Share

Bab 7

Author: Sylus wife
last update Last Updated: 2024-12-12 08:43:37

Dengan satu-satunya senjata yang ia miliki, tongkat baseball di tangan, Aezar menggertakkan giginya, menahan rahang zombie yang nyaris menggigitnya. Giginya yang kotor dan berlumuran darah hanya beberapa inci dari wajahnya.

"Arrgh... tidak secepat itu, sobat!" seru Aezar sambil mendorong kepala zombie dengan tongkatnya, membuat makhluk itu menggeram ganas.

Namun, tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin di tengkuknya. Sebuah insting tajam menyerangnya. Ada sesuatu—atau seseorang—di belakangnya.

Aezar segera menoleh.

Benar saja, seorang zombie lain berada tepat di belakangnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek tenggorokannya. Waktu seakan melambat saat ia menyadari kematian sudah di depan mata.

Dor!

Tanpa peringatan, kepala zombie itu meledak seperti balon yang pecah. Darah segar muncrat deras, menyembur ke udara sebelum tubuhnya tumbang dengan suara berdebum.

Aezar terdiam sejenak, menatap tak percaya. Dari sudut matanya, ia melihat bukit yang tak jauh dari tempatnya berada—arah rumahnya. Sebuah bayangan kecil di kejauhan, memegang senapan.

Aezar tersenyum samar dan mengangkat tangan memberi hormat. "Kerja bagus, gadis pintar."

Tapi ini belum selesai. Ia segera memutar tongkat di tangannya dan kembali menghajar zombie yang tersisa.

---

"Aw!"

Jeritan Ara menggema di atas balkon saat tubuhnya terjatuh ke lantai dengan keras. Ia meringis, memegangi bokongnya yang kini terasa nyeri akibat hentakan senapan yang baru saja ia tembakkan.

"Aduh! Kenapa tidak ada peringatan kalau senapan itu tidak semudah di game!" keluhnya sambil mendudukkan diri. Ia menghela napas panjang, merasakan rasa sakit yang menyebar ke punggungnya. "Huft… sial, hukum Newton Tiga benar-benar nyata."

Ara memandang senapan yang tergeletak tak jauh darinya. Dengan susah payah, ia merangkak mengambilnya, lalu bersandar di dinding, mencoba kembali menyesuaikan tubuhnya yang ringkih dengan senjata itu.

Ia memposisikan lutut kanannya di lantai, sementara kaki kirinya dimajukan ke depan sebagai penyangga. Dengan hati-hati, ia menempelkan mata kanannya ke teleskop senapan.

"Pria itu benar-benar gila... Lihat itu, zombie makin banyak!" gumamnya sambil menyesuaikan bidikannya. Ara menggigit bibir, merasa cemas melihat Aezar terus dihimpit oleh gerombolan mayat hidup.

"Huft..." Setelah menarik napas dalam, Ara bergumam lagi dengan suara gemetar, "Aku harus membantu. Tidak ada pilihan lain."

Namun, rasa nyeri di tubuhnya memaksa Ara untuk mengubah posisinya lagi. Kali ini, ia memilih tengkurap di lantai, menumpu senapan dengan siku-sikunya.

"Lebih stabil... Anggap saja seperti main game," katanya kepada dirinya sendiri, mencoba menyemangati. "Lagipula, aku tidak mau jatuh lagi seperti tadi."

Ara menggeser senapan, membidik zombie yang paling mendekati Aezar. Matanya terfokus, mengikuti gerakan makhluk itu.

"Menurut perhitunganku, dia akan sampai ke titik ini..." Ia menyesuaikan bidikannya, tubuhnya benar-benar diam seakan ia menyatu dengan senapan.

"Huft..." Ara menarik napas panjang, menahan udara di paru-parunya. Saat zombie itu masuk dalam garis tembak, ia menarik pelatuk dengan yakin.

"Rasakan ini!" serunya dengan suara penuh tekad.

Dor!

Peluru melesat dengan presisi sempurna, menembus kepala zombie itu. Kepala makhluk itu meledak seperti melon yang dihantam keras, dan tubuhnya langsung ambruk tanpa perlawanan.

"Yes! Headshot!" Ara berteriak penuh kemenangan, namun ia tak punya waktu untuk merayakan lama. Zombie-zombie lain masih datang, dan pria gilanya itu masih bertarung di lapangan.

