Pulang ke rumah untuk menyimpan beberapa yang ku beli tadi, memastikan juga apakah mereka masih mengikuti ku atau tidak, sejauh ini belum ada siapapun di luar, aku rasa memang keduanya berhenti saat di toko tadi.
“Apa yang harus ku lakukan sekarang? Andre mati-matian membuktikan semuanya padaku, bahwa dimasa lalu dia sama sekali tak bersalah.”“Oh, iya? Lalu siapakah yang bersalah dimasa lalu? Aku, begitu maksudmu?”Ku terperanjat melihat sosok yang sudah ada di hadapan ku saat ini, sejak kapan dia ada di dalam rumah? Dan sejak kapan juga aku menjadi seseorang yang ceroboh, tidak mengganti kunci pintu rumah ini.Bagaimanapun juga aku tahu, jikalau dia masuk secara diam-diam mungkin karena bantuan kunci cadangan yang lama, dia masih simpan itu, atau ada cara lain? Entahlah ku tak ingin berpikir banyak saat ini.“Kenapa diam? Jawab, siapa yang dulu bersalah jika bukan laki-laki itu!”“Kamu, kamu lah seseorang yang sejak dulu bersalah tapi tak pernah mau mengaku salah, kamu juga yang melempar kesalahan itu pada orang lain, orang baik seperti Andre!”“Jadi, jika laki-laki lain itu baik, apa maksudmu suamimu dulu tidak baik begitu, hah?!”Kenapa dia meninggikan suaranya? Apa salahnya jika aku memuji Andre yang memang sudah jelas-jelas benar, lagi pula sekarang dia bukan suamiku lagi.“Ya, setidaknya dia tidak mengkhianati pasangannya, tidak seperti kamu,” cecar ku dengan tegas.Sama sekali tidak ada raut wajah yang kecewa, bersalah, ataupun sedih, aku melihat wajahnya biasa saja, apakah dia benar-benar manusia? Sangat tidak punya hati nurani.Ku lihat dia hanya diam, duduk di sofa lalu mengalihkan pandangannya ke arah lain, apa maksudnya? Dia benar-benar sudah membuat ku habis kesabaran.“Kenapa jadi kamu yang diam, hmm? Apa ucapan ku tadi salah? Itu adalah kenyataan yang sama sekali tak salah, apa maumu sebenarnya? Ke mana kamu saat sidang perceraian itu harusnya terjadi, ke mana kalian?!”“Karena aku benar-benar tidak ingin sepenuhnya berpisah denganmu, Mawar.”“Apa?” Aku kembali terkejut.“Aku tidak benar-benar ingin berpisah denganmu, itu yang aku katakan!” Dia mengulang kembali ucapannya.Ku hembuskan napas ini perlahan, aku benar-benar membutuhkan udara segar, tidak mungkin juga kami terus berduaan dalam satu ruangan sedangkan sebelumnya dia sudah mengucap talak padaku, belum resmi berpisah di pengadilan agama, tetapi sudah resmi berpisah dari kenyatannya.“Terserah apa katamu, aku benar-benar sudah tak ingin tahu lagi, secepatnya aku akan urus kembali sidang itu, jangan sampai melakukan hal yang sama, datanglah, maka selesai semuanya, mengenai harta, kita pikirkan nanti, sebaiknya begitu,” ucapku.“Satu hal lagi, jika kamu masih seenaknya masuk ke dalam rumah ini tanpa izin atau permisi terlebih dahulu, lebih baik aku yang mengalah, aku akan tidur di apartemen, dan jangan coba-coba datang ke sana,” lanjut ku.Dia hanya diam tak bergeming, entahlah yang terpenting ku sudah mengatakan semuanya saat ini, beberapa pakaian susah ku kemas juga, tidak ingin membawa terlalu banyak, taxi yang ku pesan sudah datang, dan tidak harus menunggu terlalu lama melihat wajahnya.Setiap kali ku melihat wajahnya yang murung seperti tadi, ingin rasanya hati ini mengeluh, kenapa bisa laki-laki yang aku cintai, sayangi, dan ku hormati melakukan itu semua padaku? Apakah hanya karena harta? Atau hal lain, yang jelas tidak ada pengkhianatan yang dibenarkan dalam alasan apapun juga.