Nabilah tampak lega karena bertemu dengan Abas dan tanpa diminta langsung mengantarnya pulang kampung. "Kakak, minta maaf atas perbutan dan sikap Hana sama kamu. Padahal aku sudah bilang kepadanya, telah mempekerjakan seorang teman untuk menjaga rumah Dinas," ucap Abas yang merasa jadi tidak enak hati. "Tidak apa-apa Kak, saya memaklumi kalau Mbak Hana menuduh saya seperti itu," sahut Nabilah yang sudah ikhlas. Abas mengakui Nabilah adalah wanita yang sabar dan tidak pendendam. Selalu melihat sesuatu dari segi baiknya. Setelah beberapa jam perjalanan, akhirnya mereka sampai di sebuah kampung yang asri. Akan tetapi, di sana sedang terjadi hama belalang yang membuat petani gagal panen. Pak Jamal yang sedang duduk di depan rumah panggung tampak terkejut melihat kepulangan Nabilah bersama Abas. Feelingnya sebagai orang tua mengatakan pasti telah terjadi sesuatu dengan Nabilah. "Assalamualaikum," ucap Nabilah yang segera menyalami ayahnya yang disusul oleh Abas.Abas tidak banyak bica
Pak Jamal memutuskan pulang ke kampung Santri. Ketika sampai di kediaman mereka, Pak Jamal dan Nabilah merasa seperti kembali ke rumah yang sebenarnya. Banyak kenangan-kenangan indah yang pernah tercipta di sini. Termasuk sepenggal kisah cinta gadis soleha dan preman kampung berasal.Dulu ketika Pak Jamal mau menjual rumahnya, Mom Sandra datang dan memberikan bantuan untuk membiayai operasi jantung Bu Asma. Setelah kepulangan Nabilah dari Singapura dan menceritakan masalah yang telah terjadi. Pak Jamal dan keluarganya sepakat untuk pergi dan menghilangkan jejak. Lalu rumah itu dipercayakan kepada Pak RT. Pak Jamal dan Nabilah memandangi rumah itu dengan haru. Semua masih sama hanya pohon mangga saja yang tampak lebih besar dan rimbun. Namun, kepulangan Nabilah kali ini mengagetkan semua warga karena dia telah mempunyai seorang anak."Bu Asma kok nggak ikut Pak Jamal?" tanya seorang tetangga. "Sudah tidak ada Bu, setahun yang lalu," jawab Pak Jamal yang membuat tetangganya itu terke
""Nama kamu siapa?" tanya Tegar yang datang menolong."Robin, mereka nakal!" jawab Robin sambil menunjuk anak-anak itu. Tegar merangkul Robin dan berkata, "Jangan nangis, ada Kakak! Kamu sama siapa ke sini?" "Sama Bapak," jawab Robin sambil menunjuk Pak Jamal yang masih berada di dalam mesjid. Tidak lama kemudian Pak Jamal datang dan bertanya, "Ada Kak Tegar rupanya, kamu apa kabar dan sudah kelas berapa sekarang?""Alhamdulillah, saya baik Pak Guru," sahut Tegar sambil menyalami Pak Jamal. Ia menceritakan sekolah di madrasah Tsanawiyah. Pak Jamal kemudian berpesan, "Belajar yang rajin ya. Robin, ayo kita pulang!" ajaknya kemudian. "Aku mau main sama Kakak Tegar," ujar Robin yang langsung lengket dengan Tegar. "Ya sudah, Kak tegar main ke rumah yuk!" ajak Pak Jamal menuruti ke keinginan cucunya. Tegar yang sedang libur sekolah pun mau ikut ke rumah Pak Jamal. Ia masih ingin main bersama Robin sekalian bertemu dengan mantan gurunya Nabilah. Nabilah senang sekali bertemu dengan
