Share

Bab 4

Auteur: Sylus wife
last update Dernière mise à jour: 2024-12-10 07:10:34

Pria itu, yang kini dipastikan adalah Aezar, tampak terkejut namun tetap tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu Ara, mencoba menenangkan kegelisahannya.

"I- iya, sayang. Ini aku, Aezar," suaranya tegas namun lembut. Tatapannya penuh perhatian, seolah melihat dunia hanya melalui mata Ara. "Apa kau baik-baik saja? Istriku..."

Kalimat itu membuat Ara semakin terguncang. "Istriku?" pikirnya. Tubuhnya membeku, seluruh pikirannya kacau balau, mencoba merangkai semua potongan puzzle yang belum masuk akal baginya.

Mata Ara membelalak, jantungnya berdebar kencang. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Istri? Pria asing ini, dengan suara berat dan wajah sempurna, memanggilnya istri. Ara menelan ludah, pikirannya penuh dengan kebingungan. Pria itu... terlalu familiar. Terlalu mirip dengan Aezar, karakter favoritnya di game.

"A-apa maksudmu berkata begitu, Pak?" tanya Ara dengan nada penuh kepanikan. Suaranya gemetar, seakan mencari pegangan di tengah pusaran ketidakpastian.

Pria itu, Aezar, tidak langsung menjawab. Sebaliknya, ia memegangi dagunya dengan tangan kanannya, matanya menatap Ara dengan tajam namun lembut. "Jadi... kau benar-benar tidak ingat sama sekali padaku?"

Ara menggelengkan kepala dengan cepat, nyaris seperti refleks. Dia yakin, sepenuhnya yakin, bahwa dia belum pernah bertemu pria ini sebelumnya—setidaknya, bukan di dunia nyata. Semua ini terlalu aneh. "Kecuali di game," pikirnya, hatinya bergemuruh.

"Apa kau... pernah mendengar nama Aezar?" tanya pria itu lagi. Nadanya tenang, namun penuh keingintahuan. Tangan kanannya masih di dagu, seolah mencoba menyusun sebuah teka-teki yang rumit.

Ara langsung mengangguk cepat. "Tahu! Itu karakter dari Love and Zombie. Apa kau bernama Aezar juga?" Suaranya naik setengah oktaf, mencoba menghubungkan kenyataan dengan fantasi.

Aezar terkekeh pelan, suara tawanya dalam dan nyaris menggetarkan udara di antara mereka. "Istri kecilku... ini aku. Aezar, suamimu." Kata-katanya disampaikan dengan kehangatan yang membuat napas Ara tercekat. "Apa kepalamu yang terbentur ini membuatmu kehilangan ingatan?"

Aezar mengulurkan tangannya, menyentuh kepala Ara yang terbalut perban dengan gerakan lembut. Sentuhannya terasa hangat, penuh perhatian, seolah dia benar-benar khawatir. Ara terpaku, tak mampu berkata apa-apa. Dunia di sekitarnya terasa berputar, antara ingin lari dan ingin bertanya lebih banyak.

"Bagaimana bisa?" pikir Ara. Semua ini seperti mimpi, namun setiap sentuhan, setiap nada suara, terasa begitu nyata.

"Omong-omong... sejak kapan kita menikah?" tanya Ara penuh penasaran, matanya menatap tajam Aezar. Pertanyaan itu terlempar tanpa ragu. Ara merasa, tidak ada satu pun adegan pernikahan dalam game Love and Zombie yang selama ini dia mainkan, apalagi dengan karakter seperti Aezar.

"Itu..." Aezar baru saja membuka mulut untuk menjawab, seketika kegaduhan tiba-tiba terdengar dari luar rumah.

Brak! Brak!

Suara pagar bergoyang keras, memecah keheningan. Logam yang beradu, berderit menambah kesan ancaman yang nyata. Ara langsung menoleh, tubuhnya menegang. "Suara apa itu?" tanyanya dengan nada cemas.

