“Hello? Apakah masih ada orang?”
Aku merasakan ada air yang terkena wajahku saat ini, benar saja ternyata Andre pelakunya. Benar-benar usil dan menjengkelkan, bagaimana mungkin bisa sudah berkepala tiga masih saja bersikap seperti dulu. Andre tetaplah Andre yang dulu aku kenal dengan sangat baik.“Nah, gitu dong. Masa harus dikepret dulu sama air baru sadar, kebiasaan,” cicit Andre masih dengan tawanya.“Ish, Andre! Hentikan, aku basah jadinya.”Setelah dia berhenti usil, aku baru menyadari bahwa air yang sedari tadi terkena wajahku adalah jus bukan hanya air biasa, oh Andre! Pantas saja wajah ini sangat lengket tak nyaman dirasa, ingin rasanya ku balas semua ulahnya hari ini akan tetapi dering telepon berhasil membuyarkan semua yang terjadi.Ku periksa ternyata bukan ponsel ku, lalu aku menatapnya dengan tatapan mata bertanya, seperti sudah mengerti akan arti dari kode mataku, Andre pun memeriksa ponsel nya masih berada di hadapan ku.Sesaat dia diam, aku pun diam menunggu pergerakannya lagi, kenapa Andre masih saja membisu? Memangnya siapa yang menghubungi dia? Ah, sudah cukup hentikan semua rasa ingin tahu ini Mawar, bagaimanapun juga Andre pasti sudah memiliki kehidupan yang baru, kehidupan yang tidak ada aku didalamnya.“Hmm, apakah ada lagi hal yang ingin kamu tanyakan? Atau mungkin sesuatu yang kamu ingin sampaikan pada saya?” Tiba-tiba Andre bertanya seperti itu padaku.“Aku memang berniat untuk bertanya perihal warisan itu kepadamu seperti yang sudah ku tanyakan tadi, tapi ....”“Kalau begitu, nanti kita kembali bicarakan kelanjutannya melalui telepon oke? Sekarang, saya harus pergi. Bukan berarti saya lari dari tanggung jawab permasalahan ini, hanya saja ... Saya perlu pergi saat ini.”Tadinya aku ingin lebih lama mengobrol dengannya untuk menebus segalanya yang sudah berlalu dimasa lalu, tetapi aku lihat dan ku rasakan sepertinya memang ada sesuatu yang terjadi, entah apa itu alasannya aku yakin Andre memiliki masalah lain sekarang.Mengenalnya sejak kecil, jadi ku bisa rasakan dari perubahan sikapnya. Dari mulai tatapan matanya, lalu pergerakan bibir saat dia berbicara pada lawan bicaranya, itu semua masih sama seperti dulu.“Hei? Kamu tidak keberatan jika saya tinggal duluan, kan? Tadinya memang saya ingin mengantar kamu pulang sebelum malam, tapi kali ini benar-benar mendesak, Mawar.”“Oh, gitu. Tidak masalah kok, aku bisa pesan taxi lagi atau naik angkutan umum juga gapapa, tapi apa ada masalah, Ndre? Semuanya oke, kan?” tanyaku agar tidak terlihat cuek padanya.“Oke, maksudnya semuanya baik-baik saja. Kalau begitu saya pamit oke? Saya yang bayar jus ini, jaga dirimu dengan baik, kabari saya jika terjadi sesuatu padamu, assalamualaikum Mawar,” pamit nya dengan salam yang ditutup dengan senyuman.Aku pun berusaha untuk tersenyum juga, “Iya kamu juga hati-hati, waalaikumussalam.”Aku melihat dengan jelas Andre begitu terburu-buru setelah membayar jus kami, sebenarnya apa yang terjadi? Setelah ponsel nya berdering seperti tadi, sikap serta tingkahnya aneh sampai tak bisa ku tebak dengan jelas ada apa dengannya.Jika Andre sudah pergi, sebaiknya aku pun kembali ke apartemen sebelum malam, memesan taxi lagi dan menunggu di parkiran cafe dengan memainkan ponsel untuk sekadar melihat-lihat sosial media sejenak, agar tidak terlalu bosan karena menunggu.“Jangan pulang naik taxi, sebaiknya aku antar karena itu jauh lebih aman,” ucap seseorang yang berhasil membuat ku mengangkat kepala dan menatapnya.“Kamu? Mas Wijaya? Apa yang kamu lakukan di sini?!”