Eh Nabilah, beli tempe lagi sama sayur bayam?" tanya seorang tetangga menyindir. "Iya Bu," sahut Nabilah yang segera membayar belanjaannya dan hendak berlalu sambil menggandeng Robin.Tukang sayur kemudian berseru, "Tunggu Bilah, kamu mau ceker ayam nggak?""Robin mau mam pakai ceker ayam Bu," sahut bocah itu dengan mata berbinar."Boleh Bu," jawab Nabilah yang membuat semua ibu-ibu saling memandang. "Terima kasih," ucapnya ketika menerima pemberian tukang sayur. Setelah Nabilah pergi, ibu-ibu kembali membicarakannya. "Bu Asma saja dulu beli ayam tidak pernah diambil cekernya. Sekarang Nabilah malah kebalikannya, gratis lagi sungguh miris sekali.""Itulah kalau salah pilih jodoh, buat makan saja susah. Makanya jadi anak itu harus nurut apa kata orang tua!" sahut ibu-ibu berbaju kuning menimpali."Betul itu Bu, sial bener nasib Nabilah setelah pergi karena malu ditinggal Robin. Sekarang kembali lagi bawa anak tanpa suami," ujar warga yang lainnya. Tukang sayur kemudian bertanya, "Su
Bara yang tiba-tiba berada di dalam rumah. Ia menatap Nabilah dengan tajam seolah tidak akan memberikan ampun. Nabilah tampak tercengang melihat kedatangan Bara. Ia tidak mengerti bagaimana suaminya itu bisa tahu, kepulangannya ke rumah ini. Seketika ketakutan melanda hatinya. "Kembalikan anakku!" seru Nabilah sambil mundur dan membentur dinding.Bara terus melangkah seraya bertanya, "Kenapa kamu pergi?" "Aku sudah beritahu alasannya di surat itu," jawab Nabilah terpaksa berbohong. "Jawab dengan jujur atau kamu tidak akan pernah melihat Robin lagi!" seru Bara sambil mengancam. Nabilah tampak menggeleng dan matanya memancarkan ketakutan. "Aku akan melindungimu, jadi jangan takut dan katakan saja sejujurnya!" pinta Robin agar Nabilah mau berterus terang. "Aku akan katakan, tapi setelah itu tolong jangan ganggu hidupku dan Robin!" Nabilah mengajukan syarat. Robin menanggapi dengan dingin, "Hemm, jangan buang-buang waktuku Bilah!" Nabilah tidak punya pilihan lain dan segera menc
Tujuan Sadewa datang ke Jakarta adalah untuk membicarakan perjodohan Bara dengan Jesy secara kekeluargaan. Pria itu kemudian memutuskan untuk menginap di rumah yang diwariskan untuk Bara. Akan tetapi, ia sangat terkejut melihat Mom Sandra dan Hans berada di depan kediaman itu. Jujur Sadewa masih tidak rela Sandra kembali dalam pelukan Hans dan masih cemburu melihat kebersamaan mereka. Padahal ia tidak tahu kalau Hans hanya datang setiap weekend saja. "Apa maksud kamu sebenarnya Bara?" tanya Sadewa dengan sorot mata yang tajam. "Momi amnesia dan belum bisa ingat semuanya. Aku tidak mau kehadiran Papi memicu kenangan pahit yang telah tercipta dan itu akan membuat kepalanya jadi sakit," jawab Bara yang membuat emosi Sadewa sedikit mereda. Sebagai orang yang masih mencintai mantan istrinya. Sadewa kesal sekali karena tidak diberitahu akan hal ini. Namun, ketika mendengar alasan Bara yang memberitahu Sandra amnesia membuat Sadewa bisa menahan diri dan mau mengerti."Papi terima alas
Suara tawa anak-anak yang sedang bermain terdengar riang. Sampai seorang tukang mainan lewat baru mereka terdiam karena ingin melihat atau membeli sesuatu. "Ibu, aku mau balon!" pinta Robin ketika melihat tukang mainan yang berhenti di depan rumahnya.Nabilah hanya tersenyum karena tidak punya uang. Bahkan untuk belanja hari ini saja tidak ada. Ia kemudian membujuk anaknya, "Iya nanti kita beli." "Aku mau sekarang belinya!" rengek Robin sambil menarik tangan Nabilah. Tiba-tiba Pak Jamal keluar rumah dah bertanya, "Robin kenapa menangis?" "Minta beli balon Pak, tapi Bilah tidak punya uang," jawab Nabilah apa adanya. Pak Jamal merogoh kantung celananya dan mengeluarkan uang sepuluh ribuan. Lalu menyerahkan kepada Nabilah seraya berkata, "Belikan sana, nanti kembaliannya buat beli telur atau mie!"Nabilah merasa sungkan menerimanya dan bertanya, "Pak, salah nggak kalau Bilah ambil uang dari ATM yang dikasih Bang Bara?" "Tentu saja tidak, kalian berhak mendapatkan nafkah dari Bara
