Waktu cepat berlalu, hari pernikahan Bara dan Jesy semakin dekat. Bahkan keluarga mempelai wanita sudah terlebih dahulu terbang ke Bali. Hal yang sama juga dilakukan oleh Hans dengan mengajak Mom Sandra ke Surabaya. Tentu saja harus menggunakan alasan untuk berobat. Sementara itu Bara meminta Sadewa untuk tidak mengumbar kemesraan di depan Mom Sandra ketika hari akad. "Tolong Papi bilangin Mami untuk jaga sikap di depan momi. Sekali saja dia buat ulah aku pastikan pernikahan itu langsung batal!" pesan Bara sedikit mengancam. "Oke, setelah menikah sebaiknya kamu dan Jesy tinggal di Singapura. Sekalian bawa Mom Sandra berobat di sana. Jangan pikirkan biayanya!" seru Sadewa yang secara langsung masih memberikan perhatian kepada mantan istrinya. "Aku akan membicarakannya terlebih dahulu sama Om Hans," sahut Bara yang sangat menghargai ayah posisi sambungnya itu. "Atur saja, sebaiknya sekarang kamu segera berangkat karena Papi dan keluarga Sadewa sudah siap terbang ke Bali! Kita
Ketika semua orang sedang terlelap, Bara meninggalkan hotel itu dan langsung ke Bandara untuk terbang ke Jakarta. Ia sudah tidak perduli dengan acara pernikahannya esok pagi. Pria itu hanya memikirkan keselamatan anak dan istrinya saja dan harus siap menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi. Ketika sampai di rumah Pak Jamal, sudah ada Pak RT dan warga yang telah mendapat laporan atas hilangnya Nabilah dan Robin."Istri dan anak saya, di mana Pak?" tanya Bara dengan panik. "Bapak juga tidak tahu, semalam Bapak tidur dengan nyenyak sekali. Ketika bangun Nabilah dan Robin sudah tidak ada," ujar Pak Jamal yang segera menceritakan kejanggalan sebelum putri dan cucunya hilang.Tigor juga mengaku semalam tidur sangat pulas. Sehingga tidak tahu ada penggilan telepon dari Nabilah sampai beberapa kali. Para tetangga pun tidak ada yang mendengar ada keributan. Berdasarkan keterangan Pak Jamal dan Tigor, Bara yakin sekali mereka menggunakan gas bius."Kabel CCTV diputus, sepertinya pelaku su
Abas yang sudah diberitahu hilangnya Nabilah dan Robin segera datang dari luar kota. Ia akan menangani kasus penculikan itu secara langsung karena kemungkinan besar pelaku ada hubungan dengan tugasnya dahulu di kampung Rantau. "Beno memang sudah bebas dan sekarang bersama keluarganya pindah ke luar pulau. Kami sedang melacak keberadaannya di sana, sedangkan Baron masih di penjara," ujar Abas membahas kasus itu bersama Bara. "Kemungkinan besar Beno pelakunya," ujar Bara karena penculik itu bisa membaca situasi dan kesempatan dengan baik. Abas memberikan pendapatnya, "Feelingku juga dia, tapi kita butuh bukti yang kuat dan akurat akan keterlibatan Beno. Tapi kalau pelaku berasal dari keluargamu aku tidak bisa bertindak lebih jauh lagi. Kita harus berkerjasama dalam hal ini.""Soal keluarga Sadewa itu urusanku," ujar Bara yang akan bertindak cepat. "Para penculik itu sangat profesional pasti dibayar cukup mahal. Jadi ada kemungkinan papi yang menyuruh mereka!" batinnya, meskipun ragu