“Jangan marah-marah, aku hanya ingin memastikan laki-laki brengsek tadi tidak melakukan hal yang tak baik padamu, Mawar.”Kedua mataku membulat dengan sempurna, tanpa ada sebab dan juga tak ada alasan yang pasti tetapi seorang Wijaya tiba-tiba berkata seperti itu seolah dirinya tidak brengsek juga, tunggu? Apa katanya? Laki-laki brengsek? Siapa yang dia maksud? Aku pun menatapnya lagi.“Tunggu, apa katamu? Laki-laki brengsek? Siapa yang kamu maksud?” tanyaku, tanpa harus berlemah lembut kepadanya.“Dia, siapa lagi kalau bukan Andre! Mantan kekasih mu yang sedari dulu menjadi pengangggu!”Kali ini, mataku tidak hanya membulat dengan sempurna tetapi juga membelalak terkejut setelah mendengar apa yang sudah Wijaya katakan hari ini, dengan penuh keyakinan dirinya berbicara tanpa adanya kesadaran diri terhadap dirinya sendiri.“Jangan sembarangan kamu kalau bicara, orang yang kamu bilang brengsek itu dialah yang menjadi korban atas keegoisan mu selama ini! Jika ....”“Sudah mendung, sebentar lagi pun akan magrib, sebaiknya kita segera pulang, aku antarkan sampai ke depan apartemen, jangan membantah, atau sidang perceraian kita tidak akan pernah selesai nantinya,” cecarnya, seperti memaksa diriku tetapi dengan caranya sendiri.Sungguh begitu berani dirinya sekarang, menarik tangan kanan ku sampai berhasil membuat ku masuk ke dalam mobil nya, ah lebih tepatnya mobil kami yang dulu. Tadinya ingin sekali keluar lagi untuk kabur, tetapi sayang sekali hujan sudah turun membasahi bumi, membuat ku kembali mengurungkan niat untuk kabur.***“Hei, kenapa kita tidak berhenti? Apartemen sudah terlewat, apa yang kamu lakukan, Wijaya?!”Aku terkejut lagi, karena mobil yang kami tumpangi sudah melewati apartemen sejak tadi. Sungguh ini gila, sebenarnya apa yang akan dia lakukan padaku? Kenapa kami tidak pulang ke apartemen, ingin sekali meloncat ke luar tetapi sangat sulit untuk membuka pintu mobil, aku kesakitan karena cengkraman tangannya saat ini, yang mencoba untuk menahan ku agar tidak berontak.“Aw, sakit! Lepaskan tanganku, kenapa kamu seperti ini? Lepas, Wijaya. Aku bisa berdarah jika kamu ....”Mulutku tak bisa berkata-kata lagi karena dia sudah mengunci mulut ini dengan mulutnya, ciuman yang sungguh salah jika tetap dilanjutkan, sungguh dia keterlaluan. Semakin ku berontak, pasti mobil kami akan oleng dan bisa saja terjadi kecelakaan.Dia melepaskan bibirku, kembali mengemudi seperti tadi tanpa mengatakan sepatah kata pun padaku. Untung saja ada air mineral di dalam tas ku, meneguk nya dengan cepat lalu berkumur dan membuang air kumuran itu tepat di hadapannya.“Oh, astaga! Apa yang kamu lakukan Mawar! Kenapa kamu jorok sekali.”“Apa katamu? Apa yang aku lakukan? Aku jorok? Kamu yang apa-apaan, kita sudah bercerai tapi kamu mencium ku seperti tadi, itu sangat tidak sopan!” hardik ku berapi-api karena sangat emosi, tak bisa ku tahan lagi.“Aku hanya menjatuhkan talak dalam ucapan, belum sepenuhnya terjadi, bukan? Bahkan sidang perceraian pun belum terjadi, jangan so suci kamu.”