Sadewa sangat marah sekali setelah mengetahui Bryan pergi ke mana saja. Ia langsung menemui putranya itu yang baru saja tiba di rumah."Kamu menemui siapa di apartemen itu?" tanya Sadewa sambil menatap Bryan dengan tajam. "Apartemen apa sih Pi, aku kan sudah bilang mau ketemu klien," jawab Bryan dengan setenang mungkin. Jangan sampai ayahnya tahu, kalau ia habis bertemu Bara.Sadewa kembali bertanya dengan nada lantang, "Katakan dengan jujur! Sebelum kamu bertemu Mr Jack pergi ke mana?" Bryan merasa terpojok dan menduga pasti bodyguard baru itu yang telah memberitahu ayahnya. Mau tidak mau ia harus menjawab dengan jujur, "Aku menemui Monica.""Jadi selama ini kamu diam-diam masih menjalin hubungan dengan wanita itu? Harus berapa kali Papi katakan jangan berhubungan dengannya lagi!" Sadewa memarahi Bryan yang tidak mau menuruti kata-katanya. "Aku mencintainya, lagi pula Kak Bara sudah mempunyai istri yang sangat dicintai. Terus salahku di mana?" sahut Bryan yang merasa benar. Sadew
Setelah beberapa hari mengamati kediaman Sadewa, Bara tidak juga melihat keluarganya. Ia memutuskan pergi ke Singapura lagi untuk mengetahui apa yang telah terjadi. Semoga feelingnya kali ini salah. Apalagi ketika ia mencoba menghubungi semua nomor keluarga Sadewa tidak ada yang aktif satu pun. "Abang pergi ke Singapura sebentar ya dan kamu tidak usah ikut!" pamit Bara yang membuat Nabilah jadi bertanya-tanya. "Memangnya kenapa Bilah nggak boleh ikut, Bang. Bukankah kata papi Bilah harus datang lagi kalau mau ketemu sama Robin?" tanya Nabilah meminta penjelasan. Bara tidak bisa menceritakan kecurigaannya karena tidak mau membuat Nabilah jadi was-was. "Nanti juga Bilah akan tahu, doakan biar usaha Abang bertemu Robin berhasil!""Amin .., hati-hati ya Bang!" pesan Nabilah sambil menyalami tangan Bara. Bara segera terbang ke Singapura dan ketika sampai di negara itu langsung menuju kediaman Sadewa. "Tolong sampaikan kepada Tuan Sadewa, aku mau bicara empat mata!" ujar Bara kepada s
Pak Jamal sangat terkejut ketika mendengar Bara mengatakan apa yang sedang Nabilah alami. Ia kemudian berucap, "Alhamdulillah .., kamu harus yakin akan kehendak Allah jadi jangan takut. Istrimu akan kuat dan semua akan baik-baik saja. Asalkan kamu selalu ada di sisi Nabilah untuk memberikannya cinta dan kasih sayang!" sarannya memberikan semangat. "Iya Pak," sahut Bara dengan perasaan yang lebih tenang. "Ya sudah Bapak pulang dulu. Untuk menyiapkan keperluan kalian selama di rumah sakit," ujar Pak Jamal yang dijawab anggukan oleh Bara. Bara segera menemani Nabilah yang masih belum sadarkan diri. Ia menatap istrinya dengan perasaan haru. Tidak lama kemudian Nabilah siuman dan tampak heran berada di rumah sakit. "Kenapa Bilah ada di sini Bang?" tanya Nabilah sambil menatap Bara dengan sayu. "Bilah pingsan, Abang harap kamu jangan sedih lagi ya karena ada kabar baik yang butuh perjuangan kita," ujar Bara sambil menggenggam tangan istrinya dengan erat. Mendengar itu Nabilah kemudian
Sejauh dan bersembunyi di mana pun. Aku yakin suatu hari nanti, sang waktu akan mempertemukan kami dengan Robin," lirih Bara sambil menatap foto putranya dalam kerinduan. Usaha memang tidak pernah mengkhianati hasil. Bara yang tidak punya apa-apa sejak hartanya diambil oleh Sadewa kini sudah mempunyai penghasilan tetap. Belum lagi rezeki terbesar yang akan ia terima kelak yaitu lahirnya sang buah hati ke dua. "Alhamdulillah ya Allah, atas karunia rezeki yang Engkau berikan," ucap Bara ketika melihat pendapatan hasil kerjanya. Namun, Bara dan istrinya tetap hidup dalam kesederhanaan. Orang-orang tetap mengenalnya sebagai Robin Hood yang ringan tangan. Bukan sudah bisa melupakan atau merelakan kepergian Robin. Akan tetapi, hidup harus terus berjalan. Bara dan Nabilah mencoba ikhlas dan sabar menghadapi setiap ujian hidup yang mereka alami. Terkadang Allah membungkus anugerahnya dengan berbagai macam cobaan hidup. Agar manusia mengerti akan makna rasa syukur yang sesungguhnya. "Seb