Namun Aezar tidak membalas. Wajahnya berubah serius. Dia bergegas menuju jendela, langkahnya berat namun cepat. Dengan satu gerakan, dia menyibakkan tirai dan mengintip ke luar.

"Sial! Mereka lagi!" gumamnya penuh frustrasi. Di luar, segerombolan zombie mengguncang pagar rumah, seperti binatang buas yang ingin masuk ke kandang mangsa. Raungan mereka menggema, menambah kesan mencekam.

Aezar berbalik, menggapai sebuah senapan laras panjang yang terselip rapi di balik tirai. Dia menariknya keluar, menyelipkan ujung senapan ke luar jendela sementara bagian belakangnya ia tekankan ke bahu.

Ara yang masih terpaku di tempat duduknya memperhatikan dengan penuh rasa ingin tahu. "Woah! Aku tahu itu! Aku pernah melihatnya di game. Tapi... namanya apa ya?" gumamnya sambil mengingat-ingat, tak bisa menyembunyikan kekagumannya pada pria itu yang tampak seperti sosok pahlawan di dunia nyata.

Dor! Dor! Dor!

Suara tembakan menggema, memekakkan telinga. Peluru meluncur cepat, menghantam zombie-zombie yang menggoyang pagar dengan kekuatan brutal.

Ara segera meraih sebuah bantal yang ada di dekatnya. Ia menekannya di atas kepala, mencoba meredam suara yang terasa seperti mengiris gendang telinga. Namun usaha itu sia-sia.

"Sakit..." bisik Ara pelan. Telinganya berdengung hebat, kepala terasa berputar seperti dihantam badai. Rasa pusing dan nyeri semakin kuat, membuatnya menutup mata rapat-rapat untuk meredakan sensasi yang menyakitkan itu.

Di sisi lain, Aezar menghela napas panjang setelah peluru terakhirnya menumbangkan gerombolan zombie. Dengan suara pelan, dia bergumam pada dirinya sendiri, "Sepertinya penjagaan di luar harus lebih diperketat lagi."

Dia menyelipkan kembali senapannya ke tempat semula, menyembunyikannya di balik tirai seperti sebelumnya. Setelah itu, ia berjalan mendekati Ara, langkahnya perlahan.

Di sudut ruangan, Ara tersungkur, menggenggam bantal erat-erat di kepalanya. Tubuhnya gemetar, mencerminkan ketakutan dan kesakitan yang dirasakannya.

Aezar tanpa ragu berlutut di sampingnya, lantas memeluk tubuh kecil Ara dengan perlahan namun penuh kehangatan. Nada suaranya berubah lembut saat bertanya, "Kau baik-baik saja?"

Ara membuka matanya dengan cepat, napasnya tertahan. Sensasi hangat dari pelukan Aezar mengalir ke seluruh tubuhnya. Dia tidak menyangka, dalam hidupnya, ia akan dipeluk oleh seseorang yang selama ini hanya ia kenal sebagai karakter fiksi.

"Hangat... dan menenangkan," pikirnya. Ara terdiam, membiarkan dirinya tenggelam dalam pelukan itu. Baru kali ini, selain ayahnya, ia merasa dipeluk oleh seorang pria. Dan perasaan itu... tak bisa ia jelaskan dengan kata-kata.

"Be-benar juga!" Ara tiba-tiba mengayunkan tinjunya dengan penuh tenaga, langsung menghantam ulu hati Aezar. Tubuh kekar pria itu terdorong ke belakang, dan pelukannya pun terlepas.

"Apa yang kau inginkan dariku? Paman tua!" teriak Ara dengan nada penuh amarah. Tatapannya tajam, namun pipinya merona, entah karena marah atau hal lain.

Aezar terdiam sejenak, matanya berkedip beberapa kali sebelum menunjuk dirinya sendiri. "Tua?" tanyanya, nadanya lebih terdengar seperti tercekik. Luka di ulu hati mungkin bisa sembuh, tetapi serangan verbal itu menghantam egonya lebih keras. "Apa aku terlihat setua itu?" gumamnya pelan, nyaris pada dirinya sendiri.

