Robin menoleh dan tercengang melihat Mom Sandra. Akan tetapi, ia lebih terkejut melihat kedatangan istrinya. Pria itu segera menarik tangannya dari pinggang Monica.Rasa cemburu langsung membakar hati Nabilah ketika melihat suaminya sedang merangkul pinggang wanita cantik. Ia segera pergi dari tempat itu dengan mata yang berkaca-kaca. "Cepat kejar dia!" seru Mom Sandra dengan kesal. "Saya mau bicara sama kamu!" sambungnya sambil menatap Monica dengan tajam. Tanpa membuang waktu lagi Robin segera mengejar istrinya. Nabilah memang diajak Mom Sandra ke Singapura ketika mertuanya itu datang untuk bersilahturahmi. Niat hati ingin menemui suaminya, tetapi ia justru melihat Robin sedang bersama wanita lain. Sungguh hatinya sakit sekali."Nabilah tunggu, Abang akan jelaskan semuanya!" seru Robin sambil meraih tangan istrinya itu. "Jadi karena wanita itu Abang mematikan ponsel karena tidak mau diganggu?" tanya Nabilah yang sudah terbakar cemburu. "Ikut Abang, kita bicarakan semuanya secar
Robin mencerita masa lalunya yang bisa dikatakan buruk. Ia pasrah jika Nabilah minta dicerai sekarang juga dan siap kehilangan cinta untuk yang kedua kalinya. Jika hal itu sampai terjadi, Robin memutuskan tidak akan menikah lagi. Sementara itu Nabilah tampak mendengarkan dengan saksama. Kata demi kata yang Robin ucapkan dengan penuh kejujuran. Ia mengakui apa yang dialami Robin sangat menyakitkan. Seandainya hal itu terjadi pada dirinya, belum tentu bisa sekuat itu."Sekarang Bilah sudah tahu semua tentang Abang. Jadi keputusan ada di tangan Bilah, Abang siap menerimanya," ujar Robin dalam kepasrahan. "Bilah tetap mencintai Abang karena itu adalah masa lalu," ujar Nabilah yang membuat Robin terkejut. Menurutnya tidak adil jika seseorang harus dianggap buruk karena masa lalunya. Robin tidak bisa berkata-kata karena keputusan Nabilah di luar prediksinya. Ia memeluk istrinya itu dan menghujani dengan banyak ciuman. "Terima kasih, Bilah masih mau menerima Abang yang bejad ini," ucap R
"Apa Papi dan Momi tidak bosan selalu ribut setiap kali bertemu merebutkan aku?" tanya Bara yang tiba-tiba datang. "Papimu egois, ayo kita pulang! Dia sudah tidak membutuhkan kamu lagi!" ajak Mom Sandra sambil menarik tangan Bara. "Selangkah saja kamu membawa Bara. Aku pastikan kalian tidak akan bisa bertemu lagi!" ancam Sadewa dengan serius. Robin langsung mengambil keputusan, "Sudah cukup! Aku bukan anak kecil lagi. Papi dan Momi tidak berhak mengatur hidupku. Jadi biarkan aku pergi!" "Kamu menjebak Papi, kasus Pembunuhan Faisal sampai kapan pun tidak akan pernah terungkap karena kamu sendiri yang menjadi saksi utamanya tidak tahu apa-apa!" sahut Sadewa yang merasa tertipu oleh Robin."Aku pergi bukan karena alasan itu, tapi ...." Robin tampak ragu untuk menceritakan alasan utamanya. "Katakan saja Nak, jangan takut. Kita hadapi bersama-sama!" seru Mom Sandra yang siap melawan Sadewa. Sadewa mencium ada persengkongkolan antara anak dan mantan istrinya itu. "Apa yang kalian se
Kecelakaan yang terjadi di jalan tol itu menewaskan pengemudi mobil. Mom Sandra mengalami luka yang cukup parah. Sementara itu Robin mengalami luka lumayan berat, sedangkan Nabilah luka ringan karena pada saat kejadian ia dipeluk oleh Robin dan mereka terpental ke aspal. Sadewa langsung membawa mereka ke rumah sakit terdekat, di mana Bryan dirawat dan melapor ke polisi untuk mengusut kasus itu. Ia sungguh menyesal telah memberikan Robin izin pergi untuk tinggal di Indonesia. Tapi manusia tidak pernah tahu apa yang akan terjadi."Nyonya Sandra koma karena lukanya paling parah di antara ketiga korban, sedangkan putra Bapak masih harus menjalani perawatan yang intensif," lapor seorang Dokter memberitahu setelah memeriksa kondisi korban."Sementara itu korban yang bernama Nabilah dalam beberapa hari sudah boleh pulang!" sambungnya kemudian."Berikan mereka perawatan yang terbaik, Dok!" pinta Sadewa yang tidak perduli berapa pun biayanya. Ia juga memerintahkan Sam, untuk membungkam media a