Ara meraih senapan kembali, melanjutkan usahanya memberikan perlindungan dari jauh. "Ayo, Aezar... Jangan mati di sana!" gumamnya dengan cemas, matanya kembali fokus pada bidikan teleskop.

"Arrrghhh!" Aezar berteriak, urat-urat di lengannya menegang saat ia berusaha menahan mulut zombie yang menganga lebar dengan tongkat baseball di tangannya. Makhluk busuk itu terus mendesak, giginya yang tajam berkilat menunggu kesempatan untuk mencabik kulit Aezar.

Namun, sejenak konsentrasinya pecah. Matanya membelalak melihat ke arah salah satu zombie yang muncul di hadapannya.

"Apa-apaan ini... Zombie itu... Ke-kenapa dia membawa barbel?" pikirnya, napasnya memburu.

Zombie bertubuh raksasa dengan otot kekar dan postur yang menjulang tinggi mendekatinya, menyeret sebuah barbel panjang di tangan. Tanpa peringatan, zombie itu mengayunkan barbel dengan kekuatan penuh ke arah kepala Aezar.

Dor!

Sebelum barbel itu mengenai sasaran, sebuah peluru meluncur dari kejauhan, tepat menembus kepala zombie raksasa tersebut. Cipratan darah dan potongan otak membanjiri udara, dan tubuh besar itu ambruk dengan suara debuman keras, mengguncang aspal di bawahnya.

Menyadari kesempatan, Aezar langsung mencabut tongkat baseball dari mulut zombie yang masih ia tahan. Dengan gerakan cepat dan kasar, ia membalik tongkat itu, memegangnya terbalik seperti tombak.

"Saatnya kau diam selamanya," gumamnya dengan suara rendah, penuh amarah. Ia menghujamkan tongkat itu kembali ke mulut zombie yang terus menganga, mendorongnya semakin dalam hingga suara gemeretak tulang terdengar. Darah segar mengucur deras dari mulut makhluk itu, bercampur dengan suara geraman yang perlahan melemah.

Aezar mencabut tongkat itu dengan kekuatan penuh, membuat cipratan darah berhamburan, lalu melempar tongkatnya dengan presisi.

Bug! Bug!

Tongkat itu menghantam kepala dua zombie yang mendekat, membuat mereka terjatuh bersamaan, kepala mereka remuk seketika.

"Sekali aksi, dua tiga zombie teratasi," gumam Aezar sambil menghela napas. "Tapi ini belum selesai."

Mata Aezar tertuju pada barbel yang tergeletak tak jauh darinya. Ia berjongkok cepat, meraihnya, lalu mengangkatnya dengan satu tangan.

"Hmm, lumayan juga untuk senjata." Aezar tersenyum miring, merasakan bobot barbel itu di tangannya.

Tapi, seperti tak memberinya jeda, lima zombie sekaligus berlari ke arahnya dengan kecepatan brutal, mengeluarkan suara geraman yang mengerikan.

Aezar tak gentar. Dengan lincah, ia mulai memutar-mutar barbel seperti seorang mayoret, menggunakannya untuk menjaga jarak.

"Het!" serunya sambil mendorong zombie-zombie itu dengan ujung bola barbel, menghantam tubuh mereka hingga terdorong mundur. Satu persatu mereka terpental seperti boneka kain, namun mereka terus kembali bangkit dengan gerakan lamban tapi mematikan.

Tanpa mengendurkan serangan, Aezar mengubah pola serangannya. Ia memutar barbel lebih cepat, menghasilkan suara desingan tajam saat udara terbelah. Dengan satu ayunan penuh, ia memukul kepala dua zombie yang mendekat.

Bug! Bug!

Kepala mereka pecah bersamaan, tubuhnya roboh tanpa sempat mendekat lebih jauh.

"Masih mau coba lagi?" tantangnya kepada zombie-zombie lain yang tersisa. Matanya menyala penuh determinasi.

Aezar melangkah maju, barbel di tangannya kini berubah menjadi senjata penghancur maut. Ia bersiap menghadapi apapun yang datang berikutnya.

