Share

Bab 7

Author: Sylus wife
last update Last Updated: 2024-12-12 08:43:37

Dengan satu-satunya senjata yang ia miliki, tongkat baseball di tangan, Aezar menggertakkan giginya, menahan rahang zombie yang nyaris menggigitnya. Giginya yang kotor dan berlumuran darah hanya beberapa inci dari wajahnya.

"Arrgh... tidak secepat itu, sobat!" seru Aezar sambil mendorong kepala zombie dengan tongkatnya, membuat makhluk itu menggeram ganas.

Namun, tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin di tengkuknya. Sebuah insting tajam menyerangnya. Ada sesuatu—atau seseorang—di belakangnya.

Aezar segera menoleh.

Benar saja, seorang zombie lain berada tepat di belakangnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek tenggorokannya. Waktu seakan melambat saat ia menyadari kematian sudah di depan mata.

Dor!

Tanpa peringatan, kepala zombie itu meledak seperti balon yang pecah. Darah segar muncrat deras, menyembur ke udara sebelum tubuhnya tumbang dengan suara berdebum.

Aezar terdiam sejenak, menatap tak percaya. Dari sudut matanya, ia melihat bukit yang tak jauh dari tempatnya berada—arah rumahnya. Sebuah bayangan kecil di kejauhan, memegang senapan.

Aezar tersenyum samar dan mengangkat tangan memberi hormat. "Kerja bagus, gadis pintar."

Tapi ini belum selesai. Ia segera memutar tongkat di tangannya dan kembali menghajar zombie yang tersisa.

---

"Aw!"

Jeritan Ara menggema di atas balkon saat tubuhnya terjatuh ke lantai dengan keras. Ia meringis, memegangi bokongnya yang kini terasa nyeri akibat hentakan senapan yang baru saja ia tembakkan.

"Aduh! Kenapa tidak ada peringatan kalau senapan itu tidak semudah di game!" keluhnya sambil mendudukkan diri. Ia menghela napas panjang, merasakan rasa sakit yang menyebar ke punggungnya. "Huft… sial, hukum Newton Tiga benar-benar nyata."

Ara memandang senapan yang tergeletak tak jauh darinya. Dengan susah payah, ia merangkak mengambilnya, lalu bersandar di dinding, mencoba kembali menyesuaikan tubuhnya yang ringkih dengan senjata itu.

Ia memposisikan lutut kanannya di lantai, sementara kaki kirinya dimajukan ke depan sebagai penyangga. Dengan hati-hati, ia menempelkan mata kanannya ke teleskop senapan.

"Pria itu benar-benar gila... Lihat itu, zombie makin banyak!" gumamnya sambil menyesuaikan bidikannya. Ara menggigit bibir, merasa cemas melihat Aezar terus dihimpit oleh gerombolan mayat hidup.

"Huft..." Setelah menarik napas dalam, Ara bergumam lagi dengan suara gemetar, "Aku harus membantu. Tidak ada pilihan lain."

Namun, rasa nyeri di tubuhnya memaksa Ara untuk mengubah posisinya lagi. Kali ini, ia memilih tengkurap di lantai, menumpu senapan dengan siku-sikunya.

"Lebih stabil... Anggap saja seperti main game," katanya kepada dirinya sendiri, mencoba menyemangati. "Lagipula, aku tidak mau jatuh lagi seperti tadi."

Ara menggeser senapan, membidik zombie yang paling mendekati Aezar. Matanya terfokus, mengikuti gerakan makhluk itu.

"Menurut perhitunganku, dia akan sampai ke titik ini..." Ia menyesuaikan bidikannya, tubuhnya benar-benar diam seakan ia menyatu dengan senapan.

"Huft..." Ara menarik napas panjang, menahan udara di paru-parunya. Saat zombie itu masuk dalam garis tembak, ia menarik pelatuk dengan yakin.

"Rasakan ini!" serunya dengan suara penuh tekad.

Dor!

Peluru melesat dengan presisi sempurna, menembus kepala zombie itu. Kepala makhluk itu meledak seperti melon yang dihantam keras, dan tubuhnya langsung ambruk tanpa perlawanan.

