menghindari tangan-tangan kasar yang mencoba meraihnya. Napasnya tersengal, dadanya terasa sesak, tapi ia tahu ia tidak boleh berhenti. Adegan ini hampir seperti seorang idola yang dikejar oleh segerombolan penggemar fanatik. Bedanya, para pengejar ini bukan meminta tanda tangan—mereka ingin menggigit dan menghancurkan hidupnya.

"Tolong!" jeritnya tanpa tahu siapa yang akan mendengar.

Di tengah kekacauan itu, Ara hanya bisa berharap ada keajaiban yang akan menyelamatkannya.

Ara berhenti mendadak. Napasnya terengah, tubuhnya gemetar. Jalan di depannya penuh sesak oleh segerombolan Zombie yang bergerak lambat namun mengancam. Mata kosong mereka menatap ke arahnya, seperti pemburu yang baru saja menemukan mangsanya. Ara tahu, jika ia nekat maju, ia akan terkepung dan dikeroyok tanpa ampun.

Panik, ia menoleh ke kanan, mencari harapan. Pandangannya jatuh pada sebuah bangunan SMA dengan gedung tiga lantai yang menjulang di kejauhan. Sekolah itu tampak sunyi senyap, seolah tidak tersentuh oleh kekacauan yang melanda dunia ini.

“Libur sekolah…” pikir Ara cepat. "Ya, itulah alasannya mengapa tempat itu begitu tenang. Tidak ada manusia, tidak ada Zombie. Sekolah itu bisa menjadi tempat perlindungan sementara."

Hati kecilnya bergetar di antara rasa takut dan dorongan untuk bertahan hidup. “Itu satu-satunya pilihan…” gumamnya, menggenggam sisa keberanian yang ia miliki.

Bab terkait

  • Suamiku Karakter Game    Bab 3

    Tanpa pikir panjang, Ara berlari menuju gerbang sekolah. Tangannya gemetar saat ia berusaha menutup pagar sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu cukup untuk menghentikan para Zombie yang mengejarnya. Suara derit pagar yang tertutup terdengar memekakkan telinga, tapi itu tidak menenangkan hatinya. Napasnya terputus-putus, dan tubuhnya bergetar karena ketegangan. Namun, ketakutannya semakin memuncak ketika ia melihat apa yang terjadi di balik pagar. Para Zombie, meskipun tampak tanpa akal, mulai menunjukkan tekad yang luar biasa. Mereka saling tumpuk, memanjat tubuh satu sama lain, berlomba-lomba menjadi yang pertama melewati pagar. "Mereka ini dibilang bodoh, tapi pintar!" gumam Ara dengan wajah penuh kekhawatiran. Tanpa membuang waktu lagi, ia melanjutkan larinya ke dalam gedung sekolah. Suara langkah kakinya menggema di koridor yang sunyi. Ara membuka pintu salah satu kelas dan segera menutupnya rapat-rapat. Jendela kelas juga ia kunci dengan tangan yang gemetar. Setelah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Suamiku Karakter Game    Bab 4

    Pria itu, yang kini dipastikan adalah Aezar, tampak terkejut namun tetap tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu Ara, mencoba menenangkan kegelisahannya. "I- iya, sayang. Ini aku, Aezar," suaranya tegas namun lembut. Tatapannya penuh perhatian, seolah melihat dunia hanya melalui mata Ara. "Apa kau baik-baik saja? Istriku..." Kalimat itu membuat Ara semakin terguncang. "Istriku?" pikirnya. Tubuhnya membeku, seluruh pikirannya kacau balau, mencoba merangkai semua potongan puzzle yang belum masuk akal baginya. Mata Ara membelalak, jantungnya berdebar kencang. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Istri? Pria asing ini, dengan suara berat dan wajah sempurna, memanggilnya istri. Ara menelan ludah, pikirannya penuh dengan kebingungan. Pria itu... terlalu familiar. Terlalu mirip dengan Aezar, karakter favoritnya di game. "A-apa maksudmu berkata begitu, Pak?" tanya Ara dengan nada penuh kepanikan. Suaranya gemetar, seakan mencari pegangan di teng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Suamiku Karakter Game    Bab 5