Related chapters

  • Suamiku Karakter Game    Bab 8

    "Aezar! Itu barbel, bukan tombak!" teriak Ara dengan suara lantang dari atas balkon. Ia berdiri dengan tegak sambil memegang erat teropong jarak jauh di tangannya, ekspresinya penuh kekesalan bercampur cemas. "Apa dia pikir barbel itu ringan?!" gumam Ara sambil terus mengawasi gerak-gerik Aezar. Ia memicingkan mata, mencoba menilai situasi. Sambil terus memantau, Ara mulai berbicara pada dirinya sendiri, seperti seseorang yang tengah mencoba mencari logika di tengah kekacauan. "Barbel itu... Hmm, kelihatannya sekitar dua puluh kilogram. Yah, mungkin bagi dia itu tidak berat. Aku saja kuat mengangkat dua tabung gas tiga kilogram sekaligus!" Ia mengangguk-angguk, merasa teori konspirasi kecilnya masuk akal. Namun, perhatian Ara segera teralihkan. Ia melihat sesuatu yang membuatnya terkejut melalui teropong. "Eh, tunggu! Itu kan..." Tanpa membuang waktu, Ara meletakkan teropongnya di samping, mengambil senapan, dan kembali ke

    Last Updated : 2024-12-13
  • Suamiku Karakter Game    Bab 9

    "Tidak kelihatan!" keluh Ara, duduk santai di atas balkon sambil memegangi teropong jarak jauh di tangannya. Matanya terus mengamati keadaan di sekitar minimarket. "Apakah di dalam minimarket juga ada zombie?" gumamnya pelan, seraya mencoba memperjelas penglihatannya melalui teropong. Namun, pikirannya terganggu ketika ia melihat pergerakan dari arah kejauhan. "Hmph! Para pengganggu datang lagi!" keluh Ara kesal. Dengan cepat, dia turun dari kursinya, menaruh teropong jarak jauh di atas kursi yang tadi ia duduki. Ara kemudian tengkurap di lantai balkon, memegang senapan kesayangannya. Dalam posisi siaga, dia memosisikan tubuh seperti sniper profesional. Napasnya mulai diatur, jari telunjuknya bersiap menarik pelatuk. Namun... Ceklik! Ceklik! Ceklik! "Hee?! Kenapa tidak ada bunyi dor, dor, dor lagi?" tanyanya bingung. Raut wajahnya berubah panik, Ara langsung membuka tempat penyim

    Last Updated : 2024-12-13
  • Suamiku Karakter Game    Bab 10

    "E-eh?" Ara mengerutkan kening, kebingungan. Air yang seharusnya mengalir deras dari selang tidak kunjung keluar, meskipun ia sudah menarik kerannya dengan sekuat tenaga. Sementara itu, Aezar berdiri tak jauh darinya, tertawa terbahak-bahak. Suaranya memenuhi udara, dan tubuhnya sampai terguncang karena terlalu keras tertawa. Ia memegangi perutnya, wajahnya penuh dengan kepuasan. "Hahahaha! Kau benar-benar lucu! Bahkan jebakan sederhana pun bisa membuatmu terjebak!" ucapnya dengan nada penuh kemenangan. Ara memutar pandangannya ke arah Aezar, matanya mulai menyipit penuh kecurigaan. "Jangan bilang... semua ini bagian dari rencanamu?" Ia membanting selang yang digenggamnya ke tanah, tatapannya berubah tajam, dan pipinya mulai memerah karena marah. "Mohon maaf, tapi aku sudah memperhitungkan semuanya. Dari caramu mengambil selang sampai menarik keran. Dan ternyata, semua perhitunganku benar! Hahaha! Ka

    Last Updated : 2024-12-14
  • Suamiku Karakter Game    Bab 11

    Ara menatap punggung tangannya, yang masih dibalut rapi dengan perban putih. Ada sesuatu yang mengganggu pikirannya—sesuatu yang tidak bisa dia abaikan begitu saja. Tapi lamunannya terhenti ketika suara langkah kaki mendekat. Aezar muncul dari dapur, membawa semangkuk makanan dan secangkir kopi hangat. Dia meletakkan semuanya di atas meja dengan hati-hati, kemudian menatap Ara yang masih tenggelam dalam pikirannya. "Apa yang kau pikirkan?" tanyanya dengan nada lembut, meski sorot matanya penuh rasa ingin tahu. Ara tersentak ringan, lalu dengan cepat menarik punggung tangannya ke pangkuan, menyembunyikannya di antara kedua pahanya. Dia tersenyum kecil, berusaha terlihat tenang. "Tidak apa-apa," jawabnya singkat. Namun, di balik senyuman itu, pikirannya tetap tidak tenang. Ketertarikannya pada luka di tangannya semakin besar, seperti teka-teki yang menuntut untuk dipecahkan. Aezar menarik kursi dan duduk di hadapannya. Sesaat, mereka berdua hanya diam. Tapi akhirnya, Ara memutu

