"Kalau menurut saya mungkin sudah tabiat Pak," jawab Beno kembali tapi justru membuat Pak Jamal jadi menghela nafas panjang."Pak, apa benar tadi yang ibu katakan soal pernikahan Nabilah?" tanya pria itu ingin tahu. Pak Jamal tampak mengangguk dan menjawab, "Iya, Robin bilang seperti itu karena mereka tidak saling mencintai." "Kalau diberikan kesempatan, saya bersedia melamar Nabilah lagi," ujar Beno dengan penuh harap. "Bapak sih tidak masalah, tapi keputusan tetap di tangan Nabilah," ujar Pak Jamal yang memberikan kebebasan Nabilah untuk menentukan pilihannya sendiri. "Ibu setuju saja, asalkan kamu tidak menduakan Nabilah," ujar Bu Asma tanpa berpikir panjang lagi.Beno langsung menyahuti, "Insya Allah Bu, saya tidak akan menyakiti Nabilah. Tiba-tiba ia mendapat pesan, setelah membacanya wajah pria itu tampak tegang dan langsung berpamitan. "Maaf saya harus pergi kerja. Pak, Bu. Tolong kabari, kalau Nabilah mau menerima saya.""Iya Nak Beno, sekali lagi kami mengucapkan banyak
Nabilah terus menangis sampai tertidur di pelukan suaminya. Mungkin karena lelah, Robin pun ikut terlelap juga. Hingga malam kian merambat jauh, pria itu baru terjaga. Ia menatap wajah Nabilah dengan saksama, begitu teduh, tenang dan cantik. "Aku tidak boleh berharap lebih, dia tidak mencintaiku," lirih Robin menepis sebuah rasa yang mulai menelusup ke relung hatinya. Ia kemudian memindahkan kepala Nabilah ke atas bantal dengan perlahan. Setelah memastikan Nabilah tidak terbangun, Robin segera ke luar dari kamar itu dan memeriksa sekeliling rumah. Ia kemudian mengunci pintu gerbang, rumah dan jendela. Semua harus aman untuk melindungi Nabilah. Pria itu kemudian masuk ke dalam kamar untuk mengerjakan apa yang harus dilakukan.Pagi pun menjelang, Nabilah terbangun dari tidurnya yang lelap. Ia segera beranjak dan menuju ke kamar mandi. Gadis itu tidak perlu sungkan lagi harus berpapasan dengan suaminya karena Robin menempati kamar utama yang ada toilet sendiri.Setelah membersihkan dir
Hari ini Pak RT datang ke rumah Robin, untuk memberikan bantuan dari uang kas dan sumbangan warga atas musibah yang menimpanya. Namun, pria itu tidak ada di rumah jadi diserahkan kepada Nabilah. "Saya harap bantuan ini bisa meringankan beban Robin," ujar Pak RT sambil memberikan sebuah amplop. Nabilah kemudian menerimanya dan berucap, "Terima kasih Pak RT.""Sama-sama, oh ya pengurus mesjid sedang mencari tukang bangunan untuk renovasi. Tolong tanyakan Robin apakah mau kerja di sana!" Pak RT menawarkan pekerjaan. "Iya Pak, nanti saya sampaikan," sahut Nabilah kembali.Setelah melaksanakan tugasnya, Pak RT segera pergi meninggalkan rumah kontrakan Robin. Tidak lama kemudian, Robin pulang sambil menenteng bungkusan. "Abang, baru saja Pak RT datang ngasih sumbangan dari warga," ujar Nabilah sambil menyodorkan amplop putih. "Terus Abang ditawari kerja jadi tukang bangunan, kalau mau besok pagi di suruh datang ke mesjid!" Robin menerima amplop itu dan berkata, "Boleh, ini buat Bila
Nabilah memutuskan untuk pergi mengajar. Lumayan gajinya yang dihitung setiap kali hadir, untuk bantu-bantu keuangan Robin yang sedang tidak bekerja. Jam setengah tujuh ia terlihat sudah berada di rumah Pak Jamal."Kamu sudah sarapan Bilah?" tanya Bu Asma ketika melihat putrinya duduk di depan teras. Nabilah menjawab singkat, "Sudah Bu.""Kamu mau pakai ponsel Ibu?" Bu Asma menawarkan untuk menebus kesalahannya."Nggak usah Bu, Bang Robin sudah belikan yang baru!" tolak Nabilah sambil menunjukan handphonenya. Bu Asma terlihat tidak suka melihat Nabilah sudah punya ponsel baru dari Robin dan bertanya, "Uang dari mana dia?""Dari tabungan Bang Robin," jawab Nabilah dengan jujur. Tidak lama kemudian Pak Jamal ke luar dan sudah berpakaian rapi. Namun, ketika hendak berangkat. Tiba-tiba seseorang datang sambil membawa kabar yang baru didapatkannya dari mulut ke mulut. "Pak Jamal, Neng Bilah, Robin ketahuan nyuri kotak amal di mesjid!" ujar Bu Ratih yang membuat semua orang terkejut.B