Tidak terasa kandungan Nabilah sudah berusia tujuh bulan. Ia mulai gelisah dan sering terjaga setiap tidur malam. Seolah bayi itu sudah tidak sabar menunggu waktu kelahirannya di dunia ini. Untuk menghilangkan keresahan hatinya, terkadang Nabilah memikirkan Robin. "Ibu sayang Robin, sehat-sehat ya Nak di mana pun kamu berada!" lirih Nabilah sambil mengelus foto putranya. Sementara itu detektif swasta yang disewa Bara untuk mencari Robin tidak juga melacak jejak keluarga Sadewa. Entah di mana mereka kini berada. Kesedihan Nabilah kehilangan putranya berangsur berubah menjadi keihklasan. Ia hanya bisa berdoa dan berharap Sadewa menyayangi serta mendidik putranya dengan baik. Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu. Nabilah segera beranjak dan membukakannya. Ternyata Mom Sandra yang datang sambil membawa puding buah-buahan. "Ini Momi bawakan cemilan, ada Bara nggak?" jawab Mom Sandra sambil bertanya. "Lagi ke luar Mom sama Bang Tigor," jawab Nabilah memberitahu.Mom Sandra kemudian
Bara menatap foto tanah lapang bekas pengepul yang telah di milikinya secara hukum. Dahulu ia pernah berniat membangun rumah susun di sini. Akan tetapi, kejadian demi kejadian membuat keinginan itu belum bisa terwujud. Memang manusia hanya bisa berencana, tetapi Allah yang menentukan segalanya."Abang mau bangun bisnis pengepul seperti dulu lagi di sini?" tanya Nabilah sambil duduk di samping suaminya. "Tidak karena Abang sudah janji sama warga mau membangun rumah susun untuk warga. Tapi uangnya belum cukup," sahut Bara yang sedang mengumpulkan dana."Insya Allah ada jalannya, bagaimana kalau untuk sementara kita bangun rumah singgah saja dulu!" saran Nabilah yang membuat Bara berpikir. Menurut Bara usul Nabilah boleh juga. Dengan begitu ia bisa membantu warga sekitar yang tidak punya rumah. Dari pada tidur di emperan toko atau kolong jembatan. Rumah singgah adalah pilihan yang terbaik untuk berteduh. Bara dan Nabilah segera melaksanakan rencana itu. Dengan tabungan seadanya dan ba
Keluarga Sadewa terlihat bersiap-siap untuk menghadiri rapat tahunan komisaris di Singapura. Ia akan berangkat bersama Robin dan Lucy. Seharusnya mereka pergi berempat, tetapi karena Bryan harus cek up kesehatan dulu jadi akan menyusul. "Bagaimana keadaan di sana, apakah Bara masih mencariku?" tanya Sadewa kepada bodyguardnya. "Menurut laporan sudah tidak lagi, sejak detektif swasta yang disewanya gagal menemukan jejak kita!" jawab bodyguard itu memberitahu. "Bagus, pokoknya Bara jangan sampai tahu kedatangan kita dan pastikan semuanya sudah lengkap, terutama mainan dan baju Robin! Lima menit lagi kita akan berangkat!" seru Sadewa kemudian. Lucy yang juga sudah terlihat rapi segera menemui Sadewa seraya berkata, "Robin tidak mau ikut Pi, anak itu malah menangis. Pusing Mami harus bagaimana lagi membujuknya!" Sadewa tampak heran karena biasanya anak itu sangat menurut. Disuruh dan diajak ke manapun tidak pernah menolak. Entah mengapa kali ini Robin sangat rewel, ditinggal nangis,
Bryan sangat terpukul dan syok sekali ketika melihat kedua orang tuanya kritis di rumah sakit. Apalagi ketika dokter mengatakan harapan hidup keduanya sangat tipis karena luka yang dialami korban sangat parah. Sehingga membuat kesehatan langsung drop."Papi, Mami bangun. Ya Tuhan tolong selamatkan kedua orang tuaku!" lirih Bryan sambil menangis. Tiba-tiba ia tidak sadarkan diri dan langsung mendapatkan perawatan medis. Ketika sampai di rumah sakit, Bara langsung melihat kondisi Sadewa dan Lucy yang memprihatinkan. Kehidupan mereka seolah tergantung dari alat medis yang terpasang. "Ya Allah, aku serahkan semuanya kepadaMu. Aku yakin apa pun yang terjadi nanti adalah takdir terbaik yang Engkau gariskan," doa Bara sambil menitikkan air mata. Bara mulai mencari info tentang korban anak kecil yang kemungkinan adalah Robin. "Untuk korban atas nama Robin belum ditemukan baru bajunya saja di laut dan sampai sekarang polisi masih mencarinya," ujar polisi memberitahu. Bara berharap Robin