Ara melangkah mundur sambil mengangkat bantal di tangannya seperti tameng. "Menjauh dariku, paman tua! Atau aku akan menendang organ reproduksimu!" ancamnya dengan penuh tekad, seolah-olah ia benar-benar akan melakukannya.

Aezar mengangkat kedua telapak tangannya, mencoba menenangkan. "Baik, baik... Paman tidak akan mendekatimu." Ia mundur perlahan, ekspresi wajahnya seperti seseorang yang baru saja kalah perang tanpa alasan jelas.

"Hmph! Tentu saja kau harus begitu, dasar paman mesum!" Ara menyilangkan kedua tangannya di dada, membuang muka dengan gaya penuh drama.

Aezar menghela napas panjang, ekspresinya kini campuran antara frustrasi dan geli. "Huft... Dasar anak kecil." Gumamannya nyaris tidak terdengar, tetapi itu cukup untuk memicu reaksi Ara.

"Siapa yang kau panggil anak kecil?" Ara menoleh cepat, matanya menatap tajam seperti pedang yang baru diasah. "Jangan panggil aku anak kecil, paman!"

Aezar menahan tawa, bahunya sedikit bergetar. Dia melangkah mendekat, membuat Ara mundur secara refleks. "Tapi itu memang benar, kan?" ujarnya, nadanya seperti menggoda. Langkahnya mantap, dan dalam hitungan detik, Ara terkurung di antara tubuhnya dan dinding.

"Usia kita berbeda sepuluh tahun. Kau masih 20, aku sudah 30. Jadi wajar saja kalau aku menganggapmu anak kecil, bukan?"

Ara terdiam, kehilangan kata-kata. Jarak antara wajah mereka begitu dekat, hingga dia bisa merasakan napas hangat Aezar di wajahnya. Pipinya semakin memerah, hatinya berdebar keras.

Aezar mencondongkan tubuh sedikit lebih dekat, suaranya berubah lebih dalam. "Tapi..." Dia berhenti sejenak, cukup lama untuk membuat Ara semakin gelisah. "Aku tidak suka dipanggil paman."

Ara menelan ludah, menunggu kata-kata berikutnya.

Aezar tersenyum tipis, ekspresi wajahnya seperti pemangsa yang sedang menikmati mainannya. "Daripada paman, bagaimana kalau kau memanggilku... Daddy saja?"

Kata-katanya seperti petir yang menyambar di kepala Ara. Matanya membelalak sejenak sebelum dengan cepat ia memejamkan mata, menunduk dalam-dalam, wajahnya benar-benar seperti tomat matang.

"Dasar pria ini!" pikir Ara dalam hati, tak mampu berkata-kata. Sementara Aezar hanya tersenyum puas, menikmati ekspresi gadis muda yang kini tak berdaya di hadapannya.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Related chapter

  • Suamiku Karakter Game    Bab 5

    "Omong-omong... Apa lukamu sudah tidak sakit lagi?" tanya Aezar dengan nada khawatir, tatapannya tertuju pada perban putih yang melilit kepala Ara. Kekhawatiran itu terlihat jelas di wajahnya, meski nada bicaranya tetap tenang.Ara tersentak mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya, rasa nyeri di kepalanya masih sangat terasa, menusuk hingga membuatnya sulit berpikir jernih. Namun, ia mencoba menyembunyikannya dengan mengalihkan perhatian. "Apa? Oh, aku..." Ara tergagap, namun rasa ingin tahu menguasainya. Ia menyentuh bagian perban di kepalanya, tepat di atas luka. "Tunggu! Jangan disentuh!" suara Aezar menggema di ruangan. Dalam hitungan detik, ia meraih tangan Ara dengan cekatan, mencegah gadis itu menyentuh area yang belum sembuh sepenuhnya. Gerakan itu membuat jarak mereka semakin dekat. Mata mereka bertemu, hanya beberapa sentimeter memisahkan wajah keduanya. Tatapan Aezar yang dalam dan serius seperti mengunci pandangan Ara. Untuk sesaat, dunia terasa hening. Ara buru-buru mena

