Kubaca satu persatu chat dari anggota dewan tersebut, tidak ada memang kalimat yang menjurus ke mesra atau kata cinta. Semua isinya penuh perumpamaan yang kadang sulit dimengerti. Aku coba cari chat lain, Ya, Allah, ternyata banyak perempuan chat padanya. Aku coba baca satu chatting dari nomor tak disimpan. (Assalamualaikum, Bang Parlin, mohon maaf, bukan maksud mengadu-ngadu, tapi aku lihat Bu Kades bicara berduaan dengan orang Arab itu di kantor desa) begitu pesannya. Langsung kulihat foto profil pengirim pesan tersebut, tidak ada foto, tidak ada nama. Kulihat tanggalnya kira-kira delapan bulan yang lalu. Penasaran juga apa jawaban Bang Parlin.(Walaikum salam, itu sudah maksud mengadu ya, saya percaya istri saya, dan saya tidak percaya pada Anda)Begitu balasan Bang Parlin. Kenapa Bang Parlin tidak pernah tunjukkan chat begini padaku, aku coba mengingat-ingat. Memang pernah Hermansyah datang ke kantor desa. Kami bicara, kebetulan staf desa tidak ada di kantor. Ya, Allah, ternyata
Nomor WA itu tidak bisa dihubungi lagi, saat aku coba hubungi pakai nomorku tidak bisa lagi. Ini mungkin penipuan. Ya, Allah, uang itu setengah miliar lebih."Apa tadi nama travelnya?" tanyaku kemudian.Bang Parlin mengatakan, lalu aku ketik di pencarian google, tidak ada terdaftar. "Bang, kantornya di mana?" tanyaku kemudian."Itu, Dek, sehabis kota arah ke sini kan adar ruko baru dibangun," kata Bang Parlin."Ya, Allah, Abang sudah kena tipu, Bang," kataku kemudian."Waduh kok bisa ada orang menipu atas nama agama ya, ini yang paling kubenci." kata Bang Parlin."Abang yang salah, terlalu mudah percaya," kataku kemudian."Kok Abang pula yang salah, yang nipu siapa?" kata Bang Parlin."Iyalah, mudah sekali percaya, gak periksa dulu, main transfer saja," kataku kemudian."Itulah logika orang sekarang, yang tertipu yang disalahkan, misalnya motor itu di curi orang, bagaimana kalau adek yang disalahkan, kenapa tak dikunci ganda? Pencuri dibela," kata Bang Parlin."Iyalah, Bang, kan' k
Setengah milliar uang kami melayang, Bang Parlin tidak mau menggunakan ilmunya. Padahal mudah saja baginya jika memang dia mau. Aku coba mengingat ke belakang. Bang Parlin memang jarang memakai ilmunya jika soal uang. Pertama kali kulihat dia memakai ilmu tersebut saat rumah kami kemalingan. Ada kain adat pusaka warisan yang ikut hilang. Yang ternyata kemudian pelakunya adikku sendiri.Bahkan saat sapi kami seharga tiga ratus juta dilarikan orang, Bang Parlin tidak mempergunakan ilmunya. Akan tetapi aku tetap tidak rela uang setengah miliar itu melayang begitu saja."Bang, usaha dong, itu setengah milliar lo, Bang, panen satu tahun belum tentu terkumpul segitu," kataku lagi."Ini karena Abang juga, Dek, kalian benar, ini salah Abang," kata Bang Parlin."Udah, Bang, aku tarik ucapanku, ini salah mereka, mereka gunakan agama untuk cari uang, menipu atas nama agama," matayku kemudian."Gak bisa, Dek, Abang gak tega, karena kecerobohan sendiri orang lain jadi susah, Abang ceroboh," kata
PoV ParlinSaat istri ajak untuk mengadu ke kantor polisi, aku tidak mau, karena sadar memang ini salahku yang terlalu mudah percaya. Yang telah bergeser niat. Nia malah pergi bersama Ucok, kata Nia, biarpun tak berharap kembali, akan tetapi untuk memberikan efek jera pada penipu tersebut.Selain karena memang dari dulu paling malas berurusan dengan polisi, aku juga ada kerjaan, yaitu membawa mobil ke bengkel. Mobil pengangkut sawit kami lagi bermasalah. Di daerah kami hanya ada satu bengkel mobil.Di bengkel aku bertemu Tugirin, teringat pesan istri mudanya. "Bang Haji, aku maunbicara ini," kataku ketika kami bertemu."Oh, ayo kita ngopi," jawab Tugirin. Kami pun pergi ke warung kopi yang tidak jauh dari bengkel tersebut."Ada apa ya, Bang Parlin, tumben, aku jadi degdegan ini," kata Tugurin setelah dia memesan kopi."Sebenarnya ini masalah pribadi, tidak ada hakku untuk mengurusi, tapi kemarin aku bertemu Bu Guru Agama, dia titip pesan, katanya dia tidak setuju Bang Haji nikah lagi