    Last Updated : 2024-12-14
  • Suamiku Karakter Game    Bab 12

    "Heheh..." Aezar terkekeh kecil sambil kembali mengambil sesuap mie dari mangkuk dan menyuapkannya kepada Ara. Tatapan matanya lembut, penuh perhatian. "Maafkan aku karena hanya bisa menyajikan mie instan. Kau pasti kecewa, ya?" Ara menggeleng cepat, masih mengunyah mie di mulutnya. Setelah menelan, dia menjawab, "Tidak sama sekali! Mie instan itu makanan paling enak di dunia! Dan yang paling penting... mudah dibuat." Aezar tersenyum kecil mendengar jawaban Ara. "Heheh... Tapi makan mie instan terlalu sering itu tidak baik, tahu? Pokoknya besok aku akan memasakkan sesuatu yang lebih sehat untukmu. Tapi sekarang, makan dulu. Yang penting perutmu terisi." Ara mengangguk patuh. Dia melanjutkan makan mie instan yang disuapkan Aezar dengan lahap, tampak menikmati setiap gigitan. Setelah selesai makan, Aezar dengan tegas mengambil semua alat makan dan membawanya ke dapur. Dia melarang Ara untuk membantu dengan alasan luka di tang

    Last Updated : 2024-12-15
  • Suamiku Karakter Game    Bab 13

    Hari mulai beranjak sore. Di dalam kamar yang diterangi oleh sinar matahari yang lembut, Aezar membuka bajunya, memperlihatkan tubuhnya yang penuh luka tetapi tetap memukau. Otot-otot dadanya yang terpahat sempurna dan pinggang rampingnya menciptakan siluet yang nyaris seperti patung seni. Luka-luka yang menghiasi kulitnya hanya menambah kesan berbahaya sekaligus memikat. Ara duduk di ranjang, kedua tangannya meremas selimut dengan erat. Pandangannya terpaku pada sosok Aezar yang berdiri membelakanginya. Dia bahkan tidak sadar mulutnya sedikit terbuka, menganga takjub oleh apa yang dia lihat. Aezar menyadari tatapan Ara dari pantulan cermin di depannya. Dengan senyum kecil yang nakal, ia berbalik dan berjalan menghampiri Ara, membawa kotak obat di tangannya. "Sudah waktunya mengganti perbanmu," ucapnya lembut, namun nada bicaranya memiliki kekuatan yang tidak bisa dibantah. Dengan hati-hati, Aezar du

    Last Updated : 2024-12-15
  • Suamiku Karakter Game    Bab 14

    Setelah beberapa menit bermain lempar-lemparan bantal, Ara akhirnya duduk di atas ranjang. Ia menatap pintu kamar mandi di depannya, mendengarkan suara air yang mengalir dari shower. Uap tipis sesekali terlihat keluar dari celah bawah pintu, mengingatkannya bahwa pria tampan itu sedang mandi di dalam. Ara tersenyum nakal, membisikkan sesuatu pada dirinya sendiri. "Ada pria tampan sedang mandi... Bagaimana kalau aku mengintip sedikit saja?" Tiba-tiba, suara berat Aezar terdengar dari balik pintu, membuatnya terlonjak. "Berani mengintip, aku siram matamu dengan air panas!" "Hiy... Seram!" Ara terkekeh pelan, mencoba menyembunyikan rasa malunya. "Bercanda, daddy!" "Kalau serius juga tidak apa-apa," balas Aezar dengan nada menggoda, suaranya terdengar jelas di atas deru air shower. Ara memeluk bantal di pangkuannya, wajahnya mulai merona. "Sudah! Jangan dilanjutkan! Cepat mandi saja sana!" "Baik, s