"Yes! Headshot!" Ara berteriak penuh kemenangan, namun ia tak punya waktu untuk merayakan lama. Zombie-zombie lain masih datang, dan pria gilanya itu masih bertarung di lapangan.

Ara meraih senapan kembali, melanjutkan usahanya memberikan perlindungan dari jauh. "Ayo, Aezar... Jangan mati di sana!" gumamnya dengan cemas, matanya kembali fokus pada bidikan teleskop.

"Arrrghhh!" Aezar berteriak, urat-urat di lengannya menegang saat ia berusaha menahan mulut zombie yang menganga lebar dengan tongkat baseball di tangannya. Makhluk busuk itu terus mendesak, giginya yang tajam berkilat menunggu kesempatan untuk mencabik kulit Aezar.

Namun, sejenak konsentrasinya pecah. Matanya membelalak melihat ke arah salah satu zombie yang muncul di hadapannya.

"Apa-apaan ini... Zombie itu... Ke-kenapa dia membawa barbel?" pikirnya, napasnya memburu.

Zombie bertubuh raksasa dengan otot kekar dan postur yang menjulang tinggi mendekatinya, menyeret sebuah barbel panjang di tangan. Tanpa peringatan, zombie itu mengayunkan barbel dengan kekuatan penuh ke arah kepala Aezar.

Dor!

Sebelum barbel itu mengenai sasaran, sebuah peluru meluncur dari kejauhan, tepat menembus kepala zombie raksasa tersebut. Cipratan darah dan potongan otak membanjiri udara, dan tubuh besar itu ambruk dengan suara debuman keras, mengguncang aspal di bawahnya.

Menyadari kesempatan, Aezar langsung mencabut tongkat baseball dari mulut zombie yang masih ia tahan. Dengan gerakan cepat dan kasar, ia membalik tongkat itu, memegangnya terbalik seperti tombak.

"Saatnya kau diam selamanya," gumamnya dengan suara rendah, penuh amarah. Ia menghujamkan tongkat itu kembali ke mulut zombie yang terus menganga, mendorongnya semakin dalam hingga suara gemeretak tulang terdengar. Darah segar mengucur deras dari mulut makhluk itu, bercampur dengan suara geraman yang perlahan melemah.

Aezar mencabut tongkat itu dengan kekuatan penuh, membuat cipratan darah berhamburan, lalu melempar tongkatnya dengan presisi.

Bug! Bug!

Tongkat itu menghantam kepala dua zombie yang mendekat, membuat mereka terjatuh bersamaan, kepala mereka remuk seketika.

"Sekali aksi, dua tiga zombie teratasi," gumam Aezar sambil menghela napas. "Tapi ini belum selesai."

Mata Aezar tertuju pada barbel yang tergeletak tak jauh darinya. Ia berjongkok cepat, meraihnya, lalu mengangkatnya dengan satu tangan.

"Hmm, lumayan juga untuk senjata." Aezar tersenyum miring, merasakan bobot barbel itu di tangannya.

Tapi, seperti tak memberinya jeda, lima zombie sekaligus berlari ke arahnya dengan kecepatan brutal, mengeluarkan suara geraman yang mengerikan.

Aezar tak gentar. Dengan lincah, ia mulai memutar-mutar barbel seperti seorang mayoret, menggunakannya untuk menjaga jarak.

"Het!" serunya sambil mendorong zombie-zombie itu dengan ujung bola barbel, menghantam tubuh mereka hingga terdorong mundur. Satu persatu mereka terpental seperti boneka kain, namun mereka terus kembali bangkit dengan gerakan lamban tapi mematikan.

Tanpa mengendurkan serangan, Aezar mengubah pola serangannya. Ia memutar barbel lebih cepat, menghasilkan suara desingan tajam saat udara terbelah. Dengan satu ayunan penuh, ia memukul kepala dua zombie yang mendekat.

Bug! Bug!

Kepala mereka pecah bersamaan, tubuhnya roboh tanpa sempat mendekat lebih jauh.

"Masih mau coba lagi?" tantangnya kepada zombie-zombie lain yang tersisa. Matanya menyala penuh determinasi.

