Mentari tampak meninggi ketika Robinmenuju ke warung Mpok Ijah. Ia jadi bimbang antara menyelesaikan masalahnya kebakaran pengepul dulu atau melindungi Nabilah."Aku tidak boleh pergi, pasti pelaku sedang menunggu diriku lengah," batin Robin sambil terus memikirkan caranya.Ternyata di warung Mpok Ijah ada Supri dan Udin sedang minum kopi, sambil membahas musibah kebakaran dan perusakan itu."Kasihan Bang Robin sudah pengepul kebakaran, kontrakannya pun dirusak orang. Untung dia dan Nabilah tidak apa-apa," ujar Udin yang merasa miris membayangkan musibah itu."Syukurlah kalau Bang Robin dan istrinya selamat, kalau harta benda bisa dicari lagi," ujar Mpok Ijah mengomentari cerita Udin.Supri ikut pun menimpali, "Iya Mpok, bahkan Bang Robin harus bayar ganti rugi sama pemilik kontrakan. Sudah jatuh tertimpa tangga pula."Mereka langsung terdiam ketika melihat kedatangan Robin sambil membawa sebuah tas ransel besar. Seolah menanggung beban hidup yang cukup berat. "Kopinya satu, Mpok!"
Tigor langsung berdiri dan terkesima melihat seorang gadis dengan memakai gamis sederhana. Wajahnya terlihat cantik alami yang jarang dimiliki setiap wanita pada umumnya. "Alamak adem dan beningnya, gadis itu istrimu, Bin?" tanya Tigor yang dijawab anggukan oleh Robin. "Bilah, kenalkan teman Abang!" ujar Robin mengenalkan Tigor."Nabilah," ujar gadis itu sambil mengatupkan tangannya dan menunduk. Ia sangat menjaga sikap ketika bertemu dengan lelaki yang bukan muhrimnya. Robin kemudian berkata, "Perabotan sudah ada di dapur dan kamar Bilah yang kedua. Kamu atur saja sendiri ya!" "Iya Bang," sahut Nabilah sambil berlalu. "Kalau begini aku pun bingung harus pilih yang mana Risa atau Nabilah!" ujar Tigor membandingkan kedua wanita itu karena masing-masing mempunyai kelebihan tersendiri.Robin langsung mengingatkan Tigor, "Jangan sebut-sebut Risa di sini, nanti Nabilah bisa salah paham lagi!" "Ya sudah, aku balik ke kampung Rantau dulu ya! Nanti kita bicarakan lagi masalah kebakaran
"Peraturan masih sama, Nabilah tidak boleh menerima tamu dan harus mengunci pintu!" ujar Robin mengingatkan. Nabilah mengangguk dan menjawab dengan patuh, "Iya Bang, termasuk Ibu dan Bapak juga tidak boleh masuk ke rumah ini?" tanya gadis itu kemudian. "Iya, Bilah saja yang main ke rumah Bapak. Abang pergi dulu ya!" jawab Robin sambil berpesan. Nabilah kemudian mengantar Robin sampai depan teras. "Kenapa Bang Robin selalu melarang orang lain masuk ke rumah, terutama ke dalam kamarnya?" tanya gadis itu di dalam hati dengan heran.Setelah Robin sudah hilang oleh jarak, tiba-tiba Bu Asma datang. "Bilah, kamu hari ini nggak pergi ngajar?" tanya wanita itu sambil membuka pintu gerbang. "Nggak Bu, Bilah masih takut," sahut Nabilah setelah kejadian kemarin malam. "Ya sudah, Ibu temani kamu di rumah ya!" ujar Bu Asma kemudian. Mendengar ibunya mau masuk ke rumah, Nabilah segera mencari alasan, "Di rumah kita saja yuk Bu, di sini sudah lama kosong!" "Nggak usah nakut-nakutin! Bilang saj
Siang ini Bu Asma mengajak Nabilah pergi ke pasar untuk membeli kue buat acara pengajian di mesjid. "Bilah bilang Bang Robin dulu ya, Bu!" ujar Nabilah yang tidak berani pergi tanpa izin dari suaminya. "Kamu itu cuma menemani Ibu saja pakai minta izin segala. Nggak sekalian minta surat pengantar dari RT. Baru sebentar jadi istri sementara Robin sudah malas. Apalagi kalian beneran menjadi suami istri, bisa--"Mendengar Robin kembali disalahkan Nabilah langsung memotong, "Ya sudah Bu, ayo kita ke pasar!" Mereka segera jalan beriringan pergi ke pasar. Bu Asma kemudian memilih kue apa saja yang akan dibelinya. Sementara itu Nabilah melihat-lihat perabotan rumah tangga yang belum ada di rumah. "Bu Asma, Nabilah, apa kabar?" tanya seorang wanita paruh baya sambil menggendong anak kecil berusia tiga tahu. Bu Asma kemudian menjawab "Alhamdulillah kami baik Bu Nisa, pasti ini cucunya ya?" tanya wanita itu kemudian. "Syukurlah saya senang mendengarnya. Iya ini anak Nadia yang nikah sama
