Hari ini Pak RT datang ke rumah Robin, untuk memberikan bantuan dari uang kas dan sumbangan warga atas musibah yang menimpanya. Namun, pria itu tidak ada di rumah jadi diserahkan kepada Nabilah. "Saya harap bantuan ini bisa meringankan beban Robin," ujar Pak RT sambil memberikan sebuah amplop. Nabilah kemudian menerimanya dan berucap, "Terima kasih Pak RT.""Sama-sama, oh ya pengurus mesjid sedang mencari tukang bangunan untuk renovasi. Tolong tanyakan Robin apakah mau kerja di sana!" Pak RT menawarkan pekerjaan. "Iya Pak, nanti saya sampaikan," sahut Nabilah kembali.Setelah melaksanakan tugasnya, Pak RT segera pergi meninggalkan rumah kontrakan Robin. Tidak lama kemudian, Robin pulang sambil menenteng bungkusan. "Abang, baru saja Pak RT datang ngasih sumbangan dari warga," ujar Nabilah sambil menyodorkan amplop putih. "Terus Abang ditawari kerja jadi tukang bangunan, kalau mau besok pagi di suruh datang ke mesjid!" Robin menerima amplop itu dan berkata, "Boleh, ini buat Bila
Nabilah memutuskan untuk pergi mengajar. Lumayan gajinya yang dihitung setiap kali hadir, untuk bantu-bantu keuangan Robin yang sedang tidak bekerja. Jam setengah tujuh ia terlihat sudah berada di rumah Pak Jamal."Kamu sudah sarapan Bilah?" tanya Bu Asma ketika melihat putrinya duduk di depan teras. Nabilah menjawab singkat, "Sudah Bu.""Kamu mau pakai ponsel Ibu?" Bu Asma menawarkan untuk menebus kesalahannya."Nggak usah Bu, Bang Robin sudah belikan yang baru!" tolak Nabilah sambil menunjukan handphonenya. Bu Asma terlihat tidak suka melihat Nabilah sudah punya ponsel baru dari Robin dan bertanya, "Uang dari mana dia?""Dari tabungan Bang Robin," jawab Nabilah dengan jujur. Tidak lama kemudian Pak Jamal ke luar dan sudah berpakaian rapi. Namun, ketika hendak berangkat. Tiba-tiba seseorang datang sambil membawa kabar yang baru didapatkannya dari mulut ke mulut. "Pak Jamal, Neng Bilah, Robin ketahuan nyuri kotak amal di mesjid!" ujar Bu Ratih yang membuat semua orang terkejut.B
Nabilah tidak mau ditinggal, meskipun Robin cuma mau mengambil ponsel. Ia semakin memeluk Robin dengan erat. Sampai terdengar suara Bu Asma dari depan pintu sana yang membuatnya tersadar. "Nabilah, Robin, buka pintu!" seru Bu Asma dengan lantang. Dengan panik Nabilah kemudian bertanya, "Abang, bagaimana ini?" "Abang ambil handphone dulu, baru kita temui Ibu," jawab Robin sambil tetap merangkul istrinya. Ia kemudian meraba mencari ponsel. Setelah mendapatkan handphonenya, Robin segera memberikan kepada Nabilah seraya berkata, "Keluarlah dan temui Ibu!" Dengan penerangan dan ponsel, Nabilah segera mengikuti perintah Robin. "Lama banget, kamu habis ngapain di dalam?" tanya Bu Asma dengan curiga. "Nggak ngapa-ngapain Bu, Bilah cari handphone dulu," jawab Nabilah tidak sepenuhnya jujur."Ya sudah, lagi mati lampu cepat pulang ke rumah Bapak!" seru Bu Asma yang tidak memberikan Robin mengambil kesempatan dalam kegelapan. Pak Jamal kemudian datang sambil membawakan beberapa batang li
"Lain kali ya Kak, Bilah mau pulang dulu!" Nabilah menolak secara halus ajakan Abas yang ingin bicara dengannya karena ada hati yang harus dijaga. Abas tahu gadis itu sedang menjaga jarak dengannya. Ia kemudian bertanya, "Bilah pulang sendiri?" "Iya," jawab Bilah sambil mengangguk kecil dan segera berlalu."Ya sudah, aku antar ya!" ajak Abas sambil mendahului Nabilah. Melihat Abas sudah jalan terlebih dahulu Nabilah kembali menolak, "Bilah pulang sendiri saja Kak. Lagipula acara tasyakuran belum selesai masa Kakak tinggal sih!" "Itu acara ayah," sahut Abas dengan santai.Nabilah tidak enak menolak terus dan akhirnya terpaksa mau pulang diantar Abas. Ia hanya menghargai sebagai teman dan tidak punya niat sedikitpun untuk menyakiti Robin. "Jadi mulai sekarang aku ditugaskan di polsek terdekat," ujar Abas tanpa memberitahu alasan utama kepulangannya.Mendengar karir yang sudah dimiliki oleh Abas, Nabilah pun berucap, "Selamat ya Kak.""Terima kasih, aku dengar Bilah sudah menikah,
