Pak Jamal memutuskan pulang ke kampung Santri. Ketika sampai di kediaman mereka, Pak Jamal dan Nabilah merasa seperti kembali ke rumah yang sebenarnya. Banyak kenangan-kenangan indah yang pernah tercipta di sini. Termasuk sepenggal kisah cinta gadis soleha dan preman kampung berasal.Dulu ketika Pak Jamal mau menjual rumahnya, Mom Sandra datang dan memberikan bantuan untuk membiayai operasi jantung Bu Asma. Setelah kepulangan Nabilah dari Singapura dan menceritakan masalah yang telah terjadi. Pak Jamal dan keluarganya sepakat untuk pergi dan menghilangkan jejak. Lalu rumah itu dipercayakan kepada Pak RT. Pak Jamal dan Nabilah memandangi rumah itu dengan haru. Semua masih sama hanya pohon mangga saja yang tampak lebih besar dan rimbun. Namun, kepulangan Nabilah kali ini mengagetkan semua warga karena dia telah mempunyai seorang anak."Bu Asma kok nggak ikut Pak Jamal?" tanya seorang tetangga. "Sudah tidak ada Bu, setahun yang lalu," jawab Pak Jamal yang membuat tetangganya itu terke
""Nama kamu siapa?" tanya Tegar yang datang menolong."Robin, mereka nakal!" jawab Robin sambil menunjuk anak-anak itu. Tegar merangkul Robin dan berkata, "Jangan nangis, ada Kakak! Kamu sama siapa ke sini?" "Sama Bapak," jawab Robin sambil menunjuk Pak Jamal yang masih berada di dalam mesjid. Tidak lama kemudian Pak Jamal datang dan bertanya, "Ada Kak Tegar rupanya, kamu apa kabar dan sudah kelas berapa sekarang?""Alhamdulillah, saya baik Pak Guru," sahut Tegar sambil menyalami Pak Jamal. Ia menceritakan sekolah di madrasah Tsanawiyah. Pak Jamal kemudian berpesan, "Belajar yang rajin ya. Robin, ayo kita pulang!" ajaknya kemudian. "Aku mau main sama Kakak Tegar," ujar Robin yang langsung lengket dengan Tegar. "Ya sudah, Kak tegar main ke rumah yuk!" ajak Pak Jamal menuruti ke keinginan cucunya. Tegar yang sedang libur sekolah pun mau ikut ke rumah Pak Jamal. Ia masih ingin main bersama Robin sekalian bertemu dengan mantan gurunya Nabilah. Nabilah senang sekali bertemu dengan
Eh Nabilah, beli tempe lagi sama sayur bayam?" tanya seorang tetangga menyindir. "Iya Bu," sahut Nabilah yang segera membayar belanjaannya dan hendak berlalu sambil menggandeng Robin.Tukang sayur kemudian berseru, "Tunggu Bilah, kamu mau ceker ayam nggak?""Robin mau mam pakai ceker ayam Bu," sahut bocah itu dengan mata berbinar."Boleh Bu," jawab Nabilah yang membuat semua ibu-ibu saling memandang. "Terima kasih," ucapnya ketika menerima pemberian tukang sayur. Setelah Nabilah pergi, ibu-ibu kembali membicarakannya. "Bu Asma saja dulu beli ayam tidak pernah diambil cekernya. Sekarang Nabilah malah kebalikannya, gratis lagi sungguh miris sekali.""Itulah kalau salah pilih jodoh, buat makan saja susah. Makanya jadi anak itu harus nurut apa kata orang tua!" sahut ibu-ibu berbaju kuning menimpali."Betul itu Bu, sial bener nasib Nabilah setelah pergi karena malu ditinggal Robin. Sekarang kembali lagi bawa anak tanpa suami," ujar warga yang lainnya. Tukang sayur kemudian bertanya, "Su
Bara yang tiba-tiba berada di dalam rumah. Ia menatap Nabilah dengan tajam seolah tidak akan memberikan ampun. Nabilah tampak tercengang melihat kedatangan Bara. Ia tidak mengerti bagaimana suaminya itu bisa tahu, kepulangannya ke rumah ini. Seketika ketakutan melanda hatinya. "Kembalikan anakku!" seru Nabilah sambil mundur dan membentur dinding.Bara terus melangkah seraya bertanya, "Kenapa kamu pergi?" "Aku sudah beritahu alasannya di surat itu," jawab Nabilah terpaksa berbohong. "Jawab dengan jujur atau kamu tidak akan pernah melihat Robin lagi!" seru Bara sambil mengancam. Nabilah tampak menggeleng dan matanya memancarkan ketakutan. "Aku akan melindungimu, jadi jangan takut dan katakan saja sejujurnya!" pinta Robin agar Nabilah mau berterus terang. "Aku akan katakan, tapi setelah itu tolong jangan ganggu hidupku dan Robin!" Nabilah mengajukan syarat. Robin menanggapi dengan dingin, "Hemm, jangan buang-buang waktuku Bilah!" Nabilah tidak punya pilihan lain dan segera menc