    Last Updated : 2024-12-16
  • Suamiku Karakter Game    Bab 15

    Aezar perlahan melepas pelukannya dari Ara, matanya menatap lembut, penuh kasih sayang yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Dengan gerakan yang tampak mudah baginya, ia mengangkat tubuh Ara dalam gendongannya, seperti seseorang yang memegang harta paling berharga dalam hidupnya."Sudah waktunya makan malam, sayang. Kita makan dulu, ya," ucapnya dengan suara hangat, melangkah perlahan namun pasti.Ara memalingkan wajahnya, berusaha menutupi pipinya yang merona menggunakan rambut panjang bergelombangnya. "Kakiku tidak sakit sama sekali. Kenapa harus digendong terus?" tanyanya, suaranya terdengar setengah protes.Aezar hanya tersenyum kecil, namun sorot matanya tetap hangat. "Istriku tersayang, untuk merasakan perhatian dan kasih sayangku, kau tidak perlu menunggu tubuhmu merasa sakit. Menggendongmu seperti ini hanyalah sebagian kecil dari caraku menunjukkan betapa berharganya dirimu."Ara terdiam, pikirannya mulai berkecamuk. Matanya menatap kos

    Last Updated : 2024-12-16

Latest chapter

  • Suamiku Karakter Game    Bab 70

    Ara dengan kasar menepis tangan Aether dari pahanya, kemarahan dan kekecewaan jelas tergambar di wajahnya yang masih basah oleh air mata. Mata dinginnya menatap Aether dengan tajam, seolah-olah pandangan itu bisa menghancurkan pria di depannya. "Jangan sentuh aku lagi! Jangan berjanji kalau kau bahkan tidak yakin bisa menepatinya! Kau adalah adik Aezar. Meskipun bukan saudara kandung, kalian tumbuh bersama bertahun-tahun. Kau pasti sama saja dengan dia! Pembohong dan manipulatif!"Aether hanya terkekeh pelan, seolah-olah tidak terusik oleh kemarahan Ara. Tangannya kembali ke setir, mengendalikan mobil dengan santai di tengah jalanan kosong yang penuh dengan mayat zombie yang berserakan. "Omong kosong apa yang sedang kau katakan, Ara? Kau salah besar. Aku tidak sama dengan kakakku—"Belum sempat Aether menyelesaikan kalimatnya, Ara langsung memotong dengan tajam, “Tunggu dulu! Aku punya tiga pertanyaan untukmu!”Aether menoleh sedikit ke arahnya, tanpa mengurangi fokusnya pada jalan. E

  • Suamiku Karakter Game    Bab 69

    “Sekarang kau percaya dengan adanya penyakit kepribadian gandamu?” Suara dingin Eryas terdengar menggema dari ujung pintu, memecah suasana yang terasa begitu berat. Matanya yang tajam menatap Kaelen tanpa sedikit pun rasa simpati.Kaelen, yang masih duduk di lantai dengan lutut menekuk, mengangkat wajahnya perlahan. Wajahnya dipenuhi rasa bersalah, namun juga kelegaan karena akhirnya ia menyadari apa yang selama ini terjadi. “Aku percaya...” jawabnya singkat, suara itu seperti gumaman penuh kepasrahan.Eryas mengangguk kecil tanpa ekspresi. “Bagus. Kini saatnya kau menghadapi kebenaran ini.” Dia berbalik dengan santai, langkahnya bergema di lantai yang sepi.Kaelen berdiri perlahan, menyusul Eryas tanpa menoleh sedikit pun ke arah Ara. Matanya tetap tertunduk, merasa dirinya tidak pantas untuk memberikan penjelasan atau bahkan sekadar permintaan maaf kepada Ara. Dalam hatinya, ia tahu dirinya telah berubah menjadi monster yang bahkan tidak ia kenali sendiri.“Kau mau pergi begitu saja