“Terkutut mulutmu itu, Wijaya! Aku bukan so suci, tapi aku benar-benar tak sudi jika salah satu anggota tubuhku ada yang kamu sentuh ataupun ....”Tiba-tiba mobil yang kami tumpangi berhenti di pinggir jalan, aku melihat sangat sepi, tidak begitu banyak kendaraan yang berlalu lalang karena memang jalanan ini jauh dari keramaian, jarang ada rumah warga juga, bagaimana ini? Apa yang akan dia lakukan padaku? Aku benar-benar sangat takut.Wijaya terlihat sangat marah saat kedua matanya bertatapan langsung dengan kedua mataku, dia gila! Aku benci dia, bagaimanapun caranya aku harus bisa kabur sebelum hal-hal buruk terjadi padaku.Baru saja ku akan membuka pintu mobil, “Ah, apa yang akan kamu lakukan padaku, Wijaya ....”Aku tak bisa berbicara lagi, saat dia berhasil mengukung tubuhku dengan tubuhnya, dia sudah membuat suasana yang sangat kacau sekarang, apalagi tangannya tak berhenti memaksa ku untuk melepaskan beberapa kancing yang ada pada baju ku.“Sungguh gila! Lepaskan, jangan macam-macam denganku, Wijaya!”Sudah berusaha untuk melarikan diri darinya, tetapi tetap saja sekuat apapun tenaga seorang wanita, akan tetap terkalahkan oleh tenaga laki-laki, apalagi seorang Wijaya. Jika dengan melarikan diri tidak berhasil dengan mudah, untuk mempercepat waktu, aku harus menggunakan cara yang lain.“Kenapa kamu ingin melarikan diri, hah? Apa kamu lupa? Sampai saat ini, kamu masih istriku, ada hak dalam dirimu!” hardiknya.Ku tatap kedua matanya yang terlihat sangat tajam, terkadang aku bisa melunak hanya dengan tatapan seperti itu, tetapi setelah kembali mengingat apa yang sudah terjadi, rasa itu perlahan semakin memudar dengan sendirinya.Rasa yang memang sudah salah sejak awal, tidak seharusnya dulu aku menyalahkan Andre atas apa yang terjadi, dan tidak seharusnya langsung percaya begitu saja pada sosok Wijaya, laki-laki yang bahkan semula tidak ku kenali.Ada beberapa hal juga yang belum bisa ku temukan jawabannya, seakan-akan eng
“Apa sebenarnya yang dia inginkan dariku? Bisa-bisanya, uff. Aku harus lebih cepat darinya, jika dia terus menganggu, bagaimana cara ku untuk bisa melupakannya?!”Semenjak kejadian di dalam mobil itu, aku tidak bisa melupakan segalanya walaupun sedikit, benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang terjadi begitu saja.Sesampainya di apartemen pun, aku tidak melihat sosok Ayu, entah pergi ke mana dia, yang terpenting untuk saat ini adalah sangat membutuhkan keheningan untuk menyendiri dan berpikir jernih.Tidak harus terburu-buru untuk melupakannya, hanya saja semakin dia bertindak seenaknya, akan semakin sulit juga proses nya, itu saja yang ku takuti, dan tak ku inginkan.“Dari mana? Gak punya hati banget sama adik sendiri, gak mikir apa adiknya makan atau belum, kejam amat!”Baru saja napas ini bisa ku hela dengan tenang, tiba-tiba saja terdengar suara nyaring yang sudah tidak asing lagi bagi telingaku, setelah ku tengok ke belakang ternyata benar dia orangnya.“Apa? Kenapa cuma m
Di sudut kamar, aku menatap dia yang senyum-senyum sendiri padahal dia hanya menatap ponselnya. Memang akhir-akhir ini hubungan antara kami kurang baik, bahkan di saat aku mengajaknya bercinta dia selalu menolak berbagai alasan, seperti kemarin malam yang membuatku kesal tetapi harus bisa selalu mengerti.“Mas, malam ini, ya. Lihat deh Adek udah rapi dan cantik untuk Mas seorang, cantik, ya, kan?” tanyaku waktu itu.Dia menoleh ke arahku saja tidak, bahkan dia hanya menjawab simple dan menyakitkan bagiku seorang istri yang teramat sangat menyayanginya.“Ya, nanti saja,” jawabnya hanya itu.“Kok gitu terus, sih, Mas? Kenapa selalu menundanya padahal Mas sendiri yang menginginkan seorang anak dalam rumah tangga kita,” ucapku sedikit merajuk.“Aku bilang nanti saja! kamu tuli hah? Perbaiki wajahmu itu sudah seperti badut di Ancol,” tukasnya dengan meninggalkan aku begitu saja.Aku tidak bisa menahan bulir air mata ini lagi, membiarkan bulir-bulir air mata terus menetes membasahi bantal y
