"Robin," panggil Nabilah lagi. "Aku ada di sini," sahut Bara yang baru saja selesai melaksanakan salat. Ia segera bangkit dan menggenggam tangan istrinya dengan erat. Nabilah membuka mata dengan perlahan. Pandangannya tampak samar dan berputar. Setelah beberapa saat ia baru bisa melihat dengan jelas. Nabilah tidak menyangka dirinya masih hidup. Padahal ia mengira tidak akan selamat karena terakhir kali hanya merasakan tubuhnya diangkat dan semua jadi gelap. "Allahuakbar," ucap Nabilah sambil terisak karena masih diberi kesempatan hidup. "Abang, Robin mana?" tanya wanita itu ketika menyadari ada Bara di sisinya. "Sama Bapak," sahut Bara terpaksa berbohong karena tidak mau membuat keadaan Nabilah semakin drop. Ia juga tidak bertanya soal penyekapan itu.Masih dengan suara yang lemah, Nabilah kemudian meminta, "Jangan pergi Bang, Bilah takut!" "Iya, Abang janji mulai saat ini akan selalu bersama Bilah, selamanya!" ucap Bara yang membuat Nabilah jadi tenang. Ia segera memanggil tenag
Setelah mendapatkan perawatan selama seminggu di rumah sakit, Nabilah diperbolehkan pulang. Ia terlihat senang sekali karena akan berjumpa dengan buah hatinya.Ketika sampai di rumah Pak Jamal, Bara segera merangkul istrinya yang masih sedikit lemas. Semoga saja Nabilah tidak syok setelah tahu kebenaran tentang Robin."Assalamualaikum, Robin, Ibu pulang Nak," ucap Nabilah dengan penuh kerinduan. "Waalaikumsalam," sahut Pak Jamal sambil membukakan pintu. Nabilah langsung menyalami tangan ayahnya dan bertanya, "Robin mana Pak?" Pak Jamal tampak terdiam sambil menatap putrinya dengan sendu. Tanpa menunggu jawaban dari ayahnya, Nabilah segera mencari Robin di kamar, tetapi tidak ada. "Pak, Robin di mana?" tanya Nabilah sambil menatap ayahnya dengan saksama. Bara langsung memeluk Nabilah dan menyahuti, "Robin belum ditemukan.""Tidak mungkin, Abang bohong kan?" tanya Nabilah yang dijawab gelengan kepala oleh Bara. "Ayo cari anak kita, Bang!" serunya sambil terisak dan meronta."Polis
Sadewa tersenyum dan menjelaskan, "Ketika kamu koma, Bara diasuh oleh asisten dan tukang kebun. Mereka sepasang suami istri yang dipanggil Ibu dan Bapak. Nama Robin itu karena dia suka diceritain kisah Robin Hood sebelum tidur. Jadi kamu harus maklum dan jangan dengarkan kalau Bara suka bicara aneh karena dia masih kecil."Mom Sandra tampak mengangguk kecil. Ia diceritakan kalau habis bangun dari koma akibat jatuh dari lantai atas karena kebakaran yang melanda rumah mereka. Jadi tidak ada satu kenangan dari masa lalu yang tersisa."Bara, sama Papi ya. Momi mau diperiksa sama Pak Dokter dulu!" seru Mom Sadewa yang dijawab anggukan oleh Robin. Sadewa kemudian duduk di hadapan Robin dan bicara dengan lemah lembut. "Papi kan sudah bilang, momi lagi sakit jadi kamu tidak boleh bilang tentang ibu, ayah dan Robin!""Iya Pi, tapi kapan aku boleh ketemu sama ibu dan ayah?" tanya Robin yang kangen dengan kedua orang tuanya. "Papi sedang mencari Ibu dan ayah kamu. Entah meraka pergi ke mana,"