Setelah enam hari pencarian, Nabilah dan Robin belum ditemukan juga. Padahal berita kehilangan ibu dan anak itu telah disebar melalui media sosial. Dugaan Beno sebagai pelaku masih diragukan karena pria itu memang benar berada di luar pulau. Akan tetapi, Abas tidak menyerah begitu saja dan terus mengusut kasus itu. Bahkan Baron juga diinterogasi, meskipun tidak memberikan keterangan yang berarti. Bara juga tidak mendapatkan info akan keterlibatan keluarga Sadewa. Ia hanya mendengar kabar, kalau Sadewa menggantikan posisinya untuk menikahi Jesy. Sehingga membuat Lucy marah besar. Justru Bara mendapat kabar yang mengejutkan dari Hans. Mom Sandra juga tiba-tiba hilang, ketika sedang berobat ke rumah sakit di Surabaya. "Kapan kejadiannya Om?" tanya Bara dengan cemas."Kemarin lusa, Om sudah lapor polisi dan sekarang kasusnya sedang ditangani," ujar Hans yang merasa istrinya telah menjadi korban penculikan juga.Bara kemudian menebak, "Jangan-jangan pelakunya orang yang sama?" "Bisa j
Lucy sangat marah sekali dan tidak terima Sadewa menikah dengan Jesy. Ia benar-benar merasa diduakan, meskipun Sadewa bilang pernikahan itu hanya untuk menyelamatkan aib yang ditorehkan oleh Bara. "Semua gara-gara Bara, memang sialan anak itu!" gerutu Lucy dengan geram. "Tenanglah Lucy, Sadewa sudah bilang pernikahan itu cuma sementara!" seru seorang pria dengan tenang. Lucy kembali mencurahkan kegundahan hatinya, "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, kalau Sadewa meniduri wanita itu bagaimana?" "Anggap saja kalian impas, biarkan dia mencari kepuasan dengan wanita itu. Agar hubungan kita tetap berjalan dengan baik!" sahut pria itu sambil mengelus bahu Lucy. Lucy menepis tangan pria itu dengan kasar dan berkata, "Dasar bodoh, mereka bisa mempunyai anak lagi!" Pria itu tampak berpikir sejenak dan mengerti apa yang Lucy takutkan. "Bukankah itu hal yang mudah, pasti kamu punya banyak cara untuk membuat wanita itu tidak bisa hamil kan?" "Kalau mudah aku tidak akan datang menemuimu
"Robin," panggil Nabilah lagi. "Aku ada di sini," sahut Bara yang baru saja selesai melaksanakan salat. Ia segera bangkit dan menggenggam tangan istrinya dengan erat. Nabilah membuka mata dengan perlahan. Pandangannya tampak samar dan berputar. Setelah beberapa saat ia baru bisa melihat dengan jelas. Nabilah tidak menyangka dirinya masih hidup. Padahal ia mengira tidak akan selamat karena terakhir kali hanya merasakan tubuhnya diangkat dan semua jadi gelap. "Allahuakbar," ucap Nabilah sambil terisak karena masih diberi kesempatan hidup. "Abang, Robin mana?" tanya wanita itu ketika menyadari ada Bara di sisinya. "Sama Bapak," sahut Bara terpaksa berbohong karena tidak mau membuat keadaan Nabilah semakin drop. Ia juga tidak bertanya soal penyekapan itu.Masih dengan suara yang lemah, Nabilah kemudian meminta, "Jangan pergi Bang, Bilah takut!" "Iya, Abang janji mulai saat ini akan selalu bersama Bilah, selamanya!" ucap Bara yang membuat Nabilah jadi tenang. Ia segera memanggil tenag
Setelah mendapatkan perawatan selama seminggu di rumah sakit, Nabilah diperbolehkan pulang. Ia terlihat senang sekali karena akan berjumpa dengan buah hatinya.Ketika sampai di rumah Pak Jamal, Bara segera merangkul istrinya yang masih sedikit lemas. Semoga saja Nabilah tidak syok setelah tahu kebenaran tentang Robin."Assalamualaikum, Robin, Ibu pulang Nak," ucap Nabilah dengan penuh kerinduan. "Waalaikumsalam," sahut Pak Jamal sambil membukakan pintu. Nabilah langsung menyalami tangan ayahnya dan bertanya, "Robin mana Pak?" Pak Jamal tampak terdiam sambil menatap putrinya dengan sendu. Tanpa menunggu jawaban dari ayahnya, Nabilah segera mencari Robin di kamar, tetapi tidak ada. "Pak, Robin di mana?" tanya Nabilah sambil menatap ayahnya dengan saksama. Bara langsung memeluk Nabilah dan menyahuti, "Robin belum ditemukan.""Tidak mungkin, Abang bohong kan?" tanya Nabilah yang dijawab gelengan kepala oleh Bara. "Ayo cari anak kita, Bang!" serunya sambil terisak dan meronta."Polis
