Share

Bab 70. Tukang Fitnah

last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-10 20:50:17

Suasana pagi hari, sangat dingin karena sedang hujan. Adelio berdecak kesal, aku menyipitkan mata menatapnya.

"Kenapa lo?" Aku bertanya, Adelio tidak membalas.

"Lo nggak jawab, gue nggak mau ketemu lo ya," lanjutku, Adelio mendongak menatapku.

Adelio mengeluarkan sebuah surat, dan amplop warna merah. Bibirku menarik sebelah.

"Terus apa?" kataku bingung, Adelio mendengus kesal.

"Gue kemaren baca nih surat, dari fans lo," balas Adelio, aku masih setia menatapnya.

"Nah, urusannya apa dengan gue? Mana lo yang badmood, tapi gue kena getahnya," ungkapku kesal, dia berdecak sebal.

"Fans lo, nembak tau," rajuk Adelio, aku menahan tawa.

Astaga, hanya ditembak doang loh?! Sedangkan, dirinya sudah jadi suamiku.

"Lo cemburu ceritanya?" kataku, Adelio mengangguk mantap.

Oke, akupun membaca surat itu. Memang tertera, jika dia menyukaiku, dan ingin menjadikanku kekasihnya.

Namun, tidak mungkin aku menerimanya, karena diriku sudah ada Adelio.

"Lo nggak selingkuhkan sama dia?" tanya Adelio
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 71. Terkunci di Wc

    Aku ke wc sendiri di sekolah, karena sudah kebelet. Aku juga sudah jarang, bercerita dengan Gita, dan Vivian. Merasa kurang nyaman dengan mereka, menyadari jika keduanya. Tidak setia tentang persahabatan. "Sepi ya," kataku, memasuki wc, dan menguncinya. Setelah selesai, aku ingin membukanya namun tidak bisa. "Loh, kenapa nggak bisa?" kataku panik, mana bentar lagi pulang sekolah. Siapa yang bisa membuka pintunya? Aku juga lupa membawa hp, aduhh gimana ini?"Gue harus apa coba?!" Aku menggedor pintu, berharap ada yang bisa menolongku. Apa yang aku harapkan tidak ada, aku berusaha memukul pintu, biar orang lain mendengarnya. Sungguh, aku prustasi di dalam wc. Apa aku, akan kenapa-kenapa di sini?"Astaga, gue nggak bisa keluar," keluhku, terduduk tidak peduli lagi baju telah kotor. "Aduh, gimana ini? Sekarang jam berapa pula," ucapku prustasi, mengingat jam pelajaran terakhir. Aku mengusap wajahku kasar, menghela napas panjang. Siapa pula yang melakukan ini? Sungguh, aku tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 72. Sadar Diri

    "Liat apa tuh!" teriak Adelio, langsung menghempaskan diri di sebelahku. Sungguh aku terkejut, menabok tangannya. Tanpa peduli keberadaan Bunda Delyna. "Kamu ini! Jangan kayak gitu lagi, Ranesya kaget karena kamu Adelio," hardik Bunda Delyna, memarahi Adelio. Sementara Adelio cemberut, dimarahi. Aku tertawa dalam hati, akhirnya ada yang mendukungku. "Bunda, kok gitu ke anak sendiri? Keliatannya malah lebih sayang Ranesya," kata Adelio, mendengus kesal. "Karena Ranesya anak Bunda," balas Bunda Delyna, memeluk diriku. Aku menjulurkan lidah kearahnya, Adelio ingin menarik Bunda Delyna. Aku menepis tidak terima. "Jangan ambil Bundaku," kataku, mendongak ke Bunda Delyna. Seketika Bunda Delyna, puk puk diriku dengan kasih sayang. Aku tersenyum lebar, melirik Adelio, dan aku mengejeknya. "Kamu anak Bunda kok!" balas Bunda Delyna, mengelus kepalaku. "Aku loh anak Bunda," rajuk Adelio, tapi diabaikan Bunda Delyna. Tawaku menyembur keluar, siapa sangka? Adelio diabaikan Bunda sendiri

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-11
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 73. Bibit Pelakor

    Kami berdua memilih jogging, di kawasan dekat rumah Adelio. Aku ingin memakai celana pendek dimarahi Adelio. Terjadilah, baju lengan dan celana panjang. Huh! Dia ini, aku berdecak kesal diikutinya. "Lo kenapa sih?" Aku berhenti, menoleh kebelakang. Di mana Adelio, melototi orang-orang yang menatapku dalam. Padahal aku tidak peduli mereka. "Mata lo entar keluar," candaku, bersedekap dada. Adelio merangkul diriku, seolah berkata kepada mereka 'Ini punya gue, jangan ganggu deh.'Astaga, aku jadi tidak heran jika Adelio sangat pencemburu. Aku menurunkan tangannya. "Ayo, nggak usah diladeni mereka," ajakku, mulai berlari kembali. Setelah cukup letih, aku duduk di kursi taman bersamanya. Walau masih belum memaafkan, aku tidak boleh terlalu jahat. Aku masih sebaik ini emang, tidak seperti Adelio. "Lo haus?" tanya Adelio, aku menoleh lalu mengangguk. Adelio berdiri, menghadap diriku. "Gue cari air mineral dulu," kata Adelio, berpamitan denganku. Karena terlalu lama, akupun mencari

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 74. Siapa Dia?