Hari demi hari kondisi Nabilah dipenuhi dengan kesedihan. Ia selalu menangis sambil memegang barang-barang Robin. Mulai dari mainan, baju sampai foto. Bara selalu mendampingi Nabilah agar kuat menghadapi cobaan ini. "Kamu ada di mana, Nak?" tanya Nabilah sambil memeluk foto Robin."Kita cari Robin yuk, sambil muter-muter. Tapi kamu makan dulu!" bujuk Bara yang merasa sedih melihat kondisi istrinya. Sambil menggeleng Nabilah menolak, "Bilah, tidak lapar Bang!" "Biar Bapak yang menyuapi Bilah. Kamu makan dan istirahatlah. Ingat kamu harus kuat dan jangan sampai sakit!" seru Pak Jamal yang melihat Bara sangat lelah karena kurang tidur. Bara tampak mengangguk dan segera ke luar dari kamar. "Dulu ketika, mendapat kabar Kakakmu telah tewas. Dunia Bapak dan Ibu seketika langsung runtuh. Tentu kamu masih ingat, bagaimana keadaan Ibu waktu itu. Sampai kamu jatuh sakit karena harus merawat dan menjaga Ibu," ujar Pak Jamal yang membuat Nabilah tertegun. Nabilah teringat bagaimana membujuk
"Dengan bukti rekaman CCTV ini aku akan menyeret Sadewa ke meja hijau, kalau dia tidak mau menyerahkan Sandra secara baik-baik," ujar Hans yang siap menuntut Sadewa secara hukum."Tapi Om harus hati-hati, dengan kekuasaan yang dimilikinya dia seperti ular yang sulit ditangkap. Bahkan media massa bisa dibungkamnya dengan mudah!" pesan Bara yang tahu ayahnya sulit disentuh secara hukum. Hans memberikan pendapatnya, "Kita harus pintar dan sedikit licik untuk menghadapinya.""Iya, aku akan cari cara untuk bicara dengan keluarga Sadewa," ujar Bara mengakhiri percakapan itu.Bara mencoba menghubungi Bryan, Jesy dan Monica. Akan tetapi, nomor kontak mereka tidak ada yang aktif satu pun. Hanya Sam yang dapat diajak berkomunikasi. "Apa yang bisa kubantu?" tanya Sam langsung to the point. "Aku ingin bicara dengan Bryan!" pinta Bara yang ingin bicara empat mata dengan adiknya. "Jangan, Bryan diancam oleh Tuan Sadewa untuk tidak membantumu. Semua orang yang berhubungan dengan keluarga Sadewa
Mentari tampak bersinar dengan cerah Sebuah mobil mewah berhenti di salah satu resort elit di kota Batam. Seorang wanita cantik dan dua bodyguard segera turun dari kendaraan itu. Lalu ia masuk ke salah satu kamar, di mana seseorang sudah menunggunya. Jesy tampak tersenyum ketika melihat Sadewa karena hari ini pria itu janji akan membebaskannya. "Om, aku sudah siap," ujar Jesy yang sudah tidak sabar menyandang status barunya sebagai janda kembang. Sadewa berbalik dan menatap Jesy dengan intens. Ia mengakui wanita itu memang cantik dan memikat hati. Menurutnya bodoh sekali Bara menolak perjodohan itu demi seorang wanita biasa seperti Nabilah. Jesy tampak menunduk ketika melihat Sadewa memakai kemeja tidak dikancing. Sehingga memperlihatkan perutnya yang kotak-kotak. Sadewa memang memiliki karisma yang masih mampu membuat wanita jatuh cinta. Ia masih bisa bersaing dengan pria lebih muda, meskipun tidak setampan Bara atau Bryan. "Benar kamu sudah siap?" tanya Sadewa yang dijawab ang
Sadewa sangat terkejut dan marah sekali ketika mendengar laporan dari salah satu bodyguard yang memberitahu Jesy berhasil kabur. "Kami semua dibius dan CCTV diresort dimatikan. Jadi tidak ada petunjuk siapa yang telah membantu Miss Jesy melarikan diri. Tapi yang terakhir berkunjung adalah ibunya," ujar salah satu pria yang ditugaskan menjaga Jesy."Kurang ajar, berani sekali orang itu bermain api denganku. Cari Jesy sampai ketemu dan beri pelajaran orang yang telah membantunya kabur!" seru Sadewa dengan penuh kemarahan.Setelah sejam kemudian, orang tua Jesy menghubungi Sadewa. Mereka mengatakan tidak membebaskan Jesy dan siap menanggung resikonya kalau berbohong. Sadewa kemudian memanggil Sam untuk mencaritahu siapa orang yang membantu istri mudanya kabur dan menceritakan kronologi kejadiannya. "Menurutmu siapa yang bisa melumpuhkan para bodyguard itu dengan mudah?" tanya Sadewa dengan serius. Sam menjawab singkat, "Bara atau Hans, pasti mereka bekerjasama dan sengaja menculik Mis
