Share

Bab 5

Auteur: Sylus wife
last update Dernière mise à jour: 2024-12-10 11:08:19

"Omong-omong... Apa lukamu sudah tidak sakit lagi?" tanya Aezar dengan nada khawatir, tatapannya tertuju pada perban putih yang melilit kepala Ara. Kekhawatiran itu terlihat jelas di wajahnya, meski nada bicaranya tetap tenang.

Ara tersentak mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya, rasa nyeri di kepalanya masih sangat terasa, menusuk hingga membuatnya sulit berpikir jernih. Namun, ia mencoba menyembunyikannya dengan mengalihkan perhatian.

"Apa? Oh, aku..." Ara tergagap, namun rasa ingin tahu menguasainya. Ia menyentuh bagian perban di kepalanya, tepat di atas luka.

"Tunggu! Jangan disentuh!" suara Aezar menggema di ruangan. Dalam hitungan detik, ia meraih tangan Ara dengan cekatan, mencegah gadis itu menyentuh area yang belum sembuh sepenuhnya.

Gerakan itu membuat jarak mereka semakin dekat. Mata mereka bertemu, hanya beberapa sentimeter memisahkan wajah keduanya. Tatapan Aezar yang dalam dan serius seperti mengunci pandangan Ara. Untuk sesaat, dunia terasa hening.

Ara buru-buru menarik tangannya dengan kasar, wajahnya bersemu merah karena situasi yang tiba-tiba. Dengan nada penuh protes, ia bertanya, "Sekarang apa lagi?"

Namun, meski Ara bertindak kasar, Aezar tetap menjawab dengan nada lembut. "Luka di kepalamu masih belum tertutup sepenuhnya. Jika kau menyentuhnya, itu hanya akan memperburuk kondisinya."

Mendengar nada tulus dan perhatian itu, Ara merasa ada sesuatu yang menusuk hatinya. Pipi gadis itu memanas, rona merah makin jelas di wajahnya. Perlahan, rasa bersalah mulai tumbuh di hatinya.

"I-itu..." Ara berbisik, kedua jari telunjuknya bertemu di depan dada, bermain-main dengan gugup. Ia tidak berani menatap Aezar, pandangannya terkunci pada gerakan tangannya sendiri. "Ma-maafkan aku..."

Aezar mengangkat satu alis, lalu tersenyum kecil. Melihat tingkah laku Ara yang polos, ia mengulurkan tangan, mengelus kepala gadis itu dengan lembut. "Kau tidak perlu meminta maaf... Kau tidak bersalah sama sekali."

Ara mendongak cepat, menatap Aezar dengan ekspresi setengah bingung, setengah penasaran. Bibirnya tertarik ke satu sisi, membentuk senyum miring. "Jadi... Kalau aku memukulmu berulang kali, itu juga bukan salahku, ya?" tanyanya, nada suaranya penuh ironi.

Aezar terdiam sejenak, menghela napas panjang dengan nada berat. Kedua tangannya memijat pelipisnya, seolah mencoba mengusir rasa pusing yang tiba-tiba datang. "Sepertinya aku sudah membuat kesalahan besar dengan mengucapkan itu..." gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri.

Melihat ekspresi frustasi Aezar, Ara malah ikut-ikutan menghela napas panjang, meniru gaya pria itu. Dengan nada santai, ia berkata, "Entah bagaimana... Nasibku ini yang harus hidup berdua bersama paman aneh di tengah wabah zombie."

Aezar menoleh tajam, alisnya terangkat. Dengan nada setengah kesal, ia bertanya, "Apa kau bilang?"

Namun, bukannya menjawab, Ara malah tersenyum kecil, jelas menikmati reaksinya. Wajah Aezar menggelap sesaat, tetapi ia hanya menggeleng pelan, seolah menyerah pada gadis keras kepala di depannya.

"Anak kecil ini benar-benar sulit diatur," pikir Aezar sambil menghela napas lagi, kali ini lebih panjang.

Krucuuuuk...

Suara itu terdengar jelas di antara keheningan. Ara tertegun, wajahnya langsung berubah merah padam. Dengan kedua tangannya, ia memegangi perutnya yang berbunyi nyaring, seolah-olah memohon makanan. Dalam hati, ia merutuk. "Kenapa harus sekarang, perutku?! Kau benar-benar memalukan!"