PoV NiaNomor yang sudah memblokir tiba-tiba membuka blokiran kembali. Lalu menelepon Bang Parlin. Bang Parlin terlihat bingung, dia lalu memberikan HP tersebut padaku."Halo," sapaku mencoba ramah."Ini siapa?" tanyanya dari seberang."Lo, yang seharusnya bertanya itu saya, Anda siapa?" tanyaku kesal."Oh, saya perwakilan dari travel yang Anda ikut mendaftar untuk haji Furoda, kami akan kembalikan uang kalian," katanya kemudian."Kenapa dikembalikan?" tanyaku."Lihat berita, kami dituduh mau nipu, padahal pindah kantor," "Oh, di mana kantor kalian sekarang?""Untuk saat ini belum buka,""Katanya pindah?" "Iya, berencana pindah,""Berapa orang yang sakit perut di situ?," tanyaku akhirnya."Kok tau, jadi benar kalian tukang santet?" "Begini saja, datang baik-baik, kembalikan semua uang yang kalian tipu, atau temanmu itu semua tidak akan pernah sembuh," kataku kemudian."Datang ke mana?""Ke kantor polisi,""Aduh, tolonglah, jangan kantor polisi, kami kembalikan saja uang kalian,"
Ucok belum pulang juga dari sekolah, padahal dia sangat diperlukan untuk memaafkan para penipu tersebut. Karena dia yang sudah membuat mereka sakit perut. Akhirnya kami menjemput Ucok. Saat tiba di gerbang sekolah, kami bertemu Tugirin. Dia berdiri di samping motor besarnya. Bang Parlin memarkirkan mobil, kami mendekati Tugirin."Mau jemput istri," katanya tanpa ditanya. Aku heran juga, bukankah tadi Bu guru itu bilang sudah diceraikan?"Katanya pulangnya agak lama, ada acara," kata Tugirin lagi tanpa kamu tanya."Bagaimana, Bang Haji? akur kan?" tanya Bang Parlin."Alhamdulillah, akur dan sehat," kata Tugirin.Aku makin heran, padahal baru tadi pagi istrinya bilang Tugirin ngamuk dan menceraikan dua isterinya. Ini malah akur? Ingin juga bertanya, akan tetapi aku khawatir dianggap kepo dengan rumah tangga orang, padahal memang iya."Mau ngajak istri ke kota, belanja," kata Tugirin lagi, padahal lagi-lagi kami tidak bertanya."Oh, istri yang mana kah, dua-duanya?" Akhirnya aku bertany
Saat tiba di ibukota kabupaten, kami langsung ke kantor polisi. Terus melapor supaya memanggil semua orang yang tertipu tersebut. Polisi malah terkejut."Maaf, Pak, Bu, ini tidak biasa, apakah pelaku penipuan itu saudaranya Anda?" tanya polisi itu."Oh, bukan, Pak, mereka cuma kembalikan pada kami, terus kami akan kembalikan pada korban lain, karena di kantor ini data yang ada, ya, kami ke mari," kata Bang Parlin."Kenapa saat pelaku penipuan mengembalikan uangnya tidak Anda tangkap, lalu antar ke kantor polisi, atau bisa juga hubungi polisi, biar kami jemput," kata polisi itu lagi."Udahlah, Pak, kalau tidak mau memanggil orangnya, sini datanya saja, biar kami antar sendiri," kataku kesal."Bukan begitu, Bu, ini sudah masuk pengaduan, jika memang harus berdamai, pelaku harus hadir di sini, bukan dikembalikan begitu saja," kata polisi tersebut."Kok rumit kali, Pak, kami hanya mau kembalikan uang orang yang ditipu?" kataku lagi."Harus sesuai prosedur, Bu, berdamai di luar boleh saja,
Maaf, Bang Parlin, saya tidak bilang ini salah Abang ya, saya justru berterima kasih, karena chat Bang Parlin saya bisa seperti ini," kata Merry. "Berterima kasih? Ya, Allah, kamu pikir ini prestasi, kamu pikir dapat jodoh bupati itu sebuah prestasi, ibarat kata kamu itu bahagia di atas penderitaan orang lain, lihat Bu Dewan jadi bunuh diri, lihat Salsabila jadi trauma," kata Bang Parlin. Dia masih terlihat marah.Suasana makan malam itu jadi canggung, entah kenapa Bang Parlin bisa marah seperti ini. Padahal Merry dan mantan bupati itu bukan menyalahkan Bang Parlin, mereka justru berterimakasih. "Itu yang kusuka dari Bang Parlin ini, berani bicara, tak peduli siapa lawan bicaranya, jujur saja, di kabupaten ini hanya Bang Parlin yang berani tunjuk mukaku begini," kata Mantan bupati tersebut.Makan malam itu akhirnya bubar, Merry tampak tidak senang, akan tetapi yang aneh mantan bupati itu malah biasa saja."Bang, Abang kok marah-marah saja satu hari ini? Guru si Ucok Abang marahi