Share

Bab 6

Penulis: Sylus wife
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-12 08:28:32

Aezar kini berdiri di dalam garasi yang gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Langkahnya mantap, tak tergesa, namun penuh keyakinan, menuju sebuah sepeda motor sport berwarna hitam legam. Motor itu terlihat seperti seekor binatang buas yang siap menerkam, dengan bodi aerodinamis dan kilauan metaliknya yang gagah.

Ia mengusap joknya sebentar, seolah memberi salam pada kuda besinya, sebelum melangkah ke sisi motor dan mengenakan helm hitam pekat. Setelah memutar kunci, mesin motor menggeram, menggetarkan udara dengan suara brutal.

"Bruuum!"

Raungan knalpot memenuhi ruang garasi, seakan mengumumkan keberangkatan sang pemilik. Dengan satu gerakan gesit, Aezar melajukan motornya keluar garasi, menembus jalanan yang sunyi dan kelam.

Udara dingin malam menerpa wajahnya, tapi tatapan Aezar tetap tajam, mengawasi setiap sudut jalan dengan kewaspadaan seorang pemburu. Tak lama, dari kejauhan, ia melihat sosok yang tak asing lagi baginya—seorang zombie dengan gerakan cepat berlari ke arahnya, mulutnya menganga, siap menerkam.

Dengan cekatan, Aezar meraih pistol dari balik jaketnya menggunakan tangan kiri. Tanpa mengurangi kecepatan motornya, ia membidik dengan presisi yang sempurna.

"Matilah," gumamnya rendah, penuh keyakinan.

Dor!

Peluru melesat, menembus udara, dan mengenai kepala zombie itu tepat di tengah dahi. Suara tembakan bergema, disusul suara tubuh zombie yang terhempas ke aspal. Darah mengalir deras, membentuk genangan merah gelap yang menciptakan pemandangan mengerikan di bawah cahaya bulan.

Aezar memiringkan stang motor dengan cepat, menghindari tubuh tak bernyawa yang tergeletak di jalan. Namun, ancaman belum selesai. Dari segala arah, zombie terus berdatangan, mengepungnya seperti kawanan serigala lapar.

Dor! Dor! Dor!

Rentetan tembakan terdengar, setiap peluru menemukan sasarannya tanpa meleset sedikit pun. Meskipun hanya menggunakan tangan kiri untuk menembak, akurasi Aezar sempurna, seolah tubuhnya telah dilatih untuk menghadapi situasi seperti ini sepanjang hidupnya. Sementara itu, tangan kanannya tetap kokoh menggenggam stang motor, mempertahankan kendali dengan presisi luar biasa.

---

Di balkon rumah, Ara berdiri dengan teropong di tangannya. Matanya membulat penuh antusias, mengikuti setiap gerakan Aezar dari kejauhan.

"Woah! Sangat keren!" serunya, kagum, tanpa menyadari dirinya berbicara pada udara kosong.

Ia memutar lensa teropong, memperbesar gambar hingga dapat melihat setiap detail aksi Aezar dengan lebih jelas. Bayangan Aezar di tengah kegelapan, dikelilingi zombie yang mencoba merobeknya hidup-hidup, terlihat seperti adegan epik dalam game.

"Ini seperti menonton adegan live-action dari game favoritku... Tapi lebih menegangkan, karena ini nyata!" gumamnya, matanya tak lepas dari sosok Aezar yang terus bergerak gesit di medan berbahaya itu.

Saat seorang zombie mencoba melompat dari sisi kanan motor, Ara tanpa sadar menahan napas. Namun, sebelum zombie itu sempat mencapai Aezar, sebuah peluru sudah lebih dulu menghentikan gerakannya di udara. Zombie itu jatuh dengan bunyi keras ke tanah.

"Ayo, Aezar! Kau pasti bisa!" bisik Ara penuh semangat, meskipun ia tahu pria itu tidak bisa mendengarnya.

Angin malam yang dingin bertiup, tetapi Ara tetap berdiri di sana, memandangi perjuangan Aezar. Ada sesuatu yang membuat dadanya terasa sesak—antara rasa kagum, ketakutan, dan sebuah perasaan yang tak bisa ia jelaskan. "Apa yang sebenarnya terjadi di sini? Kenapa semuanya terasa seperti mimpi yang berubah menjadi kenyataan?"