Di hadapannya, Aezar berusaha keras menahan tawa. Ia menutup mulut dengan tangan kanannya, tapi tidak bisa menyembunyikan senyum di balik jemarinya. Bahunya sedikit bergetar, menandakan bahwa ia hampir kehilangan kendali. "Pfft..." Suara kecil lolos dari bibirnya, cukup untuk membuat Ara semakin kesal.

"Hmp!" Ara membuang muka, berusaha menyembunyikan rasa malunya. Wajahnya yang sudah memerah kini tampak makin cerah, seperti tomat matang. Ia mengerutkan alis, pura-pura marah, padahal yang sebenarnya ia rasakan hanyalah canggung.

"Cup... cup... cup..." Aezar mengejek sambil mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, tatapannya meledek. "Kau lapar, ya?" tanyanya dengan nada penuh godaan, menepuk-nepuk kepala Ara dengan lembut seperti orang dewasa menenangkan anak kecil yang menangis.

Ara mendengus, masih enggan menatapnya. Dengan nada tajam, ia menjawab, "Sudah tahu, bertanya!"

"Baiklah, itu kebiasaanmu. Kau selalu sulit mengatur emosimu saat sedang lapar," ujar Aezar sambil menghela napas pelan, seolah sudah hafal betul dengan kebiasaan Ara.

Setelah berkata demikian, ia berjalan menuju lemari di sudut ruangan. Dengan gerakan santai namun terukur, Aezar membuka pintu lemari dan mengeluarkan sebuah jaket kulit hitam yang terlihat kokoh. Ia menggoyangkan jaket itu sedikit sebelum mengenakannya, membiarkan kilau permukaan kulitnya memantulkan cahaya redup di kamar.

Ara terdiam, matanya membelalak saat melihat jaket itu. Pikirannya langsung melayang ke dunia game yang ia kenal. "I-itu... Itu kan..." gumamnya pelan. Ia ingat betul, Aezar di dalam game selalu memakai jaket itu setiap kali hendak mengendarai motor. Bahkan, jaket itu menjadi ciri khasnya—tanda kehadirannya yang penuh karisma sekaligus bahaya.

"Kenapa dia memakai jaket itu di sini juga? Ini terlalu mirip..." pikir Ara, bingung sekaligus penasaran.

Aezar menyelesaikan persiapannya dengan rapi, merapikan kerah jaket dan mengencangkan resletingnya hingga setengah dada. Dengan nada ringan namun penuh tekad, ia berkata, "Aku akan keluar sebentar untuk mencari makanan."

Ara menoleh dengan cepat, kali ini wajahnya tidak hanya menunjukkan rasa kesal, tetapi juga kekhawatiran. "Tunggu! Kau akan keluar? Bukankah kita ada di tengah wabah zombie? Di mana kau akan mencari makanan? Di minimarket?" tanyanya setengah panik dan bingung.

Aezar mengangkat alis, tersenyum tipis, lalu mengacungkan ibu jarinya. "Pintar," jawabnya pendek.

Ara membelalakkan mata. "Heeeeh!" Seruan itu keluar begitu saja dari bibirnya. Ia sangat mengenal misi semacam ini—mengambil makanan dari minimarket di tengah wabah zombie adalah bagian dari game yang selalu ia mainkan. Namun, sekarang semua itu terasa nyata.

Aezar mengaitkan resletingnya dan menariknya ke atas dengan gerakan cepat. "Baiklah, tunggu aku di sini. Jangan pergi ke mana-mana," katanya sebelum beranjak menuju pintu.

"Tapi... Apa kau akan baik-baik saja?" tanya Ara dengan nada ragu, suaranya pelan namun cukup terdengar. Ia memiringkan kepalanya, memikirkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.

Aezar menoleh ke arahnya, wajahnya menunjukkan senyum kecil yang penuh keyakinan. Ia tak menjawab pertanyaan Ara secara langsung, hanya mengangkat jaketnya sedikit sambil berkata, "Jangan khawatir, aku sudah terbiasa menghadapi situasi seperti ini."

Ara menelan ludah, matanya terus memandangi punggung Aezar yang kokoh dan tegap. "Tapi ini dunia nyata, bukan game..." bisiknya dalam hati, meski tak berani mengatakannya dengan lantang.