***Sesampainya diriku di apartemen, peninggalan orang tua, ku rapikan terlebih dahulu isi nya, dan ku beri beberapa bahan makanan di dalam pendingin untuk stok makan ke depannya.Aku tidak ingin memikirkan hal lain sampai sidang perceraian selesai beserta urusan-urusan lainnya yang masih bersangkutan dengan itu.Pada saat ku dudukan bokong ini di sofa, ponsel ku bergetar menandakan ada seseorang yang menghubungi ku, setelah ku pastikan ternyata nomor adikku, ada apa dia berani menghubungi ku? Tidak ada hati sama sekali, tak ada rasa malu sedikitpun sepertinya.Suaranya terdengar parau, ada apa dengan adikku? Dia terdengar seperti menangis sesenggukan, tidak ingin penasaran terlalu banyak, ku bukakan pintu apartemen ini untuknya, yang entah tahu dari siapa aku ada di sini sekarang, mungkinkah dia memberitahu? Sungguh meresahkan.“Ada apa? Kenapa kamu menangis seperti ini, ke mana kekasih mu itu,” tanyaku dengan sedikit sinis.Dia tiba-tiba memeluk ku, menangis tergugu, air matanya saja sampai terasa di bagian pundak ini, menetes dan terus begitu.“Hei, katakan. Apa sebenarnya yang terjadi? Kenapa juga tadi kamu tak ikut pulang bersamanya? Ke mana kamu?” Aku kembali bertanya.Akan tetapi, adikku tak menjawab apapun selain ketidak sopanan dirinya kembali bangkit, langsung masuk begitu saja ke dalam tanpa menghiraukan aku.Mungkin jika dia bukan adik kandung, sudah ku peringatkan sejak tadi, mau bagaimana lagi? Dia juga ada hak untuk masuk ke dalam apartemen ini, walaupun seharusnya harus lebih sopan.“Ayu, jawab aku. Kamu kenapa menangis dan datang ke sini, tahu dari mana kamu? Bahwa aku berada di sini.”“Bisa, kan, Kakak gak usah banyak tanya dulu sampai aku benar-benar tenang? Jika bisa, maka diam lah.”“Diam? Haruskah aku menurut padamu, hmm? Dan haruskah semua ucapan mu orang-orang turuti? Jangan terus begitu, seseorang yang terlihat sabar akan ada batas nya juga, ada saatnya dia bangkit,” ucapku kepadanya dengan berapi-api.Ayu semakin mendekat, dia terlihat lesu tetapi masih saja berusaha so kuat, ada apa sebenarnya dengan dia? Dan juga tadi dia tidak ikut pulang bersama mantan suamiku, apapun yang terjadi itulah yang harus ku abaikan terlebih dahulu.“Bisakah Kakak mengikhlaskan dia untukku? Bisakah Kakak membawa seluruh harta terkecuali dia?” tanya Ayu.“Apa? Tunggu, apa maksudmu?” Aku kembali bertanya.Ada sedikit kejanggalan disini, Ayu berkata seolah-olah dia memang tak terlalu menginginkan harta, tetapi apa yang membuat dirinya seperti itu.“Hei, jawab aku, apa maksudnya? Kalau bicara itu ....”“Aku ikhlas, jika semua harta keluarga jatuh padamu, Kak. Asalkan, kamu ikhlaskan dia, mantan suamimu sepenuhnya untuk aku, tanpa menganggu lagi, tanpa ikut campur lagi ke depannya mulai sekarang.”“Kenapa bengong? Heran aku bisa berbicara seperti itu? Ya, sejak awal memang aku sangat mencintainya, tak peduli harta keluarga, dia yang peduli harta itu, bukan aku. Jadi, bisakah Kakak melakukan ....”