Share

Kemewahan yang Sirna

Penulis: mangpurna
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-14 10:09:51

Seketika, suara seorang wanita dari belakang antrean terdengar, memotong suasana yang mulai canggung. "Mbak, kalau nggak punya uang, jangan pura-pura beli tas mahal di sini. Lihat antrean, mbak. Kami semua juga mau bayar."

Dinda menoleh tajam ke arah wanita itu, matanya berkilat penuh amarah. "Tutup mulutmu! Kamu nggak tahu siapa aku? Aku ini menantu pemilik Hartono Corp! Perusahaan besar! Jadi jangan sembarangan ngomong!" Dinda berusaha menegakkan kepalanya, walau perasaannya mulai tertekan.

Wanita yang tadi berbicara malah tertawa kecil. "Oh, Hartono Corp? Perusahaan yang katanya mau bangkrut itu? Pantes aja kartu kamu nggak bisa dipakai. Gimana mau belanja tas mahal kalau perusahaan suami kamu aja di ambang kehancuran?"

Hati Dinda terasa seperti dihantam batu besar. Darahnya mendidih mendengar ejekan itu, tapi sekaligus ada ketakutan yang mulai menyelusup ke dalam dirinya. "Itu fitnah! Dari mana kamu tahu? Jangan berani-berani sebar rumor yang nggak benar!"

Namun ejekan dari pengun
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kebohongan yang Terungkap

    Kesabaran Dimas akhirnya habis. Dengan nada dingin dan tegas, ia berkata, "Terserah kamu, Dinda. Aku sudah memberitahumu kenyataan tentang kondisi keuangan kita sekarang. Kalau kamu mau terima, ya bagus. Kalau nggak, itu urusanmu."Tanpa menunggu tanggapan dari Dinda, Dimas langsung menutup teleponnya.Dinda terperangah, tak percaya bahwa Dimas benar-benar menutup telepon secara sepihak. Dengan panik, ia mencoba menelepon kembali, namun tak ada jawaban. "Dimas! Halo? Dimas?!" Dinda memandangi layar ponselnya, memastikan panggilan itu benar-benar sudah terputus."Kenapa dia tutup telepon begitu saja?" gerutunya kesal, berbicara sendiri sambil menatap ponselnya seolah itu adalah jawabannya. "Aku kan belum selesai ngomong!"Rasa marah, panik, dan malu semakin membakar dirinya. Dinda berdiri di tengah keramaian mall, namun perasaannya seolah-olah ia berada di tengah kekosongan yang mengancam. Di sekitar, orang-orang berjalan sibuk, tapi baginya dunia seakan b

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-15
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Luka lama yang terungkap

    Wajah Dinda memerah, penuh emosi. “Kamu ingat Dirga, kakak kelas kita sewaktu SMA?” Dinda bertanya dengan suara yang bergetar. “Kamu tahu apa yang terjadi setelah kamu meninggalkan kami di toko buku?”Anisa mengerutkan kening, mengingat kejadian itu. “Tentu aku ingat, aku yang memperkenalkan kalian berdua. Aku cuma membantu menjodohkan kalian. Setelah itu, aku tidak tahu apa yang terjadi di antara kalian. Yang aku ingat, keesokan harinya kamu sudah tidak mau bicara padaku, dan aku tidak tahu alasannya.”Dinda tertawa sinis. “Kamu tidak tahu? Kamu benar-benar tidak tahu apa yang terjadi?” Wajahnya semakin serius. "Dirga menolakku, Anisa. Dia mengatakan kalau dia hanya mencintaimu. Hanya kamu, bukan aku! Kamu tahu betapa hancurnya hatiku saat itu? Itu semua karena kamu!"Anisa terpana. “Tapi itu bukan salahku, Dinda. Aku tidak pernah mencintai Dirga!” ucap Anisa membela diri, mencoba menenangkan Dinda yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-16
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Antara dua hati

    Rita, yang melihat suaminya ragu, bertanya, "Siapa, Mas?""Dinda," jawab Dimas singkat, suaranya terdengar lesu. "Aku malas ngangkat. Paling-paling dia minta uang lagi."Rita tersenyum kecil. "Mas, angkat saja. Siapa tahu kali ini memang ada yang penting," bujuk Rita dengan bijak.Dengan rasa enggan, Dimas akhirnya menggeser layar ponselnya dan mengangkat panggilan itu. "Halo, Dinda. Ada apa?""Dimas, kamu lagi di mana? Jam berapa kamu akan pulang?" tanya Dinda, suaranya terdengar tegang."Aku lagi di kantor. Banyak kerjaan. Mungkin aku nggak bisa pulang malam ini," bohong Dimas, mencoba menghindari konfrontasi."Dimas, aku mohon, kamu pulang. Ada sesuatu yang sangat penting yang harus aku bicarakan langsung. Ini nggak bisa dibicarakan lewat telepon," desak Dinda, suaranya makin mendesak.Dimas menghela napas, merasa berat hati. "Dinda, aku beneran sibuk. Nggak bisa ninggalin kerjaan sekarang," jawabnya, masih berusaha menolak.

