Di sudut kamar, aku menatap dia yang senyum-senyum sendiri padahal dia hanya menatap ponselnya. Memang akhir-akhir ini hubungan antara kami kurang baik, bahkan di saat aku mengajaknya bercinta dia selalu menolak berbagai alasan, seperti kemarin malam yang membuatku kesal tetapi harus bisa selalu mengerti.
“Mas, malam ini, ya. Lihat deh Adek udah rapi dan cantik untuk Mas seorang, cantik, ya, kan?” tanyaku waktu itu.Dia menoleh ke arahku saja tidak, bahkan dia hanya menjawab simple dan menyakitkan bagiku seorang istri yang teramat sangat menyayanginya.“Ya, nanti saja,” jawabnya hanya itu.“Kok gitu terus, sih, Mas? Kenapa selalu menundanya padahal Mas sendiri yang menginginkan seorang anak dalam rumah tangga kita,” ucapku sedikit merajuk.“Aku bilang nanti saja! kamu tuli hah? Perbaiki wajahmu itu sudah seperti badut di Ancol,” tukasnya dengan meninggalkan aku begitu saja.Aku tidak bisa menahan bulir air mata ini lagi, membiarkan bulir-bulir air mata terus menetes membasahi bantal yang saat ini aku genggam.Suamiku bernama Wijaya Kusuma, dia seorang direktur utama di perusahaan Pratama Group. Dulu sebelum dia berhasil dalam karirnya, dia bekerja sebagai tukang asin di pasar, kedua orang tuaku lah yang mewarisi semua harta untuk suamiku, setelah kedua orang tua meninggal, suamiku benar-benar sudah berubah.Tepat hari ini, aku menatapnya dengan lekat di sudut ruangan yang lumayan luas, aku sebut kamar surgawi, dia selalu tersenyum bersama ponselnya. Dulu di dalam kamar ini banyak canda tawa tetapi kini berubah menjadi tangisan air mataku.***Aku nekat untuk menyelidiki kenapa suamiku berubah sudah satu bulan, naik ojek online untuk mengikuti jejaknya yang pada akhirnya mobil suamiku berhenti di salah satu hotel bintang lima di kota hujan ini.“Sayang, lama banget, sih, datangnya aku nggak sabar tahu!” rengek seorang wanita.“Iya Sayang maaf, ya, biasa tadi ada problem sedikit di rumah,” jawab laki-laki yang ku kenal itu pasti suamiku.Aku terus mendengarkan percakapan mereka, yang pada akhirnya aku mendengar langsung ucapan kali ini yang berhasil menyayat hati.“Pasti kamu dibikin ribet sama istri tua bangka itu, ya? ih, nyebelin. Sudah buang saja dia ke tong sampah lagian, kan, sudah ada aku,” rengek wanita itu lagi.“Iya Sayang pasti aku buang dia secepatnya! Kamu sabar dulu makanya.”Saat wanita itu membalikkan badannya, aku syok setengah ingin mati rasanya saat melihat wanita itu, yang tak lain adalah adik kandungku sendiri.Aku tak akan pernah memaafkan mereka! Sungguh tak adil, ini sudah seperti cerita di sinetron yang sering aku tonton tetapi nyata dan ini terjadi pada hidupku.Berjalan saja rasanya sulit tetapi aku harus melakukannya, harus terus berjalan mendekati mereka berdua. Aku tidak bisa diam saja saat diriku mereka khianati begitu saja.Saat ini, tepat berada di belakang mereka berdua dan aku tak tinggal diam, aku jambak rambut panjang adikku yang bernama Ayu. Namanya Ayu tetapi tidak seperti akhlaknya, beda denganku walaupun namaku Mawar tetapi aku tak berduri.Aku pun berhasil menjambak rambut adikku dengan kasar.“Aw! Siapa, sih? Hah? Kakak?”“Mawar? Ngapain kamu di sini?”Suamiku memang tak ada akhlak bisa-bisanya dengan nada santai dia bertanya aku ngapain di sini. Sungguh memalukan ternyata suamiku menyukai daur muda dibandingkan istrinya yang sudah berusia lanjut menuju kepala tiga.Belum dikaruniai anak apakah harus selingkuh dengan adik kandungku sendiri? Ini tidak adil ya Allah, aku ingin berpisah dan merelakan laki-laki macam suamiku.