“Stop! Hentikan! Sekarang, aku mengerti kenapa kamu berpenampilan lesu datang ke sini tanpa dia, apakah dia membuang mu, hmm? Apakah dia juga meninggalkan kamu dari toko itu? Katakan, ya, maka kamu adalah seseorang yang bodoh, Ayu!”Ayu, dia tidak menjawab lagi. Dia lebih memilih untuk merebahkan tubuhnya begitu saja di atas kasur yang semula ku rapikan untuk diriku beristirahat, Ayu benar-benar sembrono sejak kecil, tak ada kesopanan sama sekali.Pagi-pagi sekali, aku sudah selesai mandi dan tentunya sudah berpenampilan rapi. Akan tetapi, kedua mataku berkaca-kaca pada saat diriku menatap pantulan diri ini pada cermin, apakah dulu aku sangat tidak menarik? Seperti badut Ancol, katanya.Sakit, sungguh menyakitkan jika kembali mengingat bagaimana Wijaya menghina ku secara blak-blakan kala itu. Jika bukan karena terlalu sibuk mengurus kepentingan nya, mungkin sejak dulu aku sudah rajin mempercantik diri.Jika ingin saling menyalahkan, tidak akan ada habisnya. Bagaimanapun dulu ku berbakti kepadanya, semuanya tak akan aku sesali, itu semua sudah ku ikhlaskan, hanya saja rasa sakit saat mengetahui perselingkuhan mereka yang sudah terjadi cukup lama, rasanya butuh waktu yang panjang untuk bisa memaafkan sekaligus melupakan.“Kak, minta tolong dong. Belikan aku makanan untuk sarapan, beli pakai gojek online atau apa kek, yang penting cepat sampai!”Huft, bisa-bisanya dia meminta ku untuk melayaninya seperti itu di saat semuanya sudah
“Hello? Apakah masih ada orang?”Aku merasakan ada air yang terkena wajahku saat ini, benar saja ternyata Andre pelakunya. Benar-benar usil dan menjengkelkan, bagaimana mungkin bisa sudah berkepala tiga masih saja bersikap seperti dulu. Andre tetaplah Andre yang dulu aku kenal dengan sangat baik.“Nah, gitu dong. Masa harus dikepret dulu sama air baru sadar, kebiasaan,” cicit Andre masih dengan tawanya.“Ish, Andre! Hentikan, aku basah jadinya.”Setelah dia berhenti usil, aku baru menyadari bahwa air yang sedari tadi terkena wajahku adalah jus bukan hanya air biasa, oh Andre! Pantas saja wajah ini sangat lengket tak nyaman dirasa, ingin rasanya ku balas semua ulahnya hari ini akan tetapi dering telepon berhasil membuyarkan semua yang terjadi.Ku periksa ternyata bukan ponsel ku, lalu aku menatapnya dengan tatapan mata bertanya, seperti sudah mengerti akan arti dari kode mataku, Andre pun memeriksa ponsel nya masih berada di hadapan ku.Sesaat dia diam, aku pun diam menunggu pergerakan
“Sungguh gila! Lepaskan, jangan macam-macam denganku, Wijaya!”Sudah berusaha untuk melarikan diri darinya, tetapi tetap saja sekuat apapun tenaga seorang wanita, akan tetap terkalahkan oleh tenaga laki-laki, apalagi seorang Wijaya. Jika dengan melarikan diri tidak berhasil dengan mudah, untuk mempercepat waktu, aku harus menggunakan cara yang lain.“Kenapa kamu ingin melarikan diri, hah? Apa kamu lupa? Sampai saat ini, kamu masih istriku, ada hak dalam dirimu!” hardiknya.Ku tatap kedua matanya yang terlihat sangat tajam, terkadang aku bisa melunak hanya dengan tatapan seperti itu, tetapi setelah kembali mengingat apa yang sudah terjadi, rasa itu perlahan semakin memudar dengan sendirinya.Rasa yang memang sudah salah sejak awal, tidak seharusnya dulu aku menyalahkan Andre atas apa yang terjadi, dan tidak seharusnya langsung percaya begitu saja pada sosok Wijaya, laki-laki yang bahkan semula tidak ku kenali.Ada beberapa hal juga yang belum bisa ku temukan jawabannya, seakan-akan eng