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-17
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Jalan Terakhir yang terabaikan

    Namun, sesuai peraturan bank yang berlaku, kami tidak bisa memberikan nomor telepon ataupun informasi pribadi nasabah kami.”Mata Anisa seketika membesar. Kekecewaan melintas di wajahnya, seolah ia baru saja dipukul oleh kenyataan pahit. “Tapi, Mbak...”*Anisa berusaha menahan gemuruh emosinya, namun suaranya mulai bergetar. “Orang yang kirim uang itu, dia suami saya. Saya butuh nomor teleponnya, karena dia sudah lama menghilang tanpa kabar. Ini satu-satunya petunjuk yang saya punya.”Petugas bank tampak sedikit terkejut dengan pengakuan Anisa, namun wajahnya tetap tenang, seperti sudah terbiasa menghadapi situasi emosional seperti ini. “Maaf, Bu. Kami benar-benar mengerti situasi Ibu, tapi kami harus patuh pada aturan privasi nasabah. Informasi seperti nomor telepon tidak bisa kami berikan, meski dalam situasi seperti ini.”Kata-kata itu terdengar sangat resmi, kaku, dan menghancurkan seluruh harapan Anisa. Napasnya tera

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-18
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Investasi Berbalut Pengorbanan

    Pak Hartono mengernyitkan dahi, agak terkejut. "Aditya Corporation?" ucapnya pelan, mencoba mencerna. "Bukankah itu perusahaan tempat menantu saya, Reza, bekerja? Ada keperluan apa mereka ke sini?""Katanya mereka ingin menginvestasikan uangnya di perusahaan kita, Pak," jawab Sari sambil menyerahkan beberapa dokumen.Dimas dan Pak Hartono saling berpandangan sejenak, tersenyum lebar. Ini tampaknya adalah kesempatan besar yang bisa menyelamatkan perusahaan mereka dari kehancuran."Segera suruh mereka masuk," ujar Pak Hartono, suaranya mulai terdengar antusias.Sari keluar untuk memanggil utusan dari Aditya Corporation, dan tidak lama kemudian seorang pemuda berpenampilan rapi memasuki ruangan. Ia memperkenalkan dirinya dengan ramah."Selamat siang, Pak Hartono," ucapnya dengan sopan. "Perkenalkan, nama saya Fito, saya perwakilan dari Aditya Corporation. Tujuan saya ke sini adalah untuk membahas rencana kami menginvestasikan dana di perusahaan Bapak. Kami mendengar bahwa perusahaan Bapa

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-19
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kiriman Misterius

    Ibu Anisa semakin penasaran. "Memangnya, apa saja yang ada di dalam truk ini?" tanyanya lagi.Pria itu melihat catatannya sejenak. "Ini ada susu bayi, popok, sembako, dan berbagai keperluan bayi, Bu," jelasnya.Mendengar itu, Ibu Anisa semakin kebingungan. "Bapak tunggu sebentar di sini, ya. Saya tanyakan dulu kepada anak saya apakah dia yang memesan barang-barang ini," katanya sambil berlalu masuk ke rumah, memanggil putrinya."Nis... Anisa, coba kemari sebentar, Nak," panggil Ibu Anisa.Anisa, yang sedang menggendong bayi kecilnya, Alisha, segera datang ke ruang depan. "Ada apa, Bu? Ibu memanggil Nisa?" tanyanya.Ibu Anisa menjelaskan dengan nada heran, "Ini, Nis, ada petugas yang datang membawa barang-barang keperluan bayi dan sembako dalam jumlah banyak. Apa kamu yang pesan semuanya?"Anisa mengerutkan kening, bingung. "Perlengkapan bayi? Tidak, Bu. Nisa tidak pernah pesan barang-barang seperti itu. Apa Ibu sudah tanyakan siapa yang mengirimnya?""Katanya dari perusahaan Aditya Co

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-20
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Konflik Hati dan Kepentingan