Aezar melangkah maju, barbel di tangannya kini berubah menjadi senjata penghancur maut. Ia bersiap menghadapi apapun yang datang berikutnya.

Related chapters

  • Suamiku Karakter Game    Bab 1

    Di sebuah jalanan yang penuh sesak dengan makhluk hijau pucat, tubuh mereka berlumuran darah segar yang mengering di setiap inci kulitnya. Para Zombie menggeram ganas, memadati jalanan seperti gelombang maut yang tak terelakkan. Di tengah kekacauan itu, berdiri sepasang manusia—pria tampan, gagah dengan rambut pendek berwarna silver berponi yang tertiup angin, dan seorang wanita cantik, imut, nan anggun dengan rambut panjang tergerai bak sutra, melawan badai kehancuran. Mereka saling membelakangi, punggung mereka bersatu menjadi perisai dalam pertempuran hidup dan mati. Tangan mereka mantap, penuh fokus, membidik para Zombie yang semakin mendekat. Dor! Dor! Dor! Dentuman tembakan membelah udara, bergema di tengah hiruk-pikuk jeritan dan geraman. Satu per satu Zombie tumbang dengan akurasi yang mengerikan, namun kekacauan ini belum berakhir. Hingga... "Aaaahhh!" Jeritan melengking itu memecah konsentrasi. Wanita itu tersentak, menggigit bibir menahan rasa sakit yang luar biasa.

    Last Updated : 2024-12-09
  • Suamiku Karakter Game    Bab 2

    Ara, yang tidak ingin menjadi bagian dari "perkumpulan Zombie penggigit leher manusia," langsung berbalik arah dan berlari sekuat tenaga. Kakinya bergerak cepat, sementara napasnya memburu. Angin dingin yang menusuk seolah tidak cukup untuk meredakan ketegangan di tubuhnya.Di belakang, Zombie itu tidak tinggal diam. Dengan langkah pincang tapi penuh kekuatan, ia mengejar sambil terus mengeluarkan suara mengerikan, "Rrraww! Rrraww! Rrraaaaww!" Suara itu menggema, membuat setiap helai rambut di tubuh Ara berdiri.Setelah berlari tanpa henti, Ara akhirnya sampai di depan rumahnya. Dengan gerakan tergesa, ia membuka pintu dan masuk. Begitu tubuhnya melewati ambang pintu, ia langsung menguncinya rapat."Huft... Aku selamat," gumam Ara pelan, mencoba mengatur napas yang tersengal-sengal. Punggungnya bersandar di pintu, tubuhnya yang lelah perlahan merosot hingga ia terduduk di lantai. Kakinya terasa lemah, seperti tak mampu menahan tubuhnya lebih lama.Namun, ketenangan itu hanya bertahan

    Last Updated : 2024-12-09
  • Suamiku Karakter Game    Bab 3

    Tanpa pikir panjang, Ara berlari menuju gerbang sekolah. Tangannya gemetar saat ia berusaha menutup pagar sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu cukup untuk menghentikan para Zombie yang mengejarnya. Suara derit pagar yang tertutup terdengar memekakkan telinga, tapi itu tidak menenangkan hatinya. Napasnya terputus-putus, dan tubuhnya bergetar karena ketegangan. Namun, ketakutannya semakin memuncak ketika ia melihat apa yang terjadi di balik pagar. Para Zombie, meskipun tampak tanpa akal, mulai menunjukkan tekad yang luar biasa. Mereka saling tumpuk, memanjat tubuh satu sama lain, berlomba-lomba menjadi yang pertama melewati pagar. "Mereka ini dibilang bodoh, tapi pintar!" gumam Ara dengan wajah penuh kekhawatiran. Tanpa membuang waktu lagi, ia melanjutkan larinya ke dalam gedung sekolah. Suara langkah kakinya menggema di koridor yang sunyi. Ara membuka pintu salah satu kelas dan segera menutupnya rapat-rapat. Jendela kelas juga ia kunci dengan tangan yang gemetar. Setelah