“Apa sebenarnya yang dia inginkan dariku? Bisa-bisanya, uff. Aku harus lebih cepat darinya, jika dia terus menganggu, bagaimana cara ku untuk bisa melupakannya?!”Semenjak kejadian di dalam mobil itu, aku tidak bisa melupakan segalanya walaupun sedikit, benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang terjadi begitu saja.Sesampainya di apartemen pun, aku tidak melihat sosok Ayu, entah pergi ke mana dia, yang terpenting untuk saat ini adalah sangat membutuhkan keheningan untuk menyendiri dan berpikir jernih.Tidak harus terburu-buru untuk melupakannya, hanya saja semakin dia bertindak seenaknya, akan semakin sulit juga proses nya, itu saja yang ku takuti, dan tak ku inginkan.“Dari mana? Gak punya hati banget sama adik sendiri, gak mikir apa adiknya makan atau belum, kejam amat!”Baru saja napas ini bisa ku hela dengan tenang, tiba-tiba saja terdengar suara nyaring yang sudah tidak asing lagi bagi telingaku, setelah ku tengok ke belakang ternyata benar dia orangnya.“Apa? Kenapa cuma m
Di sudut kamar, aku menatap dia yang senyum-senyum sendiri padahal dia hanya menatap ponselnya. Memang akhir-akhir ini hubungan antara kami kurang baik, bahkan di saat aku mengajaknya bercinta dia selalu menolak berbagai alasan, seperti kemarin malam yang membuatku kesal tetapi harus bisa selalu mengerti.“Mas, malam ini, ya. Lihat deh Adek udah rapi dan cantik untuk Mas seorang, cantik, ya, kan?” tanyaku waktu itu.Dia menoleh ke arahku saja tidak, bahkan dia hanya menjawab simple dan menyakitkan bagiku seorang istri yang teramat sangat menyayanginya.“Ya, nanti saja,” jawabnya hanya itu.“Kok gitu terus, sih, Mas? Kenapa selalu menundanya padahal Mas sendiri yang menginginkan seorang anak dalam rumah tangga kita,” ucapku sedikit merajuk.“Aku bilang nanti saja! kamu tuli hah? Perbaiki wajahmu itu sudah seperti badut di Ancol,” tukasnya dengan meninggalkan aku begitu saja.Aku tidak bisa menahan bulir air mata ini lagi, membiarkan bulir-bulir air mata terus menetes membasahi bantal y
Ku tunggu kedatangan mereka yang sudah berjanji akan datang pada pagi hari, bahkan untuk sekadar memberi kabar saja tidak mereka lakukan. Menunggu dan terus saja begitu, ku tengok ke dalam ternyata semuanya sudah hampir siap.Di mana kamu, Wijaya? Kenapa tidak datang tepat waktu pada kesempatan ini, kesempatan untuk yang terakhir kalinya bertemu denganku. Setelah kejadian satu bulan silam dia dengan teganya menalak dan lebih memilih adikku, sampai saat ini pun kami belum bertemu.“Dengan Ibu Mawar?”“Ah, iya, dengan saya sendiri. Mohon maaf, tunggu sebentar lagi, ya.”Hanya itu yang bisa ku jawab dari sekian banyaknya jawaban. Waktu terus-menerus bergulir, berlalu dengan sangat cepat. Aku bisa saja menunggu mereka ratusan hari karena memang ini akan menjadi akhir bagiku, hanya saja pihak pengadilan agama sudah tidak bisa menunggu lagi.Pada akhirnya pun sidang perceraian diundur untuk waktu yang lumayan lama lagi, entah apa yang harus ku katakan, dan lakukan. Haruskah aku bahagia? Kar
“Andre, akan ku ulangi lagi pertanyaan yang sama, apa benar semuanya terjadi karena jebakan dari Wijaya? Katakan, atau aku akan melakukan hal yang nggak akan kamu terima!”“Memangnya apa yang ingin kamu lakukan jika saya tidak memberitahu ataupun menjawab, hmm?”“Aku akan bertindak! Karena ini semua menyangkut ....”Aku heran, kenapa setiap ku tatap wajahnya, dia kembali seperti semula sikapnya. Menghangatkan dan bahkan semua masalah yang ada seperti tidak pernah terjadi diantara kami, apa memang benar? Selama ini, kami tidak pernah selesai.“Apa? Katakan, kamu akan melakukan apa jika saya tidak menjawab? Jangan lakukan hal bodoh seperti dulu, kamu itu wanita karir, wanita yang semula tidak percaya akan pembodohan karena cinta, tapi apa? Kamu memakan ucapanmu sendiri dengan menikahinya karena dendam pada saya.”“Aku nggak melakukan itu, aku menikah dengannya atas nama cinta, bukan karena ingin membalas dendam padamu.”“Bisa saja saya percaya padamu, tapi? Saya tidak percaya.”“Dia saj