"Bagaimana kalau kita makan fried chicken!" usul Fatmah yang dijawab anggukan oleh Fitri. Nabilah langsung menolak ajakan temannya, "Kalian saja deh, tiba-tiba kepalaku pusing. Aku mau pulang duluan ya!" "Ya sudah, kamu pulang sendirian nggak apa-apa kan?" tanya Fitri yang dijawab anggukan oleh Nabilah. Nabilah segera meninggalkan mal itu dengan perasaan yang kacau. Marah, cemburu dan sedih membaur menjadi satu. "Katanya cuma teman, tapi diam-diam kencan!" gumamnya dengan kesal. Pikiran dan perasan Nabilah yang sedang berkecamuk, membuatnya tidak fokus ketika sedang menyebarang jalan. Ia nyaris tertabrak motor, kalau tidak sebuah lengan kekar menariknya ke pinggir. "Akhh!" pekik Nabilah dengan jantung yang berdetak sangat cepat. "Apa Bilah baik-baik?" tanya Robin dengan penuh perhatian. Nabilah segera mendorong tubuh Robin dan menyahuti, "Bilah nggak apa-apa." "Kenapa Bilah jalan bengong saja. Sampai tidak dengar Abang panggil?" Robin kembali bertanya. Nabilah tidak menjawa
Kepulangan Abas di kampung Santri langsung menjadi pusat perhatian para gadis. Tubuhnya yang tinggi, berkulit putih dan tampan, sangat mempesona setiap mata yang memandang. Tutur katanya sopan santun, soleh dan mapan. Sehingga membuatnya jadi rebutan sebagai calon suami idaman. Keluarganya pun jelas, putra seorang kyai yang sangat dihormati. Namun, dari sekian banyak wanita lajang yang ada di kampung Santri. Hanya satu gadis yang mampu memikat hati Abas yaitu Nabilah. Teman sepermainan ketika masih anak-anak, satu tempat pengajian dan adik kelasnya."Kakak ingin melakukan taaruf dengan Bilah," ujar Abas dengan bersungguh-sungguh. "Maaf Kak, Bilah sudah punya suami," tolak Nabilah sambil tertunduk. Abas pun mengangguk seraya berkata, "Iya sudah tahu, Ibu telah mencerita semuanya. Tapi Nabilah mau kan menikah sama Kakak?" tanya pria itu dengan serius.Nabilah terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa pasrah akan takdir yang menentukan jodohnya. Andai Robin tidak ber
Terdengar suar bel berdering yang memecah kesunyian. Para siswa dan siswi Madrasah Nurul Iman satu persatu ke luar dari kelas untuk beristirahat. Begitupun dengan gurunya, seperti Nabilah yang pergi ke kantin untuk membeli minum. "Bilah, bisa kita bicara sebentar!" ajak Abas yang tiba-tiba datang. "Tapi Kak ini di sekolah, tidak baik dilihat orang nanti takutnya jadi fitnah!" Nabilah menolak untuk bicara hal pribadi dengan Abas. "Iya Kakak tahu, ini bukan soal kita. Tapi tentang Robin," ujar Abas yang membuat Nabilah jadi penasaran. Nabilah kemudian bertanya, "Ada apa dengan Bang Robin?" "Lebih baik kita bicara di taman sebentar!" ajak Abas yang dijawab anggukan oleh Nabilah. Mereka kemudian menuju ke taman dan duduk bangku dengan menjaga jarak. "Apa Bilah merasa ada yang sesuatu yang aneh pada Robin. Misal kebiasaannya yang mencurigakan atau mengherankan?" tanya Abas langsung pada pokok permasalahan. "Sebelum Bilah kasih tahu, jawab dulu buat apa Kakak bertanya seperti itu!"