Bara tampak menggeliat ketika sinar lampu menyorot matanya. Ia terkejut berada di sebuah ruangan dengan kedua tangannya terikat rantai ke atas. Begitupun dengan kedua kakinya. Seketika ia sadar telah dijebak oleh Sam. Tiba-tiba terdengar suar pintu terbuka. Seraut wajah tersenyum sambil menatap ketidakberdayaannya."Sudah aku bilang kau tidak akan mampu melawanku!" ujar Sadewa sambil menggulung kemeja yang dikenakannya sampai siku. "Jadi jangan salahkan, kalau aku berubah jadi kejam!" Ia memukul perut dan wajah Bara dengan sekencangnya."Pengecut kalau berani hadapi aku secara jantan!" tantang Bara yang menjadi bulan-bulanan Sadewa. Sadewa tersenyum simpul dan menyahuti, "Menangkap seekor singa tidak harus menjadi pawangnya! Kau memang hebat Bara, tetapi jiwamu terlalu lemah. Wanita kampung itu telah merubahmu menjadi pria yang bucin. Makanya dia aku suruh pergi, seharusnya kau paham itu!""Kenapa kau sangat licik dan tega melakukan semua ini?" tanya Bara yang tidak menyangka Sadewa
Aku adalah seorang gadis desa yang mencintai seorang preman kampung bernama Robin. Berawal dari gagalnya pernikahanku, kami akhirnya bersatu karena takdir. Awalnya aku takut melihat Robin yang brewokan dan tampak beringas. Akan tetapi, ternyata dia pria yang bertanggungjawab dan baik hati. Sebenarnya aku sempat bimbang ketika Kak Abas kembali dan menyatakan ingin ta'aruf denganku. Pria yang dahulu aku kagumi karena kesalehannya. Seandainya belum menikah dengan Robin, mungkin aku akan menerima niat tulus Abas. Apalagi ibuku sangat merestui aku bersatu dengannya.Namun, ketika Robin rela mengorbankan nyawa, membuatku sadar cinta ini untuknya. Setelah memutuskan memilih untuk menjadi suamiku, akhirnya aku tahu kalau nama asli Robin adalah Bara Sadewa. Salah satu putra konglomerat dari Singapura. Majikan kakakku yang sudah tiada.Tidak seperti kisah Cinderella, cerita cintaku penuh dengan air mata. Terlebih ketika Sadewa memintaku pergi dari kehidupan Bara untuk selamanya. Aku dianggap
"Cukup Abang!" seru Nabilah yang datang bersama anak-anaknya. Bara mendengus kesal karena rencananya memberikan Bryan ganjaran digagalkan Nabilah. Padahal sebentar lagi adiknya itu sudah mau menangis."Om Bryan," panggil Robin sambil berlari menghampiri pamannya dengan penuh kerinduan.Azza juga tidak mau ketinggalan dan ikut mengejar sambil memanggil dengan suara cadelnya, "Om Bian."Bryan langsung menyambut kedua keponakannya itu dengan pelukan hangat. "Robin sudah besar sekarang dan tambah ganteng, kalau Azza cantik dan pinter," puji Bryan yang sudah lama tidak bertemu dengan kedua keponakannya itu. "Selamat datang Om Bryan, kenalkan nama aku Salsabilah," ujar Nabilah sambil menggendong putri bungsunya. "Tambah satu lagi keponakan Om, lucu sekali kamu." Bryan langsung menggendong Salsa dan menciumnya. Kalau Robin mirip dengan Nabilah, Azza lebih condong ke Mom Sandra. Maka Salsa mempunyai paras Bara versi perempuannya.Sementara itu Bara hanya memperhatikan saja, Bryan disambu