“Kamu tanya aku ngapain di sini? Kalian manusia yang enggak punya hati, bisa-bisanya kalian berselingkuh di belakang aku. Kurang apa aku ini, Mas?” tanyaku dengan nada tinggi, gemetaran dan dituntut untuk tegas.“Syukur kalau kamu sudah tahu sendiri. Jadi, aku gak harus capek-capek kasih tahu dan jelasin, iya kita berdua memang sudah bercinta dua tahun lamanya. Kenapa?” Suamiku malah balik tanya.Plak! Ku tampar suamiku, tak berani menampar adik kandungku maka dari itu hanya jambak rambutnya saja.“Kakak sadar diri dong sudah tua juga, ngaca Kak ngaca! Aku dan Mas Wijaya saling mencintai dan Kakak nggak ada hak untuk mengatur bahkan melarang,” ucap Ayu.Bahkan saat ini suamiku mencium kening Ayu di hadapanku, sungguh mereka memang menyedihkan dan menjijikan.“Aku ingin pisah, Mas! Lepaskan aku jika kamu lebih memilih adikku,” ucapku lebih tegas lagi.“Baik! Tanpa kamu minta pun aku akan menalak kamu, mulai saat ini kamu bukan istriku lagi, aku talak kamu Mawar,” tutur suamiku dan ku lihat rahangnya sudah begitu mengeras mungkin dia sangat membenciku dan lebih mencintainya.Seorang wanita meminta cerai bukan berarti serius tetapi dia sebagai suami tak ada memperjuangkan aku sama sekali.“Kamu jahat, Mas! Kamu juga jahat Ayu! Kalian berdua pengkhianat,” ucapku lemah tak berdaya lagi.Daripada harus menanggung malu ditalak di depan umum seperti ini, lebih baik aku pergi walaupun melangkah saja terasa sulit, langkah kaki ini seperti berat.Aku tak tahu mereka membicarakan ku atau tidak setelah aku pergi dari hotel itu, memutuskan untuk pulang ke rumah dan membereskan semua pakaian mantan suamiku, karena aku sudah tak sudi satu atap dengannya lagi setelah kejadian ini.Untung saja aku tidak sempat memergoki mereka bermesraan, langsung ku labrak mereka seperti tadi karena tak ingin berlama-lama menderita seperti sinetron yang sering aku tonton.Sesampainya di rumah.“Aku benci kamu, Mas! Mudah sekali kamu menjatuhkan talak itu padaku, pernikahan kita sudah 10 tahun lamanya sama sekali tak ada artinya bagi kamu.”Aku memasukkan semua pakaian dan barang-barang milik suamiku yang lebih tepatnya sudah menjadi mantan suami. Ku masukkan semuanya ke dalam koper miliknya, karena sudah tak tahan lagi.Tak lama, diriku pun tak menyangka ternyata mereka berdua mengikutiku pulang ke rumah ini. Untuk apa adik pengkhianat itu ikut ke rumah ini?“Heh! Mau kamu apakan semua barang-barang milikku,” bentak Wijaya.“Pergi kamu, Mas. Pergi kamu dari rumahku! Aku sudah tak sudi melihat wajahmu lagi,” ucapku sembari menahan tubuh yang mulai bergetar menahan sakitnya hati ini.“Harusnya Kakak dong yang pergi! Ini, kan, rumah yang akan dijadikan harta gono gini yang tentunya akan dijual dan dibagi dua.”“Ayu Sayang, sudah jangan diributkan hanya rumah kecil seperti ini. Nanti kita beli yang baru, ya, biarkan saja rumah ini menjadi miliknya kasihan dia nggak punya apa-apa ha ha,” cicit Wijaya yang terlihat sangat meremehkan diriku.Wijaya tertawa bahkan adikku sendiri ikut melemahkan hati nurani yang sedari tadi aku jaga. Aku tak segan-segan membuang koper itu ke luar rumah, biarkan saja koper itu tergeletak di tanah.“Keterlaluan kamu, Mawar! Beruntung aku sudah menalak kamu! Wanita nggak ada akhlak. Sayang ayo, kita pergi dari sini ayo, kita cari rumah baru yang lebih bagus.”“Iya ayo, Sayang, biarkan saja dia kesepian di sini ha ha, selamat tinggal kakakku yang malang,” ucap Ayu.