Suara tawa anak-anak yang sedang bermain terdengar riang. Sampai seorang tukang mainan lewat baru mereka terdiam karena ingin melihat atau membeli sesuatu. "Ibu, aku mau balon!" pinta Robin ketika melihat tukang mainan yang berhenti di depan rumahnya.Nabilah hanya tersenyum karena tidak punya uang. Bahkan untuk belanja hari ini saja tidak ada. Ia kemudian membujuk anaknya, "Iya nanti kita beli." "Aku mau sekarang belinya!" rengek Robin sambil menarik tangan Nabilah. Tiba-tiba Pak Jamal keluar rumah dah bertanya, "Robin kenapa menangis?" "Minta beli balon Pak, tapi Bilah tidak punya uang," jawab Nabilah apa adanya. Pak Jamal merogoh kantung celananya dan mengeluarkan uang sepuluh ribuan. Lalu menyerahkan kepada Nabilah seraya berkata, "Belikan sana, nanti kembaliannya buat beli telur atau mie!"Nabilah merasa sungkan menerimanya dan bertanya, "Pak, salah nggak kalau Bilah ambil uang dari ATM yang dikasih Bang Bara?" "Tentu saja tidak, kalian berhak mendapatkan nafkah dari Bara
Namun, Nabilah tidak pernah sombong dan tetap hidup dalam kesederhanaan. Ia bahkan selalu ramah dan ringan tangan kepada warga sekitar. Bahkan ketika susah menjadi gunjingan, sudah berkecukupan tetap menjadi omongan orang, Nabilah tetap menerimanya dengan sabar. "Ibu-ibu sudah tahu belum Pak Jamal beli motor baru dan pasang pagar!" ujar salah seorang warga. "Ya paling ngutang, coba pikir duit dari mana, pekerjaannya cuma jadi marbot mesjid," sahut tetangga lainnya."Bang Tigor tinggal lagi di kampung ini dan ngontrak di dekat rumah Nabilah. Saya jadi curiga jangan-jangan ada main hati sama Nabilah. Soalnya saya melihat beberapa kali datang ke rumah Pak Jamal." "Heran sama ibu-ibu ini kerjaannya bergosip saja. Kalian nggak bosen ngomongin orang terus?" tanya Tigor yang tiba-tiba datang. Mereka tidak ada yang menyahuti dan langsung membubarkan diri. ***Hari ini Bara ingin sekali bertemu Robin, tetapi rasa itu harus ditahannya entah sampai kapan. Ia tahu Sadewa pasti menyuruh orang
Robin mengigit tangan pria itu dan berteriak, "Ibu tolong, tolong!" Ia langsung menangis kencang.Tigor yang berada di sekitar tempat itu mendengar teriakan Robin dan segera menghampirinya. "Hei, mau apa kalian?" tanyanya dengan lantang.Kedua pria itu tidak menyangka ada Tigor dan mereka langsung lari meninggalkan Robin yang menangis ketakutan."Robin, kamu kenapa?" tanya Tigor sambil menggendongnya."Om nakal, hu .., hu .., mau bawa aku," sahut Tigor sambil sesenggukan. Tigor langsung mengajak Robin, "Ya sudah diam, ayo kita pulang!" Sampai di rumah Robin langsung memeluk ibunya dengan erat. Sehingga membuat Nabilah terkejut dan heran. "Tadi ada dua orang pria mau membawa Robin ketika sedang pulang sendirian. Tapi sepertinya mereka bukan orang sini atau pun kampung Rantau," ujar Tigor menjelaskan. "Ya Allah, Ibu kan sudah bilang Robin jangan pulang sendiri!" ujar Nabilah merasa bersyukur ada Tigor yang menolong putranya, kalau tidak entah apa yang akan terjadi.Robin menjelask
Setelah rapi dan berpamitan kepada Pak Jamal, sebuah mobil datang menjemput Nabilah dan Robin. Mereka kemudian pergi ke suatu tempat. Kendaraan itu meluncur ke kota Bogor, tepatnya ke kawasan puncak. Ketika sampai di tempat tujuan, Bara tampak menyambut mereka di teras. Nabilah ingat di vila inilah dulu pernikahan keduanya dengan Bara terjadi. "Ayah," panggil Robin sambil menghambur memeluk Bara. "Jagoan Ayah," ujar Bara sambil memeluk putranya dengan erat. Solah terbayar sudah kerinduannya selama ini. Setelah mempunyai anak, Bara memaklumi sikap Sadewa kepadanya. Akan tetapi, kalau Robin besar nanti ia berjanji tidak akan bersikap otoriter dan berusaha lebih bijak. Apalagi harus memisahkan dua insan yang saling mencintai karena derajat sosial semata. Bara juga memeluk Nabilah dan mereka masuk ke vila itu untuk menghabiskan waktu dalam kebersamaan. Ia sudah membelikan putranya mainan dan mereka bermain bersama. Setelah itu makan bareng, lalu main lagi sampai Robin kelelah