Ku tunggu kedatangan mereka yang sudah berjanji akan datang pada pagi hari, bahkan untuk sekadar memberi kabar saja tidak mereka lakukan. Menunggu dan terus saja begitu, ku tengok ke dalam ternyata semuanya sudah hampir siap.Di mana kamu, Wijaya? Kenapa tidak datang tepat waktu pada kesempatan ini, kesempatan untuk yang terakhir kalinya bertemu denganku. Setelah kejadian satu bulan silam dia dengan teganya menalak dan lebih memilih adikku, sampai saat ini pun kami belum bertemu.“Dengan Ibu Mawar?”“Ah, iya, dengan saya sendiri. Mohon maaf, tunggu sebentar lagi, ya.”Hanya itu yang bisa ku jawab dari sekian banyaknya jawaban. Waktu terus-menerus bergulir, berlalu dengan sangat cepat. Aku bisa saja menunggu mereka ratusan hari karena memang ini akan menjadi akhir bagiku, hanya saja pihak pengadilan agama sudah tidak bisa menunggu lagi.Pada akhirnya pun sidang perceraian diundur untuk waktu yang lumayan lama lagi, entah apa yang harus ku katakan, dan lakukan. Haruskah aku bahagia? Kar
“Andre, akan ku ulangi lagi pertanyaan yang sama, apa benar semuanya terjadi karena jebakan dari Wijaya? Katakan, atau aku akan melakukan hal yang nggak akan kamu terima!”“Memangnya apa yang ingin kamu lakukan jika saya tidak memberitahu ataupun menjawab, hmm?”“Aku akan bertindak! Karena ini semua menyangkut ....”Aku heran, kenapa setiap ku tatap wajahnya, dia kembali seperti semula sikapnya. Menghangatkan dan bahkan semua masalah yang ada seperti tidak pernah terjadi diantara kami, apa memang benar? Selama ini, kami tidak pernah selesai.“Apa? Katakan, kamu akan melakukan apa jika saya tidak menjawab? Jangan lakukan hal bodoh seperti dulu, kamu itu wanita karir, wanita yang semula tidak percaya akan pembodohan karena cinta, tapi apa? Kamu memakan ucapanmu sendiri dengan menikahinya karena dendam pada saya.”“Aku nggak melakukan itu, aku menikah dengannya atas nama cinta, bukan karena ingin membalas dendam padamu.”“Bisa saja saya percaya padamu, tapi? Saya tidak percaya.”“Dia saj
“Kalian?” Aku terkejut, bukan karena melihat kedatangan mereka berdua, tetapi ada orang lain yang ikut datang, aku tahu betul itu adalah seorang pengacara dari pihak mantan suamiku.“Nggak usah repot-repot, tanpa disuruh masuk pun masih ada hak nya kekasih ku, ayo ... langsung masuk, abaikan dia!”Ayu, adik kandung yang selama ini sudah ku besarkan dan ku beri dia kasih sayang yang tulus, ternyata dia juga yang telah membuat kehancuran pada hidup ku ini.Tanpa ingin berlama-lama menjadi sosok wanita lemah yang selalu dianggap bodoh, lebih baik ku telan perih dalam dada untuk sementara waktu, sampai pada tiba waktunya semuanya akan ku balas dengan keberhasilan ku.Di ruang tengah, kami mendiskusikan harta gono-gini yang sangat diinginkan oleh pihak mereka, akan tetapi pada saat diriku akan mengajukan pertanyaan penting, sosok pengacara itu seperti dengan sengaja berada di pihak ku, padahal kami tidak saling mengenal sebelumnya hanya cukup tahu saja. Bahkan, dia adalah pengacara nya man
Pulang ke rumah untuk menyimpan beberapa yang ku beli tadi, memastikan juga apakah mereka masih mengikuti ku atau tidak, sejauh ini belum ada siapapun di luar, aku rasa memang keduanya berhenti saat di toko tadi.“Apa yang harus ku lakukan sekarang? Andre mati-matian membuktikan semuanya padaku, bahwa dimasa lalu dia sama sekali tak bersalah.”“Oh, iya? Lalu siapakah yang bersalah dimasa lalu? Aku, begitu maksudmu?”Ku terperanjat melihat sosok yang sudah ada di hadapan ku saat ini, sejak kapan dia ada di dalam rumah? Dan sejak kapan juga aku menjadi seseorang yang ceroboh, tidak mengganti kunci pintu rumah ini.Bagaimanapun juga aku tahu, jikalau dia masuk secara diam-diam mungkin karena bantuan kunci cadangan yang lama, dia masih simpan itu, atau ada cara lain? Entahlah ku tak ingin berpikir banyak saat ini.“Kenapa diam? Jawab, siapa yang dulu bersalah jika bukan laki-laki itu!”“Kamu, kamu lah seseorang yang sejak dulu bersalah tapi tak pernah mau mengaku salah, kamu juga yang mel