“Kalian?” Aku terkejut, bukan karena melihat kedatangan mereka berdua, tetapi ada orang lain yang ikut datang, aku tahu betul itu adalah seorang pengacara dari pihak mantan suamiku.“Nggak usah repot-repot, tanpa disuruh masuk pun masih ada hak nya kekasih ku, ayo ... langsung masuk, abaikan dia!”Ayu, adik kandung yang selama ini sudah ku besarkan dan ku beri dia kasih sayang yang tulus, ternyata dia juga yang telah membuat kehancuran pada hidup ku ini.Tanpa ingin berlama-lama menjadi sosok wanita lemah yang selalu dianggap bodoh, lebih baik ku telan perih dalam dada untuk sementara waktu, sampai pada tiba waktunya semuanya akan ku balas dengan keberhasilan ku.Di ruang tengah, kami mendiskusikan harta gono-gini yang sangat diinginkan oleh pihak mereka, akan tetapi pada saat diriku akan mengajukan pertanyaan penting, sosok pengacara itu seperti dengan sengaja berada di pihak ku, padahal kami tidak saling mengenal sebelumnya hanya cukup tahu saja. Bahkan, dia adalah pengacara nya man
“Apa sebenarnya yang dia inginkan dariku? Bisa-bisanya, uff. Aku harus lebih cepat darinya, jika dia terus menganggu, bagaimana cara ku untuk bisa melupakannya?!”Semenjak kejadian di dalam mobil itu, aku tidak bisa melupakan segalanya walaupun sedikit, benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang terjadi begitu saja.Sesampainya di apartemen pun, aku tidak melihat sosok Ayu, entah pergi ke mana dia, yang terpenting untuk saat ini adalah sangat membutuhkan keheningan untuk menyendiri dan berpikir jernih.Tidak harus terburu-buru untuk melupakannya, hanya saja semakin dia bertindak seenaknya, akan semakin sulit juga proses nya, itu saja yang ku takuti, dan tak ku inginkan.“Dari mana? Gak punya hati banget sama adik sendiri, gak mikir apa adiknya makan atau belum, kejam amat!”Baru saja napas ini bisa ku hela dengan tenang, tiba-tiba saja terdengar suara nyaring yang sudah tidak asing lagi bagi telingaku, setelah ku tengok ke belakang ternyata benar dia orangnya.“Apa? Kenapa cuma m
“Sungguh gila! Lepaskan, jangan macam-macam denganku, Wijaya!”Sudah berusaha untuk melarikan diri darinya, tetapi tetap saja sekuat apapun tenaga seorang wanita, akan tetap terkalahkan oleh tenaga laki-laki, apalagi seorang Wijaya. Jika dengan melarikan diri tidak berhasil dengan mudah, untuk mempercepat waktu, aku harus menggunakan cara yang lain.“Kenapa kamu ingin melarikan diri, hah? Apa kamu lupa? Sampai saat ini, kamu masih istriku, ada hak dalam dirimu!” hardiknya.Ku tatap kedua matanya yang terlihat sangat tajam, terkadang aku bisa melunak hanya dengan tatapan seperti itu, tetapi setelah kembali mengingat apa yang sudah terjadi, rasa itu perlahan semakin memudar dengan sendirinya.Rasa yang memang sudah salah sejak awal, tidak seharusnya dulu aku menyalahkan Andre atas apa yang terjadi, dan tidak seharusnya langsung percaya begitu saja pada sosok Wijaya, laki-laki yang bahkan semula tidak ku kenali.Ada beberapa hal juga yang belum bisa ku temukan jawabannya, seakan-akan eng