Nabilah sudah merasa bahagia karena bisa menghabiskan waktu bersama suaminya. Mereka banyak mengabadikan kebersamaan itu dalam foto-foto. Ia berdoa semoga bisa seperti ini lagi di lain waktu. "Jaga diri kalian baik-baik, apa pun yang terjadi nanti ingatlah satu hal. Cinta dan kasih sayang Abang cuma untuk Bilah dan Robin!" pesan Bara ketika harus berpisah dengan istri dan anaknya. "Bilah akan selalu ingat hari ini. Jagalah salat agar Abang selalu dalam lindungan Allah!" sahut Nabilah sambil menyalami tangan suaminya."Sekarang Robin pulang sama Ibu ya. Nanti kapan-kapan kita main ke sini lagi. Ayah mau kerja dulu !" ujar Bara yang dijawab anggukan oleh Robin. Nabilah dan Robin segera meninggalkan vila dan pulang ke kampung Santri dengan penuh kebahagiaan. Bara tampak memandangi kepergian istri dan anaknya dengan sendu. Rasanya sesak sekali ketika harus berjauhan lagi dengan orang-orang yang dicintainya. Andai dirinya bisa memilih dengan siapa menjalani hidup ini. Setelah kendar
Waktu cepat berlalu, hari pernikahan Bara dan Jesy semakin dekat. Bahkan keluarga mempelai wanita sudah terlebih dahulu terbang ke Bali. Hal yang sama juga dilakukan oleh Hans dengan mengajak Mom Sandra ke Surabaya. Tentu saja harus menggunakan alasan untuk berobat. Sementara itu Bara meminta Sadewa untuk tidak mengumbar kemesraan di depan Mom Sandra ketika hari akad. "Tolong Papi bilangin Mami untuk jaga sikap di depan momi. Sekali saja dia buat ulah aku pastikan pernikahan itu langsung batal!" pesan Bara sedikit mengancam. "Oke, setelah menikah sebaiknya kamu dan Jesy tinggal di Singapura. Sekalian bawa Mom Sandra berobat di sana. Jangan pikirkan biayanya!" seru Sadewa yang secara langsung masih memberikan perhatian kepada mantan istrinya. "Aku akan membicarakannya terlebih dahulu sama Om Hans," sahut Bara yang sangat menghargai ayah posisi sambungnya itu. "Atur saja, sebaiknya sekarang kamu segera berangkat karena Papi dan keluarga Sadewa sudah siap terbang ke Bali! Kita
Ketika semua orang sedang terlelap, Bara meninggalkan hotel itu dan langsung ke Bandara untuk terbang ke Jakarta. Ia sudah tidak perduli dengan acara pernikahannya esok pagi. Pria itu hanya memikirkan keselamatan anak dan istrinya saja dan harus siap menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi. Ketika sampai di rumah Pak Jamal, sudah ada Pak RT dan warga yang telah mendapat laporan atas hilangnya Nabilah dan Robin."Istri dan anak saya, di mana Pak?" tanya Bara dengan panik. "Bapak juga tidak tahu, semalam Bapak tidur dengan nyenyak sekali. Ketika bangun Nabilah dan Robin sudah tidak ada," ujar Pak Jamal yang segera menceritakan kejanggalan sebelum putri dan cucunya hilang.Tigor juga mengaku semalam tidur sangat pulas. Sehingga tidak tahu ada penggilan telepon dari Nabilah sampai beberapa kali. Para tetangga pun tidak ada yang mendengar ada keributan. Berdasarkan keterangan Pak Jamal dan Tigor, Bara yakin sekali mereka menggunakan gas bius."Kabel CCTV diputus, sepertinya pelaku su
Abas yang sudah diberitahu hilangnya Nabilah dan Robin segera datang dari luar kota. Ia akan menangani kasus penculikan itu secara langsung karena kemungkinan besar pelaku ada hubungan dengan tugasnya dahulu di kampung Rantau. "Beno memang sudah bebas dan sekarang bersama keluarganya pindah ke luar pulau. Kami sedang melacak keberadaannya di sana, sedangkan Baron masih di penjara," ujar Abas membahas kasus itu bersama Bara. "Kemungkinan besar Beno pelakunya," ujar Bara karena penculik itu bisa membaca situasi dan kesempatan dengan baik. Abas memberikan pendapatnya, "Feelingku juga dia, tapi kita butuh bukti yang kuat dan akurat akan keterlibatan Beno. Tapi kalau pelaku berasal dari keluargamu aku tidak bisa bertindak lebih jauh lagi. Kita harus berkerjasama dalam hal ini.""Soal keluarga Sadewa itu urusanku," ujar Bara yang akan bertindak cepat. "Para penculik itu sangat profesional pasti dibayar cukup mahal. Jadi ada kemungkinan papi yang menyuruh mereka!" batinnya, meskipun ragu