Abas hari ini datang ke rumah Pak Jamal. Untuk memberitahu informasi penting seputar Robin. Ia tidak berniat memprovokasi, tetap hanya ingin melindungi Nabilah dari hal-hal yang tidak terduga. Tentu saja Pak Jamal menyarankan Abas datang di saat Bu Asma tidak ada di tempat. "Bapak harus tahu siapa Robin sebenarnya!" ujar Abas membuka pembicaraan. "Bapak sudah tahu, kemarin sebelum akad ibunya Robin sudah mengatakan semua dengan jujur," jawab Pak Jamal tanpa terkejut sama sekali.Abas kembali menegaskan, "Maksud saya kebiasaan Robin sebelum jadi preman kampung." "Bapak rasa seburuk apa pun itu adalah masa lalu Robin. Sekarang dia sudah banyak berubah menjadi orang baik dan Nabilah sangat mencintainya," ujar Pak Jamal yang tidak mau menilai seseorang dari masa lalunya."Baiklah, maksud kedatangan saya ke sini adalah untuk menanyakan apakah kasus pembunuhan Faisal mau diusut lagi atau tidak?" tanya Abas minta persetujuan Pak Jamal. Tanpa berpikir panjang lagi, Pak Jamal mengambil kep
Kalau Robin pembunuh Faisal, kenapa ayahnya mengatakan bukan. Nabilah jadi bingung dan harus mencari tahu sendiri kebenarannya. "Pak, Bu, apakah benar semua itu?" tanya Nabilah ingin tahu sambil menatap kedua orang tuanya secara bergantian."Nabilah sini Nak, jangan pergi lagi!" Bu Asma langsung memeluk putrinya dengan erat karena takut kehilangan anak lagi. "Robin sudah ceritakan semuanya sama Bapak. Kalau dia memang pelakunya, mana mungkin Robin memilih hidup seperti itu hanya untuk memenuhi janjinya kepada Faisal," ujar Pak Jamal kemudian. Nabilah kembali bertanya, "Memangnya Bang Robin janji apa sama Kang Faisal?" "Melindungimu, sampai punya suami. Tapi kamu justru memilihnya," jawab Pak Jamal yang membuat Nabilah terkejut. Ternyata banyak rahasia Robin yang belum ia ketahui. "Ibu mohon kepadamu, jangan pergi lagi Nabilah!" pinta Bu Asma untuk kesekian kali. Nabilah kemudian menenangkan ibunya, "Ibu jangan takut, Bilah tidak akan pergi dari rumah ini!" Bu Asma tampak tenang
Setelah melumpuhkan orang suruhan Sadewa dengan mudah, Robin menuju ke salah satu rumah di Jakarta. Ia menatap nanar foto sepasang suami istri yang tampak bahagia bersama seorang anak kecil berusia tiga tahun. Di tempat inilah Bara Sadewa dilahirkan dan merubah menjadi Robin lima tahun yang lalu. "Beberapa bulan yang lalu Tuan Sadewa datang ke sini. Beliau terlihat sedih dan khawatir sekali setelah tahu Den Bara diam-diam menghilang," ujar Pak Ali yang menjaga dan mengurus rumah ini.Robin tertawa di dalam hati mendengar Sadewa sedih karenanya. Itu mustahil karena ia tahu betul sifat ayahnya. Tiba-tiba sampai terdengar panggilan masuk dari handphone orang suruhan Sadewa yang diambil Robin."Halo Ron, kalian sudah sampai mana?" tanya Sadewa dari seberang sana. "Aku sedang berada di rumah Jakarta. Kau butuh aku kan, kutunggu di sini dalam waktu satu jam. Lebih dari itu, silahkan cari aku lagi!" sahut Robin yang segera mematikan sambungan itu. Robin kemudian duduk dengan santai sambi
Kondisi Bu Asma masih drop karena belum bisa menerima kenyataan yang sebenarnya soal Robin. Apalagi sekarang putrinya telah menjadi bagian dari keluarga Sadewa. Ia takut Nabilah bernasib sama dengan faisal. "Ibu makan dulu ya, sedikit saja. Habis itu minum obat!" ujar Nabilah yang hendak menyuapi, tetapi Bu Asma menolak dengan menggeleng."Kalau Ibu mau makan, Bilah janji akan tetap tinggal di rumah ini!" bujuknya kemudian. Bu Asma kemudian menyahuti, "Bohong nanti kalau Robin ngajak ngontrak pasti kamu akan ikut dengannya.""Paling kalau ngontrak di depan rumah Bu. Jadi Bilah bisa setiap hari ke sini!" sahut Nabilah lagi."Ibu nggak percaya, nanti kamu diam-diam kabur sama Robin!" Bu Asma yang tetap takut ditinggal Nabilah. Nabilah tampak menghela napas panjang dan tidak tahu harus membujuk ibunya dengan cara apa lagi. "Bilah, beres-beres dapur saja. Biar Bapak yang menyuapi Ibu!" seru Pak Jamal yang segera menggantikan Nabilah. Nabilah memberikan piring yang berisi nasi ke t