“Hello? Apakah masih ada orang?”Aku merasakan ada air yang terkena wajahku saat ini, benar saja ternyata Andre pelakunya. Benar-benar usil dan menjengkelkan, bagaimana mungkin bisa sudah berkepala tiga masih saja bersikap seperti dulu. Andre tetaplah Andre yang dulu aku kenal dengan sangat baik.“Nah, gitu dong. Masa harus dikepret dulu sama air baru sadar, kebiasaan,” cicit Andre masih dengan tawanya.“Ish, Andre! Hentikan, aku basah jadinya.”Setelah dia berhenti usil, aku baru menyadari bahwa air yang sedari tadi terkena wajahku adalah jus bukan hanya air biasa, oh Andre! Pantas saja wajah ini sangat lengket tak nyaman dirasa, ingin rasanya ku balas semua ulahnya hari ini akan tetapi dering telepon berhasil membuyarkan semua yang terjadi.Ku periksa ternyata bukan ponsel ku, lalu aku menatapnya dengan tatapan mata bertanya, seperti sudah mengerti akan arti dari kode mataku, Andre pun memeriksa ponsel nya masih berada di hadapan ku.Sesaat dia diam, aku pun diam menunggu pergerakan
Pagi-pagi sekali, aku sudah selesai mandi dan tentunya sudah berpenampilan rapi. Akan tetapi, kedua mataku berkaca-kaca pada saat diriku menatap pantulan diri ini pada cermin, apakah dulu aku sangat tidak menarik? Seperti badut Ancol, katanya.Sakit, sungguh menyakitkan jika kembali mengingat bagaimana Wijaya menghina ku secara blak-blakan kala itu. Jika bukan karena terlalu sibuk mengurus kepentingan nya, mungkin sejak dulu aku sudah rajin mempercantik diri.Jika ingin saling menyalahkan, tidak akan ada habisnya. Bagaimanapun dulu ku berbakti kepadanya, semuanya tak akan aku sesali, itu semua sudah ku ikhlaskan, hanya saja rasa sakit saat mengetahui perselingkuhan mereka yang sudah terjadi cukup lama, rasanya butuh waktu yang panjang untuk bisa memaafkan sekaligus melupakan.“Kak, minta tolong dong. Belikan aku makanan untuk sarapan, beli pakai gojek online atau apa kek, yang penting cepat sampai!”Huft, bisa-bisanya dia meminta ku untuk melayaninya seperti itu di saat semuanya sudah
Pulang ke rumah untuk menyimpan beberapa yang ku beli tadi, memastikan juga apakah mereka masih mengikuti ku atau tidak, sejauh ini belum ada siapapun di luar, aku rasa memang keduanya berhenti saat di toko tadi.“Apa yang harus ku lakukan sekarang? Andre mati-matian membuktikan semuanya padaku, bahwa dimasa lalu dia sama sekali tak bersalah.”“Oh, iya? Lalu siapakah yang bersalah dimasa lalu? Aku, begitu maksudmu?”Ku terperanjat melihat sosok yang sudah ada di hadapan ku saat ini, sejak kapan dia ada di dalam rumah? Dan sejak kapan juga aku menjadi seseorang yang ceroboh, tidak mengganti kunci pintu rumah ini.Bagaimanapun juga aku tahu, jikalau dia masuk secara diam-diam mungkin karena bantuan kunci cadangan yang lama, dia masih simpan itu, atau ada cara lain? Entahlah ku tak ingin berpikir banyak saat ini.“Kenapa diam? Jawab, siapa yang dulu bersalah jika bukan laki-laki itu!”“Kamu, kamu lah seseorang yang sejak dulu bersalah tapi tak pernah mau mengaku salah, kamu juga yang mel
“Kalian?” Aku terkejut, bukan karena melihat kedatangan mereka berdua, tetapi ada orang lain yang ikut datang, aku tahu betul itu adalah seorang pengacara dari pihak mantan suamiku.“Nggak usah repot-repot, tanpa disuruh masuk pun masih ada hak nya kekasih ku, ayo ... langsung masuk, abaikan dia!”Ayu, adik kandung yang selama ini sudah ku besarkan dan ku beri dia kasih sayang yang tulus, ternyata dia juga yang telah membuat kehancuran pada hidup ku ini.Tanpa ingin berlama-lama menjadi sosok wanita lemah yang selalu dianggap bodoh, lebih baik ku telan perih dalam dada untuk sementara waktu, sampai pada tiba waktunya semuanya akan ku balas dengan keberhasilan ku.Di ruang tengah, kami mendiskusikan harta gono-gini yang sangat diinginkan oleh pihak mereka, akan tetapi pada saat diriku akan mengajukan pertanyaan penting, sosok pengacara itu seperti dengan sengaja berada di pihak ku, padahal kami tidak saling mengenal sebelumnya hanya cukup tahu saja. Bahkan, dia adalah pengacara nya man