“Pergi sana … pergi kalian! hiks kalian tega.”Setelah mereka benar-benar sudah pergi, entah ini hanya kebetulan atau memang mewakili perasaanku malam ini, langit mendung dan akhirnya air hujan mengguyur bumi dan membasahi seluruh tubuhku.Aku menangis sesenggukan di luar rumah, di saat hujan turun ikut membasahi bumi, tak'kan ada yang tahu kalau saat ini aku menangis karena air hujan ikut serta menutupi kesedihan hati ini.Ku tunggu kedatangan mereka yang sudah berjanji akan datang pada pagi hari, bahkan untuk sekadar memberi kabar saja tidak mereka lakukan. Menunggu dan terus saja begitu, ku tengok ke dalam ternyata semuanya sudah hampir siap.Di mana kamu, Wijaya? Kenapa tidak datang tepat waktu pada kesempatan ini, kesempatan untuk yang terakhir kalinya bertemu denganku. Setelah kejadian satu bulan silam dia dengan teganya menalak dan lebih memilih adikku, sampai saat ini pun kami belum bertemu.“Dengan Ibu Mawar?”“Ah, iya, dengan saya sendiri. Mohon maaf, tunggu sebentar lagi, ya.”Hanya itu yang bisa ku jawab dari sekian banyaknya jawaban. Waktu terus-menerus bergulir, berlalu dengan sangat cepat. Aku bisa saja menunggu mereka ratusan hari karena memang ini akan menjadi akhir bagiku, hanya saja pihak pengadilan agama sudah tidak bisa menunggu lagi.Pada akhirnya pun sidang perceraian diundur untuk waktu yang lumayan lama lagi, entah apa yang harus ku katakan, dan lakukan. Haruskah aku bahagia? Kar
“Andre, akan ku ulangi lagi pertanyaan yang sama, apa benar semuanya terjadi karena jebakan dari Wijaya? Katakan, atau aku akan melakukan hal yang nggak akan kamu terima!”“Memangnya apa yang ingin kamu lakukan jika saya tidak memberitahu ataupun menjawab, hmm?”“Aku akan bertindak! Karena ini semua menyangkut ....”Aku heran, kenapa setiap ku tatap wajahnya, dia kembali seperti semula sikapnya. Menghangatkan dan bahkan semua masalah yang ada seperti tidak pernah terjadi diantara kami, apa memang benar? Selama ini, kami tidak pernah selesai.“Apa? Katakan, kamu akan melakukan apa jika saya tidak menjawab? Jangan lakukan hal bodoh seperti dulu, kamu itu wanita karir, wanita yang semula tidak percaya akan pembodohan karena cinta, tapi apa? Kamu memakan ucapanmu sendiri dengan menikahinya karena dendam pada saya.”“Aku nggak melakukan itu, aku menikah dengannya atas nama cinta, bukan karena ingin membalas dendam padamu.”“Bisa saja saya percaya padamu, tapi? Saya tidak percaya.”“Dia saj
“Kalian?” Aku terkejut, bukan karena melihat kedatangan mereka berdua, tetapi ada orang lain yang ikut datang, aku tahu betul itu adalah seorang pengacara dari pihak mantan suamiku.“Nggak usah repot-repot, tanpa disuruh masuk pun masih ada hak nya kekasih ku, ayo ... langsung masuk, abaikan dia!”Ayu, adik kandung yang selama ini sudah ku besarkan dan ku beri dia kasih sayang yang tulus, ternyata dia juga yang telah membuat kehancuran pada hidup ku ini.Tanpa ingin berlama-lama menjadi sosok wanita lemah yang selalu dianggap bodoh, lebih baik ku telan perih dalam dada untuk sementara waktu, sampai pada tiba waktunya semuanya akan ku balas dengan keberhasilan ku.Di ruang tengah, kami mendiskusikan harta gono-gini yang sangat diinginkan oleh pihak mereka, akan tetapi pada saat diriku akan mengajukan pertanyaan penting, sosok pengacara itu seperti dengan sengaja berada di pihak ku, padahal kami tidak saling mengenal sebelumnya hanya cukup tahu saja. Bahkan, dia adalah pengacara nya man