    Dernière mise à jour : 2024-12-10
  • Suamiku Karakter Game    Bab 6

    Aezar kini berdiri di dalam garasi yang gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Langkahnya mantap, tak tergesa, namun penuh keyakinan, menuju sebuah sepeda motor sport berwarna hitam legam. Motor itu terlihat seperti seekor binatang buas yang siap menerkam, dengan bodi aerodinamis dan kilauan metaliknya yang gagah. Ia mengusap joknya sebentar, seolah memberi salam pada kuda besinya, sebelum melangkah ke sisi motor dan mengenakan helm hitam pekat. Setelah memutar kunci, mesin motor menggeram, menggetarkan udara dengan suara brutal. "Bruuum!" Raungan knalpot memenuhi ruang garasi, seakan mengumumkan keberangkatan sang pemilik. Dengan satu gerakan gesit, Aezar melajukan motornya keluar garasi, menembus jalanan yang sunyi dan kelam. Udara dingin malam menerpa wajahnya, tapi tatapan Aezar tetap tajam, mengawasi setiap sudut jalan dengan kewaspadaan seorang pemburu. Tak lama, dari kejauhan, ia melihat sosok yang tak asing lagi baginya—seorang zombie dengan gerakan cepat

    Dernière mise à jour : 2024-12-12
  • Suamiku Karakter Game    Bab 7

    Dengan satu-satunya senjata yang ia miliki, tongkat baseball di tangan, Aezar menggertakkan giginya, menahan rahang zombie yang nyaris menggigitnya. Giginya yang kotor dan berlumuran darah hanya beberapa inci dari wajahnya. "Arrgh... tidak secepat itu, sobat!" seru Aezar sambil mendorong kepala zombie dengan tongkatnya, membuat makhluk itu menggeram ganas. Namun, tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin di tengkuknya. Sebuah insting tajam menyerangnya. Ada sesuatu—atau seseorang—di belakangnya. Aezar segera menoleh. Benar saja, seorang zombie lain berada tepat di belakangnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek tenggorokannya. Waktu seakan melambat saat ia menyadari kematian sudah di depan mata. Dor! Tanpa peringatan, kepala zombie itu meledak seperti balon yang pecah. Darah segar muncrat deras, menyembur ke udara sebelum tubuhnya tumbang dengan suara berdebum. Aezar terdiam sejenak

    Dernière mise à jour : 2024-12-12
  • Suamiku Karakter Game    Bab 8

    "Aezar! Itu barbel, bukan tombak!" teriak Ara dengan suara lantang dari atas balkon. Ia berdiri dengan tegak sambil memegang erat teropong jarak jauh di tangannya, ekspresinya penuh kekesalan bercampur cemas. "Apa dia pikir barbel itu ringan?!" gumam Ara sambil terus mengawasi gerak-gerik Aezar. Ia memicingkan mata, mencoba menilai situasi. Sambil terus memantau, Ara mulai berbicara pada dirinya sendiri, seperti seseorang yang tengah mencoba mencari logika di tengah kekacauan. "Barbel itu... Hmm, kelihatannya sekitar dua puluh kilogram. Yah, mungkin bagi dia itu tidak berat. Aku saja kuat mengangkat dua tabung gas tiga kilogram sekaligus!" Ia mengangguk-angguk, merasa teori konspirasi kecilnya masuk akal. Namun, perhatian Ara segera teralihkan. Ia melihat sesuatu yang membuatnya terkejut melalui teropong. "Eh, tunggu! Itu kan..." Tanpa membuang waktu, Ara meletakkan teropongnya di samping, mengambil senapan, dan kembali ke