Namun, Ara tahu satu hal. Ia tak bisa memalingkan mata dari Aezar. Tidak sekarang. Tidak saat pria itu mempertaruhkan nyawanya di luar sana.

Dor! Dor! Dor!

Suara tembakan bergema di sepanjang jalan yang dipenuhi zombie. Aezar terus melaju dengan motor sportnya, memacu kendaraan di antara gerombolan mayat hidup yang tak henti mengejarnya. Peluru dari pistolnya melesat dengan presisi, menumbangkan setiap zombie yang berani mendekat.

Namun, malang tak dapat ditolak—ban belakang motornya melindas mayat salah satu zombie yang terkapar. Seketika, keseimbangan motor terganggu.

Ckkrrrttt!

Ban motor tergelincir. Motor itu berputar liar sebelum akhirnya terlempar, membuat tubuh Aezar ikut terhempas ke aspal. Ia terseret beberapa meter, sementara motornya meluncur ke arah yang berlawanan.

Tubuhnya terasa panas akibat gesekan dengan aspal, tapi Aezar tak punya waktu untuk merintih. Sadar bahwa dirinya berada dalam bahaya, ia segera bangkit meski tubuhnya terasa remuk. Jaket hitamnya kini robek di beberapa bagian, memperlihatkan luka-luka yang mengeluarkan darah segar.

Sialnya, pistol yang selama ini menjadi andalannya juga terlepas dari genggaman dan entah jatuh di mana.

"Sial!" geram Aezar sambil mengamati sekitarnya dengan cepat.

Namun, tak ada waktu untuk mencari senjatanya. Seorang zombie melompat ke arahnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek dagingnya.

"Ekkhhh!"

Aezar dengan cepat menahan kepala zombie itu dengan kedua tangannya. Wajahnya memerah karena tenaga yang ia kerahkan untuk melawan makhluk itu. Gigi zombie hampir menyentuh kulitnya, tapi dengan kekuatan yang tersisa, ia mendorongnya mundur.

Zombie itu terhuyung ke belakang. Tapi sebelum ia bisa kembali menyerang, Aezar menerjang maju, memegangi bahu zombie dengan kuat. Ia membenturkan lututnya berkali-kali ke perut makhluk itu dengan keras.

Buagh! Buagh!

Zombie itu terbatuk, mengeluarkan cairan busuk berwarna merah kehitaman dari mulutnya. Dengan satu dorongan kuat, Aezar melemparnya ke tanah, membiarkannya terkapar tak berdaya.

Belum sempat ia menarik napas, teriakan brutal terdengar dari arah samping.

"Rrrraaaawwwwrr!"

Seorang zombie berlari ke arahnya dengan tongkat baseball di tangan, siap menghantamnya tanpa ampun, gerakan larinya terlihat sangat brutal dan abnormal, berbeda jauh seperti zombie lainnya. Namun, Aezar tak menunjukkan sedikit pun rasa takut. Sebaliknya, ia menyeringai, senyumnya penuh percaya diri.

"Ayo," gumamnya dengan nada menantang.

Aezar berlari ke arah zombie itu, semakin mendekat dengan langkah mantap. Saat jarak mereka hanya tinggal beberapa langkah...

Buagh!

Aezar melompat sedikit, mengarahkan tendangan tinggi ke tengkorak zombie tersebut.

"Haaah!"

Tendangannya telak menghantam kepala zombie itu. Makhluk itu langsung terhempas ke tanah, kepalanya pecah menghantam aspal keras. Darah dan serpihan tengkorak berserakan di sekitar tubuhnya yang tak lagi bergerak.

Aezar membungkuk, mengambil tongkat baseball dari tangan zombie itu. Ia memutar-mutar tongkat tersebut di tangannya, merasakan keseimbangan yang sempurna.

"Lumayan," gumamnya pendek, sebelum kembali berlari menuju minimarket.