Pagi-pagi sekali, aku sudah selesai mandi dan tentunya sudah berpenampilan rapi. Akan tetapi, kedua mataku berkaca-kaca pada saat diriku menatap pantulan diri ini pada cermin, apakah dulu aku sangat tidak menarik? Seperti badut Ancol, katanya.Sakit, sungguh menyakitkan jika kembali mengingat bagaimana Wijaya menghina ku secara blak-blakan kala itu. Jika bukan karena terlalu sibuk mengurus kepentingan nya, mungkin sejak dulu aku sudah rajin mempercantik diri.Jika ingin saling menyalahkan, tidak akan ada habisnya. Bagaimanapun dulu ku berbakti kepadanya, semuanya tak akan aku sesali, itu semua sudah ku ikhlaskan, hanya saja rasa sakit saat mengetahui perselingkuhan mereka yang sudah terjadi cukup lama, rasanya butuh waktu yang panjang untuk bisa memaafkan sekaligus melupakan.“Kak, minta tolong dong. Belikan aku makanan untuk sarapan, beli pakai gojek online atau apa kek, yang penting cepat sampai!”Huft, bisa-bisanya dia meminta ku untuk melayaninya seperti itu di saat semuanya sudah
“Apa sebenarnya yang dia inginkan dariku? Bisa-bisanya, uff. Aku harus lebih cepat darinya, jika dia terus menganggu, bagaimana cara ku untuk bisa melupakannya?!”Semenjak kejadian di dalam mobil itu, aku tidak bisa melupakan segalanya walaupun sedikit, benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang terjadi begitu saja.Sesampainya di apartemen pun, aku tidak melihat sosok Ayu, entah pergi ke mana dia, yang terpenting untuk saat ini adalah sangat membutuhkan keheningan untuk menyendiri dan berpikir jernih.Tidak harus terburu-buru untuk melupakannya, hanya saja semakin dia bertindak seenaknya, akan semakin sulit juga proses nya, itu saja yang ku takuti, dan tak ku inginkan.“Dari mana? Gak punya hati banget sama adik sendiri, gak mikir apa adiknya makan atau belum, kejam amat!”Baru saja napas ini bisa ku hela dengan tenang, tiba-tiba saja terdengar suara nyaring yang sudah tidak asing lagi bagi telingaku, setelah ku tengok ke belakang ternyata benar dia orangnya.“Apa? Kenapa cuma m
“Sungguh gila! Lepaskan, jangan macam-macam denganku, Wijaya!”Sudah berusaha untuk melarikan diri darinya, tetapi tetap saja sekuat apapun tenaga seorang wanita, akan tetap terkalahkan oleh tenaga laki-laki, apalagi seorang Wijaya. Jika dengan melarikan diri tidak berhasil dengan mudah, untuk mempercepat waktu, aku harus menggunakan cara yang lain.“Kenapa kamu ingin melarikan diri, hah? Apa kamu lupa? Sampai saat ini, kamu masih istriku, ada hak dalam dirimu!” hardiknya.Ku tatap kedua matanya yang terlihat sangat tajam, terkadang aku bisa melunak hanya dengan tatapan seperti itu, tetapi setelah kembali mengingat apa yang sudah terjadi, rasa itu perlahan semakin memudar dengan sendirinya.Rasa yang memang sudah salah sejak awal, tidak seharusnya dulu aku menyalahkan Andre atas apa yang terjadi, dan tidak seharusnya langsung percaya begitu saja pada sosok Wijaya, laki-laki yang bahkan semula tidak ku kenali.Ada beberapa hal juga yang belum bisa ku temukan jawabannya, seakan-akan eng