    Dernière mise à jour : 2024-12-13
  • Suamiku Karakter Game    Bab 9

    "Tidak kelihatan!" keluh Ara, duduk santai di atas balkon sambil memegangi teropong jarak jauh di tangannya. Matanya terus mengamati keadaan di sekitar minimarket. "Apakah di dalam minimarket juga ada zombie?" gumamnya pelan, seraya mencoba memperjelas penglihatannya melalui teropong. Namun, pikirannya terganggu ketika ia melihat pergerakan dari arah kejauhan. "Hmph! Para pengganggu datang lagi!" keluh Ara kesal. Dengan cepat, dia turun dari kursinya, menaruh teropong jarak jauh di atas kursi yang tadi ia duduki. Ara kemudian tengkurap di lantai balkon, memegang senapan kesayangannya. Dalam posisi siaga, dia memosisikan tubuh seperti sniper profesional. Napasnya mulai diatur, jari telunjuknya bersiap menarik pelatuk. Namun... Ceklik! Ceklik! Ceklik! "Hee?! Kenapa tidak ada bunyi dor, dor, dor lagi?" tanyanya bingung. Raut wajahnya berubah panik, Ara langsung membuka tempat penyim

    Dernière mise à jour : 2024-12-13
  • Suamiku Karakter Game    Bab 10

    "E-eh?" Ara mengerutkan kening, kebingungan. Air yang seharusnya mengalir deras dari selang tidak kunjung keluar, meskipun ia sudah menarik kerannya dengan sekuat tenaga. Sementara itu, Aezar berdiri tak jauh darinya, tertawa terbahak-bahak. Suaranya memenuhi udara, dan tubuhnya sampai terguncang karena terlalu keras tertawa. Ia memegangi perutnya, wajahnya penuh dengan kepuasan. "Hahahaha! Kau benar-benar lucu! Bahkan jebakan sederhana pun bisa membuatmu terjebak!" ucapnya dengan nada penuh kemenangan. Ara memutar pandangannya ke arah Aezar, matanya mulai menyipit penuh kecurigaan. "Jangan bilang... semua ini bagian dari rencanamu?" Ia membanting selang yang digenggamnya ke tanah, tatapannya berubah tajam, dan pipinya mulai memerah karena marah. "Mohon maaf, tapi aku sudah memperhitungkan semuanya. Dari caramu mengambil selang sampai menarik keran. Dan ternyata, semua perhitunganku benar! Hahaha! Ka

    Dernière mise à jour : 2024-12-14
  • Suamiku Karakter Game    Bab 11

    Ara menatap punggung tangannya, yang masih dibalut rapi dengan perban putih. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya—sesuatu yang tidak bisa dia abaikan begitu saja. Tapi lamunannya terhenti ketika suara langkah kaki mendekat. Aezar muncul dari dapur, membawa semangkuk makanan dan secangkir kopi hangat. Dia meletakkan semuanya di atas meja dengan hati-hati, kemudian menatap Ara yang masih tenggelam dalam pikirannya. "Apa yang kau pikirkan?" tanyanya dengan nada lembut, meski sorot matanya penuh rasa ingin tahu. Ara tersentak ringan, lalu dengan cepat menarik punggung tangannya ke pangkuan, menyembunyikannya di antara kedua pahanya. Dia tersenyum kecil, berusaha terlihat tenang. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat. Namun, di balik senyuman itu, pikirannya tetap tidak tenang. Ketertarikannya pada luka di tangannya semakin besar, seperti teka-teki yang menuntut untuk dipecahkan. Aezar menarik kursi dan duduk di hadapannya. Sesaat, mereka berdua hanya diam. Tapi akhirnya, Ara memutu