    Reza yang belum sempat melepaskan dasinya, menghela napas panjang. “Siska, tenang dulu. Suami pulang bukannya disuruh duduk atau diberi air minum, malah langsung ditanyai pertanyaan yang nggak jelas,” balas Reza dengan nada kesal, mencoba menenangkan suasana.Siska memutar bola matanya, tak terpengaruh. “Nggak jelas gimana, Mas? Tadi pagi Ibu nelepon aku, dia bilang ada kiriman barang-barang dari Aditya Corporation untuk Anisa. Kalau bukan kamu yang kirim, siapa lagi? Cuma kamu di keluarga kita yang kerja di sana.”Mendengar itu, Reza langsung terkejut. “Apa? Kamu yakin itu dari perusahaanku?” tanyanya sambil melepas dasi dan duduk di kursi, matanya menatap Siska dengan serius.“Iya, Reza. Tadi Ibu yang bilang begitu. Nama pengirimnya dari Aditya Corporation, tempat kamu kerja. Makanya aku tanya, siapa lagi kalau bukan kamu?” Siska mulai kesal, merasa suaminya menghindar dari pertanyaan yang seharusnya jelas.Reza memijat pelipisnya, mencoba mencerna apa yang baru saja dia dengar. "Si

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-21
  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Pertemuan tak terduga

    Dengan rasa penasaran, Reza segera mendekati Adrian. "Hei, Adrian!" panggilnya dengan nada merendahkan. "Ternyata sekarang kamu kerja di sini jadi OB, ya?" ucap Reza sambil menilai penampilan Adrian dari atas ke bawah, penuh ejekan.Adrian, yang terlihat sedang sibuk mengamati sekeliling kantor, hanya melirik sekilas ke arah Reza tanpa menunjukkan emosi apapun. Alih-alih menjawab, Adrian berjalan pergi begitu saja, seolah Reza tidak ada di sana."Kurang ajar!" Reza langsung tersulut amarah. "Berani-beraninya dia mengacuhkanku. Apa dia nggak tahu siapa aku di sini? Aku manajer! Kalau aku mau, bisa kupecat dia sekarang juga!" gumamnya sambil mengejar Adrian, rasa marah makin membakar.Dengan cepat, Reza mencengkeram lengan Adrian, menghentikan langkahnya. "Hei, Adrian! Aku belum selesai ngomong! Apa kamu mau aku pecat, hah?" Reza berkata dengan nada keras, matanya memandang tajam, penuh kemarahan.Adrian menatap Reza dingin. "Aku nggak perlu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-22

Bab terbaru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Prawira Group di ujung tanduk

    Namun, Mr. Lee mengangkat tangan, menghentikan Daniel. “Cukup. Saya juga akan memberi tahu kepada semua mitra bisnis kami di China tentang apa yang sudah terjadi hari ini. Saya ingin mereka tahu betapa bobroknya integritas Prawira Group.”Daniel tampak seperti dihantam badai. Wajahnya merah padam, tetapi kali ini bukan karena amarah, melainkan karena ketakutan. “Tuan Lee, tolong… tolong jangan lakukan itu. Anda tahu apa artinya bagi perusahaan kami jika reputasi kami hancur di pasar China. Kami tidak akan bisa bertahan. Saya mohon, beri kami kesempatan untuk memperbaiki kesalahan ini.”Mr. Lee menatapnya dengan dingin. “Kesempatan? Kesempatan itu Anda sudah sia-siakan ketika Anda memutuskan untuk bermain kotor. Saya tidak peduli berapa besar perusahaan Anda. Bagi kami, kejujuran adalah segalanya.”Setelah mengucapkan kata-kata terakhirnya, Mr. Lee meraih koper itu dan menyerahkannya kembali kepada Daniel. “Ambil u

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Hukuman Daniel

    Hari yang dinantikan akhirnya tiba. Ruang konferensi besar di sebuah hotel bintang lima di pusat kota dipenuhi oleh perwakilan dari dua perusahaan besar, Aditya Corporation dan Prawira Group, serta para eksekutif dari Techno Guard, perusahaan teknologi nomor satu di Asia. Atmosfer di ruangan itu tegang, penuh dengan harapan, ambisi, dan strategi tersembunyi.Adrian duduk di barisan depan bersama timnya, mengenakan jas hitam yang rapi, dengan tatapan penuh keyakinan. Di sebelahnya, Satya dengan percaya diri memegang tumpukan dokumen presentasi yang baru saja selesai dipaparkan. Adrian menepuk bahu Satya pelan. "Kerja bagus. Presentasimu tadi sempurna. Semua poin yang aku ingin sampaikan berhasil kau jabarkan dengan jelas," ucapnya.Satya tersenyum lega. "Terima kasih, Pak Adrian. Semoga ini cukup untuk memenangkan kepercayaan mereka."Di sisi lain ruangan, Daniel duduk santai di kursinya dengan senyum sinis. Dia menyandarkan tubuhnya ke kursi, sesekali melirik ke