    Last Updated : 2024-12-09
  • Suamiku Karakter Game    Bab 4

    Pria itu, yang kini dipastikan adalah Aezar, tampak terkejut namun tetap tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu Ara, mencoba menenangkan kegelisahannya. "I- iya, sayang. Ini aku, Aezar," suaranya tegas namun lembut. Tatapannya penuh perhatian, seolah melihat dunia hanya melalui mata Ara. "Apa kau baik-baik saja? Istriku..." Kalimat itu membuat Ara semakin terguncang. "Istriku?" pikirnya. Tubuhnya membeku, seluruh pikirannya kacau balau, mencoba merangkai semua potongan puzzle yang belum masuk akal baginya. Mata Ara membelalak, jantungnya berdebar kencang. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Istri? Pria asing ini, dengan suara berat dan wajah sempurna, memanggilnya istri. Ara menelan ludah, pikirannya penuh dengan kebingungan. Pria itu... terlalu familiar. Terlalu mirip dengan Aezar, karakter favoritnya di game. "A-apa maksudmu berkata begitu, Pak?" tanya Ara dengan nada penuh kepanikan. Suaranya gemetar, seakan mencari pegangan di teng

    Last Updated : 2024-12-10
  • Suamiku Karakter Game    Bab 5

    "Omong-omong... Apa lukamu sudah tidak sakit lagi?" tanya Aezar dengan nada khawatir, tatapannya tertuju pada perban putih yang melilit kepala Ara. Kekhawatiran itu terlihat jelas di wajahnya, meski nada bicaranya tetap tenang.Ara tersentak mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya, rasa nyeri di kepalanya masih sangat terasa, menusuk hingga membuatnya sulit berpikir jernih. Namun, ia mencoba menyembunyikannya dengan mengalihkan perhatian. "Apa? Oh, aku..." Ara tergagap, namun rasa ingin tahu menguasainya. Ia menyentuh bagian perban di kepalanya, tepat di atas luka. "Tunggu! Jangan disentuh!" suara Aezar menggema di ruangan. Dalam hitungan detik, ia meraih tangan Ara dengan cekatan, mencegah gadis itu menyentuh area yang belum sembuh sepenuhnya. Gerakan itu membuat jarak mereka semakin dekat. Mata mereka bertemu, hanya beberapa sentimeter memisahkan wajah keduanya. Tatapan Aezar yang dalam dan serius seperti mengunci pandangan Ara. Untuk sesaat, dunia terasa hening. Ara buru-buru mena

    Last Updated : 2024-12-10
  • Suamiku Karakter Game    Bab 6

    Aezar kini berdiri di dalam garasi yang gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Langkahnya mantap, tak tergesa, namun penuh keyakinan, menuju sebuah sepeda motor sport berwarna hitam legam. Motor itu terlihat seperti seekor binatang buas yang siap menerkam, dengan bodi aerodinamis dan kilauan metaliknya yang gagah. Ia mengusap joknya sebentar, seolah memberi salam pada kuda besinya, sebelum melangkah ke sisi motor dan mengenakan helm hitam pekat. Setelah memutar kunci, mesin motor menggeram, menggetarkan udara dengan suara brutal. "Bruuum!" Raungan knalpot memenuhi ruang garasi, seakan mengumumkan keberangkatan sang pemilik. Dengan satu gerakan gesit, Aezar melajukan motornya keluar garasi, menembus jalanan yang sunyi dan kelam. Udara dingin malam menerpa wajahnya, tapi tatapan Aezar tetap tajam, mengawasi setiap sudut jalan dengan kewaspadaan seorang pemburu. Tak lama, dari kejauhan, ia melihat sosok yang tak asing lagi baginya—seorang zombie dengan gerakan cepat