Nabilah tidak mau ditinggal, meskipun Robin cuma mau mengambil ponsel. Ia semakin memeluk Robin dengan erat. Sampai terdengar suara Bu Asma dari depan pintu sana yang membuatnya tersadar. "Nabilah, Robin, buka pintu!" seru Bu Asma dengan lantang. Dengan panik Nabilah kemudian bertanya, "Abang, bagaimana ini?" "Abang ambil handphone dulu, baru kita temui Ibu," jawab Robin sambil tetap merangkul istrinya. Ia kemudian meraba mencari ponsel. Setelah mendapatkan handphonenya, Robin segera memberikan kepada Nabilah seraya berkata, "Keluarlah dan temui Ibu!" Dengan penerangan dan ponsel, Nabilah segera mengikuti perintah Robin. "Lama banget, kamu habis ngapain di dalam?" tanya Bu Asma dengan curiga. "Nggak ngapa-ngapain Bu, Bilah cari handphone dulu," jawab Nabilah tidak sepenuhnya jujur."Ya sudah, lagi mati lampu cepat pulang ke rumah Bapak!" seru Bu Asma yang tidak memberikan Robin mengambil kesempatan dalam kegelapan. Pak Jamal kemudian datang sambil membawakan beberapa batang li
"Lain kali ya Kak, Bilah mau pulang dulu!" Nabilah menolak secara halus ajakan Abas yang ingin bicara dengannya karena ada hati yang harus dijaga. Abas tahu gadis itu sedang menjaga jarak dengannya. Ia kemudian bertanya, "Bilah pulang sendiri?" "Iya," jawab Bilah sambil mengangguk kecil dan segera berlalu."Ya sudah, aku antar ya!" ajak Abas sambil mendahului Nabilah. Melihat Abas sudah jalan terlebih dahulu Nabilah kembali menolak, "Bilah pulang sendiri saja Kak. Lagipula acara tasyakuran belum selesai masa Kakak tinggal sih!" "Itu acara ayah," sahut Abas dengan santai.Nabilah tidak enak menolak terus dan akhirnya terpaksa mau pulang diantar Abas. Ia hanya menghargai sebagai teman dan tidak punya niat sedikitpun untuk menyakiti Robin. "Jadi mulai sekarang aku ditugaskan di polsek terdekat," ujar Abas tanpa memberitahu alasan utama kepulangannya.Mendengar karir yang sudah dimiliki oleh Abas, Nabilah pun berucap, "Selamat ya Kak.""Terima kasih, aku dengar Bilah sudah menikah,
"Bagaimana kalau kita makan fried chicken!" usul Fatmah yang dijawab anggukan oleh Fitri. Nabilah langsung menolak ajakan temannya, "Kalian saja deh, tiba-tiba kepalaku pusing. Aku mau pulang duluan ya!" "Ya sudah, kamu pulang sendirian nggak apa-apa kan?" tanya Fitri yang dijawab anggukan oleh Nabilah. Nabilah segera meninggalkan mal itu dengan perasaan yang kacau. Marah, cemburu dan sedih membaur menjadi satu. "Katanya cuma teman, tapi diam-diam kencan!" gumamnya dengan kesal. Pikiran dan perasan Nabilah yang sedang berkecamuk, membuatnya tidak fokus ketika sedang menyebarang jalan. Ia nyaris tertabrak motor, kalau tidak sebuah lengan kekar menariknya ke pinggir. "Akhh!" pekik Nabilah dengan jantung yang berdetak sangat cepat. "Apa Bilah baik-baik?" tanya Robin dengan penuh perhatian. Nabilah segera mendorong tubuh Robin dan menyahuti, "Bilah nggak apa-apa." "Kenapa Bilah jalan bengong saja. Sampai tidak dengar Abang panggil?" Robin kembali bertanya. Nabilah tidak menjawa
Kepulangan Abas di kampung Santri langsung menjadi pusat perhatian para gadis. Tubuhnya yang tinggi, berkulit putih dan tampan, sangat mempesona setiap mata yang memandang. Tutur katanya sopan santun, soleh dan mapan. Sehingga membuatnya jadi rebutan sebagai calon suami idaman. Keluarganya pun jelas, putra seorang kyai yang sangat dihormati. Namun, dari sekian banyak wanita lajang yang ada di kampung Santri. Hanya satu gadis yang mampu memikat hati Abas yaitu Nabilah. Teman sepermainan ketika masih anak-anak, satu tempat pengajian dan adik kelasnya."Kakak ingin melakukan taaruf dengan Bilah," ujar Abas dengan bersungguh-sungguh. "Maaf Kak, Bilah sudah punya suami," tolak Nabilah sambil tertunduk. Abas pun mengangguk seraya berkata, "Iya sudah tahu, Ibu telah mencerita semuanya. Tapi Nabilah mau kan menikah sama Kakak?" tanya pria itu dengan serius.Nabilah terdiam karena tidak tahu harus menjawab apa. Ia hanya bisa pasrah akan takdir yang menentukan jodohnya. Andai Robin tidak ber