    "Omong-omong... Apa lukamu sudah tidak sakit lagi?" tanya Aezar dengan nada khawatir, tatapannya tertuju pada perban putih yang melilit kepala Ara. Kekhawatiran itu terlihat jelas di wajahnya, meski nada bicaranya tetap tenang.Ara tersentak mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya, rasa nyeri di kepalanya masih sangat terasa, menusuk hingga membuatnya sulit berpikir jernih. Namun, ia mencoba menyembunyikannya dengan mengalihkan perhatian. "Apa? Oh, aku..." Ara tergagap, namun rasa ingin tahu menguasainya. Ia menyentuh bagian perban di kepalanya, tepat di atas luka. "Tunggu! Jangan disentuh!" suara Aezar menggema di ruangan. Dalam hitungan detik, ia meraih tangan Ara dengan cekatan, mencegah gadis itu menyentuh area yang belum sembuh sepenuhnya. Gerakan itu membuat jarak mereka semakin dekat. Mata mereka bertemu, hanya beberapa sentimeter memisahkan wajah keduanya. Tatapan Aezar yang dalam dan serius seperti mengunci pandangan Ara. Untuk sesaat, dunia terasa hening. Ara buru-buru mena

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Suamiku Karakter Game    Bab 6

    Aezar kini berdiri di dalam garasi yang gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Langkahnya mantap, tak tergesa, namun penuh keyakinan, menuju sebuah sepeda motor sport berwarna hitam legam. Motor itu terlihat seperti seekor binatang buas yang siap menerkam, dengan bodi aerodinamis dan kilauan metaliknya yang gagah. Ia mengusap joknya sebentar, seolah memberi salam pada kuda besinya, sebelum melangkah ke sisi motor dan mengenakan helm hitam pekat. Setelah memutar kunci, mesin motor menggeram, menggetarkan udara dengan suara brutal. "Bruuum!" Raungan knalpot memenuhi ruang garasi, seakan mengumumkan keberangkatan sang pemilik. Dengan satu gerakan gesit, Aezar melajukan motornya keluar garasi, menembus jalanan yang sunyi dan kelam. Udara dingin malam menerpa wajahnya, tapi tatapan Aezar tetap tajam, mengawasi setiap sudut jalan dengan kewaspadaan seorang pemburu. Tak lama, dari kejauhan, ia melihat sosok yang tak asing lagi baginya—seorang zombie dengan gerakan cepat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Suamiku Karakter Game    Bab 7

    Dengan satu-satunya senjata yang ia miliki, tongkat baseball di tangan, Aezar menggertakkan giginya, menahan rahang zombie yang nyaris menggigitnya. Giginya yang kotor dan berlumuran darah hanya beberapa inci dari wajahnya. "Arrgh... tidak secepat itu, sobat!" seru Aezar sambil mendorong kepala zombie dengan tongkatnya, membuat makhluk itu menggeram ganas. Namun, tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin di tengkuknya. Sebuah insting tajam menyerangnya. Ada sesuatu—atau seseorang—di belakangnya. Aezar segera menoleh. Benar saja, seorang zombie lain berada tepat di belakangnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek tenggorokannya. Waktu seakan melambat saat ia menyadari kematian sudah di depan mata. Dor! Tanpa peringatan, kepala zombie itu meledak seperti balon yang pecah. Darah segar muncrat deras, menyembur ke udara sebelum tubuhnya tumbang dengan suara berdebum. Aezar terdiam sejenak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Suamiku Karakter Game    Bab 1

    Di sebuah jalanan yang penuh sesak dengan makhluk hijau pucat, tubuh mereka berlumuran darah segar yang mengering di setiap inci kulitnya. Para Zombie menggeram ganas, memadati jalanan seperti gelombang maut yang tak terelakkan. Di tengah kekacauan itu, berdiri sepasang manusia—pria tampan, gagah dengan rambut pendek berwarna silver berponi yang tertiup angin, dan seorang wanita cantik, imut, nan anggun dengan rambut panjang tergerai bak sutra, melawan badai kehancuran. Mereka saling membelakangi, punggung mereka bersatu menjadi perisai dalam pertempuran hidup dan mati. Tangan mereka mantap, penuh fokus, membidik para Zombie yang semakin mendekat. Dor! Dor! Dor! Dentuman tembakan membelah udara, bergema di tengah hiruk-pikuk jeritan dan geraman. Satu per satu Zombie tumbang dengan akurasi yang mengerikan, namun kekacauan ini belum berakhir. Hingga... "Aaaahhh!" Jeritan melengking itu memecah konsentrasi. Wanita itu tersentak, menggigit bibir menahan rasa sakit yang luar biasa.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09