    Last Updated : 2024-12-12

Latest chapter

  • Suamiku Karakter Game    Bab 7

    Dengan satu-satunya senjata yang ia miliki, tongkat baseball di tangan, Aezar menggertakkan giginya, menahan rahang zombie yang nyaris menggigitnya. Giginya yang kotor dan berlumuran darah hanya beberapa inci dari wajahnya. "Arrgh... tidak secepat itu, sobat!" seru Aezar sambil mendorong kepala zombie dengan tongkatnya, membuat makhluk itu menggeram ganas. Namun, tiba-tiba, ia merasakan hawa dingin di tengkuknya. Sebuah insting tajam menyerangnya. Ada sesuatu—atau seseorang—di belakangnya. Aezar segera menoleh. Benar saja, seorang zombie lain berada tepat di belakangnya, mulutnya menganga lebar, siap merobek tenggorokannya. Waktu seakan melambat saat ia menyadari kematian sudah di depan mata. Dor! Tanpa peringatan, kepala zombie itu meledak seperti balon yang pecah. Darah segar muncrat deras, menyembur ke udara sebelum tubuhnya tumbang dengan suara berdebum. Aezar terdiam sejenak

  • Suamiku Karakter Game    Bab 6

    Aezar kini berdiri di dalam garasi yang gelap, hanya diterangi cahaya redup dari lampu gantung. Langkahnya mantap, tak tergesa, namun penuh keyakinan, menuju sebuah sepeda motor sport berwarna hitam legam. Motor itu terlihat seperti seekor binatang buas yang siap menerkam, dengan bodi aerodinamis dan kilauan metaliknya yang gagah. Ia mengusap joknya sebentar, seolah memberi salam pada kuda besinya, sebelum melangkah ke sisi motor dan mengenakan helm hitam pekat. Setelah memutar kunci, mesin motor menggeram, menggetarkan udara dengan suara brutal. "Bruuum!" Raungan knalpot memenuhi ruang garasi, seakan mengumumkan keberangkatan sang pemilik. Dengan satu gerakan gesit, Aezar melajukan motornya keluar garasi, menembus jalanan yang sunyi dan kelam. Udara dingin malam menerpa wajahnya, tapi tatapan Aezar tetap tajam, mengawasi setiap sudut jalan dengan kewaspadaan seorang pemburu. Tak lama, dari kejauhan, ia melihat sosok yang tak asing lagi baginya—seorang zombie dengan gerakan cepat

  • Suamiku Karakter Game    Bab 5

    "Omong-omong... Apa lukamu sudah tidak sakit lagi?" tanya Aezar dengan nada khawatir, tatapannya tertuju pada perban putih yang melilit kepala Ara. Kekhawatiran itu terlihat jelas di wajahnya, meski nada bicaranya tetap tenang.Ara tersentak mendengar pertanyaan itu. Sejujurnya, rasa nyeri di kepalanya masih sangat terasa, menusuk hingga membuatnya sulit berpikir jernih. Namun, ia mencoba menyembunyikannya dengan mengalihkan perhatian. "Apa? Oh, aku..." Ara tergagap, namun rasa ingin tahu menguasainya. Ia menyentuh bagian perban di kepalanya, tepat di atas luka. "Tunggu! Jangan disentuh!" suara Aezar menggema di ruangan. Dalam hitungan detik, ia meraih tangan Ara dengan cekatan, mencegah gadis itu menyentuh area yang belum sembuh sepenuhnya. Gerakan itu membuat jarak mereka semakin dekat. Mata mereka bertemu, hanya beberapa sentimeter memisahkan wajah keduanya. Tatapan Aezar yang dalam dan serius seperti mengunci pandangan Ara. Untuk sesaat, dunia terasa hening. Ara buru-buru mena

  • Suamiku Karakter Game    Bab 4

    Pria itu, yang kini dipastikan adalah Aezar, tampak terkejut namun tetap tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangannya untuk menyentuh bahu Ara, mencoba menenangkan kegelisahannya. "I- iya, sayang. Ini aku, Aezar," suaranya tegas namun lembut. Tatapannya penuh perhatian, seolah melihat dunia hanya melalui mata Ara. "Apa kau baik-baik saja? Istriku..." Kalimat itu membuat Ara semakin terguncang. "Istriku?" pikirnya. Tubuhnya membeku, seluruh pikirannya kacau balau, mencoba merangkai semua potongan puzzle yang belum masuk akal baginya. Mata Ara membelalak, jantungnya berdebar kencang. Dia tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Istri? Pria asing ini, dengan suara berat dan wajah sempurna, memanggilnya istri. Ara menelan ludah, pikirannya penuh dengan kebingungan. Pria itu... terlalu familiar. Terlalu mirip dengan Aezar, karakter favoritnya di game. "A-apa maksudmu berkata begitu, Pak?" tanya Ara dengan nada penuh kepanikan. Suaranya gemetar, seakan mencari pegangan di teng