“Andre, akan ku ulangi lagi pertanyaan yang sama, apa benar semuanya terjadi karena jebakan dari Wijaya? Katakan, atau aku akan melakukan hal yang nggak akan kamu terima!”“Memangnya apa yang ingin kamu lakukan jika saya tidak memberitahu ataupun menjawab, hmm?”“Aku akan bertindak! Karena ini semua menyangkut ....”Aku heran, kenapa setiap ku tatap wajahnya, dia kembali seperti semula sikapnya. Menghangatkan dan bahkan semua masalah yang ada seperti tidak pernah terjadi diantara kami, apa memang benar? Selama ini, kami tidak pernah selesai.“Apa? Katakan, kamu akan melakukan apa jika saya tidak menjawab? Jangan lakukan hal bodoh seperti dulu, kamu itu wanita karir, wanita yang semula tidak percaya akan pembodohan karena cinta, tapi apa? Kamu memakan ucapanmu sendiri dengan menikahinya karena dendam pada saya.”“Aku nggak melakukan itu, aku menikah dengannya atas nama cinta, bukan karena ingin membalas dendam padamu.”“Bisa saja saya percaya padamu, tapi? Saya tidak percaya.”“Dia saj
Ku tunggu kedatangan mereka yang sudah berjanji akan datang pada pagi hari, bahkan untuk sekadar memberi kabar saja tidak mereka lakukan. Menunggu dan terus saja begitu, ku tengok ke dalam ternyata semuanya sudah hampir siap.Di mana kamu, Wijaya? Kenapa tidak datang tepat waktu pada kesempatan ini, kesempatan untuk yang terakhir kalinya bertemu denganku. Setelah kejadian satu bulan silam dia dengan teganya menalak dan lebih memilih adikku, sampai saat ini pun kami belum bertemu.“Dengan Ibu Mawar?”“Ah, iya, dengan saya sendiri. Mohon maaf, tunggu sebentar lagi, ya.”Hanya itu yang bisa ku jawab dari sekian banyaknya jawaban. Waktu terus-menerus bergulir, berlalu dengan sangat cepat. Aku bisa saja menunggu mereka ratusan hari karena memang ini akan menjadi akhir bagiku, hanya saja pihak pengadilan agama sudah tidak bisa menunggu lagi.Pada akhirnya pun sidang perceraian diundur untuk waktu yang lumayan lama lagi, entah apa yang harus ku katakan, dan lakukan. Haruskah aku bahagia? Kar
Di sudut kamar, aku menatap dia yang senyum-senyum sendiri padahal dia hanya menatap ponselnya. Memang akhir-akhir ini hubungan antara kami kurang baik, bahkan di saat aku mengajaknya bercinta dia selalu menolak berbagai alasan, seperti kemarin malam yang membuatku kesal tetapi harus bisa selalu mengerti.“Mas, malam ini, ya. Lihat deh Adek udah rapi dan cantik untuk Mas seorang, cantik, ya, kan?” tanyaku waktu itu.Dia menoleh ke arahku saja tidak, bahkan dia hanya menjawab simple dan menyakitkan bagiku seorang istri yang teramat sangat menyayanginya.“Ya, nanti saja,” jawabnya hanya itu.“Kok gitu terus, sih, Mas? Kenapa selalu menundanya padahal Mas sendiri yang menginginkan seorang anak dalam rumah tangga kita,” ucapku sedikit merajuk.“Aku bilang nanti saja! kamu tuli hah? Perbaiki wajahmu itu sudah seperti badut di Ancol,” tukasnya dengan meninggalkan aku begitu saja.Aku tidak bisa menahan bulir air mata ini lagi, membiarkan bulir-bulir air mata terus menetes membasahi bantal y