“Hello? Apakah masih ada orang?”Aku merasakan ada air yang terkena wajahku saat ini, benar saja ternyata Andre pelakunya. Benar-benar usil dan menjengkelkan, bagaimana mungkin bisa sudah berkepala tiga masih saja bersikap seperti dulu. Andre tetaplah Andre yang dulu aku kenal dengan sangat baik.“Nah, gitu dong. Masa harus dikepret dulu sama air baru sadar, kebiasaan,” cicit Andre masih dengan tawanya.“Ish, Andre! Hentikan, aku basah jadinya.”Setelah dia berhenti usil, aku baru menyadari bahwa air yang sedari tadi terkena wajahku adalah jus bukan hanya air biasa, oh Andre! Pantas saja wajah ini sangat lengket tak nyaman dirasa, ingin rasanya ku balas semua ulahnya hari ini akan tetapi dering telepon berhasil membuyarkan semua yang terjadi.Ku periksa ternyata bukan ponsel ku, lalu aku menatapnya dengan tatapan mata bertanya, seperti sudah mengerti akan arti dari kode mataku, Andre pun memeriksa ponsel nya masih berada di hadapan ku.Sesaat dia diam, aku pun diam menunggu pergerakan
Pagi-pagi sekali, aku sudah selesai mandi dan tentunya sudah berpenampilan rapi. Akan tetapi, kedua mataku berkaca-kaca pada saat diriku menatap pantulan diri ini pada cermin, apakah dulu aku sangat tidak menarik? Seperti badut Ancol, katanya.Sakit, sungguh menyakitkan jika kembali mengingat bagaimana Wijaya menghina ku secara blak-blakan kala itu. Jika bukan karena terlalu sibuk mengurus kepentingan nya, mungkin sejak dulu aku sudah rajin mempercantik diri.Jika ingin saling menyalahkan, tidak akan ada habisnya. Bagaimanapun dulu ku berbakti kepadanya, semuanya tak akan aku sesali, itu semua sudah ku ikhlaskan, hanya saja rasa sakit saat mengetahui perselingkuhan mereka yang sudah terjadi cukup lama, rasanya butuh waktu yang panjang untuk bisa memaafkan sekaligus melupakan.“Kak, minta tolong dong. Belikan aku makanan untuk sarapan, beli pakai gojek online atau apa kek, yang penting cepat sampai!”Huft, bisa-bisanya dia meminta ku untuk melayaninya seperti itu di saat semuanya sudah
Pulang ke rumah untuk menyimpan beberapa yang ku beli tadi, memastikan juga apakah mereka masih mengikuti ku atau tidak, sejauh ini belum ada siapapun di luar, aku rasa memang keduanya berhenti saat di toko tadi.“Apa yang harus ku lakukan sekarang? Andre mati-matian membuktikan semuanya padaku, bahwa dimasa lalu dia sama sekali tak bersalah.”“Oh, iya? Lalu siapakah yang bersalah dimasa lalu? Aku, begitu maksudmu?”Ku terperanjat melihat sosok yang sudah ada di hadapan ku saat ini, sejak kapan dia ada di dalam rumah? Dan sejak kapan juga aku menjadi seseorang yang ceroboh, tidak mengganti kunci pintu rumah ini.Bagaimanapun juga aku tahu, jikalau dia masuk secara diam-diam mungkin karena bantuan kunci cadangan yang lama, dia masih simpan itu, atau ada cara lain? Entahlah ku tak ingin berpikir banyak saat ini.“Kenapa diam? Jawab, siapa yang dulu bersalah jika bukan laki-laki itu!”“Kamu, kamu lah seseorang yang sejak dulu bersalah tapi tak pernah mau mengaku salah, kamu juga yang mel