Abas segera mengeluarkan sebuah map yang berisi foto-foto kegiatan Robin selama seminggu terakhir. Sehingga membuat Nabilah dan Pak Jamal tampak terkejut mengetahuinya. Pantas saja pria itu selalu pergi sebelum azan subuh dan pulang setelah isya."Foto-foto ini belum bisa menunjukan siapa Robin sebenarnya. Terutama sumber keuangannya selama ini. Polisi akan terus mengusutnya sampai tuntas," ujar Abas menjelaskan. "Nanti malam saya akan mulai melakukan tugas pertama. Saya mohon doa dari Bapak dan Nabilah!" pintanya kemudian. Pak Jamal langsung mendoakan, "Semoga semua tugas Nak Abas lancar dan cepat selesai!""Aaminn ...," ucap Nabilah sambil tertunduk."Terima kasih, kalau begitu saya pulang dulu ya Pak, Bilah," pamit Abas yang segera meninggalkan rumah itu. Pak Jamal mengantar sampai teras, sedangkan Nabilah tetap bergeming di bangku dengan perasaan yang kian bergejolak. "Kenapa Bilah diam saja, jangan bilang kalau kamu suka sama Robin setelah tahu dia rajin beribadah?" tanya Pak
Aku adalah seorang gadis desa yang mencintai seorang preman kampung bernama Robin. Berawal dari gagalnya pernikahanku, kami akhirnya bersatu karena takdir. Awalnya aku takut melihat Robin yang brewokan dan tampak beringas. Akan tetapi, ternyata dia pria yang bertanggungjawab dan baik hati. Sebenarnya aku sempat bimbang ketika Kak Abas kembali dan menyatakan ingin ta'aruf denganku. Pria yang dahulu aku kagumi karena kesalehannya. Seandainya belum menikah dengan Robin, mungkin aku akan menerima niat tulus Abas. Apalagi ibuku sangat merestui aku bersatu dengannya.Namun, ketika Robin rela mengorbankan nyawa, membuatku sadar cinta ini untuknya. Setelah memutuskan memilih untuk menjadi suamiku, akhirnya aku tahu kalau nama asli Robin adalah Bara Sadewa. Salah satu putra konglomerat dari Singapura. Majikan kakakku yang sudah tiada.Tidak seperti kisah Cinderella, cerita cintaku penuh dengan air mata. Terlebih ketika Sadewa memintaku pergi dari kehidupan Bara untuk selamanya. Aku dianggap
"Cukup Abang!" seru Nabilah yang datang bersama anak-anaknya. Bara mendengus kesal karena rencananya memberikan Bryan ganjaran digagalkan Nabilah. Padahal sebentar lagi adiknya itu sudah mau menangis."Om Bryan," panggil Robin sambil berlari menghampiri pamannya dengan penuh kerinduan.Azza juga tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar sambil memanggil dengan suara cadelnya, "Om Bian."Bryan langsung menyambut kedua keponakannya itu dengan pelukan hangat. "Robin sudah besar sekarang dan tambah ganteng, kalau Azza cantik dan pinter," puji Bryan yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua keponakannya itu. "Selamat datang Om Bryan, kenalkan nama aku Salsabilah," ujar Nabilah sambil menggendong putri bungsunya. "Tambah satu lagi keponakan Om, lucu sekali kamu." Bryan langsung menggendong Salsa dan menciumnya. Kalau Robin mirip dengan Nabilah, Azza lebih condong ke Mom Sandra. Maka Salsa mempunyai paras Bara versi perempuannya.Sementara itu Bara hanya memperhatikan saja, Bryan disambu