Bab terbaru

  • Suamiku Karakter Game    Bab 7

    Dengan satu-satunya senjata yang ia miliki, tongkat baseball di tangan, Aezar menggertakkan giginya, menahan rahang zombie yang nyaris menggigitnya. Giginya yang kotor dan berlumuran darah hanya beberapa inci dari wajahnya. "Arrgh... tidak secepat itu, sobat!" seru Aezar sambil mendorong kepala zombie dengan tongkatnya, membuat makhluk itu menggeram ganas. Namun, tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin di tengkuknya. Sebuah insting tajam menyerangnya. Ada sesuatu—atau seseorang—di belakangnya. Aezar segera menoleh. Benar saja, seorang zombie lain berada tepat di belakangnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek tenggorokannya. Waktu seakan melambat saat ia menyadari kematian sudah di depan mata. Dor! Tanpa peringatan, kepala zombie itu meledak seperti balon yang pecah. Darah segar muncrat deras, menyembur ke udara sebelum tubuhnya tumbang dengan suara berdebum. Aezar terdiam sejenak

  • Suamiku Karakter Game    Bab 6

    Aezar kini berdiri di dalam garasi yang gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Langkahnya mantap, tak tergesa, namun penuh keyakinan, menuju sebuah sepeda motor sport berwarna hitam legam. Motor itu terlihat seperti seekor binatang buas yang siap menerkam, dengan bodi aerodinamis dan kilauan metaliknya yang gagah. Ia mengusap joknya sebentar, seolah memberi salam pada kuda besinya, sebelum melangkah ke sisi motor dan mengenakan helm hitam pekat. Setelah memutar kunci, mesin motor menggeram, menggetarkan udara dengan suara brutal. "Bruuum!" Raungan knalpot memenuhi ruang garasi, seakan mengumumkan keberangkatan sang pemilik. Dengan satu gerakan gesit, Aezar melajukan motornya keluar garasi, menembus jalanan yang sunyi dan kelam. Udara dingin malam menerpa wajahnya, tapi tatapan Aezar tetap tajam, mengawasi setiap sudut jalan dengan kewaspadaan seorang pemburu. Tak lama, dari kejauhan, ia melihat sosok yang tak asing lagi baginya—seorang zombie dengan gerakan cepat

  • Suamiku Karakter Game    Bab 5

    "Omong-omong... Apa lukamu sudah tidak sakit lagi?" tanya Aezar dengan nada khawatir, tatapannya tertuju pada perban putih yang melilit kepala Ara. Kekhawatiran itu terlihat jelas di wajahnya, meski nada bicaranya tetap tenang.Ara tersentak mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya, rasa nyeri di kepalanya masih sangat terasa, menusuk hingga membuatnya sulit berpikir jernih. Namun, ia mencoba menyembunyikannya dengan mengalihkan perhatian. "Apa? Oh, aku..." Ara tergagap, namun rasa ingin tahu menguasainya. Ia menyentuh bagian perban di kepalanya, tepat di atas luka. "Tunggu! Jangan disentuh!" suara Aezar menggema di ruangan. Dalam hitungan detik, ia meraih tangan Ara dengan cekatan, mencegah gadis itu menyentuh area yang belum sembuh sepenuhnya. Gerakan itu membuat jarak mereka semakin dekat. Mata mereka bertemu, hanya beberapa sentimeter memisahkan wajah keduanya. Tatapan Aezar yang dalam dan serius seperti mengunci pandangan Ara. Untuk sesaat, dunia terasa hening. Ara buru-buru mena

  • Suamiku Karakter Game    Bab 4

    Pria itu, yang kini dipastikan adalah Aezar, tampak terkejut namun tetap tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu Ara, mencoba menenangkan kegelisahannya. "I- iya, sayang. Ini aku, Aezar," suaranya tegas namun lembut. Tatapannya penuh perhatian, seolah melihat dunia hanya melalui mata Ara. "Apa kau baik-baik saja? Istriku..." Kalimat itu membuat Ara semakin terguncang. "Istriku?" pikirnya. Tubuhnya membeku, seluruh pikirannya kacau balau, mencoba merangkai semua potongan puzzle yang belum masuk akal baginya. Mata Ara membelalak, jantungnya berdebar kencang. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Istri? Pria asing ini, dengan suara berat dan wajah sempurna, memanggilnya istri. Ara menelan ludah, pikirannya penuh dengan kebingungan. Pria itu... terlalu familiar. Terlalu mirip dengan Aezar, karakter favoritnya di game. "A-apa maksudmu berkata begitu, Pak?" tanya Ara dengan nada penuh kepanikan. Suaranya gemetar, seakan mencari pegangan di teng