    Dernière mise à jour : 2024-12-14
  • Suamiku Karakter Game    Bab 12

    "Heheh..." Aezar terkekeh kecil sambil kembali mengambil sesuap mie dari mangkuk dan menyuapkannya kepada Ara. Tatapan matanya lembut, penuh perhatian. "Maafkan aku karena hanya bisa menyajikan mie instan. Kau pasti kecewa, ya?" Ara menggeleng cepat, masih mengunyah mie di mulutnya. Setelah menelan, dia menjawab, "Tidak sama sekali! Mie instan itu makanan paling enak di dunia! Dan yang paling penting... mudah dibuat." Aezar tersenyum kecil mendengar jawaban Ara. "Heheh... Tapi makan mie instan terlalu sering itu tidak baik, tahu? Pokoknya besok aku akan memasakkan sesuatu yang lebih sehat untukmu. Tapi sekarang, makan dulu. Yang penting perutmu terisi." Ara mengangguk patuh. Dia melanjutkan makan mie instan yang disuapkan Aezar dengan lahap, tampak menikmati setiap gigitan. Setelah selesai makan, Aezar dengan tegas mengambil semua alat makan dan membawanya ke dapur. Dia melarang Ara untuk membantu dengan alasan luka di tang

    Dernière mise à jour : 2024-12-15

Latest chapter

  • Suamiku Karakter Game    Bab 92

    Langit masih kelam ketika mobil mereka akhirnya mencapai perbatasan luar kota. Garis polisi yang sebelumnya mengisolasi area kini telah terbuka lebar, menandakan berakhirnya mimpi buruk yang sempat mengancam kota.Di kejauhan, siluet mayat-mayat zombie yang telah dimusnahkan berserakan di jalanan. Tim kepolisian sibuk membersihkan sisa-sisa kekacauan—mengangkat tubuh-tubuh yang tak bernyawa, menyapu noda darah yang membanjiri aspal, dan memastikan tidak ada ancaman yang tersisa.Namun, Aezar tidak tertarik untuk terlibat lebih jauh.Dengan santai, ia menancapkan gas, menerobos jalan tanpa sedikit pun niat untuk berhenti.Beberapa petugas sempat melirik, tapi begitu menyadari mobil itu milik salah satu anggota mafia, mereka saling bertukar pandang sebelum akhirnya memilih mengabaikan. Mereka tahu lebih baik untuk tidak ikut campur.Setelah menempuh perjalanan tanpa hambatan, akhirnya mereka berhenti di depan sebuah apartemen megah, berdiri kokoh di tengah kota.Aezar membuka pintu dan

  • Suamiku Karakter Game    Bab 91

    Aezar meraung.Suara itu menggema di seluruh ruangan, mengguncang setiap jiwa yang mendengarnya. Aura merah menyelimuti tubuhnya, bergolak seperti lautan api yang siap membakar siapa pun yang menghalangi jalannya.Kecepatannya meningkat.Dalam sekejap mata, tubuhnya sudah melesat ke arah kawanan werewolf. Dengan brutal, taringnya menancap satu per satu ke leher mereka, meneguk darah hangat yang mengalir deras. Para werewolf bahkan tak sempat menghindar, hanya bisa melolong sebelum kekuatan mereka disedot hingga ke titik nol.Aezar semakin kuat. Nafsu membunuhnya semakin meluap.Aether menyadari bahaya ini. Ia melesat dengan kecepatan tinggi, mencoba menghadang kakaknya.Namun Aezar tak peduli.Tanpa ragu, ia menangkap tubuh Aether dengan satu tangan, lalu menariknya dengan kasar sebelum membantingnya ke dinding sekeras mungkin.Brakkk!Dinding itu retak, tubuh Aether terhuyung sebelum jatuh tersungkur. Ia meringis, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya, namun ia masih cukup sadar un