Tapi aku minta berhentilah untuk memata-matai kehidupanku lagi. Kamu sudan punya Lucy dan Bryan jadi biarkan aku hidup tenang bersama Hans!" sahut Mom Sandra dengan tegas. Sadewa memang egois, dia sudah memiliki kehidupan yang baru. Akan tetapi, tidak mau melepaskan rasa cintanya kepada Sandra. Wanita itu baginya seperti matahari, tegas, pintar dan berani. Sementara itu Lusy bagaikan rembulan, lemah lembut dan sangat penurut. Sadewa ingin memiliki keduanya, tetapi sayang Sandra tidak mau dipoligami."Baiklah, aku berjanji tidak akan mengganggu kehidupanmu lagi," sahut Sadewa yang segera meninggalkan rumah Sandra.Sandra kemudian menceritakan pembicaraannya dengan Sadewa kepada Hans secara garis besarnya saja."Aku belum pernah melihat Sadewa serapuh ini. Pantas Bryan jarang terlihat lagi ternyata dia sakit. Pasti pertemuannya dengan Bara membuatnya semakin terpuruk," ujar Hans sambil menatap kepergian Sadewa dari balik jendela. Sandra memberikan pendapatnya, "Bara memang keras, pad
Sambil menunggu jawaban Sadewa atas tawarannya, Robin menepati janjinya untuk menemui Nabilah. Akan tetapi, ketika ia sampai di rumah mertuanya, Pak Jamal dan Bu Asma tidak ada di tempat. Jadi Robin hanya bertemu dengan istrinya saja."Bagaimana keadaan Ibu?" tanya Robin membuka pembicaraan. "Alhamdulillah sudah membaik, sekarang sedang diantar berobat sama Bapak," jawab Nabilah memberitahu kondisi Bu Asma. "Maaf ya Bang, Bilah nggak jadi ikut sama momi, kalau bisa kita tinggal di sini saja. Sampai kondisi ibu sehat seperti sedia kala!" pinta Nabilah yang sudah janji tidak pergi meninggalkan ibunya.Robin tidak menanyakan alasan Nabilah minta tinggal di rumah orang tuanya karena mengerti akan kekhawatiran Bu Asama. Ia tampak mengangguk kecil dan menyahuti, "Iya nggak apa-apa. Lebih baik Bilah tinggal di sini karena kemungkinan Abang akan pergi lagi.""Abang mau ke mana?" tanya Nabilah ingin tahu. "Abang nggak bisa cerita sekarang. Pada intinya ada sedikit masalah yang harus Abang se
"Jangan percaya Om, Sadewa hanya berpura-pura saja, agar aku mau pulang!" sahut Robin dengan yakinnya dan tidak mau tertipu lagi.Nabilah yang mendengar percakapan itu kemudian bertanya, "Siapa yang sakit Bang?""Bukan siapa-siapa, tidak penting. Abang mau tidur, nanti bangunkan kalau Bapak dan Ibu sudah pulang!" sahut Robin sambil merebahkan tubuhnya di kasur.Baru saja Nabilah ke luar dari kamar, tiba-tiba ponselnya berdering. Ternyata Mom Sandra yang menghubunginya. Mereka kemudian terlibat yang cukup lama dan serius.Ketika bakda ashar, Nabilah membangunkan Robin yang sedang tertidur pulas. "Bangun Bang, sudah mau ashar. Lagipula tidak baik tidur sebelum magrib!" seru Nabilah sambil mengguncang bahu suaminya.Robin tampak menggeliat dan segera bangun. Ia tersenyum melihat Nabilah sudah mandi sore, begitu segar dan harum. "Abang mau mandi?" tanya Nabilah yang dijawab anggukan oleh Robin. Setelah Robin membasuh diri, azan ashar pun berkumandang. Ia kemudian mengganti pakaiannya d
Di salah satu ruang ICU rumah sakit elit di Singapura, Sadewa tampak terbaring kritis. Beberapa alat medis tampak terpasang di tubuhnya. Sementara itu Lucy hanya bisa melihat dari kaca pintu."Tenanglah Nyonya, semua akan baik-baik saja. Saya yakin sekali Tuan Muda Bara akan kembali setelah mengetahui ancaman kita," ujar Sam kepala keamanan keluarga Sadewa."Cobaan ini sangat berat sekali, aku tidak sanggup menerimanya!" lirih Lucy yang belum siap ditinggal Sadewa untuk selamanya. "Tidak ada gunanya menangis, lebih baik kau berdoa untuk kesembuhan Sadewa, Lucy!" seru Robin yang datang dengan penampilan seperti Bara. Tanpa brewok dan rambut gondrongnya. Lucy menoleh dan tampak terkejut melihat kedatangan Robin. Seketika tangisnya langsung berhenti dan menatap anak tirinya itu dengan penuh kemarahan. "Dasar anak tidak tahu diri bisa-bisanya kamu memberikan papi pilihan yang sulit. Ingat Bara, kamu telah menikmati hasil jerih payah suami dan anakku. Mereka kerja keras untuk membangu