Pulang ke rumah untuk menyimpan beberapa yang ku beli tadi, memastikan juga apakah mereka masih mengikuti ku atau tidak, sejauh ini belum ada siapapun di luar, aku rasa memang keduanya berhenti saat di toko tadi.“Apa yang harus ku lakukan sekarang? Andre mati-matian membuktikan semuanya padaku, bahwa dimasa lalu dia sama sekali tak bersalah.”“Oh, iya? Lalu siapakah yang bersalah dimasa lalu? Aku, begitu maksudmu?”Ku terperanjat melihat sosok yang sudah ada di hadapan ku saat ini, sejak kapan dia ada di dalam rumah? Dan sejak kapan juga aku menjadi seseorang yang ceroboh, tidak mengganti kunci pintu rumah ini.Bagaimanapun juga aku tahu, jikalau dia masuk secara diam-diam mungkin karena bantuan kunci cadangan yang lama, dia masih simpan itu, atau ada cara lain? Entahlah ku tak ingin berpikir banyak saat ini.“Kenapa diam? Jawab, siapa yang dulu bersalah jika bukan laki-laki itu!”“Kamu, kamu lah seseorang yang sejak dulu bersalah tapi tak pernah mau mengaku salah, kamu juga yang mel
Pagi-pagi sekali, aku sudah selesai mandi dan tentunya sudah berpenampilan rapi. Akan tetapi, kedua mataku berkaca-kaca pada saat diriku menatap pantulan diri ini pada cermin, apakah dulu aku sangat tidak menarik? Seperti badut Ancol, katanya.Sakit, sungguh menyakitkan jika kembali mengingat bagaimana Wijaya menghina ku secara blak-blakan kala itu. Jika bukan karena terlalu sibuk mengurus kepentingan nya, mungkin sejak dulu aku sudah rajin mempercantik diri.Jika ingin saling menyalahkan, tidak akan ada habisnya. Bagaimanapun dulu ku berbakti kepadanya, semuanya tak akan aku sesali, itu semua sudah ku ikhlaskan, hanya saja rasa sakit saat mengetahui perselingkuhan mereka yang sudah terjadi cukup lama, rasanya butuh waktu yang panjang untuk bisa memaafkan sekaligus melupakan.“Kak, minta tolong dong. Belikan aku makanan untuk sarapan, beli pakai gojek online atau apa kek, yang penting cepat sampai!”Huft, bisa-bisanya dia meminta ku untuk melayaninya seperti itu di saat semuanya sudah
“Hello? Apakah masih ada orang?”Aku merasakan ada air yang terkena wajahku saat ini, benar saja ternyata Andre pelakunya. Benar-benar usil dan menjengkelkan, bagaimana mungkin bisa sudah berkepala tiga masih saja bersikap seperti dulu. Andre tetaplah Andre yang dulu aku kenal dengan sangat baik.“Nah, gitu dong. Masa harus dikepret dulu sama air baru sadar, kebiasaan,” cicit Andre masih dengan tawanya.“Ish, Andre! Hentikan, aku basah jadinya.”Setelah dia berhenti usil, aku baru menyadari bahwa air yang sedari tadi terkena wajahku adalah jus bukan hanya air biasa, oh Andre! Pantas saja wajah ini sangat lengket tak nyaman dirasa, ingin rasanya ku balas semua ulahnya hari ini akan tetapi dering telepon berhasil membuyarkan semua yang terjadi.Ku periksa ternyata bukan ponsel ku, lalu aku menatapnya dengan tatapan mata bertanya, seperti sudah mengerti akan arti dari kode mataku, Andre pun memeriksa ponsel nya masih berada di hadapan ku.Sesaat dia diam, aku pun diam menunggu pergerakan
“Sungguh gila! Lepaskan, jangan macam-macam denganku, Wijaya!”Sudah berusaha untuk melarikan diri darinya, tetapi tetap saja sekuat apapun tenaga seorang wanita, akan tetap terkalahkan oleh tenaga laki-laki, apalagi seorang Wijaya. Jika dengan melarikan diri tidak berhasil dengan mudah, untuk mempercepat waktu, aku harus menggunakan cara yang lain.“Kenapa kamu ingin melarikan diri, hah? Apa kamu lupa? Sampai saat ini, kamu masih istriku, ada hak dalam dirimu!” hardiknya.Ku tatap kedua matanya yang terlihat sangat tajam, terkadang aku bisa melunak hanya dengan tatapan seperti itu, tetapi setelah kembali mengingat apa yang sudah terjadi, rasa itu perlahan semakin memudar dengan sendirinya.Rasa yang memang sudah salah sejak awal, tidak seharusnya dulu aku menyalahkan Andre atas apa yang terjadi, dan tidak seharusnya langsung percaya begitu saja pada sosok Wijaya, laki-laki yang bahkan semula tidak ku kenali.Ada beberapa hal juga yang belum bisa ku temukan jawabannya, seakan-akan eng