  • Suamiku Karakter Game    Bab 90

    Aezar menatap musuh-musuh di depannya dengan tajam. Pupil merahnya bersinar seperti bara api, taringnya memanjang, dan aura haus darahnya semakin pekat. Dengan suara rendah, hampir seperti gumaman kepada dirinya sendiri, dia berbisik, "Kemarilah, minumanku..."Tanpa peringatan, tubuhnya melesat secepat bayangan, menerjang pasukan werewolf yang mengepungnya. Dalam satu gerakan cepat, dia menangkap seorang werewolf yang terlihat lebih lemah dari yang lain. Taringnya langsung menancap ke leher makhluk itu, merobek kulit dan dagingnya dengan mudah.Darah hangat mengalir deras ke tenggorokannya."Ahhh..." Aezar mendesah puas, matanya semakin menyala. Energi dan kekuatan mengalir ke dalam tubuhnya, membuat luka-luka kecil yang tersisa menutup lebih cepat.Sementara itu, Ara dan Dharma hanya bisa menyaksikan dari kejauhan. Wajah Ara dipenuhi kekhawatiran. "Bagaimana, Papa?" bisiknya lirih.Dharma menatap istrinya yang masih terbaring lemah bersama kedua putrinya di atas ranjang beroda. Wajah

  • Suamiku Karakter Game    Bab 89

    Ara akhirnya berhasil melepaskan ikatan di tubuh Dharma. Dengan tangan gemetar, dia mencengkeram lengan ayahnya dan menariknya untuk segera berlari keluar dari tempat itu. Nafasnya memburu, tubuhnya masih lemah, tapi tekadnya jauh lebih kuat."Sial!" geram Darius, ekspresi ganasnya semakin menyeramkan di bawah cahaya remang-remang laboratorium. Dia baru hendak melangkah mengejar, namun sepasang tangan yang penuh darah mencengkeram pergelangan kakinya dengan erat.Aezar.Meski tubuhnya telah babak belur, meski darah terus mengalir dari luka-luka di tubuhnya, dia tetap tidak melepaskan cengkeramannya. Matanya yang merah berkilat, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan."Lawanmu adalah aku," gumamnya lirih, namun suaranya terdengar seperti lonceng kematian di telinga Darius.Darius menyeringai marah. "Sialan!" Dengan kekuatan penuh, dia menendang rahang Aezar, membuat kepala vampir itu terhentak ke belakang dengan keras. Tulang-tulangnya berderak, darah segar mengalir dari sudut bibirny

  • Suamiku Karakter Game    Bab 88

    "Di mana Mama dan adik-adikku?!"Suara Ara menggema di seluruh ruangan, memenuhi udara dengan kemarahan yang tak terbendung. Sorot matanya membara, penuh dengan amarah dan tekad. Ia menatap tajam ke arah Darius, tubuhnya menegang dalam ketidakberdayaan. "Lepaskan Papa dan kembalikan keluargaku!"Darius menanggapinya dengan seringai lebar. Dalam kegelapan ruangan, perlahan telinga serigala mulai muncul di kepalanya, mencuat di antara helaian rambutnya yang cokelat tua. Sebuah ekor berbulu lebat menembus bagian belakang celananya, bergerak dengan liar seiring dengan geliat tubuhnya yang berubah."Kalau aku tidak mau, apa yang ingin kau lakukan, gadis kecil?" suaranya rendah, parau, penuh ejekan.Tiba-tiba, Darius menghilang dari tempatnya berdiri. Hanya dalam sekejap, dia telah melesat ke arah Ara, begitu cepat hingga nyaris tak kasat mata. Udara bergemuruh saat tubuhnya melayang, cakarnya yang tajam melesat dengan kecepatan mematikan, siap mencabik tubuh Ara."Ara!!"Teriakan Dharma me

  • Suamiku Karakter Game    Bab 87

    Setelah seminggu penuh Aezar merawatnya dengan sabar, akhirnya tubuh Ara mulai pulih. Meski langkahnya masih sedikit tertatih dan belum sepenuhnya normal, rasa sakit yang dulu mencengkeram setiap inci tubuhnya kini mulai berkurang. Tenaganya sudah kembali, dan semangatnya menyala lebih terang dari sebelumnya.Ara menatap Aezar dengan mata berbinar, penuh harapan. "Sekarang, kita bisa menyelamatkan Papa, Mama, dan adik-adikku!" serunya, tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.Namun, alih-alih ikut bersemangat, Aezar justru menatapnya dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Kedua alisnya bertaut, dan matanya yang merah menyala memancarkan keraguan yang dalam. "Apa kau yakin akan baik-baik saja?" tanyanya pelan. "Aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi padamu lagi. Bagaimana jika kau menunggu di sini saja?"Ara terdiam. Ia tidak ingin ditinggalkan sendirian. Tidak lagi. Pikirannya berputar cepat, mencari alasan yang cukup masuk akal agar Aezar tidak bersikeras meninggalkannya. Lalu, sebe