Namun, baru beberapa langkah, seorang zombie besar dengan gerakan brutal tiba-tiba melompat dari balik kendaraan yang terbakar.

"Graaahhh!"

Zombie itu langsung menangkap Aezar dengan kedua tangannya, memeluknya erat seperti ingin meremukkan tubuhnya.

Aezar terkejut sejenak, merasakan kekuatan monster itu yang jauh lebih besar dibandingkan zombie biasa. Tapi, meskipun tubuhnya terasa terjepit, ia tidak kehilangan akal.

"Heh, kau pikir aku mudah dihancurkan?" bisiknya sambil menyeringai dingin, matanya penuh amarah.

Dengan sekuat tenaga, Aezar mengangkat tongkat baseball di tangannya, bersiap memberikan perlawanan terakhir yang mematikan. "Rasakan ini, zombie yang jelek!"

Bab terkait

  • Suamiku Karakter Game    Bab 7

    Dengan satu-satunya senjata yang ia miliki, tongkat baseball di tangan, Aezar menggertakkan giginya, menahan rahang zombie yang nyaris menggigitnya. Giginya yang kotor dan berlumuran darah hanya beberapa inci dari wajahnya. "Arrgh... tidak secepat itu, sobat!" seru Aezar sambil mendorong kepala zombie dengan tongkatnya, membuat makhluk itu menggeram ganas. Namun, tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin di tengkuknya. Sebuah insting tajam menyerangnya. Ada sesuatu—atau seseorang—di belakangnya. Aezar segera menoleh. Benar saja, seorang zombie lain berada tepat di belakangnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek tenggorokannya. Waktu seakan melambat saat ia menyadari kematian sudah di depan mata. Dor! Tanpa peringatan, kepala zombie itu meledak seperti balon yang pecah. Darah segar muncrat deras, menyembur ke udara sebelum tubuhnya tumbang dengan suara berdebum. Aezar terdiam sejenak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Suamiku Karakter Game    Bab 1

    Di sebuah jalanan yang penuh sesak dengan makhluk hijau pucat, tubuh mereka berlumuran darah segar yang mengering di setiap inci kulitnya. Para Zombie menggeram ganas, memadati jalanan seperti gelombang maut yang tak terelakkan. Di tengah kekacauan itu, berdiri sepasang manusia—pria tampan, gagah dengan rambut pendek berwarna silver berponi yang tertiup angin, dan seorang wanita cantik, imut, nan anggun dengan rambut panjang tergerai bak sutra, melawan badai kehancuran. Mereka saling membelakangi, punggung mereka bersatu menjadi perisai dalam pertempuran hidup dan mati. Tangan mereka mantap, penuh fokus, membidik para Zombie yang semakin mendekat. Dor! Dor! Dor! Dentuman tembakan membelah udara, bergema di tengah hiruk-pikuk jeritan dan geraman. Satu per satu Zombie tumbang dengan akurasi yang mengerikan, namun kekacauan ini belum berakhir. Hingga... "Aaaahhh!" Jeritan melengking itu memecah konsentrasi. Wanita itu tersentak, menggigit bibir menahan rasa sakit yang luar biasa.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Suamiku Karakter Game    Bab 2

    Ara, yang tidak ingin menjadi bagian dari "perkumpulan Zombie penggigit leher manusia," langsung berbalik arah dan berlari sekuat tenaga. Kakinya bergerak cepat, sementara napasnya memburu. Angin dingin yang menusuk seolah tidak cukup untuk meredakan ketegangan di tubuhnya.Di belakang, Zombie itu tidak tinggal diam. Dengan langkah pincang tapi penuh kekuatan, ia mengejar sambil terus mengeluarkan suara mengerikan, "Rrraww! Rrraww! Rrraaaaww!" Suara itu menggema, membuat setiap helai rambut di tubuh Ara berdiri.Setelah berlari tanpa henti, Ara akhirnya sampai di depan rumahnya. Dengan gerakan tergesa, ia membuka pintu dan masuk. Begitu tubuhnya melewati ambang pintu, ia langsung menguncinya rapat."Huft... Aku selamat," gumam Ara pelan, mencoba mengatur napas yang tersengal-sengal. Punggungnya bersandar di pintu, tubuhnya yang lelah perlahan merosot hingga ia terduduk di lantai. Kakinya terasa lemah, seperti tak mampu menahan tubuhnya lebih lama.Namun, ketenangan itu hanya bertahan