“Kalian?” Aku terkejut, bukan karena melihat kedatangan mereka berdua, tetapi ada orang lain yang ikut datang, aku tahu betul itu adalah seorang pengacara dari pihak mantan suamiku.“Nggak usah repot-repot, tanpa disuruh masuk pun masih ada hak nya kekasih ku, ayo ... langsung masuk, abaikan dia!”Ayu, adik kandung yang selama ini sudah ku besarkan dan ku beri dia kasih sayang yang tulus, ternyata dia juga yang telah membuat kehancuran pada hidup ku ini.Tanpa ingin berlama-lama menjadi sosok wanita lemah yang selalu dianggap bodoh, lebih baik ku telan perih dalam dada untuk sementara waktu, sampai pada tiba waktunya semuanya akan ku balas dengan keberhasilan ku.Di ruang tengah, kami mendiskusikan harta gono-gini yang sangat diinginkan oleh pihak mereka, akan tetapi pada saat diriku akan mengajukan pertanyaan penting, sosok pengacara itu seperti dengan sengaja berada di pihak ku, padahal kami tidak saling mengenal sebelumnya hanya cukup tahu saja. Bahkan, dia adalah pengacara nya man
“Andre, akan ku ulangi lagi pertanyaan yang sama, apa benar semuanya terjadi karena jebakan dari Wijaya? Katakan, atau aku akan melakukan hal yang nggak akan kamu terima!”“Memangnya apa yang ingin kamu lakukan jika saya tidak memberitahu ataupun menjawab, hmm?”“Aku akan bertindak! Karena ini semua menyangkut ....”Aku heran, kenapa setiap ku tatap wajahnya, dia kembali seperti semula sikapnya. Menghangatkan dan bahkan semua masalah yang ada seperti tidak pernah terjadi diantara kami, apa memang benar? Selama ini, kami tidak pernah selesai.“Apa? Katakan, kamu akan melakukan apa jika saya tidak menjawab? Jangan lakukan hal bodoh seperti dulu, kamu itu wanita karir, wanita yang semula tidak percaya akan pembodohan karena cinta, tapi apa? Kamu memakan ucapanmu sendiri dengan menikahinya karena dendam pada saya.”“Aku nggak melakukan itu, aku menikah dengannya atas nama cinta, bukan karena ingin membalas dendam padamu.”“Bisa saja saya percaya padamu, tapi? Saya tidak percaya.”“Dia saj
Ku tunggu kedatangan mereka yang sudah berjanji akan datang pada pagi hari, bahkan untuk sekadar memberi kabar saja tidak mereka lakukan. Menunggu dan terus saja begitu, ku tengok ke dalam ternyata semuanya sudah hampir siap.Di mana kamu, Wijaya? Kenapa tidak datang tepat waktu pada kesempatan ini, kesempatan untuk yang terakhir kalinya bertemu denganku. Setelah kejadian satu bulan silam dia dengan teganya menalak dan lebih memilih adikku, sampai saat ini pun kami belum bertemu.“Dengan Ibu Mawar?”“Ah, iya, dengan saya sendiri. Mohon maaf, tunggu sebentar lagi, ya.”Hanya itu yang bisa ku jawab dari sekian banyaknya jawaban. Waktu terus-menerus bergulir, berlalu dengan sangat cepat. Aku bisa saja menunggu mereka ratusan hari karena memang ini akan menjadi akhir bagiku, hanya saja pihak pengadilan agama sudah tidak bisa menunggu lagi.Pada akhirnya pun sidang perceraian diundur untuk waktu yang lumayan lama lagi, entah apa yang harus ku katakan, dan lakukan. Haruskah aku bahagia? Kar
Di sudut kamar, aku menatap dia yang senyum-senyum sendiri padahal dia hanya menatap ponselnya. Memang akhir-akhir ini hubungan antara kami kurang baik, bahkan di saat aku mengajaknya bercinta dia selalu menolak berbagai alasan, seperti kemarin malam yang membuatku kesal tetapi harus bisa selalu mengerti.“Mas, malam ini, ya. Lihat deh Adek udah rapi dan cantik untuk Mas seorang, cantik, ya, kan?” tanyaku waktu itu.Dia menoleh ke arahku saja tidak, bahkan dia hanya menjawab simple dan menyakitkan bagiku seorang istri yang teramat sangat menyayanginya.“Ya, nanti saja,” jawabnya hanya itu.“Kok gitu terus, sih, Mas? Kenapa selalu menundanya padahal Mas sendiri yang menginginkan seorang anak dalam rumah tangga kita,” ucapku sedikit merajuk.“Aku bilang nanti saja! kamu tuli hah? Perbaiki wajahmu itu sudah seperti badut di Ancol,” tukasnya dengan meninggalkan aku begitu saja.Aku tidak bisa menahan bulir air mata ini lagi, membiarkan bulir-bulir air mata terus menetes membasahi bantal y