  • Suamiku Karakter Game    Bab 86

    "Werewolf?"Mata Ara membulat seketika, nyaris tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Aezar mengangguk tegas, ekspresinya serius. "Benar. Darius adalah werewolf."Ara menunduk, tangannya menopang dagu, mencoba mencerna semua informasi yang telah ia terima. "Jadi... kau adalah vampir, Aether adalah alien, Kaelen adalah merman, dan Darius adalah werewolf."Ia mengangkat kepalanya dan menatap Aezar tajam. "Lalu bagaimana dengan Eryas?"Aezar menatapnya sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan nada lebih tenang. "Eryas… dia manusia. Sama sepertimu."Ara menghela napas panjang sebelum akhirnya membanting tubuhnya ke kasur dengan kesal. Kepalanya terasa berat, pikirannya berputar tanpa kendali. "Apa-apaan ini? Aku kira makhluk seperti kalian hanya ada di cerita fantasi!"Aezar terkekeh pelan sebelum menjawab. "Tapi nyatanya kami memang ada. Hanya saja, kami berusaha sebisa mungkin untuk tidak terlihat mencolok dan berbaur semirip mungkin dengan manusia."Ara mengernyit. "Kenap

  • Suamiku Karakter Game    Bab 85

    "Suami?"Ara menatap Aezar dengan ekspresi kesal, kedua alisnya bertaut, bibirnya sedikit mengerucut. "Kau serius mengatakan itu sekarang?"Aezar semakin menunduk, merasa salah tingkah. Jemarinya dengan canggung menggaruk kepalanya sendiri yang jelas-jelas tidak terasa gatal. "Maksudku..." suaranya terdengar lemah, nyaris tidak terdengar.Namun, bukannya marah, Ara justru terkekeh kecil. Nada suaranya ringan, penuh keisengan. "Bukankah papa sudah bilang kalau pernikahan kita tidak sah? Kita masih harus meminta restu papaku dan menggelar pernikahan secara resmi. Baru setelah itu aku boleh menganggapmu sebagai suamiku."Aezar menatapnya dengan mata berbinar. Ada cahaya harapan di sana, sesuatu yang membuatnya terlihat lebih hidup. "Apa itu berarti... kau mau jadi istriku, Ara? Istri sungguhan, secara sah?"Ara mengangguk tanpa ragu. Namun sebelum Aezar bisa bereaksi lebih jauh, Ara mengangkat satu jari, ekspresi usilnya kembali muncul. "Tap

  • Suamiku Karakter Game    Bab 84

    Aezar merawat Ara dengan sangat telaten, memastikan setiap luka di tubuh gadis itu sembuh secepat mungkin. Sama seperti saat awal pertemuan mereka—bedanya, kali ini tidak ada kebohongan, tidak ada niat tersembunyi. Ia melakukannya dengan tulus, bukan karena mengharapkan kebebasan atau keuntungan apa pun, tetapi karena Ara adalah satu-satunya orang yang ingin ia jaga dengan segenap hatinya.Ara menatap Aezar yang dengan sabar menyuapinya makanan. Meski tubuhnya masih lemah, pikirannya sudah mulai jernih, dan ada terlalu banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan. "Boleh aku tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini?"Aezar terdiam sejenak. Tangannya yang memegang sendok berhenti di udara, dan ia menunduk. Ada keraguan di matanya, seakan otaknya sedang berusaha memilah kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran. Namun ia tahu, ia tidak boleh terus melarikan diri dari pertanyaan ini. Ara berhak tahu segalanya.Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya mulai berbicara. "Jadi... Ini s

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status