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Pertarungan di mulai

    "Risiko?" Daniel menyambar dengan nada dingin, memotong kalimat pria itu sebelum selesai. "Risiko terbesar buatku adalah jika kalain semua gagal mendapatkan tender itu. Dan aku tidak akan mentolerir kegagalan lagi. Kalian tahu betapa malunya aku ketika Adrian memenangkan tender terakhir?!" Suaranya meninggi di akhir kalimat, membuat manajer itu menunduk dalam-dalam, takut untuk menjawab.Daniel menghela napas panjang, mencoba mengendalikan emosinya. "Kalian pikir Adrian lebih pintar dariku? Tidak! Dia hanya lebih licik, lebih oportunis dan kebetulan lebih beruntung dari ku. Tapi kali ini, kita akan menunjukkan siapa yang sebenarnya memegang kendali." Dia berhenti sejenak, matanya menatap jauh ke jendela besar di belakang ruangan, mengamati gemerlap lampu kota yang seolah menertawakannya."Adrian pikir dia sudah bisa mengalahkanku dan akan terus berada di atas," gumam Daniel, lebih kepada dirinya sendiri. Kemudian dia berbalik menghadap timnya lagi, menambahkan dengan n

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kemarahan Daniel

    Anisa dan Siska saling berpandangan, ekspresi keduanya sama-sama penuh rasa penasaran. Kedatangan Dirga yang tiba-tiba membuat mereka bertanya-tanya."Kamu memangnya ada janji sama Dirga, Sis?" tanya Anisa, matanya menyipit seolah mencoba membaca pikiran adiknya.Siska menggeleng pelan. "Tidak, aku nggak punya janji apa-apa sama dia."Anisa mengerutkan kening, berpikir keras. "Terus, kenapa ya dia datang ke sini? Ada urusan apa kira-kira?" ucapnya sambil memiringkan kepala, jelas tak puas dengan jawaban Siska.Tiba-tiba, sebuah pemikiran melintas di benak Anisa, membuatnya tersenyum menggoda. "Jangan-jangan dia suka sama kamu, Sis! Makanya dia datang menemuimu kesini" celetuk Anisa dengan nada menggoda.Siska langsung merona, wajahnya memerah. "Apaan sih, Nis? Jangan ngomong yang aneh-aneh deh." Dia mencoba menutupi rasa malunya dengan memalingkan wajah. "Aku lagi nggak mau punya hubungan sama pria dulu. Karena aku masih trauma sama hubuganku dengan Reza."Anisa tersenyum lembut, mele

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Kesempatan kedua

    "Maafkan Mama, Nisa... Mama nggak pernah bermaksud membuat kalian merasa berbeda. Mama selalu berusaha adil, tapi mungkin Mama salah cara. Kalau sampai hubungan kalian jadi seperti ini, Mama ikut merasa bersalah."Anisa tersenyum lemah, mencoba menenangkan ibunya. "Mama, jangan salahkan diri Mama sendiri. Siska hanya perlu waktu untuk menyadari semua itu. Aku yakin nanti dia akan mengerti kalau perhatian Mama dan Papa selama ini bukan untuk membandingkan, tapi karena Mama ingin yang terbaik buat kami berdua."Adrian menimpali, mencoba mengalihkan suasana. "Sebaiknya kita berdoa saja. Semoga kejadian ini menjadi pelajaran buat Siska, supaya dia sadar kalau perlakuannya selama ini terhadap Anisa itu salah." Dia memeluk Anisa lebih erat, lalu mencium puncak kepalanya penuh kasih.Anisa mengangguk pelan. "Semoga saja, Mas. Aku cuma ingin dia sadar, kalau semua orang menyayanginya."Di sudut ruangan, Dirga berdiri diam, memperhatikan dari kejauhan. Tangannya terlipat di depan dada, tapi ma