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Suamiku Karakter Game    Bab 3

    Tanpa pikir panjang, Ara berlari menuju gerbang sekolah. Tangannya gemetar saat ia berusaha menutup pagar sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu cukup untuk menghentikan para Zombie yang mengejarnya. Suara derit pagar yang tertutup terdengar memekakkan telinga, tapi itu tidak menenangkan hatinya. Napasnya terputus-putus, dan tubuhnya bergetar karena ketegangan. Namun, ketakutannya semakin memuncak ketika ia melihat apa yang terjadi di balik pagar. Para Zombie, meskipun tampak tanpa akal, mulai menunjukkan tekad yang luar biasa. Mereka saling tumpuk, memanjat tubuh satu sama lain, berlomba-lomba menjadi yang pertama melewati pagar. "Mereka ini dibilang bodoh, tapi pintar!" gumam Ara dengan wajah penuh kekhawatiran. Tanpa membuang waktu lagi, ia melanjutkan larinya ke dalam gedung sekolah. Suara langkah kakinya menggema di koridor yang sunyi. Ara membuka pintu salah satu kelas dan segera menutupnya rapat-rapat. Jendela kelas juga ia kunci dengan tangan yang gemetar. Setelah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-09
  • Suamiku Karakter Game    Bab 4

    Pria itu, yang kini dipastikan adalah Aezar, tampak terkejut namun tetap tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu Ara, mencoba menenangkan kegelisahannya. "I- iya, sayang. Ini aku, Aezar," suaranya tegas namun lembut. Tatapannya penuh perhatian, seolah melihat dunia hanya melalui mata Ara. "Apa kau baik-baik saja? Istriku..." Kalimat itu membuat Ara semakin terguncang. "Istriku?" pikirnya. Tubuhnya membeku, seluruh pikirannya kacau balau, mencoba merangkai semua potongan puzzle yang belum masuk akal baginya. Mata Ara membelalak, jantungnya berdebar kencang. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Istri? Pria asing ini, dengan suara berat dan wajah sempurna, memanggilnya istri. Ara menelan ludah, pikirannya penuh dengan kebingungan. Pria itu... terlalu familiar. Terlalu mirip dengan Aezar, karakter favoritnya di game. "A-apa maksudmu berkata begitu, Pak?" tanya Ara dengan nada penuh kepanikan. Suaranya gemetar, seakan mencari pegangan di teng

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10
  • Suamiku Karakter Game    Bab 5

    "Omong-omong... Apa lukamu sudah tidak sakit lagi?" tanya Aezar dengan nada khawatir, tatapannya tertuju pada perban putih yang melilit kepala Ara. Kekhawatiran itu terlihat jelas di wajahnya, meski nada bicaranya tetap tenang.Ara tersentak mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya, rasa nyeri di kepalanya masih sangat terasa, menusuk hingga membuatnya sulit berpikir jernih. Namun, ia mencoba menyembunyikannya dengan mengalihkan perhatian. "Apa? Oh, aku..." Ara tergagap, namun rasa ingin tahu menguasainya. Ia menyentuh bagian perban di kepalanya, tepat di atas luka. "Tunggu! Jangan disentuh!" suara Aezar menggema di ruangan. Dalam hitungan detik, ia meraih tangan Ara dengan cekatan, mencegah gadis itu menyentuh area yang belum sembuh sepenuhnya. Gerakan itu membuat jarak mereka semakin dekat. Mata mereka bertemu, hanya beberapa sentimeter memisahkan wajah keduanya. Tatapan Aezar yang dalam dan serius seperti mengunci pandangan Ara. Untuk sesaat, dunia terasa hening. Ara buru-buru mena