  • Suamiku Karakter Game    Bab 68

    Ara mundur perlahan, tubuhnya gemetar hebat saat Kaelen terus mendekat dengan senyum menyeramkan yang seolah-olah mengiris udara di antara mereka. “Ta-tapi… aku benar-benar tidak tahu apa-apa…” suaranya bergetar, matanya penuh ketakutan. “Kak Kaelen tahu sendiri… Papaku bahkan menyembunyikan pendidikan terakhirnya dariku.”Kaelen terkekeh pelan, suara tawanya terdengar lebih seperti desisan ular. Ia menatap Ara dengan sorot mata yang kini tak lagi berkilauan lembut seperti biasanya. Ada kegilaan di sana, bayangan dendam yang membara. “Sudah aku katakan berkali-kali, Ara… Aku bukan Kaelen yang ramah dan manja itu. Aku adalah sesuatu yang berbeda. Versi tersembunyi. Alter ego yang selama ini menjaga Kaelen dari manusia-manusia keji seperti dirimu dan keluargamu.”Dengan satu gerakan cepat, Kaelen mencabut sisiknya yang padat dari tangannya. Ia menancapkan benda itu ke lantai dengan kekuatan yang membuatnya retak dan hancur berkeping-keping, serpihan lantai beterbangan ke segala arah. Su

  • Suamiku Karakter Game    Bab 67

    Kaelen berjalan perlahan mengitari Ara, seperti singa mengelilingi mangsanya. Setiap langkahnya terdengar menggema, memantul di dinding ruangan yang kini terasa lebih sunyi dan mencekam. Matanya yang biru menyala tajam, memancarkan sesuatu yang sulit dijelaskan—amarah, kepedihan, dan kebencian yang bercampur menjadi satu. Ia menarik napas dalam, lalu memulai cerita dengan nada yang dingin dan penuh ironi."Akan aku ceritakan kisah romantis paling gelap yang pernah dialami papaku, Rafael," ucapnya perlahan, suaranya seperti duri yang menusuk telinga. "Kisah cinta yang mengajarkan bahwa jatuh cinta kepada manusia adalah dosa terbesar seorang merman."Ara hanya bisa duduk terpaku, meskipun rasa takut mulai menggenggam hatinya. Setiap kata yang keluar dari mulut Kaelen bagaikan racun yang mengalir pelan, merusak segala pikiran positif yang berusaha ia pertahankan."Semua bermula pada malam yang penuh gemuruh ombak. Mamaku, seorang artis terkenal, berdiri di at

  • Suamiku Karakter Game    Bab 66

    Kaelen menatap Ara dengan sorot mata yang sulit ditebak. Senyumnya yang biasanya santai kini memudar, menyisakan ekspresi penuh tanya. "Omong-omong," katanya akhirnya, suaranya sedikit lebih rendah, seperti sedang menahan sesuatu. "Kau tahu dari mana kalau aku merman?"Ara mengangkat bahu, memasang ekspresi seolah itu adalah pertanyaan bodoh. "Tentu saja tahu," jawabnya ringan, tetapi setiap katanya terucap dengan nada penuh keyakinan. "Kau selalu terlihat berenang di akuarium raksasa dan sering mengadakan pertunjukan. Sejak kau masih lima tahun, tapi sudah bisa menahan napas begitu lama di dalam air dan berakting menjadi merman. Mana mungkin kau manusia? Dan lagipula," Ara menambahkan, menatap Kaelen dengan tatapan penuh arti, "semua orang tahu papamu adalah merman. Itu bukan rahasia umum lagi."Kaelen terkekeh pelan mendengar jawaban Ara, tetapi tawa itu tidak bertahan lama. Tatapan matanya meredup, senyumnya berubah menjadi ekspresi melankolis yang jarang terlih

  • Suamiku Karakter Game    Bab 65

    "Kak Kaelen, apa kau tahu perbedaanmu dengan nyamuk?" tanya Ara dengan nada menggoda. Tatapan matanya penuh kelicikan, seperti anak kecil yang siap mengeluarkan lelucon.Kaelen menoleh, alisnya terangkat, lalu memasang senyum sombong yang khas. Dia menyandarkan tubuhnya dengan santai, seolah yakin akan mendengar pujian manis. "Apa bedanya?" tanyanya, suaranya penuh antusiasme palsu.Namun, jawaban yang keluar dari bibir Ara membuat senyum itu lenyap seketika. "Tidak ada bedanya! Sama-sama harus dibasmi menggunakan obat nyamuk agar mati!"Untuk beberapa detik, Kaelen hanya terdiam, menatap Ara dengan ekspresi datar. Lalu dia menggeleng pelan sambil menarik napas dalam, seperti seorang guru sabar menghadapi murid nakal. "Mulutnya... Adik cantik tidak boleh berbicara kasar seperti itu. Tidak baik!" ucapnya dengan nada pura-pura prihatin.Ara tersenyum lebar, menantang, lalu menjawab dengan cepat, "Tidak baik, tapi terbaik!"Kaelen menatapnya