Empat tahun telah berlalu Jakarta metropolitan masih saja sama dengan segala problemnya yaitu macet dan banjir yang entah kapan usai. Namun, di sinilah harapan bagi para perantau untuk mengadu nasib. Suara tangisan anak kecil laki-laki membaur dengan kebisingan ibukota. Kakinya yang mungil terus menyelusuri jalan yang entah membawanya ke mana, sambil sesekali memanggil-manggil dan celingukan mencari sesuatu. "Ibu," panggilnya sambil berderai air mata. Sementara itu dua orang pria sedang berjalan sambil bercakap-cakap. Mereka kemudian berpapasan dengan anak kecil itu. "Eh kamu, ngapain malam-malam masih di jalan?" tanya Remon yang membuat anak itu terlihat ketakutan. "Jangan takut ganteng, kamu sedang apa di sini?" tanya Tigor sambil mengelus kepala anak itu. Dengan takut-takut anak kecil itu menjawab, "Mau pulang Om." "Memangnya rumah kamu di mana?" tanya Tigor kemudian. Anak kecil itu tampak menggeleng dan menjawab, "Nggak tahu, tapi rumah aku deket kereta!""Kayaknya dia ke
Remon kemudian bertanya, "Nama lengkap kamu siapa?" "Muhammad Robin," jawab anak itu kembali. Wajah Bara langsung terlihat tidak suka mendengarnya karena mengingatkan pada sosok yang ingin dilupakan."Cuma kebetulan nama saja, kau suapi dia, aku mau tidur dulu. Besok baru kita antar ke kantor polisi!" seru Tigor yang merasa lelah sekali. "Aku juga cape, temani ya!" Remon juga pergi tidur meninggalkan Robin dan Bara berdua. Bara menghembuskan napasnya dengan kasar dan segera menyuapi anak itu. Ia kemudian mulai mencari tahu Robin anak siapa dan tinggalnya di mana, tetapi bocah itu tidak tahu apa-apa. "Kata ibu umurku tiga," ujar Robin sambil menunjukan tiga jarinya. Entah mengapa Bara langsung terpikat dengan pesona anak itu, meskipun tidak suka melihat mata teduhnya. Iakagum karena masih kecil tapi ngomongnya sudah jelas. "Aku sudah kenyang Om brewok," ujar Robin sambil menelan kunyahan nasi di mulutnya. Bara tersenyum ketika Robin memanggilnya dengan sebutan itu. Senyum yang
"Sama-sama, Bu. Lain kali lebih hati-hati menjaga anaknya!" sahut Remon sambil berpesan. Sebenarnya ia mendapat tugas mengantar Robin ke kantor polisi karena Tigor dan Bara ada urusan mendadak. Akan tetapi, di tengah jalan anak itu ingat arah pulang. "Iya Bang, maaf kalau anak saya sudah merepotkan. Sekali terima kasih," ucap Nabilah yang dijawab anggukan oleh Remon. Setelah Nabilah mengucapkan terima kasih kepada warga yang telah membantunya mencari Robin, mereka kemudian pulang ke rumah masing-masing. "Setelah membuat kami semua panik, akhirnya kamu pulang juga!" ujar seorang wanita sambil berkacak pinggang. "Maaf Bule, Robin belum mengerti apa yang dilakukannya itu berbahaya," ucap Nabilah ketika melihat istri pamannya marah. Wanita bernama Ayu itu tampak tersenyum simpul dan menyahuti, "Didik anakmu dengan benar, jangan sampai ngerepotin orang lagi!" "Iya Bule," jawab Nabilah yang langsung menasehati putranya, "Robin, lain kali jangan ikutin badut dan main jauh-ja
"Aku tidak mau menyakiti Monica. Sebenarnya aku sudah menikah dan istriku ikut mengalami kecelakaan itu juga. Tapi setelah aku sembuh dan mencarinya, dia meninggalkanku begitu saja," ujar Bara yang membuat Bryan terkejut mendengarnya. Bryan memberikan pendapatnya, "Istri kakak tidak mungkin pergi begitu saja. Pasti dia punya alasan yang kuat.""Aku juga berpikir begitu, tapi jika benar begitu kenapa sampai sekarang dia tidak menemuiku di indonesia," ujar Bara yang tidak mengerti jalan pikiran Nabilah. "Kamu sendiri kenapa belum juga rujuk dengan Monica?" "Papi dan Mami melarang keras aku rujuk dengan Monica karena dia dianggap sebagai penyebab keretakan keluarga kita. Jadi kami lebih baik berteman saja," sahut Bryan yang tidak mau menentang kedua orang tuanya. Bara tampak tersenyum simpul dan menebak, "Teman tapi mesra kan? Aku akan membantumu bersatu lagi Monica.""Jangan Kak, aku tidak mau hubunganmu dengan Papi jadi memburuk lagi!" seru Bryan menolak keinginan Bara. "Kau tena