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-10

Bab terbaru

  • Suamiku Karakter Game    Bab 7

    Dengan satu-satunya senjata yang ia miliki, tongkat baseball di tangan, Aezar menggertakkan giginya, menahan rahang zombie yang nyaris menggigitnya. Giginya yang kotor dan berlumuran darah hanya beberapa inci dari wajahnya. "Arrgh... tidak secepat itu, sobat!" seru Aezar sambil mendorong kepala zombie dengan tongkatnya, membuat makhluk itu menggeram ganas. Namun, tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin di tengkuknya. Sebuah insting tajam menyerangnya. Ada sesuatu—atau seseorang—di belakangnya. Aezar segera menoleh. Benar saja, seorang zombie lain berada tepat di belakangnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek tenggorokannya. Waktu seakan melambat saat ia menyadari kematian sudah di depan mata. Dor! Tanpa peringatan, kepala zombie itu meledak seperti balon yang pecah. Darah segar muncrat deras, menyembur ke udara sebelum tubuhnya tumbang dengan suara berdebum. Aezar terdiam sejenak

  • Suamiku Karakter Game    Bab 6

    Aezar kini berdiri di dalam garasi yang gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Langkahnya mantap, tak tergesa, namun penuh keyakinan, menuju sebuah sepeda motor sport berwarna hitam legam. Motor itu terlihat seperti seekor binatang buas yang siap menerkam, dengan bodi aerodinamis dan kilauan metaliknya yang gagah. Ia mengusap joknya sebentar, seolah memberi salam pada kuda besinya, sebelum melangkah ke sisi motor dan mengenakan helm hitam pekat. Setelah memutar kunci, mesin motor menggeram, menggetarkan udara dengan suara brutal. "Bruuum!" Raungan knalpot memenuhi ruang garasi, seakan mengumumkan keberangkatan sang pemilik. Dengan satu gerakan gesit, Aezar melajukan motornya keluar garasi, menembus jalanan yang sunyi dan kelam. Udara dingin malam menerpa wajahnya, tapi tatapan Aezar tetap tajam, mengawasi setiap sudut jalan dengan kewaspadaan seorang pemburu. Tak lama, dari kejauhan, ia melihat sosok yang tak asing lagi baginya—seorang zombie dengan gerakan cepat

  • Suamiku Karakter Game    Bab 5

    "Omong-omong... Apa lukamu sudah tidak sakit lagi?" tanya Aezar dengan nada khawatir, tatapannya tertuju pada perban putih yang melilit kepala Ara. Kekhawatiran itu terlihat jelas di wajahnya, meski nada bicaranya tetap tenang.Ara tersentak mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya, rasa nyeri di kepalanya masih sangat terasa, menusuk hingga membuatnya sulit berpikir jernih. Namun, ia mencoba menyembunyikannya dengan mengalihkan perhatian. "Apa? Oh, aku..." Ara tergagap, namun rasa ingin tahu menguasainya. Ia menyentuh bagian perban di kepalanya, tepat di atas luka. "Tunggu! Jangan disentuh!" suara Aezar menggema di ruangan. Dalam hitungan detik, ia meraih tangan Ara dengan cekatan, mencegah gadis itu menyentuh area yang belum sembuh sepenuhnya. Gerakan itu membuat jarak mereka semakin dekat. Mata mereka bertemu, hanya beberapa sentimeter memisahkan wajah keduanya. Tatapan Aezar yang dalam dan serius seperti mengunci pandangan Ara. Untuk sesaat, dunia terasa hening. Ara buru-buru mena

  • Suamiku Karakter Game    Bab 4

    Pria itu, yang kini dipastikan adalah Aezar, tampak terkejut namun tetap tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu Ara, mencoba menenangkan kegelisahannya. "I- iya, sayang. Ini aku, Aezar," suaranya tegas namun lembut. Tatapannya penuh perhatian, seolah melihat dunia hanya melalui mata Ara. "Apa kau baik-baik saja? Istriku..." Kalimat itu membuat Ara semakin terguncang. "Istriku?" pikirnya. Tubuhnya membeku, seluruh pikirannya kacau balau, mencoba merangkai semua potongan puzzle yang belum masuk akal baginya. Mata Ara membelalak, jantungnya berdebar kencang. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Istri? Pria asing ini, dengan suara berat dan wajah sempurna, memanggilnya istri. Ara menelan ludah, pikirannya penuh dengan kebingungan. Pria itu... terlalu familiar. Terlalu mirip dengan Aezar, karakter favoritnya di game. "A-apa maksudmu berkata begitu, Pak?" tanya Ara dengan nada penuh kepanikan. Suaranya gemetar, seakan mencari pegangan di teng