Tujuan Sadewa datang ke Jakarta adalah untuk membicarakan perjodohan Bara dengan Jesy secara kekeluargaan. Pria itu kemudian memutuskan untuk menginap di rumah yang diwariskan untuk Bara. Akan tetapi, ia sangat terkejut melihat Mom Sandra dan Hans berada di depan kediaman itu. Jujur Sadewa masih tidak rela Sandra kembali dalam pelukan Hans dan masih cemburu melihat kebersamaan mereka. Padahal ia tidak tahu kalau Hans hanya datang setiap weekend saja. "Apa maksud kamu sebenarnya Bara?" tanya Sadewa dengan sorot mata yang tajam. "Momi amnesia dan belum bisa ingat semuanya. Aku tidak mau kehadiran Papi memicu kenangan pahit yang telah tercipta dan itu akan membuat kepalanya jadi sakit," jawab Bara yang membuat emosi Sadewa sedikit mereda. Sebagai orang yang masih mencintai mantan istrinya. Sadewa kesal sekali karena tidak diberitahu akan hal ini. Namun, ketika mendengar alasan Bara yang memberitahu Sandra amnesia membuat Sadewa bisa menahan diri dan mau mengerti."Papi terima alas
Suara tawa anak-anak yang sedang bermain terdengar riang. Sampai seorang tukang mainan lewat baru mereka terdiam karena ingin melihat atau membeli sesuatu. "Ibu, aku mau balon!" pinta Robin ketika melihat tukang mainan yang berhenti di depan rumahnya.Nabilah hanya tersenyum karena tidak punya uang. Bahkan untuk belanja hari ini saja tidak ada. Ia kemudian membujuk anaknya, "Iya nanti kita beli." "Aku mau sekarang belinya!" rengek Robin sambil menarik tangan Nabilah. Tiba-tiba Pak Jamal keluar rumah dah bertanya, "Robin kenapa menangis?" "Minta beli balon Pak, tapi Bilah tidak punya uang," jawab Nabilah apa adanya. Pak Jamal merogoh kantung celananya dan mengeluarkan uang sepuluh ribuan. Lalu menyerahkan kepada Nabilah seraya berkata, "Belikan sana, nanti kembaliannya buat beli telur atau mie!"Nabilah merasa sungkan menerimanya dan bertanya, "Pak, salah nggak kalau Bilah ambil uang dari ATM yang dikasih Bang Bara?" "Tentu saja tidak, kalian berhak mendapatkan nafkah dari Bara
Namun, Nabilah tidak pernah sombong dan tetap hidup dalam kesederhanaan. Ia bahkan selalu ramah dan ringan tangan kepada warga sekitar. Bahkan ketika susah menjadi gunjingan, sudah berkecukupan tetap menjadi omongan orang, Nabilah tetap menerimanya dengan sabar. "Ibu-ibu sudah tahu belum Pak Jamal beli motor baru dan pasang pagar!" ujar salah seorang warga. "Ya paling ngutang, coba pikir duit dari mana, pekerjaannya cuma jadi marbot mesjid," sahut tetangga lainnya."Bang Tigor tinggal lagi di kampung ini dan ngontrak di dekat rumah Nabilah. Saya jadi curiga jangan-jangan ada main hati sama Nabilah. Soalnya saya melihat beberapa kali datang ke rumah Pak Jamal." "Heran sama ibu-ibu ini kerjaannya bergosip saja. Kalian nggak bosen ngomongin orang terus?" tanya Tigor yang tiba-tiba datang. Mereka tidak ada yang menyahuti dan langsung membubarkan diri. ***Hari ini Bara ingin sekali bertemu Robin, tetapi rasa itu harus ditahannya entah sampai kapan. Ia tahu Sadewa pasti menyuruh orang
Robin mengigit tangan pria itu dan berteriak, "Ibu tolong, tolong!" Ia langsung menangis kencang.Tigor yang berada di sekitar tempat itu mendengar teriakan Robin dan segera menghampirinya. "Hei, mau apa kalian?" tanyanya dengan lantang.Kedua pria itu tidak menyangka ada Tigor dan mereka langsung lari meninggalkan Robin yang menangis ketakutan."Robin, kamu kenapa?" tanya Tigor sambil menggendongnya."Om nakal, hu .., hu .., mau bawa aku," sahut Tigor sambil sesenggukan. Tigor langsung mengajak Robin, "Ya sudah diam, ayo kita pulang!" Sampai di rumah Robin langsung memeluk ibunya dengan erat. Sehingga membuat Nabilah terkejut dan heran. "Tadi ada dua orang pria mau membawa Robin ketika sedang pulang sendirian. Tapi sepertinya mereka bukan orang sini atau pun kampung Rantau," ujar Tigor menjelaskan. "Ya Allah, Ibu kan sudah bilang Robin jangan pulang sendiri!" ujar Nabilah merasa bersyukur ada Tigor yang menolong putranya, kalau tidak entah apa yang akan terjadi.Robin menjelask