    "Cepetan Adelio, bentar lagi telat!" Aku berteriak, menggedor pintu Adelio. Kemarin, memang masih di rumah keluarga Andres. Saat malam juga kami langsung pulang, mengingat besoknya sekolah. Tapi Adelio ini, malah mengajakku menonton hingga larut malam. "Ini semua, gara-gara Adelio?!" kesalku, menendang pintu pakai kaki. "Sakit," keluhku, mengelus kaki yang menyut. Bahkan, Adelio membuka pintu baru bangun tidur. Astaga! Heh, aku sudah berteriak loh ini!"Adelio! Kita mau sekolah, kenapa lo belum mandi?!" pekikku, memukul lengannya. Adelio meringis, menggaruk tengkuknya. Mengusap mata menatapku lama. "Yaudah sih, bolos aja," jawab Adelio santai. Heh! Adelio ini, mudah sekali mulutnya ngomong bolos. Sedangkan, aku ini paling rajin masuk kelas. Adelio kira, aku ini dirinya?! Harus sekolah pokoknya, aku mendorong Adelio masuk ke kamar mandi. "Lo mandi sekarang, gue nggak mau tau!" kesalku, mondar-mandir mengingat mobil berada di bengkel. Aduh, kalo tidak juga aku langsung ke sek

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 75. Teror

    "Kasihan, enak nggak?" tanya Aceya yang bersedekap dada. "Maksud lo apaan ngelakuin itu?" kesal Adelio, mengepalkan tangan. Aku memegang Adelio, menggeleng. Mengingat, jika dia adalah seorang cewek. "Pakai nanya lagi?! Lo keluar aja dari sekolah, jangan di sini lagi," pinta Aceya, tidak menyukaiku dari kelas 1. Aceya Larasati, anak kelas 2 MIPA 3 salah satu siswi pintar. Namun, jarang diajak untuk perlombaan. Mungkin Aceya iri kepadaku, sehingga Aceya tidak menyukaiku. Ternyata, banyak sekali orang membenciku. "Siapa lo ngatur-ngatur?" sahut Adelio, menatap tajam Aceya. Aceya tertawa kecil, menepuk pundak Adelio. Sok teman dekat, aku menyipitkan mata tidak suka. "Kenapa emangnya? Gue bilang gini juga, Ranesya terlalu banyak kasus belum lagi dengan Zara. Apa jangan-jangan kalian berdua main ehem," papar Aceya ambigu, aku menutup mata meredam emosi. Sementara, Adelio sudah ingin melayangkan tinju. Namun, Adelio tahan sampai di depan mata Aceya. "Inget kata gue, lo itu nggak ad

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 76. Remahan Peyek

    "Ihh, apaan sih Adelio!" kesalku, mendorong Adelio yang tiba-tiba saja manja. Aneh sekali, aku sampai terheran dengan tingkahnya. Saat di meja makan, Adelio minta disuapin. "Gue mau dipeluk lo kalo gitu," pinta Adelio, cemberut sok imut. "Nggak jelas lo," kataku, mundur berusaha melarikan diri. Pagi kali ini emang lebih berbeda, karena Adelio memiliki tingkah manja. Jadi aku sulit melakukan aktivitas. Aku memegang tas sekolahku, melewati bawah tangannya. Pergi ke garasi, untungnya mobil sudah diperbaiki. "Untung lolos!" Aku berkata lega, mengusap dada. Aku pergi ke sekolah, hanya pas di perjalanan. Sialnya, mobilku tiba-tiba saja mogok. "Aaa, kenapa harus gue sih?" pekikku, menendang ban mobil. Aku berdecak kesal, ingin menelpon Adelio. Nanti pasti Adelio minta dimanja kembali. Aku mengotak-atik hp, aku mengingat Ghifari. Apa kabar dia ya? Aku menatap langit di mana matahari mulai naik. "Halo, lo bisa bantu gue nggak?" kataku, menelepon Ghifari. "Bis