Ketika Bara dan keluarganya sedang mengalami ujian ekonomi, Nabilah melahirkan seorang anak perempuan yang diberi nama Salsabilah Azizah Erlangga. Kehadiran Bayi itu menjadi penyemangat atas apa yang sedang mereka hadapi. Di mana Nabilah dan Bara memulai semuanya dari nol lagi.Bara menjadi suami siaga, selalu membantu istrinya dalam segala hal. Terutama dalam mengurus Robin dan Azza yang sedang aktif bermain. Sehingga membuat Nabilah merasa beruntung memiliki pendamping hidup sepertinya. "Anak-anak bagaimana Bang?" tanya Nabilah ketika sedang menyusui putrinya."Aman, Robin sudah bisa momong. Dia dewasa sekali, bahkan mengajari Azza mengaji dan mengenal nama-nama binatang pakai bahasa Inggris," jawab Bara yang membuat Nabilah jadi bangga. "Robin memang pintar dan cepat daya tangkapnya," jawab Nabilah yang membuat Bara mengangguk kecil.Kondisi kesehatan Mom Sandra kian menurun setelah kepergian Hans. Sehingga membuat Bara jadi sedih dan cemas. "Kita ke rumah sakit ya Mom!" ajak Ba
Tidak terasa sudah hampir setahun aku kembali menjalani kehidupan yang sederhana, bersama Nabilah, Robin dan Azza, di kampung Rantau. Entah mengapa aku merasa nyaman tinggal di kampung itu. Mungkin di tempat ini telah menjadi titik balik dalam pencarian jati diriku. Aku merasa Nabilah adalah anugerah terindah yang diberikan oleh Allah. Dari rahimnya lahir dua buah hatiku yang lucu dan menggemaskan. Dia adalah sosok ibu yang lemah lembut dan penuh kasih sayang. Selalu sabar dalam mengurus dan membesarkan anak-anak. Semoga kami bisa mendidik mereka menjadi pribadi yang soleh dan soleha serta istiqomah. "Terima kasih karena sudah mencintaiku," ucapku sambil memeluk Nabilah ketika anak-anak sedang tidur. Hanya disaat seperti ini kami memiliki waktu berdua."Terima kasih juga, sudah menjadi pelindung Bilah dan anak-anak," sahut Nabilah sambil menatapku dengan penuh cinta. Aku kemudian mengecup kening Nabilah lalu bibir dan terakhir perutnya yang membesar. Ya Nabilah sedang mengandung an
Setelah ayahnya meninggal, Bryan merasa tidak sanggup menjalankan perusahaan seorang diri. Apalagi kondisinya gampang drop, kalau terlalu banyak berpikir atau kelelahan. Bryan juga tidak percaya dengan wakilnya di kantor. Sehingga ia mengikuti saran Bara untuk menjual semua harta Sadewa. "Jika harta warisan memberatkanmu maka lepaskanlah. Jadi kamu bisa tenang menjalani hidup ini!" saran Bara setelah menimbang baik dan buruknya ke depan nanti."Terima kasih sudah memberikan masukan. Aku akan merelakan semua warisanku karena harta tidak dibawa mati," ujar Bryan menyetujui rencana Bara. Ia ingin melepaskan beban sebagai ahli waris keluarga Sadewa yang selama ini membuatnya tertekan dalam ketakutan.Tanpa memberitahu siapa pun, Bryan menjual satu persatu aset milik keluarga Sadewa. Mulai dari vila, mansion, pulau pribadi hingga saham. Kini seorang Billionaire dari Inggris yang memiliki perusahaan Sadewa Corp. Hanya kediaman Sadewa yang masih tersisa. Ia dan Bara sepakat tidak akan menj
"Aku ingin mengucapkan bela sungkawa secara langsung kepadamu dan Bara. Tapi sepertinya kehadiranku tidak tepat, maaf sudah mengganggu permisi," ucap Monica yang hendak pergi. "Tidak apa-apa Monica, terima kasih kamu sudah datang. Silahkan duduk!" cegah Bara yang menghargai kedatangan Monica sebagai seorang tamu. "Bilah, tolong buatkan minum ya!" serunya kemudian. Monica segera masuk dan menyalami semua orang yang ada di sana. "Dilanjut ya, kami mau siap-siap buat tahlilan nanti malam!" seru Mom Sandra yang segera meninggalkan tempat itu bersama Hans dan Pak Jamal. Bara juga segera menyusul dengan berkata, "Aku mau bantu Nabilah dulu, takut Robin nakalin adiknya!" Ia ingin memberikan kesempatan Bryan dan Monica bicara dari hati ke hati. Bryan kemudian mengajak Monica ke serambi rumah. Setelah mereka bicara sebentar, Monica pamitan untuk pulang."Mau ke mana Monica, kenapa buru-buru pulang?" tanya Bara yang datang bersama Nabilah sambil membawa suguhan. "Tidak apa-apa, aku turut