Sadewa tersenyum dan menjelaskan, "Ketika kamu koma, Bara diasuh oleh asisten dan tukang kebun. Mereka sepasang suami istri yang dipanggil Ibu dan Bapak. Nama Robin itu karena dia suka diceritain kisah Robin Hood sebelum tidur. Jadi kamu harus maklum dan jangan dengarkan kalau Bara suka bicara aneh karena dia masih kecil."Mom Sandra tampak mengangguk kecil. Ia diceritakan kalau habis bangun dari koma akibat jatuh dari lantai atas karena kebakaran yang melanda rumah mereka. Jadi tidak ada satu kenangan dari masa lalu yang tersisa."Bara, sama Papi ya. Momi mau diperiksa sama Pak Dokter dulu!" seru Mom Sadewa yang dijawab anggukan oleh Robin. Sadewa kemudian duduk di hadapan Robin dan bicara dengan lemah lembut. "Papi kan sudah bilang, momi lagi sakit jadi kamu tidak boleh bilang tentang ibu, ayah dan Robin!""Iya Pi, tapi kapan aku boleh ketemu sama ibu dan ayah?" tanya Robin yang kangen dengan kedua orang tuanya. "Papi sedang mencari Ibu dan ayah kamu. Entah meraka pergi ke mana,"
Aku adalah seorang gadis desa yang mencintai seorang preman kampung bernama Robin. Berawal dari gagalnya pernikahanku, kami akhirnya bersatu karena takdir. Awalnya aku takut melihat Robin yang brewokan dan tampak beringas. Akan tetapi, ternyata dia pria yang bertanggungjawab dan baik hati. Sebenarnya aku sempat bimbang ketika Kak Abas kembali dan menyatakan ingin ta'aruf denganku. Pria yang dahulu aku kagumi karena kesalehannya. Seandainya belum menikah dengan Robin, mungkin aku akan menerima niat tulus Abas. Apalagi ibuku sangat merestui aku bersatu dengannya.Namun, ketika Robin rela mengorbankan nyawa, membuatku sadar cinta ini untuknya. Setelah memutuskan memilih untuk menjadi suamiku, akhirnya aku tahu kalau nama asli Robin adalah Bara Sadewa. Salah satu putra konglomerat dari Singapura. Majikan kakakku yang sudah tiada.Tidak seperti kisah Cinderella, cerita cintaku penuh dengan air mata. Terlebih ketika Sadewa memintaku pergi dari kehidupan Bara untuk selamanya. Aku dianggap
"Cukup Abang!" seru Nabilah yang datang bersama anak-anaknya. Bara mendengus kesal karena rencananya memberikan Bryan ganjaran digagalkan Nabilah. Padahal sebentar lagi adiknya itu sudah mau menangis."Om Bryan," panggil Robin sambil berlari menghampiri pamannya dengan penuh kerinduan.Azza juga tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar sambil memanggil dengan suara cadelnya, "Om Bian."Bryan langsung menyambut kedua keponakannya itu dengan pelukan hangat. "Robin sudah besar sekarang dan tambah ganteng, kalau Azza cantik dan pinter," puji Bryan yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua keponakannya itu. "Selamat datang Om Bryan, kenalkan nama aku Salsabilah," ujar Nabilah sambil menggendong putri bungsunya. "Tambah satu lagi keponakan Om, lucu sekali kamu." Bryan langsung menggendong Salsa dan menciumnya. Kalau Robin mirip dengan Nabilah, Azza lebih condong ke Mom Sandra. Maka Salsa mempunyai paras Bara versi perempuannya.Sementara itu Bara hanya memperhatikan saja, Bryan disambu