Tanpa berkata lebih banyak, Aezar melangkah keluar dari kamar, menutup pintu perlahan. Suara klik pintu yang tertutup itu membuat hati Ara semakin tak tenang. Ia menggigit bibir bawahnya, mencoba menenangkan pikiran yang kalut.

"Semakin dilihat... Kenapa dia semakin terlihat seperti... seperti karakter di dalam game itu?" pikir Ara, kebingungan melanda dirinya lagi. Dengan tangan di dada, ia berbisik, "Tolong kembali dengan selamat..."

Kini, Ara hanya duduk di kamar, pandangannya tertuju pada pintu yang baru saja tertutup. Rasa bingung dan khawatir menggelayuti pikirannya. "Apakah dia benar-benar bisa kembali dengan selamat?" pikirnya, memandangi bayangan Aezar yang perlahan menghilang dari ingatan.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Related chapter

  • Suamiku Karakter Game    Bab 6

    Aezar kini berdiri di dalam garasi yang gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Langkahnya mantap, tak tergesa, namun penuh keyakinan, menuju sebuah sepeda motor sport berwarna hitam legam. Motor itu terlihat seperti seekor binatang buas yang siap menerkam, dengan bodi aerodinamis dan kilauan metaliknya yang gagah. Ia mengusap joknya sebentar, seolah memberi salam pada kuda besinya, sebelum melangkah ke sisi motor dan mengenakan helm hitam pekat. Setelah memutar kunci, mesin motor menggeram, menggetarkan udara dengan suara brutal. "Bruuum!" Raungan knalpot memenuhi ruang garasi, seakan mengumumkan keberangkatan sang pemilik. Dengan satu gerakan gesit, Aezar melajukan motornya keluar garasi, menembus jalanan yang sunyi dan kelam. Udara dingin malam menerpa wajahnya, tapi tatapan Aezar tetap tajam, mengawasi setiap sudut jalan dengan kewaspadaan seorang pemburu. Tak lama, dari kejauhan, ia melihat sosok yang tak asing lagi baginya—seorang zombie dengan gerakan cepat

    Dernière mise à jour : 2024-12-12
  • Suamiku Karakter Game    Bab 7

    Dengan satu-satunya senjata yang ia miliki, tongkat baseball di tangan, Aezar menggertakkan giginya, menahan rahang zombie yang nyaris menggigitnya. Giginya yang kotor dan berlumuran darah hanya beberapa inci dari wajahnya. "Arrgh... tidak secepat itu, sobat!" seru Aezar sambil mendorong kepala zombie dengan tongkatnya, membuat makhluk itu menggeram ganas. Namun, tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin di tengkuknya. Sebuah insting tajam menyerangnya. Ada sesuatu—atau seseorang—di belakangnya. Aezar segera menoleh. Benar saja, seorang zombie lain berada tepat di belakangnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek tenggorokannya. Waktu seakan melambat saat ia menyadari kematian sudah di depan mata. Dor! Tanpa peringatan, kepala zombie itu meledak seperti balon yang pecah. Darah segar muncrat deras, menyembur ke udara sebelum tubuhnya tumbang dengan suara berdebum. Aezar terdiam sejenak

    Dernière mise à jour : 2024-12-12
  • Suamiku Karakter Game    Bab 8

    "Aezar! Itu barbel, bukan tombak!" teriak Ara dengan suara lantang dari atas balkon. Ia berdiri dengan tegak sambil memegang erat teropong jarak jauh di tangannya, ekspresinya penuh kekesalan bercampur cemas. "Apa dia pikir barbel itu ringan?!" gumam Ara sambil terus mengawasi gerak-gerik Aezar. Ia memicingkan mata, mencoba menilai situasi. Sambil terus memantau, Ara mulai berbicara pada dirinya sendiri, seperti seseorang yang tengah mencoba mencari logika di tengah kekacauan. "Barbel itu... Hmm, kelihatannya sekitar dua puluh kilogram. Yah, mungkin bagi dia itu tidak berat. Aku saja kuat mengangkat dua tabung gas tiga kilogram sekaligus!" Ia mengangguk-angguk, merasa teori konspirasi kecilnya masuk akal. Namun, perhatian Ara segera teralihkan. Ia melihat sesuatu yang membuatnya terkejut melalui teropong. "Eh, tunggu! Itu kan..." Tanpa membuang waktu, Ara meletakkan teropongnya di samping, mengambil senapan, dan kembali ke