Setelah mendapatkan perawatan yang intensif, kondisi Bryan perlahan mulai membaik. Selama di rumah sakit, Bara selalu menemani dan mensuportnya. Agar Bryan siap menerima takdir dan semangat lagi untuk menjalani hidupnya. "Terima kasih sudah merawataku Kak!" ucap Bryan ketika baru saja masuk ke mobil dan meninggalkan rumah sakit. "Aku sudab memutuskan untuk pindah ke Singapura lagi. Banyak hal yang harus diselesaikan, bisa saja besok aku akan menyusul papi bukan?" ujar Bryan yang pasrah akan takdir hidupnya."Aku yakin kamu akan melakukan yang terbaik. Sekarang papi sudah tidak ada menikahlah dengan Monica. Dia masih menunggumu sampai saat ini!" saran Bara agar Bryan tidak patang asa menjalani kehidupannya. Namun, Bryan menolak usul Bara dan memberikan alasannya, "Aku dan Monica tidak akan bersatu lagi karena keluarganya minta lima puluh persen bagian harta keluarga Sadewa."Bara cukup terkejut mendengarnya dan bertanya, "Kenapa tidak kamu berikan?" "Aku tidak akan membiarkan mere
Bara langsung menghubungi Bryan melalui vidio call untuk memberitahu kalau ayah mereka sudah tiada. Tentu saja kabar itu membuat adiknya sangat terkejut dan syok. "Papi sudah tiada, tadi habis salat subuh beliau telah pergi," ujar Bara dengan suara yang bergetar. "Inalillahi wainnalillahirojiun, ya Allah aku baru mau terbang ke Singapura untuk menghadiri rapat komisaris. Habis itu ke Jakarta, menjenguk Papi. kenapa kakak nggak bilang kalau Papi sakit. Aku pasti pergi dari kemarin?" ucap Bryan dengan suara yang parau. Bara memberikan penjelasan, "Papi tidak sakit, aku pun tidak tahu kalau beliau mau berpulang. Cuma semalaman aku menemaninya yang tidak tidur. Ternyata Papi tidur menjelang pagi untuk selamanya." Mereka kemudian membahas di mana Sadewa akan dikebumikan. Akhirnya Kakak beradik itu sepakat ayah mereka dikuburkan di salah satu pemakaman elit di Indonesia saja. "Sepertinya kami tidak mungkin menguburkan setelah zuhur, kasihan papi kalau kelamaan. Jadi kemungkinan kamu t
Nabilah tampak terkejut ketika suaminya sudah pulang dari inggris, padahal baru dua hari. Namun, ia tidak berani bertanya karena Bara terlihat begitu lelah. Setelah istirahat dan makan baru mereka memulai pembicaraan."Kenapa sudah pulang, bagaimana kabar papi, Bang?" tanya Nabilah ingin tahu. "Papi baik-baik saja, Abang sudah pulang karena kita mau pindah rumah," jawab Bara yang membuat Nabilah terkejut. "Kita mau pindah ke mana Bang?" tanya Nabilah ketika mendengar keinginan Bara. Selama ini mereka menempati rumah Pak Jamal. "Ke rumah papi dan mami di Jakarta," jawab Bara yang segera menjelaskan alasannya. "Apakah Bilah siap dan bersedia membantu Abang?"Nabilah mengangguk seraya menjawab, "Insya Allah Bilah siap lahir batin mendukung dan menemani Abang untuk menjadi anak yang berbakti." Ia akan mengikuti ke mana pun Bara mengajaknya. "Ya sudah, kamu siap-siap ya, rapikan semua pakaian kita. Abang mau ngomong sama Bapak!" serunya kemudian. Bara segera menemui Pak Jamal dan men