  • Suamiku Karakter Game    Bab 3

    Tanpa pikir panjang, Ara berlari menuju gerbang sekolah. Tangannya gemetar saat ia berusaha menutup pagar sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu cukup untuk menghentikan para Zombie yang mengejarnya. Suara derit pagar yang tertutup terdengar memekakkan telinga, tapi itu tidak menenangkan hatinya. Napasnya terputus-putus, dan tubuhnya bergetar karena ketegangan. Namun, ketakutannya semakin memuncak ketika ia melihat apa yang terjadi di balik pagar. Para Zombie, meskipun tampak tanpa akal, mulai menunjukkan tekad yang luar biasa. Mereka saling tumpuk, memanjat tubuh satu sama lain, berlomba-lomba menjadi yang pertama melewati pagar. "Mereka ini dibilang bodoh, tapi pintar!" gumam Ara dengan wajah penuh kekhawatiran. Tanpa membuang waktu lagi, ia melanjutkan larinya ke dalam gedung sekolah. Suara langkah kakinya menggema di koridor yang sunyi. Ara membuka pintu salah satu kelas dan segera menutupnya rapat-rapat. Jendela kelas juga ia kunci dengan tangan yang gemetar. Setelah

  • Suamiku Karakter Game    Bab 2

    Ara, yang tidak ingin menjadi bagian dari "perkumpulan Zombie penggigit leher manusia," langsung berbalik arah dan berlari sekuat tenaga. Kakinya bergerak cepat, sementara napasnya memburu. Angin dingin yang menusuk seolah tidak cukup untuk meredakan ketegangan di tubuhnya.Di belakang, Zombie itu tidak tinggal diam. Dengan langkah pincang tapi penuh kekuatan, ia mengejar sambil terus mengeluarkan suara mengerikan, "Rrraww! Rrraww! Rrraaaaww!" Suara itu menggema, membuat setiap helai rambut di tubuh Ara berdiri.Setelah berlari tanpa henti, Ara akhirnya sampai di depan rumahnya. Dengan gerakan tergesa, ia membuka pintu dan masuk. Begitu tubuhnya melewati ambang pintu, ia langsung menguncinya rapat."Huft... Aku selamat," gumam Ara pelan, mencoba mengatur napas yang tersengal-sengal. Punggungnya bersandar di pintu, tubuhnya yang lelah perlahan merosot hingga ia terduduk di lantai. Kakinya terasa lemah, seperti tak mampu menahan tubuhnya lebih lama.Namun, ketenangan itu hanya bertahan

  • Suamiku Karakter Game    Bab 1

    Di sebuah jalanan yang penuh sesak dengan makhluk hijau pucat, tubuh mereka berlumuran darah segar yang mengering di setiap inci kulitnya. Para Zombie menggeram ganas, memadati jalanan seperti gelombang maut yang tak terelakkan. Di tengah kekacauan itu, berdiri sepasang manusia—pria tampan, gagah dengan rambut pendek berwarna silver berponi yang tertiup angin, dan seorang wanita cantik, imut, nan anggun dengan rambut panjang tergerai bak sutra, melawan badai kehancuran. Mereka saling membelakangi, punggung mereka bersatu menjadi perisai dalam pertempuran hidup dan mati. Tangan mereka mantap, penuh fokus, membidik para Zombie yang semakin mendekat. Dor! Dor! Dor! Dentuman tembakan membelah udara, bergema di tengah hiruk-pikuk jeritan dan geraman. Satu per satu Zombie tumbang dengan akurasi yang mengerikan, namun kekacauan ini belum berakhir. Hingga... "Aaaahhh!" Jeritan melengking itu memecah konsentrasi. Wanita itu tersentak, menggigit bibir menahan rasa sakit yang luar biasa.

DMCA.com Protection Status