    Dernière mise à jour : 2024-12-13
  • Suamiku Karakter Game    Bab 9

    "Tidak kelihatan!" keluh Ara, duduk santai di atas balkon sambil memegangi teropong jarak jauh di tangannya. Matanya terus mengamati keadaan di sekitar minimarket. "Apakah di dalam minimarket juga ada zombie?" gumamnya pelan, seraya mencoba memperjelas penglihatannya melalui teropong. Namun, pikirannya terganggu ketika ia melihat pergerakan dari arah kejauhan. "Hmph! Para pengganggu datang lagi!" keluh Ara kesal. Dengan cepat, dia turun dari kursinya, menaruh teropong jarak jauh di atas kursi yang tadi ia duduki. Ara kemudian tengkurap di lantai balkon, memegang senapan kesayangannya. Dalam posisi siaga, dia memosisikan tubuh seperti sniper profesional. Napasnya mulai diatur, jari telunjuknya bersiap menarik pelatuk. Namun... Ceklik! Ceklik! Ceklik! "Hee?! Kenapa tidak ada bunyi dor, dor, dor lagi?" tanyanya bingung. Raut wajahnya berubah panik, Ara langsung membuka tempat penyim

    Dernière mise à jour : 2024-12-13
  • Suamiku Karakter Game    Bab 10

    "E-eh?" Ara mengerutkan kening, kebingungan. Air yang seharusnya mengalir deras dari selang tidak kunjung keluar, meskipun ia sudah menarik kerannya dengan sekuat tenaga. Sementara itu, Aezar berdiri tak jauh darinya, tertawa terbahak-bahak. Suaranya memenuhi udara, dan tubuhnya sampai terguncang karena terlalu keras tertawa. Ia memegangi perutnya, wajahnya penuh dengan kepuasan. "Hahahaha! Kau benar-benar lucu! Bahkan jebakan sederhana pun bisa membuatmu terjebak!" ucapnya dengan nada penuh kemenangan. Ara memutar pandangannya ke arah Aezar, matanya mulai menyipit penuh kecurigaan. "Jangan bilang... semua ini bagian dari rencanamu?" Ia membanting selang yang digenggamnya ke tanah, tatapannya berubah tajam, dan pipinya mulai memerah karena marah. "Mohon maaf, tapi aku sudah memperhitungkan semuanya. Dari caramu mengambil selang sampai menarik keran. Dan ternyata, semua perhitunganku benar! Hahaha! Ka

    Dernière mise à jour : 2024-12-14
  • Suamiku Karakter Game    Bab 11

    Ara menatap punggung tangannya, yang masih dibalut rapi dengan perban putih. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya—sesuatu yang tidak bisa dia abaikan begitu saja. Tapi lamunannya terhenti ketika suara langkah kaki mendekat. Aezar muncul dari dapur, membawa semangkuk makanan dan secangkir kopi hangat. Dia meletakkan semuanya di atas meja dengan hati-hati, kemudian menatap Ara yang masih tenggelam dalam pikirannya. "Apa yang kau pikirkan?" tanyanya dengan nada lembut, meski sorot matanya penuh rasa ingin tahu. Ara tersentak ringan, lalu dengan cepat menarik punggung tangannya ke pangkuan, menyembunyikannya di antara kedua pahanya. Dia tersenyum kecil, berusaha terlihat tenang. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat. Namun, di balik senyuman itu, pikirannya tetap tidak tenang. Ketertarikannya pada luka di tangannya semakin besar, seperti teka-teki yang menuntut untuk dipecahkan. Aezar menarik kursi dan duduk di hadapannya. Sesaat, mereka berdua hanya diam. Tapi akhirnya, Ara memutu

    Dernière mise à jour : 2024-12-14
  • Suamiku Karakter Game    Bab 12

    "Heheh..." Aezar terkekeh kecil sambil kembali mengambil sesuap mie dari mangkuk dan menyuapkannya kepada Ara. Tatapan matanya lembut, penuh perhatian. "Maafkan aku karena hanya bisa menyajikan mie instan. Kau pasti kecewa, ya?" Ara menggeleng cepat, masih mengunyah mie di mulutnya. Setelah menelan, dia menjawab, "Tidak sama sekali! Mie instan itu makanan paling enak di dunia! Dan yang paling penting... mudah dibuat." Aezar tersenyum kecil mendengar jawaban Ara. "Heheh... Tapi makan mie instan terlalu sering itu tidak baik, tahu? Pokoknya besok aku akan memasakkan sesuatu yang lebih sehat untukmu. Tapi sekarang, makan dulu. Yang penting perutmu terisi." Ara mengangguk patuh. Dia melanjutkan makan mie instan yang disuapkan Aezar dengan lahap, tampak menikmati setiap gigitan. Setelah selesai makan, Aezar dengan tegas mengambil semua alat makan dan membawanya ke dapur. Dia melarang Ara untuk membantu dengan alasan luka di tang