  • Suamiku Karakter Game    Bab 64

    Kaelen menatap Ara dengan tatapan penuh rasa ingin tahu, namun senyuman tipis di wajahnya menyiratkan sesuatu yang sulit ditebak. Bibirnya melengkung, nyaris seperti mencemooh, ketika dia bertanya dengan nada santai, "Jadi, bagaimana menurutmu tentang Aezar?"Ara menarik napas panjang, mencoba mengatur pikirannya yang berkecamuk. Setelah beberapa saat, dia membuka mulutnya, dan suara tegasnya menguar di udara seperti seorang mahasiswi yang baru saja menguasai materi untuk presentasi penting. "Sebelum membahas sifat dan kepribadian Aezar," katanya, nadanya mendadak terstruktur seperti menyampaikan argumen dalam debat formal. "Mari kita bahas dulu mengenai kondisi eksternal yang sedang dirasakan Aezar!"Kaelen mengangkat alisnya sedikit, memperhatikan dengan ketertarikan yang tulus, meskipun senyumnya yang penuh teka-teki masih melekat di wajahnya. Ara melanjutkan, kini penuh semangat seperti seseorang yang kerasukan jiwa seorang akademisi. "Untuk saat ini, alasan Aezar pergi adalah unt

  • Suamiku Karakter Game    Bab 63

    Ara menatap Kaelen dengan mata yang penuh amarah dan kebingungan. Suaranya pecah ketika dia mencoba mempertahankan nada tegasnya. "Jadi..." katanya, menarik napas panjang untuk mengendalikan dirinya. "Apa tujuanmu sebenarnya memberitahukan semua ini padaku?! Apa yang kau inginkan dariku?!"Kaelen hanya terkekeh pelan, sebuah tawa yang terdengar seperti gemerisik pisau yang diseret di atas kaca. Tatapan matanya tidak pernah lepas dari Ara, seperti predator yang sedang mengamati mangsanya. Dengan gerakan lambat namun penuh maksud, dia mengulurkan tangannya, menyentuh rambut Ara dengan lembut. Sentuhan itu terlihat penuh kasih sayang, tetapi ada sesuatu yang gelap di baliknya—sesuatu yang membuat Ara ingin menjauh sejauh mungkin."Kau akan tahu nanti malam," jawab Kaelen dengan nada tenang, nyaris seperti bisikan. Suaranya terdengar lembut, tetapi dingin, seperti hembusan angin malam yang menusuk. "Namun, untuk sekarang, kenapa kita tidak berbincang santai saja? Anggap ini momen istimewa

  • Suamiku Karakter Game    Bab 62

    Eryas memandang Ara dengan tatapan dingin sebelum mendengus kasar. Tanpa peringatan, dia melayangkan tendangan keras ke sisi tubuh Ara, membuat gadis itu terseret beberapa meter di lantai yang dingin dan kasar. Ara tersentak, merasakan sakit menjalar di tubuhnya, namun ia tidak sempat merintih."Aku tidak punya waktu untuk meladeni kebodohanmu," kata Eryas tajam, suaranya penuh dengan ketidaksabaran. Dia berbalik, langkah kakinya berat dan tegas, meninggalkan Ara tergeletak di lantai.Kaelen, yang berdiri bersandar di dinding dengan sikap santai, mendekati Ara dengan langkah ringan setelah Eryas keluar dari ruangan. Dia berhenti di depan gadis yang masih terengah-engah di lantai, menatapnya dengan senyum tipis di wajah tampannya.Kaelen mengulurkan tangan, isyarat sederhana untuk membantu Ara berdiri. Ara memandangnya dengan penuh keraguan, tapi akhirnya ia menerima tangan itu. Sentuhan Kaelen terasa hangat, berbeda jauh dengan dinginnya perlakuan Eryas."Maafkan dia," kata Kaelen den

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status