  • Suamiku Karakter Game    Bab 3

    Tanpa pikir panjang, Ara berlari menuju gerbang sekolah. Tangannya gemetar saat ia berusaha menutup pagar sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu cukup untuk menghentikan para Zombie yang mengejarnya. Suara derit pagar yang tertutup terdengar memekakkan telinga, tapi itu tidak menenangkan hatinya. Napasnya terputus-putus, dan tubuhnya bergetar karena ketegangan. Namun, ketakutannya semakin memuncak ketika ia melihat apa yang terjadi di balik pagar. Para Zombie, meskipun tampak tanpa akal, mulai menunjukkan tekad yang luar biasa. Mereka saling tumpuk, memanjat tubuh satu sama lain, berlomba-lomba menjadi yang pertama melewati pagar. "Mereka ini dibilang bodoh, tapi pintar!" gumam Ara dengan wajah penuh kekhawatiran. Tanpa membuang waktu lagi, ia melanjutkan larinya ke dalam gedung sekolah. Suara langkah kakinya menggema di koridor yang sunyi. Ara membuka pintu salah satu kelas dan segera menutupnya rapat-rapat. Jendela kelas juga ia kunci dengan tangan yang gemetar. Setelah

  • Suamiku Karakter Game    Bab 2

    Ara, yang tidak ingin menjadi bagian dari "perkumpulan Zombie penggigit leher manusia," langsung berbalik arah dan berlari sekuat tenaga. Kakinya bergerak cepat, sementara napasnya memburu. Angin dingin yang menusuk seolah tidak cukup untuk meredakan ketegangan di tubuhnya.Di belakang, Zombie itu tidak tinggal diam. Dengan langkah pincang tapi penuh kekuatan, ia mengejar sambil terus mengeluarkan suara mengerikan, "Rrraww! Rrraww! Rrraaaaww!" Suara itu menggema, membuat setiap helai rambut di tubuh Ara berdiri.Setelah berlari tanpa henti, Ara akhirnya sampai di depan rumahnya. Dengan gerakan tergesa, ia membuka pintu dan masuk. Begitu tubuhnya melewati ambang pintu, ia langsung menguncinya rapat."Huft... Aku selamat," gumam Ara pelan, mencoba mengatur napas yang tersengal-sengal. Punggungnya bersandar di pintu, tubuhnya yang lelah perlahan merosot hingga ia terduduk di lantai. Kakinya terasa lemah, seperti tak mampu menahan tubuhnya lebih lama.Namun, ketenangan itu hanya bertahan

  • Suamiku Karakter Game    Bab 1

    Di sebuah jalanan yang penuh sesak dengan makhluk hijau pucat, tubuh mereka berlumuran darah segar yang mengering di setiap inci kulitnya. Para Zombie menggeram ganas, memadati jalanan seperti gelombang maut yang tak terelakkan. Di tengah kekacauan itu, berdiri sepasang manusia—pria tampan, gagah dengan rambut pendek berwarna silver berponi yang tertiup angin, dan seorang wanita cantik, imut, nan anggun dengan rambut panjang tergerai bak sutra, melawan badai kehancuran. Mereka saling membelakangi, punggung mereka bersatu menjadi perisai dalam pertempuran hidup dan mati. Tangan mereka mantap, penuh fokus, membidik para Zombie yang semakin mendekat. Dor! Dor! Dor! Dentuman tembakan membelah udara, bergema di tengah hiruk-pikuk jeritan dan geraman. Satu per satu Zombie tumbang dengan akurasi yang mengerikan, namun kekacauan ini belum berakhir. Hingga... "Aaaahhh!" Jeritan melengking itu memecah konsentrasi. Wanita itu tersentak, menggigit bibir menahan rasa sakit yang luar biasa.

DMCA.com Protection Status