    Dernière mise à jour : 2024-12-15
  • Suamiku Karakter Game    Bab 13

    Hari mulai beranjak sore. Di dalam kamar yang diterangi oleh sinar matahari yang lembut, Aezar membuka bajunya, memperlihatkan tubuhnya yang penuh luka tetapi tetap memukau. Otot-otot dadanya yang terpahat sempurna dan pinggang rampingnya menciptakan siluet yang nyaris seperti patung seni. Luka-luka yang menghiasi kulitnya hanya menambah kesan berbahaya sekaligus memikat. Ara duduk di ranjang, kedua tangannya meremas selimut dengan erat. Pandangannya terpaku pada sosok Aezar yang berdiri membelakanginya. Dia bahkan tidak sadar mulutnya sedikit terbuka, menganga takjub oleh apa yang dia lihat. Aezar menyadari tatapan Ara dari pantulan cermin di depannya. Dengan senyum kecil yang nakal, ia berbalik dan berjalan menghampiri Ara, membawa kotak obat di tangannya. "Sudah waktunya mengganti perbanmu," ucapnya lembut, namun nada bicaranya memiliki kekuatan yang tidak bisa dibantah. Dengan hati-hati, Aezar du

    Dernière mise à jour : 2024-12-15

Latest chapter

  • Suamiku Karakter Game    Bab 92

    Langit masih kelam ketika mobil mereka akhirnya mencapai perbatasan luar kota. Garis polisi yang sebelumnya mengisolasi area kini telah terbuka lebar, menandakan berakhirnya mimpi buruk yang sempat mengancam kota.Di kejauhan, siluet mayat-mayat zombie yang telah dimusnahkan berserakan di jalanan. Tim kepolisian sibuk membersihkan sisa-sisa kekacauan—mengangkat tubuh-tubuh yang tak bernyawa, menyapu noda darah yang membanjiri aspal, dan memastikan tidak ada ancaman yang tersisa.Namun, Aezar tidak tertarik untuk terlibat lebih jauh.Dengan santai, ia menancapkan gas, menerobos jalan tanpa sedikit pun niat untuk berhenti.Beberapa petugas sempat melirik, tapi begitu menyadari mobil itu milik salah satu anggota mafia, mereka saling bertukar pandang sebelum akhirnya memilih mengabaikan. Mereka tahu lebih baik untuk tidak ikut campur.Setelah menempuh perjalanan tanpa hambatan, akhirnya mereka berhenti di depan sebuah apartemen megah, berdiri kokoh di tengah kota.Aezar membuka pintu dan

  • Suamiku Karakter Game    Bab 91

    Aezar meraung.Suara itu menggema di seluruh ruangan, mengguncang setiap jiwa yang mendengarnya. Aura merah menyelimuti tubuhnya, bergolak seperti lautan api yang siap membakar siapa pun yang menghalangi jalannya.Kecepatannya meningkat.Dalam sekejap mata, tubuhnya sudah melesat ke arah kawanan werewolf. Dengan brutal, taringnya menancap satu per satu ke leher mereka, meneguk darah hangat yang mengalir deras. Para werewolf bahkan tak sempat menghindar, hanya bisa melolong sebelum kekuatan mereka disedot hingga ke titik nol.Aezar semakin kuat. Nafsu membunuhnya semakin meluap.Aether menyadari bahaya ini. Ia melesat dengan kecepatan tinggi, mencoba menghadang kakaknya.Namun Aezar tak peduli.Tanpa ragu, ia menangkap tubuh Aether dengan satu tangan, lalu menariknya dengan kasar sebelum membantingnya ke dinding sekeras mungkin.Brakkk!Dinding itu retak, tubuh Aether terhuyung sebelum jatuh tersungkur. Ia meringis, rasa sakit menjalar ke seluruh tubuhnya, namun ia masih cukup sadar un