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 77. Pengakuan

    Kini aku, Gita dan Vivian duduk di lapangan, melihat orang bermain basket. Tidak ada Adelio di sana. Tapi aku masih heran dengan Zara yang tidak terkena hukuman, apa jangan-jangan Zara memiliki kekuatan?"Lo nyadar nggak sih? Kalo Zara tuh terlihat santai aja," celetuk Vivian, mengingat kejadian kemarin. "Iya juga, apalagi waktu itu bukannya Zara dapat surat panggilan ya? Pasti kena skors tuh," timpal Gita, setuju dengan Vivian. Aku hanya diam, memperhatikan permainan basket begitu bagus. Sampai ada seorang cowok mendekat. Anak kelas 1, dia tadi sedang bermain.Jika boleh jujur, aku capek dikejar cowok terus-terusan. Karena mereka terlalu brutal. "Kak, coba tutup mata," pinta cowok rambut hitam lekat. Aku mengernyitkan kening. "Kenapa emang?" tanyaku, mendongak menatapnya. "Ikuti aja," kata cowok rambut hitam itu, aku tidak tau apa yang dia lakukan. Sampai tanganku dipegangnya, menaruh sesuatu di mana mataku masih di tutup. "Buka mata Kakak," perintah cowok rambut hitam, langs

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 78. Bazar Kuliner

    "Mau ngajak gue ke mana?" tanyaku ke Adelio, padahal baru pulang sekolah. Adelio sudah bersiap-siap, aku tidak tau. Apa yang dipikirkan olehnya. Aku sudah rapi dengan tas selempang, dan hodie couple dibelikan Adelio. Mengingat waktu itu, Adelio ingin memakainya denganku. "Kek jamet," gumamku, memutarkan tubuh. Bukannya senang, aku merasa ini terlihat alay. Namun, tidak apa-apa inisiatif Adelio sendiri. "Ranesya, udah belum?" tanya Adelio, mengetuk pintuku. "Udah kok!" seruku, menuju pintu, dan membukanya. Aku tersenyum lembut, di mana Adelio menggenggam tanganku. Seolah tidak ingin lepas dariku. "Lo cantik Ranesya," puji Adelio, mengusap kepalaku. Aku tersenyum samar. "Dih, dasar buaya! Gombalin gue lo," kataku, padahal udah mau terbang. "Mana ada gue buaya, lo doang gue sayang selama ini," sahut Adelio, dengan mode buaya darat. "Haha, bener aja? Terus Zara lo anggap apa?" ucapku, melirik Adelio dengan wajah masam. "Dia nggak ada dalam kamus gue, Zara cuma masa lalu," bala

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13

Bab terbaru

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 164. Keberadaan Zara dan Gracia

    Di pagi hari, berbeda dari biasanya. Saat aku terbangun, Adelio sudah berada di depanku. Siapa sangka, aku melotot tidak percaya. Bahkan, Adelio mengelus puncak kepalaku. "Lo udah bangun?" tanya Adelio mengecup keningku penuh perhatian. Aku yang masih tidak menyangka hanya bisa berkedip-kedip, yaa aku kan masih terkejut. Dengan tubuhku mundur membuat Adelio terlihat bingung. "Kenapa?" Aku menggeleng cepat, berusaha berdiri dan melirik sekitaran. Asli, aku sangat malu. "Nggak kok," jawabku sedikit gugup. "Seriusan? Kenapa wajah lo langsung tegang gitu," sahut Adelio terkekeh pelan. Yah, siapa coba tidak kaget dengan tingkahnya. Kan aku sangat terkejut, dahal dia sangat jarang begini kepadaku. Paling sesuatu hal penting, atau pergi suatu tempat dia akan menghampiriku terlebih dahulu. "Eh, nggak kok cuma tadi," balasku bingung mengigit bibir bawah. Aku mendorong tubuh Adelio. "Sana gih, lo pesen aja makanan gue laper soalnya," kataku mengalihkan pembicaraan. "Lo laper? Bentar

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 163. Bermain di Pantai

    Sore yang cerah, cocok banget jalan-jalan di pantai. Aku dengan tergesa-gesa menarik tangan Adelio untuk cepat. "Ayolah, lo jangan lama sih!" kesalku mendengus. Adelio menggeleng kepala, saat aku menoleh. Apa dia ikutan kesal denganku? Kan aku hanya tidak ingin ketinggalan ke pantai. "Pelan-pelan aja, pantainya gak berjalan itu," peringat Adelio menahan tawa. Idih, dikira lucu gitu? Aku melepaskan tangan Adelio, bersedekap dada di depannya. Bibir yang merucut kedepan seperti bebek. "Lo kok ketawa? Nggak ada yang lucu tau," hardikku menghentakkan kaki. "Dahlah, nggak jadi aja."Aku berusaha memutarkan badan untuk balik ke kamar, namun tanganku ditahan olehnya. "Mau kemana?" tanya Adelio menatapku lekat. "Gue mau ke kamar aja, lo ngeselin soalnya," kataku mengalihkan pandangan ke tempat lain. Terdengar suara kekehannya. "Gue bercanda doang, ayo kita pergi," ajak Adelio menarikku untuk ke pantai. Tidak menolak, aku hanya mengikuti langkah kakinya turun dari lift. Aku tidak ada