Namun, Nabilah tidak pernah sombong dan tetap hidup dalam kesederhanaan. Ia bahkan selalu ramah dan ringan tangan kepada warga sekitar. Bahkan ketika susah menjadi gunjingan, sudah berkecukupan tetap menjadi omongan orang, Nabilah tetap menerimanya dengan sabar. "Ibu-ibu sudah tahu belum Pak Jamal beli motor baru dan pasang pagar!" ujar salah seorang warga. "Ya paling ngutang, coba pikir duit dari mana, pekerjaannya cuma jadi marbot mesjid," sahut tetangga lainnya."Bang Tigor tinggal lagi di kampung ini dan ngontrak di dekat rumah Nabilah. Saya jadi curiga jangan-jangan ada main hati sama Nabilah. Soalnya saya melihat beberapa kali datang ke rumah Pak Jamal." "Heran sama ibu-ibu ini kerjaannya bergosip saja. Kalian nggak bosen ngomongin orang terus?" tanya Tigor yang tiba-tiba datang. Mereka tidak ada yang menyahuti dan langsung membubarkan diri. ***Hari ini Bara ingin sekali bertemu Robin, tetapi rasa itu harus ditahannya entah sampai kapan. Ia tahu Sadewa pasti menyuruh orang
Aku adalah seorang gadis desa yang mencintai seorang preman kampung bernama Robin. Berawal dari gagalnya pernikahanku, kami akhirnya bersatu karena takdir. Awalnya aku takut melihat Robin yang brewokan dan tampak beringas. Akan tetapi, ternyata dia pria yang bertanggungjawab dan baik hati. Sebenarnya aku sempat bimbang ketika Kak Abas kembali dan menyatakan ingin ta'aruf denganku. Pria yang dahulu aku kagumi karena kesalehannya. Seandainya belum menikah dengan Robin, mungkin aku akan menerima niat tulus Abas. Apalagi ibuku sangat merestui aku bersatu dengannya.Namun, ketika Robin rela mengorbankan nyawa, membuatku sadar cinta ini untuknya. Setelah memutuskan memilih untuk menjadi suamiku, akhirnya aku tahu kalau nama asli Robin adalah Bara Sadewa. Salah satu putra konglomerat dari Singapura. Majikan kakakku yang sudah tiada.Tidak seperti kisah Cinderella, cerita cintaku penuh dengan air mata. Terlebih ketika Sadewa memintaku pergi dari kehidupan Bara untuk selamanya. Aku dianggap
"Cukup Abang!" seru Nabilah yang datang bersama anak-anaknya. Bara mendengus kesal karena rencananya memberikan Bryan ganjaran digagalkan Nabilah. Padahal sebentar lagi adiknya itu sudah mau menangis."Om Bryan," panggil Robin sambil berlari menghampiri pamannya dengan penuh kerinduan.Azza juga tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar sambil memanggil dengan suara cadelnya, "Om Bian."Bryan langsung menyambut kedua keponakannya itu dengan pelukan hangat. "Robin sudah besar sekarang dan tambah ganteng, kalau Azza cantik dan pinter," puji Bryan yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua keponakannya itu. "Selamat datang Om Bryan, kenalkan nama aku Salsabilah," ujar Nabilah sambil menggendong putri bungsunya. "Tambah satu lagi keponakan Om, lucu sekali kamu." Bryan langsung menggendong Salsa dan menciumnya. Kalau Robin mirip dengan Nabilah, Azza lebih condong ke Mom Sandra. Maka Salsa mempunyai paras Bara versi perempuannya.Sementara itu Bara hanya memperhatikan saja, Bryan disambu