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Menyelamatkan Siska

    Tak lama kemudian, suara langkah cepat terdengar. Dirga mendongak, melihat wajah-wajah yang familiar. Anisa tiba bersama keluarganya—Adrian, Dimas, serta kedua orang tua mereka. Wajah mereka dipenuhi kekhawatiran."Dirga! Apa yang sebenarnya terjadi pada Siska?" tanya Anisa panik, langsung mendekati Dirga. Tangannya menggenggam lengan Dirga erat.Dirga menghela napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum menjawab. "Siska mengalami luka tembak. Dia masih berada di dalam, Anisa. Dokter masih berusaha menyelamatkan nyawanya. ""Tertembak?!" Anisa menjerit kecil, hampir tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Wajahnya langsung pucat. "Siapa yang melakukannya, Dirga? Bagaimana ini bisa terjadi?!"Adrian yang berdiri di belakangnya memasang wajah tegang. "Ya, Dirga. Tolong jelaskan pada kami. Apa yang sebenarnya terjadi?"Dirga mengangguk, berusaha menjelaskan semuanya sejelas mungkin meski hatinya sendiri masih terguncang. "Tadi, Siska diculik oleh dua orang pria suru

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Siska Tertembak

    KAU HARUS MATI, SISKA!" Lina berteriak histeris.Sebelum siapa pun sempat bergerak, suara tembakan menggema di ruangan itu. Peluru itu meluncur cepat, dan semua terasa seperti berjalan lambat. "DOR!"Peluru itu menghantam perut Siska, membuat tubuhnya terhempas ke belakang. Siska jatuh ke lantai dengan tangan yang mencengkeram perutnya. Darah segera mengalir membasahi pakaiannya. "Ahh!" Siska mengerang kesakitan, tubuhnya menggeliat saat rasa nyeri yang luar biasa menyerangnya."SISKA!" Dirga berteriak panik, langsung berlari ke arahnya. Sementara polisi lainnya bereaksi cepat, menundukkan Lina dan menjatuhkannya ke lantai. Pistol yang dia genggam terlepas dari tangannya, dan dia menjerit seperti orang kesetanan. "Dia harus mati! Dia pantas mati!" Lina terus meronta meski tangannya sudah diborgol dengan kuat.Dirga berlutut di samping Siska, wajahnya penuh dengan kecemasan. "Siska, bertahanlah! Tolong, jangan tutup matamu! Bantuan medis sedang dalam perjalanan!" Dia menekan luka di pe

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Tidak ada harapan

    Kedua pria suruhan Lina yang sejak tadi diam mulai saling melirik. Pria gondrong itu akhirnya memberanikan diri berbicara, meski suaranya bergetar. "Bos... maaf, ini kayaknya sudah di luar kesepakatan kita. Kita cuma disuruh bawa wanita ini ke sini. Kalau urusan ngebunuh, kita nggak mau ikut campur."Lina langsung berbalik ke arah mereka, matanya penuh dengan api kemarahan. "Diam kalian! Dari awal kalian membawa dia ke sini saja, kalian sudah ikut campur. Dan jangan lupa, kalian sudah kubayar mahal. Jadi sekarang, lakukan perintahku, atau aku akan memastikan kalian tidak akan bisa lari dari ini!"Pria botak mulai berkeringat dingin. "Tapi, Bos... ini bukan pekerjaan kita. Kita nggak pernah ngelakuin hal seperti ini sebelumnya. Kalau ini ketahuan, kita bisa kena masalah besar."Lina mendesah kesal, lalu mengambil amplop lain dari tasnya dan melemparkannya ke meja di depan mereka. "Dengar baik-baik. Kalau kalian membantuku menghabisinya, aku akan bayar kalian dua kali lipat dari yang su

  • Suamiku Bukan Pegawai Biasa   Intimidasi Lina

    Wanita itu menatap Siska dengan pandangan dingin, matanya menyiratkan sesuatu yang sulit dijelaskan—antara kebencian, kepuasan, dan mungkin dendam yang membara. Dirga mengamati semua itu dengan hati yang semakin dipenuhi kegelisahan."Siapa dia sebenarnya? Apa hubungannya dengan Siska? Kenapa dia sampai tega melakukan ini?" pertanyaan-pertanyaan itu terus menghantui Dirga.Ia mencoba mengatur napasnya yang semakin berat, menanti saat yang tepat untuk bertindak, sementara kepalanya terus memutar berbagai kemungkinan. Di saat itu juga, suara sirene yang samar mulai terdengar di kejauhan, memberikan secercah harapan dalam situasi yang mencekam.Dirga merapat ke sisi rumah kosong itu, bersembunyi di bawah jendela yang retak. Ia menahan napas, berharap mendengar atau melihat apa yang sedang terjadi di dalam. Dari celah kecil di jendela, ia bisa melihat wanita cantik itu berdiri angkuh, sementara kedua pria suruhan membungkuk hormat di hadapannya.Wanita itu menyerahkan amplop cokelat yang

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status