“Apa sebenarnya yang dia inginkan dariku? Bisa-bisanya, uff. Aku harus lebih cepat darinya, jika dia terus menganggu, bagaimana cara ku untuk bisa melupakannya?!”Semenjak kejadian di dalam mobil itu, aku tidak bisa melupakan segalanya walaupun sedikit, benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang terjadi begitu saja.Sesampainya di apartemen pun, aku tidak melihat sosok Ayu, entah pergi ke mana dia, yang terpenting untuk saat ini adalah sangat membutuhkan keheningan untuk menyendiri dan berpikir jernih.Tidak harus terburu-buru untuk melupakannya, hanya saja semakin dia bertindak seenaknya, akan semakin sulit juga proses nya, itu saja yang ku takuti, dan tak ku inginkan.“Dari mana? Gak punya hati banget sama adik sendiri, gak mikir apa adiknya makan atau belum, kejam amat!”Baru saja napas ini bisa ku hela dengan tenang, tiba-tiba saja terdengar suara nyaring yang sudah tidak asing lagi bagi telingaku, setelah ku tengok ke belakang ternyata benar dia orangnya.“Apa? Kenapa cuma m
“Apa sebenarnya yang dia inginkan dariku? Bisa-bisanya, uff. Aku harus lebih cepat darinya, jika dia terus menganggu, bagaimana cara ku untuk bisa melupakannya?!”Semenjak kejadian di dalam mobil itu, aku tidak bisa melupakan segalanya walaupun sedikit, benar-benar tidak habis pikir dengan semua yang terjadi begitu saja.Sesampainya di apartemen pun, aku tidak melihat sosok Ayu, entah pergi ke mana dia, yang terpenting untuk saat ini adalah sangat membutuhkan keheningan untuk menyendiri dan berpikir jernih.Tidak harus terburu-buru untuk melupakannya, hanya saja semakin dia bertindak seenaknya, akan semakin sulit juga proses nya, itu saja yang ku takuti, dan tak ku inginkan.“Dari mana? Gak punya hati banget sama adik sendiri, gak mikir apa adiknya makan atau belum, kejam amat!”Baru saja napas ini bisa ku hela dengan tenang, tiba-tiba saja terdengar suara nyaring yang sudah tidak asing lagi bagi telingaku, setelah ku tengok ke belakang ternyata benar dia orangnya.“Apa? Kenapa cuma m
“Sungguh gila! Lepaskan, jangan macam-macam denganku, Wijaya!”Sudah berusaha untuk melarikan diri darinya, tetapi tetap saja sekuat apapun tenaga seorang wanita, akan tetap terkalahkan oleh tenaga laki-laki, apalagi seorang Wijaya. Jika dengan melarikan diri tidak berhasil dengan mudah, untuk mempercepat waktu, aku harus menggunakan cara yang lain.“Kenapa kamu ingin melarikan diri, hah? Apa kamu lupa? Sampai saat ini, kamu masih istriku, ada hak dalam dirimu!” hardiknya.Ku tatap kedua matanya yang terlihat sangat tajam, terkadang aku bisa melunak hanya dengan tatapan seperti itu, tetapi setelah kembali mengingat apa yang sudah terjadi, rasa itu perlahan semakin memudar dengan sendirinya.Rasa yang memang sudah salah sejak awal, tidak seharusnya dulu aku menyalahkan Andre atas apa yang terjadi, dan tidak seharusnya langsung percaya begitu saja pada sosok Wijaya, laki-laki yang bahkan semula tidak ku kenali.Ada beberapa hal juga yang belum bisa ku temukan jawabannya, seakan-akan eng
