"Nyonya, hati-hati! Tuan Elang tidak suka kalau tahu Nyonya berjalan-jalan di pinggir kolam renang seperti itu.""Mulai sekarang, aku tidak mengijinkanmu masuk ke dapur! Banyak benda-benda berbahaya di dalam dapur. Ingat keselamatanmu dan Baby Ael yang utama!""Maaf, Tika. Mulai hari ini kamu sudah harus mengambil cuti hamil. Aku gak bisa melawan perintah dari pusat."Atika membanting ponselnya ke atas tempat tidur. Setelah omelan Bi Rika kemarin sore saat Atika tengah asyik bermain air di tepi kolam renang dan larangan tidak masuk akal dari Elang diwaktu sarapan tadi, Atika sekarang dibuat kesal oleh panggilan dari Kirani, ketua divisi humas tempat Atika bekerja."Mana ada karyawan yang cuti hamil dari dua bulan mengandung? Ini pasti ulah Elang. Pakai istilah perintah dari pusat segala!" gerutu Atika pada bayangannya sendri di cermin.Pagi ini dia sudah siap dengan pakaian kerjanya seperti biasa, setelah tiga hari libur, Atika merasa cukup penat terus berdiam diri di rumah. Kegiatan
Atika bergegas menuruni anak tangga, tetapi ketika ujung matanya menangkap raut panik di wajah Rika. Atika segera memelankan langkahnya. Perempuan itu kemudian membelokan tujuannya yang semula mengarah ke pintu utama, menjadi menghampiri Rika. "Bi, aku ingin jalan-jalan ke mall. Bibi mau menemaniku, kan?"Atika tahu, setiap tindak tanduknya semenjak ia hamil selalu Rika laporkan pada Elang. Atika harus membuat Rika ada di dekatnya, sehingga tangan kanan suaminya itu tidak akan menyadari rencana yang sedang Atika rencanakan."Tuan Elang belum tentu mengijinkan. Saat ini yang terbaik untuk Nyonya adalah beristirahat di rumah. Kalau ada yang ingin Nyonya beli, berikan saja catatannya pada pelayan, biar mereka yang mencarikannya untuk Nyonya."Atika mendecak kesal. "Aku bisa mati bosan hanya berdiam diri di rumah, Bi. Ibu hamil juga perlu hiburan. Aku gak akan kenapa-kenapa, karena itu aku mengajak Bibi pergi bersamaku," bujuk Atika sambil sedikit menggembungkan pipinya, berharap perempu
"Kita ikuti terus atau sampai di sini saja?" tanya supir taksi menghentakkan Atika kembali pada kenyataan.Atika menatap kosong pada Elang yang sudah menghilang masuk ke dalam mobilnya. Supir taksi cukup bijak menanyakan pilihan yang akan Atika ambil selanjutnya. Karena sesungguhnya, Atika sangat bimbang sekarang. Atika tidak tahu mana yang harus ia lakukan setelah melihat Elang berduaan bahkan membelikan perempuan lain sebuket bunga mawar. Elang memang telah memberi hadiah yang lebih besar pada Atika, serangkai bunga tidak akan ada artinya dibanding hadiah-hadiah yang telah Atika terima. Tetapi, tetap saja mengetahui suamimu memberikan hadiah kepada perempuan lain selain dirimu menimbulkan luka cukup dalam di dada Atika."Mereka hampir tidak terlihat," tegur supir taksi lagi."Kita ikuti saja mereka, Pak." Atika merasa asing mendengar suara yang keluar dari mulutnya.Supir taksi itu sepertinya sudah cukup sering membantu para perempuan melakukan aksi pengintaian pada pasangan mereka
"Bu Atika!" Sesuai dugaan, Tsania segera bangkit dan menghampiri Atika yang berjalan mengekori Elang. Gadis itu melangkah dengan anggun lalu meraih tangan Atika untuk mencium tangannya hormat. Ya, di mata Tsania memang sampai kapanpun Atika adalah gurunya, fakta yang dulu cukup membanggakan bagi Atika tetapi untuk sementara ini ingin Atika lupakan sejenak. Sebab, hal ini membuat Atika semakin menyadari kesenjangan usia antara dirinya dengan Elang."Ibu datang sama siapa? Bergabung saja dengan kami," usul Tsania sambil merentangkan tangan kanannya menunjuk kursi yang semula gadis itu tempati.Atika hendak duduk di sana tetapi Elang dengan cepat meraih pinggang Atika lembut, menggiringnya untuk duduk di kursi di samping pria itu. Melalui ujung matanya, Atika melihat bola mata Tsania membulat. Gadis itu belum tahu tentang pernikahan mereka ternyata. "Kami baru saja membahas tentang kasus kecelakaan kerja di pabrik kita. Tsania adalah tenaga medis yang ikut merawat korban. Kita membutuh