Ketika Bara dan keluarganya sedang mengalami ujian ekonomi, Nabilah melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Salsabilah Azizah Erlangga. Kehadiran Bayi itu menjadi penyemangat atas apa yang sedang mereka hadapi. Di mana Nabilah dan Bara memulai semuanya dari nol lagi.Bara menjadi suami siaga, selalu membantu istrinya dalam segala hal. Terutama dalam mengurus Robin dan Azza yang sedang aktif bermain. Sehingga membuat Nabilah merasa beruntung memiliki pendamping hidup sepertinya. "Anak-anak bagaimana Bang?" tanya Nabilah ketika sedang menyusui putrinya."Aman, Robin sudah bisa momong. Dia dewasa sekali, bahkan mengajari Azza mengaji dan mengenal nama-nama binatang pakai bahasa Inggris," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi bangga. "Robin memang pintar dan cepat daya tangkapnya," jawab Nabilah yang membuat Bara mengangguk kecil.Kondisi kesehatan Mom Sandra kian menurun setelah kepergian Hans. Sehingga membuat Bara jadi sedih dan cemas. "Kita ke rumah sakit ya Mom!" ajak Ba
Tidak terasa sudah hampir setahun aku kembali menjalani kehidupan yang sederhana, bersama Nabilah, Robin dan Azza, di kampung Rantau. Entah mengapa aku merasa nyaman tinggal di kampung itu. Mungkin di tempat ini telah menjadi titik balik dalam pencarian jati diriku. Aku merasa Nabilah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah. Dari rahimnya lahir dua buah hatiku yang lucu dan menggemaskan. Dia adalah sosok ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Selalu sabar dalam mengurus dan membesarkan anak-anak. Semoga kami bisa mendidik mereka menjadi pribadi yang soleh dan soleha serta istiqomah. "Terima kasih karena sudah mencintaiku," ucapku sambil memeluk Nabilah ketika anak-anak sedang tidur. Hanya disaat seperti ini kami memiliki waktu berdua."Terima kasih juga, sudah menjadi pelindung Bilah dan anak-anak," sahut Nabilah sambil menatapku dengan penuh cinta. Aku kemudian mengecup kening Nabilah lalu bibir dan terakhir perutnya yang membesar. Ya Nabilah sedang mengandung an
Setelah ayahnya meninggal, Bryan merasa tidak sanggup menjalankan perusahaan seorang diri. Apalagi kondisinya gampang drop, kalau terlalu banyak berpikir atau kelelahan. Bryan juga tidak percaya dengan wakilnya di kantor. Sehingga ia mengikuti saran Bara untuk menjual semua harta Sadewa. "Jika harta warisan memberatkanmu maka lepaskanlah. Jadi kamu bisa tenang menjalani hidup ini!" saran Bara setelah menimbang baik dan buruknya ke depan nanti."Terima kasih sudah memberikan masukan. Aku akan merelakan semua warisanku karena harta tidak dibawa mati," ujar Bryan menyetujui rencana Bara. Ia ingin melepaskan beban sebagai ahli waris keluarga Sadewa yang selama ini membuatnya tertekan dalam ketakutan.Tanpa memberitahu siapa pun, Bryan menjual satu persatu aset milik keluarga Sadewa. Mulai dari vila, mansion, pulau pribadi hingga saham. Kini seorang Billionaire dari Inggris yang memiliki perusahaan Sadewa Corp. Hanya kediaman Sadewa yang masih tersisa. Ia dan Bara sepakat tidak akan menj
"Aku ingin mengucapkan bela sungkawa secara langsung kepadamu dan Bara. Tapi sepertinya kehadiranku tidak tepat, maaf sudah mengganggu permisi," ucap Monica yang hendak pergi. "Tidak apa-apa Monica, terima kasih kamu sudah datang. Silahkan duduk!" cegah Bara yang menghargai kedatangan Monica sebagai seorang tamu. "Bilah, tolong buatkan minum ya!" serunya kemudian. Monica segera masuk dan menyalami semua orang yang ada di sana. "Dilanjut ya, kami mau siap-siap buat tahlilan nanti malam!" seru Mom Sandra yang segera meninggalkan tempat itu bersama Hans dan Pak Jamal. Bara juga segera menyusul dengan berkata, "Aku mau bantu Nabilah dulu, takut Robin nakalin adiknya!" Ia ingin memberikan kesempatan Bryan dan Monica bicara dari hati ke hati. Bryan kemudian mengajak Monica ke serambi rumah. Setelah mereka bicara sebentar, Monica pamitan untuk pulang."Mau ke mana Monica, kenapa buru-buru pulang?" tanya Bara yang datang bersama Nabilah sambil membawa suguhan. "Tidak apa-apa, aku turut