  • Suamiku Karakter Game    Bab 90

    Aezar menatap musuh-musuh di depannya dengan tajam. Pupil merahnya bersinar seperti bara api, taringnya memanjang, dan aura haus darahnya semakin pekat. Dengan suara rendah, hampir seperti gumaman kepada dirinya sendiri, dia berbisik, "Kemarilah, minumanku..."Tanpa peringatan, tubuhnya melesat secepat bayangan, menerjang pasukan werewolf yang mengepungnya. Dalam satu gerakan cepat, dia menangkap seorang werewolf yang terlihat lebih lemah dari yang lain. Taringnya langsung menancap ke leher makhluk itu, merobek kulit dan dagingnya dengan mudah.Darah hangat mengalir deras ke tenggorokannya."Ahhh..." Aezar mendesah puas, matanya semakin menyala. Energi dan kekuatan mengalir ke dalam tubuhnya, membuat luka-luka kecil yang tersisa menutup lebih cepat.Sementara itu, Ara dan Dharma hanya bisa menyaksikan dari kejauhan. Wajah Ara dipenuhi kekhawatiran. "Bagaimana, Papa?" bisiknya lirih.Dharma menatap istrinya yang masih terbaring lemah bersama kedua putrinya di atas ranjang beroda. Wajah

  • Suamiku Karakter Game    Bab 89

    Ara akhirnya berhasil melepaskan ikatan di tubuh Dharma. Dengan tangan gemetar, dia mencengkeram lengan ayahnya dan menariknya untuk segera berlari keluar dari tempat itu. Nafasnya memburu, tubuhnya masih lemah, tapi tekadnya jauh lebih kuat."Sial!" geram Darius, ekspresi ganasnya semakin menyeramkan di bawah cahaya remang-remang laboratorium. Dia baru hendak melangkah mengejar, namun sepasang tangan yang penuh darah mencengkeram pergelangan kakinya dengan erat.Aezar.Meski tubuhnya telah babak belur, meski darah terus mengalir dari luka-luka di tubuhnya, dia tetap tidak melepaskan cengkeramannya. Matanya yang merah berkilat, penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan."Lawanmu adalah aku," gumamnya lirih, namun suaranya terdengar seperti lonceng kematian di telinga Darius.Darius menyeringai marah. "Sialan!" Dengan kekuatan penuh, dia menendang rahang Aezar, membuat kepala vampir itu terhentak ke belakang dengan keras. Tulang-tulangnya berderak, darah segar mengalir dari sudut bibirny

  • Suamiku Karakter Game    Bab 88

    "Di mana Mama dan adik-adikku?!"Suara Ara menggema di seluruh ruangan, memenuhi udara dengan kemarahan yang tak terbendung. Sorot matanya membara, penuh dengan amarah dan tekad. Ia menatap tajam ke arah Darius, tubuhnya menegang dalam ketidakberdayaan. "Lepaskan Papa dan kembalikan keluargaku!"Darius menanggapinya dengan seringai lebar. Dalam kegelapan ruangan, perlahan telinga serigala mulai muncul di kepalanya, mencuat di antara helaian rambutnya yang cokelat tua. Sebuah ekor berbulu lebat menembus bagian belakang celananya, bergerak dengan liar seiring dengan geliat tubuhnya yang berubah."Kalau aku tidak mau, apa yang ingin kau lakukan, gadis kecil?" suaranya rendah, parau, penuh ejekan.Tiba-tiba, Darius menghilang dari tempatnya berdiri. Hanya dalam sekejap, dia telah melesat ke arah Ara, begitu cepat hingga nyaris tak kasat mata. Udara bergemuruh saat tubuhnya melayang, cakarnya yang tajam melesat dengan kecepatan mematikan, siap mencabik tubuh Ara."Ara!!"Teriakan Dharma me