"Dasar laki-laki semuanya sama, mereka buaya. Bilangnya dulu hanya melihatku saja!" gerutu Atika pada bayangannya di cermin. "Tapi apa tadi? ternyata pernah pacaran dengan Tsania. Pantas saja siang tadi terlihat sangat ceria. Baru saja mengenang masa lalu, sampai beli bunga segala!"Atika tanpa sadar setengah membanting botol serum di tangannya ke atas meja. Kepalanya sejak makan siang tadi seperti sebuah kuali yang dipanaskan di atas api unggun, meletup-letup memercikan gelembung air yang sedang mendidih.Setelah mengatakan kalau Tsania adalah mantan kekasihnya saat di SMA, Elang sama sekali tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Elang segera pergi karena Ardian menghubungi pria itu memintanya untuk datang entah kemana. Membuat Atika diantarkan oleh salah satu karyawan Elang yang datang beberapa menit kemudian. Dan sekarang, berjam-jam telah berlalu Elang belum juga kelihatan batang hidungnya. Atika beranjak dari tempat duduknya dan berniat merebahkan diri ke atas tempat tidur, j
"Saya dan Elang pernah berpacaran," cetus Tsania tiba-tiba bahkan ketika Atika belum selesai mempersilakan gadis itu untuk duduk di sofa ruang tamunya.Atika sempat membeku di tempat, namun ia segera menguasai diri dan tersenyum santai pada Tsania."Aku sudah tahu, Elang mengatakannya kemarin," balas Atika. "Apa karena itu kamu sengaja datang kesini, Tsan? Gak perlu khawatir, Ibu tahu itu hanya masa lalu. Setiap orang pernah muda, begitupun kalian. Ibu mengerti."Urat di pelipis Tsania perlahan terlihat menonjol, sepertinya gadis itu cukup tersinggung saat Atika mengatakan bahwa hubungannya dengan Elang hanyalah masa lalu. "Salah satunya, tapi ada hal penting lainnya yang ingin saya sampaikan pada Ibu. Saya rasa, Ibu sepantasnya mendengar ini langsung daripada mengetahuinya dari mulut orang lain.""Apa itu?"Tsania tidak segera menjawab, sebab saat itu salah satu asisten Rika datang membawa sebuah nampan berisi dua cangkir teh hangat dan menyajikannya di meja ruang tamu."Saat sedang
Atika sadar kalau apa yang ia lakukan berlebihan, hingga wajar kalau kini Elang untuk pertama kalinya menatapnya berang. "Tika, kamu kenapa?""Aku gak suka bunga mawar ini!" ucap Atika dengan gigi gemeretak menahan amarah.Pandangannya masih tertumbuk pada serangkaian bunga mawar malang yang kini memenuhi tempat sampahnya. Di mata Atika, bunga-bunga mawar itu adalah bukti pertemuan mesra antara Elang dan Tsania hari ini. Atika tidak mampu mengenyahkan bayangan ketika Elang dan Tsania saling berbagi tawa seperti yang mereka lakukan di restoran tempo hari. Pada hari ini, Atika telah memberi peringatan untuk Tsania agar mengenyahkan mimpinya mendekati Elang, tetapi gadis itu mengabaikan ucapan Atika. Tsania, melalui bunga mawar ini telah menabuh genderang perang untuk Atika."Tidak, ini pasti karena hal lain. Katakan, sejujurnya!" Elang meraih dagu Atika, memaksa istrinya untuk menatapnya langsung."Aku gak suka kalau kamu bertemu Tsania,"ucap Atika susah payah. Wajahnya kini memerah, e
"Gila kamu, Tsan! Kamu rela jadi istri keduanya Elang dan ninggalin Ibram?"Tsania mengangguk acuh sambil tetap asyik mengunyah stik kentang di hadapannya, menghiraukan desisan Annisa, sahabatnya sejak kecil sekaligus rekan kerjanya sekarang."Aku sudah putus dengan Ibram kemarin malam. Kamu tahu hal yang lucu? Tantenya Ibram, pelayan di rumah Elang." Tsania menyeringai puas. "Ibram akan dapat balasan setimpal karena sudah mengkhianatiku dengan teman bulenya itu. Setelah aku menikah dengan Elang, Tantenya yang selalu dia banggakan akan jadi kacungku! Aku gak masalah harus jadi istri kedua."Tsania sengaja tidak mengatakan hal lain pada Annisa. Alasan kenapa ia sangat percaya diri bisa menjadi istri kedua Elang, walau harus berhadapan langsung dengan Atika, guru yang semasa SMA adalah guru favoritnya. Tsania memiliki backingan langsung dari Andini. Mulanya, Tsania tidak suka pada Andini yang selalu datang ke rumah sakit dengan sikap pongah seakan semua orang di rumah sakit ini memili