Ketika Bara dan keluarganya sedang mengalami ujian ekonomi, Nabilah melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Salsabilah Azizah Erlangga. Kehadiran Bayi itu menjadi penyemangat atas apa yang sedang mereka hadapi. Di mana Nabilah dan Bara memulai semuanya dari nol lagi.Bara menjadi suami siaga, selalu membantu istrinya dalam segala hal. Terutama dalam mengurus Robin dan Azza yang sedang aktif bermain. Sehingga membuat Nabilah merasa beruntung memiliki pendamping hidup sepertinya. "Anak-anak bagaimana Bang?" tanya Nabilah ketika sedang menyusui putrinya."Aman, Robin sudah bisa momong. Dia dewasa sekali, bahkan mengajari Azza mengaji dan mengenal nama-nama binatang pakai bahasa Inggris," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi bangga. "Robin memang pintar dan cepat daya tangkapnya," jawab Nabilah yang membuat Bara mengangguk kecil.Kondisi kesehatan Mom Sandra kian menurun setelah kepergian Hans. Sehingga membuat Bara jadi sedih dan cemas. "Kita ke rumah sakit ya Mom!" ajak Ba
Tidak terasa sudah hampir setahun aku kembali menjalani kehidupan yang sederhana, bersama Nabilah, Robin dan Azza, di kampung Rantau. Entah mengapa aku merasa nyaman tinggal di kampung itu. Mungkin di tempat ini telah menjadi titik balik dalam pencarian jati diriku. Aku merasa Nabilah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah. Dari rahimnya lahir dua buah hatiku yang lucu dan menggemaskan. Dia adalah sosok ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Selalu sabar dalam mengurus dan membesarkan anak-anak. Semoga kami bisa mendidik mereka menjadi pribadi yang soleh dan soleha serta istiqomah. "Terima kasih karena sudah mencintaiku," ucapku sambil memeluk Nabilah ketika anak-anak sedang tidur. Hanya disaat seperti ini kami memiliki waktu berdua."Terima kasih juga, sudah menjadi pelindung Bilah dan anak-anak," sahut Nabilah sambil menatapku dengan penuh cinta. Aku kemudian mengecup kening Nabilah lalu bibir dan terakhir perutnya yang membesar. Ya Nabilah sedang mengandung an
Setelah ayahnya meninggal, Bryan merasa tidak sanggup menjalankan perusahaan seorang diri. Apalagi kondisinya gampang drop, kalau terlalu banyak berpikir atau kelelahan. Bryan juga tidak percaya dengan wakilnya di kantor. Sehingga ia mengikuti saran Bara untuk menjual semua harta Sadewa. "Jika harta warisan memberatkanmu maka lepaskanlah. Jadi kamu bisa tenang menjalani hidup ini!" saran Bara setelah menimbang baik dan buruknya ke depan nanti."Terima kasih sudah memberikan masukan. Aku akan merelakan semua warisanku karena harta tidak dibawa mati," ujar Bryan menyetujui rencana Bara. Ia ingin melepaskan beban sebagai ahli waris keluarga Sadewa yang selama ini membuatnya tertekan dalam ketakutan.Tanpa memberitahu siapa pun, Bryan menjual satu persatu aset milik keluarga Sadewa. Mulai dari vila, mansion, pulau pribadi hingga saham. Kini seorang Billionaire dari Inggris yang memiliki perusahaan Sadewa Corp. Hanya kediaman Sadewa yang masih tersisa. Ia dan Bara sepakat tidak akan menj
"Aku ingin mengucapkan bela sungkawa secara langsung kepadamu dan Bara. Tapi sepertinya kehadiranku tidak tepat, maaf sudah mengganggu permisi," ucap Monica yang hendak pergi. "Tidak apa-apa Monica, terima kasih kamu sudah datang. Silahkan duduk!" cegah Bara yang menghargai kedatangan Monica sebagai seorang tamu. "Bilah, tolong buatkan minum ya!" serunya kemudian. Monica segera masuk dan menyalami semua orang yang ada di sana. "Dilanjut ya, kami mau siap-siap buat tahlilan nanti malam!" seru Mom Sandra yang segera meninggalkan tempat itu bersama Hans dan Pak Jamal. Bara juga segera menyusul dengan berkata, "Aku mau bantu Nabilah dulu, takut Robin nakalin adiknya!" Ia ingin memberikan kesempatan Bryan dan Monica bicara dari hati ke hati. Bryan kemudian mengajak Monica ke serambi rumah. Setelah mereka bicara sebentar, Monica pamitan untuk pulang."Mau ke mana Monica, kenapa buru-buru pulang?" tanya Bara yang datang bersama Nabilah sambil membawa suguhan. "Tidak apa-apa, aku turut