Robin memacu motor dengan kecepatan tinggi menuju ke kampung rantau bagian barat. Penculik itu pasti tidak tahu, kalau nomor ponsel Nabilah sudah tersambung ke handphone Robin. Sebuah kesalahan yang tidak terduga karena terlalu menganggap remeh lawan. Robin kemudian mengikuti gps ponsel nabilah dan sampai di salah satu rumah kosong yang selama ini dijadikan tempat berkumpul anak buah Baron. Mereka tampak terkejut dan tidak menyangka akan kehadiran Robin."Mau apa kamu ke sini?" tanya salah satu anak buah Baron sambil menatap Robin dengan bengis."Katakan di mana Nabilah berada atau aku akan obrak-abrik tempat ini!" seru Robin dengan serius."Tidak ada Nabilah di sini," sahut salah satu preman lainnya.Robin menatap para preman itu dengan tajam seolah tidak main-main dengan perkataannya. Semua anak buah Baron, langsung mengelilingi Robin. Mereka tahu akan kemampuan pria itu. Akan tetapi, kalau dikeroyok mungkin bisa dikalahkan. Perkelahian tidak seimbang itupun akhirnya terjadi, mesk
"Kalau menurut saya mungkin sudah tabiat Pak," jawab Beno kembali tapi justru membuat Pak Jamal jadi menghela nafas panjang."Pak, apa benar tadi yang ibu katakan soal pernikahan Nabilah?" tanya pria itu ingin tahu. Pak Jamal tampak mengangguk dan menjawab, "Iya, Robin bilang seperti itu karena mereka tidak saling mencintai." "Kalau diberikan kesempatan, saya bersedia melamar Nabilah lagi," ujar Beno dengan penuh harap. "Bapak sih tidak masalah, tapi keputusan tetap di tangan Nabilah," ujar Pak Jamal yang memberikan kebebasan Nabilah untuk menentukan pilihannya sendiri. "Ibu setuju saja, asalkan kamu tidak menduakan Nabilah," ujar Bu Asma tanpa berpikir panjang lagi.Beno langsung menyahuti, "Insya Allah Bu, saya tidak akan menyakiti Nabilah. Tiba-tiba ia mendapat pesan, setelah membacanya wajah pria itu tampak tegang dan langsung berpamitan. "Maaf saya harus pergi kerja. Pak, Bu. Tolong kabari, kalau Nabilah mau menerima saya.""Iya Nak Beno, sekali lagi kami mengucapkan banyak
Nabilah terus menangis sampai tertidur di pelukan suaminya. Mungkin karena lelah, Robin pun ikut terlelap juga. Hingga malam kian merambat jauh, pria itu baru terjaga. Ia menatap wajah Nabilah dengan saksama, begitu teduh, tenang dan cantik. "Aku tidak boleh berharap lebih, dia tidak mencintaiku," lirih Robin menepis sebuah rasa yang mulai menelusup ke relung hatinya. Ia kemudian memindahkan kepala Nabilah ke atas bantal dengan perlahan. Setelah memastikan Nabilah tidak terbangun, Robin segera ke luar dari kamar itu dan memeriksa sekeliling rumah. Ia kemudian mengunci pintu gerbang, rumah dan jendela. Semua harus aman untuk melindungi Nabilah. Pria itu kemudian masuk ke dalam kamar untuk mengerjakan apa yang harus dilakukan.Pagi pun menjelang, Nabilah terbangun dari tidurnya yang lelap. Ia segera beranjak dan menuju ke kamar mandi. Gadis itu tidak perlu sungkan lagi harus berpapasan dengan suaminya karena Robin menempati kamar utama yang ada toilet sendiri.Setelah membersihkan dir
Hari ini Pak RT datang ke rumah Robin, untuk memberikan bantuan dari uang kas dan sumbangan warga atas musibah yang menimpanya. Namun, pria itu tidak ada di rumah jadi diserahkan kepada Nabilah. "Saya harap bantuan ini bisa meringankan beban Robin," ujar Pak RT sambil memberikan sebuah amplop. Nabilah kemudian menerimanya dan berucap, "Terima kasih Pak RT.""Sama-sama, oh ya pengurus mesjid sedang mencari tukang bangunan untuk renovasi. Tolong tanyakan Robin apakah mau kerja di sana!" Pak RT menawarkan pekerjaan. "Iya Pak, nanti saya sampaikan," sahut Nabilah kembali.Setelah melaksanakan tugasnya, Pak RT segera pergi meninggalkan rumah kontrakan Robin. Tidak lama kemudian, Robin pulang sambil menenteng bungkusan. "Abang, baru saja Pak RT datang ngasih sumbangan dari warga," ujar Nabilah sambil menyodorkan amplop putih. "Terus Abang ditawari kerja jadi tukang bangunan, kalau mau besok pagi di suruh datang ke mesjid!" Robin menerima amplop itu dan berkata, "Boleh, ini buat Bila