Ketika Bara dan keluarganya sedang mengalami ujian ekonomi, Nabilah melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Salsabilah Azizah Erlangga. Kehadiran Bayi itu menjadi penyemangat atas apa yang sedang mereka hadapi. Di mana Nabilah dan Bara memulai semuanya dari nol lagi.Bara menjadi suami siaga, selalu membantu istrinya dalam segala hal. Terutama dalam mengurus Robin dan Azza yang sedang aktif bermain. Sehingga membuat Nabilah merasa beruntung memiliki pendamping hidup sepertinya. "Anak-anak bagaimana Bang?" tanya Nabilah ketika sedang menyusui putrinya."Aman, Robin sudah bisa momong. Dia dewasa sekali, bahkan mengajari Azza mengaji dan mengenal nama-nama binatang pakai bahasa Inggris," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi bangga. "Robin memang pintar dan cepat daya tangkapnya," jawab Nabilah yang membuat Bara mengangguk kecil.Kondisi kesehatan Mom Sandra kian menurun setelah kepergian Hans. Sehingga membuat Bara jadi sedih dan cemas. "Kita ke rumah sakit ya Mom!" ajak Ba
Tidak terasa sudah hampir setahun aku kembali menjalani kehidupan yang sederhana, bersama Nabilah, Robin dan Azza, di kampung Rantau. Entah mengapa aku merasa nyaman tinggal di kampung itu. Mungkin di tempat ini telah menjadi titik balik dalam pencarian jati diriku. Aku merasa Nabilah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah. Dari rahimnya lahir dua buah hatiku yang lucu dan menggemaskan. Dia adalah sosok ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Selalu sabar dalam mengurus dan membesarkan anak-anak. Semoga kami bisa mendidik mereka menjadi pribadi yang soleh dan soleha serta istiqomah. "Terima kasih karena sudah mencintaiku," ucapku sambil memeluk Nabilah ketika anak-anak sedang tidur. Hanya disaat seperti ini kami memiliki waktu berdua."Terima kasih juga, sudah menjadi pelindung Bilah dan anak-anak," sahut Nabilah sambil menatapku dengan penuh cinta. Aku kemudian mengecup kening Nabilah lalu bibir dan terakhir perutnya yang membesar. Ya Nabilah sedang mengandung an
Setelah ayahnya meninggal, Bryan merasa tidak sanggup menjalankan perusahaan seorang diri. Apalagi kondisinya gampang drop, kalau terlalu banyak berpikir atau kelelahan. Bryan juga tidak percaya dengan wakilnya di kantor. Sehingga ia mengikuti saran Bara untuk menjual semua harta Sadewa. "Jika harta warisan memberatkanmu maka lepaskanlah. Jadi kamu bisa tenang menjalani hidup ini!" saran Bara setelah menimbang baik dan buruknya ke depan nanti."Terima kasih sudah memberikan masukan. Aku akan merelakan semua warisanku karena harta tidak dibawa mati," ujar Bryan menyetujui rencana Bara. Ia ingin melepaskan beban sebagai ahli waris keluarga Sadewa yang selama ini membuatnya tertekan dalam ketakutan.Tanpa memberitahu siapa pun, Bryan menjual satu persatu aset milik keluarga Sadewa. Mulai dari vila, mansion, pulau pribadi hingga saham. Kini seorang Billionaire dari Inggris yang memiliki perusahaan Sadewa Corp. Hanya kediaman Sadewa yang masih tersisa. Ia dan Bara sepakat tidak akan menj
"Aku ingin mengucapkan bela sungkawa secara langsung kepadamu dan Bara. Tapi sepertinya kehadiranku tidak tepat, maaf sudah mengganggu permisi," ucap Monica yang hendak pergi. "Tidak apa-apa Monica, terima kasih kamu sudah datang. Silahkan duduk!" cegah Bara yang menghargai kedatangan Monica sebagai seorang tamu. "Bilah, tolong buatkan minum ya!" serunya kemudian. Monica segera masuk dan menyalami semua orang yang ada di sana. "Dilanjut ya, kami mau siap-siap buat tahlilan nanti malam!" seru Mom Sandra yang segera meninggalkan tempat itu bersama Hans dan Pak Jamal. Bara juga segera menyusul dengan berkata, "Aku mau bantu Nabilah dulu, takut Robin nakalin adiknya!" Ia ingin memberikan kesempatan Bryan dan Monica bicara dari hati ke hati. Bryan kemudian mengajak Monica ke serambi rumah. Setelah mereka bicara sebentar, Monica pamitan untuk pulang."Mau ke mana Monica, kenapa buru-buru pulang?" tanya Bara yang datang bersama Nabilah sambil membawa suguhan. "Tidak apa-apa, aku turut