Setelah mendapatkan perawatan yang intensif, kondisi Bryan perlahan mulai membaik. Selama di rumah sakit, Bara selalu menemani dan mensuportnya. Agar Bryan siap menerima takdir dan semangat lagi untuk menjalani hidupnya. "Terima kasih sudah merawataku Kak!" ucap Bryan ketika baru saja masuk ke mobil dan meninggalkan rumah sakit. "Aku sudab memutuskan untuk pindah ke Singapura lagi. Banyak hal yang harus diselesaikan, bisa saja besok aku akan menyusul papi bukan?" ujar Bryan yang pasrah akan takdir hidupnya."Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik. Sekarang papi sudah tidak ada menikahlah dengan Monica. Dia masih menunggumu sampai saat ini!" saran Bara agar Bryan tidak patang asa menjalani kehidupannya. Namun, Bryan menolak usul Bara dan memberikan alasannya, "Aku dan Monica tidak akan bersatu lagi karena keluarganya minta lima puluh persen bagian harta keluarga Sadewa."Bara cukup terkejut mendengarnya dan bertanya, "Kenapa tidak kamu berikan?" "Aku tidak akan membiarkan mere
Bara langsung menghubungi Bryan melalui vidio call untuk memberitahu kalau ayah mereka sudah tiada. Tentu saja kabar itu membuat adiknya sangat terkejut dan syok. "Papi sudah tiada, tadi habis salat subuh beliau telah pergi," ujar Bara dengan suara yang bergetar. "Inalillahi wainnalillahirojiun, ya Allah aku baru mau terbang ke Singapura untuk menghadiri rapat komisaris. Habis itu ke Jakarta, menjenguk Papi. kenapa kakak nggak bilang kalau Papi sakit. Aku pasti pergi dari kemarin?" ucap Bryan dengan suara yang parau. Bara memberikan penjelasan, "Papi tidak sakit, aku pun tidak tahu kalau beliau mau berpulang. Cuma semalaman aku menemaninya yang tidak tidur. Ternyata Papi tidur menjelang pagi untuk selamanya." Mereka kemudian membahas di mana Sadewa akan dikebumikan. Akhirnya Kakak beradik itu sepakat ayah mereka dikuburkan di salah satu pemakaman elit di Indonesia saja. "Sepertinya kami tidak mungkin menguburkan setelah zuhur, kasihan papi kalau kelamaan. Jadi kemungkinan kamu t
Nabilah tampak terkejut ketika suaminya sudah pulang dari inggris, padahal baru dua hari. Namun, ia tidak berani bertanya karena Bara terlihat begitu lelah. Setelah istirahat dan makan baru mereka memulai pembicaraan."Kenapa sudah pulang, bagaimana kabar papi, Bang?" tanya Nabilah ingin tahu. "Papi baik-baik saja, Abang sudah pulang karena kita mau pindah rumah," jawab Bara yang membuat Nabilah terkejut. "Kita mau pindah ke mana Bang?" tanya Nabilah ketika mendengar keinginan Bara. Selama ini mereka menempati rumah Pak Jamal. "Ke rumah papi dan mami di Jakarta," jawab Bara yang segera menjelaskan alasannya. "Apakah Bilah siap dan bersedia membantu Abang?"Nabilah mengangguk seraya menjawab, "Insya Allah Bilah siap lahir batin mendukung dan menemani Abang untuk menjadi anak yang berbakti." Ia akan mengikuti ke mana pun Bara mengajaknya. "Ya sudah, kamu siap-siap ya, rapikan semua pakaian kita. Abang mau ngomong sama Bapak!" serunya kemudian. Bara segera menemui Pak Jamal dan men