Setelah mendapatkan perawatan yang intensif, kondisi Bryan perlahan mulai membaik. Selama di rumah sakit, Bara selalu menemani dan mensuportnya. Agar Bryan siap menerima takdir dan semangat lagi untuk menjalani hidupnya. "Terima kasih sudah merawataku Kak!" ucap Bryan ketika baru saja masuk ke mobil dan meninggalkan rumah sakit. "Aku sudab memutuskan untuk pindah ke Singapura lagi. Banyak hal yang harus diselesaikan, bisa saja besok aku akan menyusul papi bukan?" ujar Bryan yang pasrah akan takdir hidupnya."Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik. Sekarang papi sudah tidak ada menikahlah dengan Monica. Dia masih menunggumu sampai saat ini!" saran Bara agar Bryan tidak patang asa menjalani kehidupannya. Namun, Bryan menolak usul Bara dan memberikan alasannya, "Aku dan Monica tidak akan bersatu lagi karena keluarganya minta lima puluh persen bagian harta keluarga Sadewa."Bara cukup terkejut mendengarnya dan bertanya, "Kenapa tidak kamu berikan?" "Aku tidak akan membiarkan mere
Bara langsung menghubungi Bryan melalui vidio call untuk memberitahu kalau ayah mereka sudah tiada. Tentu saja kabar itu membuat adiknya sangat terkejut dan syok. "Papi sudah tiada, tadi habis salat subuh beliau telah pergi," ujar Bara dengan suara yang bergetar. "Inalillahi wainnalillahirojiun, ya Allah aku baru mau terbang ke Singapura untuk menghadiri rapat komisaris. Habis itu ke Jakarta, menjenguk Papi. kenapa kakak nggak bilang kalau Papi sakit. Aku pasti pergi dari kemarin?" ucap Bryan dengan suara yang parau. Bara memberikan penjelasan, "Papi tidak sakit, aku pun tidak tahu kalau beliau mau berpulang. Cuma semalaman aku menemaninya yang tidak tidur. Ternyata Papi tidur menjelang pagi untuk selamanya." Mereka kemudian membahas di mana Sadewa akan dikebumikan. Akhirnya Kakak beradik itu sepakat ayah mereka dikuburkan di salah satu pemakaman elit di Indonesia saja. "Sepertinya kami tidak mungkin menguburkan setelah zuhur, kasihan papi kalau kelamaan. Jadi kemungkinan kamu t
Nabilah tampak terkejut ketika suaminya sudah pulang dari inggris, padahal baru dua hari. Namun, ia tidak berani bertanya karena Bara terlihat begitu lelah. Setelah istirahat dan makan baru mereka memulai pembicaraan."Kenapa sudah pulang, bagaimana kabar papi, Bang?" tanya Nabilah ingin tahu. "Papi baik-baik saja, Abang sudah pulang karena kita mau pindah rumah," jawab Bara yang membuat Nabilah terkejut. "Kita mau pindah ke mana Bang?" tanya Nabilah ketika mendengar keinginan Bara. Selama ini mereka menempati rumah Pak Jamal. "Ke rumah papi dan mami di Jakarta," jawab Bara yang segera menjelaskan alasannya. "Apakah Bilah siap dan bersedia membantu Abang?"Nabilah mengangguk seraya menjawab, "Insya Allah Bilah siap lahir batin mendukung dan menemani Abang untuk menjadi anak yang berbakti." Ia akan mengikuti ke mana pun Bara mengajaknya. "Ya sudah, kamu siap-siap ya, rapikan semua pakaian kita. Abang mau ngomong sama Bapak!" serunya kemudian. Bara segera menemui Pak Jamal dan men