Setelah mendapatkan perawatan yang intensif, kondisi Bryan perlahan mulai membaik. Selama di rumah sakit, Bara selalu menemani dan mensuportnya. Agar Bryan siap menerima takdir dan semangat lagi untuk menjalani hidupnya. "Terima kasih sudah merawataku Kak!" ucap Bryan ketika baru saja masuk ke mobil dan meninggalkan rumah sakit. "Aku sudab memutuskan untuk pindah ke Singapura lagi. Banyak hal yang harus diselesaikan, bisa saja besok aku akan menyusul papi bukan?" ujar Bryan yang pasrah akan takdir hidupnya."Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik. Sekarang papi sudah tidak ada menikahlah dengan Monica. Dia masih menunggumu sampai saat ini!" saran Bara agar Bryan tidak patang asa menjalani kehidupannya. Namun, Bryan menolak usul Bara dan memberikan alasannya, "Aku dan Monica tidak akan bersatu lagi karena keluarganya minta lima puluh persen bagian harta keluarga Sadewa."Bara cukup terkejut mendengarnya dan bertanya, "Kenapa tidak kamu berikan?" "Aku tidak akan membiarkan mere
Bara langsung menghubungi Bryan melalui vidio call untuk memberitahu kalau ayah mereka sudah tiada. Tentu saja kabar itu membuat adiknya sangat terkejut dan syok. "Papi sudah tiada, tadi habis salat subuh beliau telah pergi," ujar Bara dengan suara yang bergetar. "Inalillahi wainnalillahirojiun, ya Allah aku baru mau terbang ke Singapura untuk menghadiri rapat komisaris. Habis itu ke Jakarta, menjenguk Papi. kenapa kakak nggak bilang kalau Papi sakit. Aku pasti pergi dari kemarin?" ucap Bryan dengan suara yang parau. Bara memberikan penjelasan, "Papi tidak sakit, aku pun tidak tahu kalau beliau mau berpulang. Cuma semalaman aku menemaninya yang tidak tidur. Ternyata Papi tidur menjelang pagi untuk selamanya." Mereka kemudian membahas di mana Sadewa akan dikebumikan. Akhirnya Kakak beradik itu sepakat ayah mereka dikuburkan di salah satu pemakaman elit di Indonesia saja. "Sepertinya kami tidak mungkin menguburkan setelah zuhur, kasihan papi kalau kelamaan. Jadi kemungkinan kamu t
Nabilah tampak terkejut ketika suaminya sudah pulang dari inggris, padahal baru dua hari. Namun, ia tidak berani bertanya karena Bara terlihat begitu lelah. Setelah istirahat dan makan baru mereka memulai pembicaraan."Kenapa sudah pulang, bagaimana kabar papi, Bang?" tanya Nabilah ingin tahu. "Papi baik-baik saja, Abang sudah pulang karena kita mau pindah rumah," jawab Bara yang membuat Nabilah terkejut. "Kita mau pindah ke mana Bang?" tanya Nabilah ketika mendengar keinginan Bara. Selama ini mereka menempati rumah Pak Jamal. "Ke rumah papi dan mami di Jakarta," jawab Bara yang segera menjelaskan alasannya. "Apakah Bilah siap dan bersedia membantu Abang?"Nabilah mengangguk seraya menjawab, "Insya Allah Bilah siap lahir batin mendukung dan menemani Abang untuk menjadi anak yang berbakti." Ia akan mengikuti ke mana pun Bara mengajaknya. "Ya sudah, kamu siap-siap ya, rapikan semua pakaian kita. Abang mau ngomong sama Bapak!" serunya kemudian. Bara segera menemui Pak Jamal dan men