“Hello? Apakah masih ada orang?”Aku merasakan ada air yang terkena wajahku saat ini, benar saja ternyata Andre pelakunya. Benar-benar usil dan menjengkelkan, bagaimana mungkin bisa sudah berkepala tiga masih saja bersikap seperti dulu. Andre tetaplah Andre yang dulu aku kenal dengan sangat baik.“Nah, gitu dong. Masa harus dikepret dulu sama air baru sadar, kebiasaan,” cicit Andre masih dengan tawanya.“Ish, Andre! Hentikan, aku basah jadinya.”Setelah dia berhenti usil, aku baru menyadari bahwa air yang sedari tadi terkena wajahku adalah jus bukan hanya air biasa, oh Andre! Pantas saja wajah ini sangat lengket tak nyaman dirasa, ingin rasanya ku balas semua ulahnya hari ini akan tetapi dering telepon berhasil membuyarkan semua yang terjadi.Ku periksa ternyata bukan ponsel ku, lalu aku menatapnya dengan tatapan mata bertanya, seperti sudah mengerti akan arti dari kode mataku, Andre pun memeriksa ponsel nya masih berada di hadapan ku.Sesaat dia diam, aku pun diam menunggu pergerakan
Pagi-pagi sekali, aku sudah selesai mandi dan tentunya sudah berpenampilan rapi. Akan tetapi, kedua mataku berkaca-kaca pada saat diriku menatap pantulan diri ini pada cermin, apakah dulu aku sangat tidak menarik? Seperti badut Ancol, katanya.Sakit, sungguh menyakitkan jika kembali mengingat bagaimana Wijaya menghina ku secara blak-blakan kala itu. Jika bukan karena terlalu sibuk mengurus kepentingan nya, mungkin sejak dulu aku sudah rajin mempercantik diri.Jika ingin saling menyalahkan, tidak akan ada habisnya. Bagaimanapun dulu ku berbakti kepadanya, semuanya tak akan aku sesali, itu semua sudah ku ikhlaskan, hanya saja rasa sakit saat mengetahui perselingkuhan mereka yang sudah terjadi cukup lama, rasanya butuh waktu yang panjang untuk bisa memaafkan sekaligus melupakan.“Kak, minta tolong dong. Belikan aku makanan untuk sarapan, beli pakai gojek online atau apa kek, yang penting cepat sampai!”Huft, bisa-bisanya dia meminta ku untuk melayaninya seperti itu di saat semuanya sudah
Pulang ke rumah untuk menyimpan beberapa yang ku beli tadi, memastikan juga apakah mereka masih mengikuti ku atau tidak, sejauh ini belum ada siapapun di luar, aku rasa memang keduanya berhenti saat di toko tadi.“Apa yang harus ku lakukan sekarang? Andre mati-matian membuktikan semuanya padaku, bahwa dimasa lalu dia sama sekali tak bersalah.”“Oh, iya? Lalu siapakah yang bersalah dimasa lalu? Aku, begitu maksudmu?”Ku terperanjat melihat sosok yang sudah ada di hadapan ku saat ini, sejak kapan dia ada di dalam rumah? Dan sejak kapan juga aku menjadi seseorang yang ceroboh, tidak mengganti kunci pintu rumah ini.Bagaimanapun juga aku tahu, jikalau dia masuk secara diam-diam mungkin karena bantuan kunci cadangan yang lama, dia masih simpan itu, atau ada cara lain? Entahlah ku tak ingin berpikir banyak saat ini.“Kenapa diam? Jawab, siapa yang dulu bersalah jika bukan laki-laki itu!”“Kamu, kamu lah seseorang yang sejak dulu bersalah tapi tak pernah mau mengaku salah, kamu juga yang mel
“Kalian?” Aku terkejut, bukan karena melihat kedatangan mereka berdua, tetapi ada orang lain yang ikut datang, aku tahu betul itu adalah seorang pengacara dari pihak mantan suamiku.“Nggak usah repot-repot, tanpa disuruh masuk pun masih ada hak nya kekasih ku, ayo ... langsung masuk, abaikan dia!”Ayu, adik kandung yang selama ini sudah ku besarkan dan ku beri dia kasih sayang yang tulus, ternyata dia juga yang telah membuat kehancuran pada hidup ku ini.Tanpa ingin berlama-lama menjadi sosok wanita lemah yang selalu dianggap bodoh, lebih baik ku telan perih dalam dada untuk sementara waktu, sampai pada tiba waktunya semuanya akan ku balas dengan keberhasilan ku.Di ruang tengah, kami mendiskusikan harta gono-gini yang sangat diinginkan oleh pihak mereka, akan tetapi pada saat diriku akan mengajukan pertanyaan penting, sosok pengacara itu seperti dengan sengaja berada di pihak ku, padahal kami tidak saling mengenal sebelumnya hanya cukup tahu saja. Bahkan, dia adalah pengacara nya man