  • Suamiku Karakter Game    Bab 87

    Setelah seminggu penuh Aezar merawatnya dengan sabar, akhirnya tubuh Ara mulai pulih. Meski langkahnya masih sedikit tertatih dan belum sepenuhnya normal, rasa sakit yang dulu mencengkeram setiap inci tubuhnya kini mulai berkurang. Tenaganya sudah kembali, dan semangatnya menyala lebih terang dari sebelumnya.Ara menatap Aezar dengan mata berbinar, penuh harapan. "Sekarang, kita bisa menyelamatkan Papa, Mama, dan adik-adikku!" serunya, tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.Namun, alih-alih ikut bersemangat, Aezar justru menatapnya dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Kedua alisnya bertaut, dan matanya yang merah menyala memancarkan keraguan yang dalam. "Apa kau yakin akan baik-baik saja?" tanyanya pelan. "Aku takut sesuatu yang buruk akan terjadi padamu lagi. Bagaimana jika kau menunggu di sini saja?"Ara terdiam. Ia tidak ingin ditinggalkan sendirian. Tidak lagi. Pikirannya berputar cepat, mencari alasan yang cukup masuk akal agar Aezar tidak bersikeras meninggalkannya. Lalu, sebe

  • Suamiku Karakter Game    Bab 86

    "Werewolf?"Mata Ara membulat seketika, nyaris tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.Aezar mengangguk tegas, ekspresinya serius. "Benar. Darius adalah werewolf."Ara menunduk, tangannya menopang dagu, mencoba mencerna semua informasi yang telah ia terima. "Jadi... kau adalah vampir, Aether adalah alien, Kaelen adalah merman, dan Darius adalah werewolf."Ia mengangkat kepalanya dan menatap Aezar tajam. "Lalu bagaimana dengan Eryas?"Aezar menatapnya sejenak sebelum akhirnya menjawab dengan nada lebih tenang. "Eryas… dia manusia. Sama sepertimu."Ara menghela napas panjang sebelum akhirnya membanting tubuhnya ke kasur dengan kesal. Kepalanya terasa berat, pikirannya berputar tanpa kendali. "Apa-apaan ini? Aku kira makhluk seperti kalian hanya ada di cerita fantasi!"Aezar terkekeh pelan sebelum menjawab. "Tapi nyatanya kami memang ada. Hanya saja, kami berusaha sebisa mungkin untuk tidak terlihat mencolok dan berbaur semirip mungkin dengan manusia."Ara mengernyit. "Kenap

  • Suamiku Karakter Game    Bab 85

    "Suami?"Ara menatap Aezar dengan ekspresi kesal, kedua alisnya bertaut, bibirnya sedikit mengerucut. "Kau serius mengatakan itu sekarang?"Aezar semakin menunduk, merasa salah tingkah. Jemarinya dengan canggung menggaruk kepalanya sendiri yang jelas-jelas tidak terasa gatal. "Maksudku..." suaranya terdengar lemah, nyaris tidak terdengar.Namun, bukannya marah, Ara justru terkekeh kecil. Nada suaranya ringan, penuh keisengan. "Bukankah papa sudah bilang kalau pernikahan kita tidak sah? Kita masih harus meminta restu papaku dan menggelar pernikahan secara resmi. Baru setelah itu aku boleh menganggapmu sebagai suamiku."Aezar menatapnya dengan mata berbinar. Ada cahaya harapan di sana, sesuatu yang membuatnya terlihat lebih hidup. "Apa itu berarti... kau mau jadi istriku, Ara? Istri sungguhan, secara sah?"Ara mengangguk tanpa ragu. Namun sebelum Aezar bisa bereaksi lebih jauh, Ara mengangkat satu jari, ekspresi usilnya kembali muncul. "Tap

  • Suamiku Karakter Game    Bab 84

    Aezar merawat Ara dengan sangat telaten, memastikan setiap luka di tubuh gadis itu sembuh secepat mungkin. Sama seperti saat awal pertemuan mereka—bedanya, kali ini tidak ada kebohongan, tidak ada niat tersembunyi. Ia melakukannya dengan tulus, bukan karena mengharapkan kebebasan atau keuntungan apa pun, tetapi karena Ara adalah satu-satunya orang yang ingin ia jaga dengan segenap hatinya.Ara menatap Aezar yang dengan sabar menyuapinya makanan. Meski tubuhnya masih lemah, pikirannya sudah mulai jernih, dan ada terlalu banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan. "Boleh aku tahu apa yang sebenarnya terjadi di sini?"Aezar terdiam sejenak. Tangannya yang memegang sendok berhenti di udara, dan ia menunduk. Ada keraguan di matanya, seakan otaknya sedang berusaha memilah kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran. Namun ia tahu, ia tidak boleh terus melarikan diri dari pertanyaan ini. Ara berhak tahu segalanya.Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya mulai berbicara. "Jadi... Ini s

Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status