  • Suamiku Karakter Game    Bab 3

    Tanpa pikir panjang, Ara berlari menuju gerbang sekolah. Tangannya gemetar saat ia berusaha menutup pagar sekolah dengan tergesa-gesa, berharap itu cukup untuk menghentikan para Zombie yang mengejarnya. Suara derit pagar yang tertutup terdengar memekakkan telinga, tapi itu tidak menenangkan hatinya. Napasnya terputus-putus, dan tubuhnya bergetar karena ketegangan. Namun, ketakutannya semakin memuncak ketika ia melihat apa yang terjadi di balik pagar. Para Zombie, meskipun tampak tanpa akal, mulai menunjukkan tekad yang luar biasa. Mereka saling tumpuk, memanjat tubuh satu sama lain, berlomba-lomba menjadi yang pertama melewati pagar. "Mereka ini dibilang bodoh, tapi pintar!" gumam Ara dengan wajah penuh kekhawatiran. Tanpa membuang waktu lagi, ia melanjutkan larinya ke dalam gedung sekolah. Suara langkah kakinya menggema di koridor yang sunyi. Ara membuka pintu salah satu kelas dan segera menutupnya rapat-rapat. Jendela kelas juga ia kunci dengan tangan yang gemetar. Setelah

  • Suamiku Karakter Game    Bab 2

    Ara, yang tidak ingin menjadi bagian dari "perkumpulan Zombie penggigit leher manusia," langsung berbalik arah dan berlari sekuat tenaga. Kakinya bergerak cepat, sementara napasnya memburu. Angin dingin yang menusuk seolah tidak cukup untuk meredakan ketegangan di tubuhnya.Di belakang, Zombie itu tidak tinggal diam. Dengan langkah pincang tapi penuh kekuatan, ia mengejar sambil terus mengeluarkan suara mengerikan, "Rrraww! Rrraww! Rrraaaaww!" Suara itu menggema, membuat setiap helai rambut di tubuh Ara berdiri.Setelah berlari tanpa henti, Ara akhirnya sampai di depan rumahnya. Dengan gerakan tergesa, ia membuka pintu dan masuk. Begitu tubuhnya melewati ambang pintu, ia langsung menguncinya rapat."Huft... Aku selamat," gumam Ara pelan, mencoba mengatur napas yang tersengal-sengal. Punggungnya bersandar di pintu, tubuhnya yang lelah perlahan merosot hingga ia terduduk di lantai. Kakinya terasa lemah, seperti tak mampu menahan tubuhnya lebih lama.Namun, ketenangan itu hanya bertahan

  • Suamiku Karakter Game    Bab 1

    Di sebuah jalanan yang penuh sesak dengan makhluk hijau pucat, tubuh mereka berlumuran darah segar yang mengering di setiap inci kulitnya. Para Zombie menggeram ganas, memadati jalanan seperti gelombang maut yang tak terelakkan. Di tengah kekacauan itu, berdiri sepasang manusia—pria tampan, gagah dengan rambut pendek berwarna silver berponi yang tertiup angin, dan seorang wanita cantik, imut, nan anggun dengan rambut panjang tergerai bak sutra, melawan badai kehancuran. Mereka saling membelakangi, punggung mereka bersatu menjadi perisai dalam pertempuran hidup dan mati. Tangan mereka mantap, penuh fokus, membidik para Zombie yang semakin mendekat. Dor! Dor! Dor! Dentuman tembakan membelah udara, bergema di tengah hiruk-pikuk jeritan dan geraman. Satu per satu Zombie tumbang dengan akurasi yang mengerikan, namun kekacauan ini belum berakhir. Hingga... "Aaaahhh!" Jeritan melengking itu memecah konsentrasi. Wanita itu tersentak, menggigit bibir menahan rasa sakit yang luar biasa.

DMCA.com Protection Status