“Andre, akan ku ulangi lagi pertanyaan yang sama, apa benar semuanya terjadi karena jebakan dari Wijaya? Katakan, atau aku akan melakukan hal yang nggak akan kamu terima!”“Memangnya apa yang ingin kamu lakukan jika saya tidak memberitahu ataupun menjawab, hmm?”“Aku akan bertindak! Karena ini semua menyangkut ....”Aku heran, kenapa setiap ku tatap wajahnya, dia kembali seperti semula sikapnya. Menghangatkan dan bahkan semua masalah yang ada seperti tidak pernah terjadi diantara kami, apa memang benar? Selama ini, kami tidak pernah selesai.“Apa? Katakan, kamu akan melakukan apa jika saya tidak menjawab? Jangan lakukan hal bodoh seperti dulu, kamu itu wanita karir, wanita yang semula tidak percaya akan pembodohan karena cinta, tapi apa? Kamu memakan ucapanmu sendiri dengan menikahinya karena dendam pada saya.”“Aku nggak melakukan itu, aku menikah dengannya atas nama cinta, bukan karena ingin membalas dendam padamu.”“Bisa saja saya percaya padamu, tapi? Saya tidak percaya.”“Dia saj
Ku tunggu kedatangan mereka yang sudah berjanji akan datang pada pagi hari, bahkan untuk sekadar memberi kabar saja tidak mereka lakukan. Menunggu dan terus saja begitu, ku tengok ke dalam ternyata semuanya sudah hampir siap.Di mana kamu, Wijaya? Kenapa tidak datang tepat waktu pada kesempatan ini, kesempatan untuk yang terakhir kalinya bertemu denganku. Setelah kejadian satu bulan silam dia dengan teganya menalak dan lebih memilih adikku, sampai saat ini pun kami belum bertemu.“Dengan Ibu Mawar?”“Ah, iya, dengan saya sendiri. Mohon maaf, tunggu sebentar lagi, ya.”Hanya itu yang bisa ku jawab dari sekian banyaknya jawaban. Waktu terus-menerus bergulir, berlalu dengan sangat cepat. Aku bisa saja menunggu mereka ratusan hari karena memang ini akan menjadi akhir bagiku, hanya saja pihak pengadilan agama sudah tidak bisa menunggu lagi.Pada akhirnya pun sidang perceraian diundur untuk waktu yang lumayan lama lagi, entah apa yang harus ku katakan, dan lakukan. Haruskah aku bahagia? Kar
Di sudut kamar, aku menatap dia yang senyum-senyum sendiri padahal dia hanya menatap ponselnya. Memang akhir-akhir ini hubungan antara kami kurang baik, bahkan di saat aku mengajaknya bercinta dia selalu menolak berbagai alasan, seperti kemarin malam yang membuatku kesal tetapi harus bisa selalu mengerti.“Mas, malam ini, ya. Lihat deh Adek udah rapi dan cantik untuk Mas seorang, cantik, ya, kan?” tanyaku waktu itu.Dia menoleh ke arahku saja tidak, bahkan dia hanya menjawab simple dan menyakitkan bagiku seorang istri yang teramat sangat menyayanginya.“Ya, nanti saja,” jawabnya hanya itu.“Kok gitu terus, sih, Mas? Kenapa selalu menundanya padahal Mas sendiri yang menginginkan seorang anak dalam rumah tangga kita,” ucapku sedikit merajuk.“Aku bilang nanti saja! kamu tuli hah? Perbaiki wajahmu itu sudah seperti badut di Ancol,” tukasnya dengan meninggalkan aku begitu saja.Aku tidak bisa menahan bulir air mata ini lagi, membiarkan bulir-bulir air mata terus menetes membasahi bantal y