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 162. Liburan ke Bali

    Selama 1 bulan, kami dikasih libur sekolah. Adelio berencana mengajak diriku ke Bali. Sungguh aku sangat senang! Siapa sih yang tidak mau kesana? Sekarang kami bersiap-siap untuk ke bandara. "Gimana, semuanya nggak ketinggalankan?" tanya Adelio melirikku memegang koper. Aku mengangguk semangat, menggandeng tangannya. "Ayok, skuy!" seruku membuat Adelio terkekeh. Kali ini kami di antar oleh supir milik keluarga Andres, karena mengetahui tidak mungkin membawanya sendiri. Saat sampai, kedua orang tua kami sudah berada di bandara. Pasti ingin memberikan salam perpisahan untuk sebulan ini. "Kalian hati-hati ya," kata Bunda Delyna memelukku dan Adelio. Sementara Mama Cahaya menangis, aku merasa geli seolah ditinggal selamanya saja. Tapi aku tahan karena menyadari, jika aku tidak menghargai kesedihan Mamaku. "Ihh, kenapa Mama nangis?" Aku memeluk Mama Cahaya, dan mengelus punggungnya. Setelah memeluk Bunda Delyna, aku beralih ke Mama Cahaya yang kini menangkup pipiku. "Jangan band

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 161. Peringkat Juara

    Waktu cepat berlalu, di mana aku sudah melewati ulangan ganjil. Kali ini aku berada di depan kantor untuk pengumuman raport. Banyak guru maupun orang tua berkumpul, ini saat menegangkan. Sampai pengumuman siapa yang juara di kelasku. "Seperti biasa, juara 1 didapatkan oleh Ranesya Adipurna," ucap wali kelasku. Urutan tiga maupun dua, sudah disebutkan. Aku tersenyum lebar karena mengetahui pasti aku mendapatkan peringkat pertama. "Lo pasti bisa!" kataku tanpa suara ke arah Adelio, memperhatikanku terlihat bangga. Arghh, aku sangat senang sekali. Setiap kelas memang disebut sampailah di kelas Adelio. "Untuk Bapak Ibu-ibu, ini murid yang bandel astaghfirullah. Dia juga sering banget bolos, hanya semester ini lumayan memberikan hasil memuaskan karena jarang bolos!" jelas wali kelas dengan senyum mengembang. "Semoga kalian nggak kaget, juara ke 3 diberikan kepada Adelio Andres," kata wali kelas bertepuk tangan. Adelio menganga lebar, namun didorong teman sekelasnya.

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 160. Perebutan Cinta

    "Nanti lo nangis darah, kalo gue bisa dapatin Ranesya," ledek Rayyen terkekeh kecil. Sebelah alisku terangkat, percaya diri sekali dirinya. Apa orang gila ini, terlalu pede bisa mendapatkan sesuatu yang dia mau?"Maaf Rayyen, gue tetap sayang Adelio," sahutku membuat keduanya menoleh. "Lo hanya orang baru dalam hidup gue, sementara Adelio udah gue kenal sejak kecil cuma waktu itu berpisah aja," jelasku membuat Adelio tersenyum puas. Sebaliknya, Rayyen begitu muram karena mengetahui pernyataan yang aku berikan. Siapa yang senang, penolakan begitu jelas. Bahkan, ini di depan banyak orang. "Gue nggak akan biarin itu terjadi, selama gue masih hidup lo harus jadi milik gue Ranesya!" kata Rayyen berdiri menatapku begitu lekat. Tidak merespon, aku hanya diam karena malas untuk menyahuti perkataan Rayyen itu. "Dan gue yang akan buat lo kehilangan segalanya," timpal Adelio ikut berdiri. Tanpa segan menarik kerah Rayyen, mereka saling bertatapan begitu tajam. "Silakan! Gue akan ambil R

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 159. Hanya Milikku

    Aku menatap kaget mendengar lontaran Adelio itu, aku menunduk karena kelopak mataku terasa mengeluarkan buliran bening yang jatuh. Tiba-tiba saja seseorang memeluk, aku mendongak menatap tidak percaya. "Bercanda sayang, aku percaya sama kamu," kata Adelio dengan kekehan kecilnya. Aku mengusap hidung yang basah, aku mendorong dada Adelio. "Nggak usah ngeselin deh! Gue nangis ini," omelku dengan tangisan makin keras. Adelio yang ketar-ketir mendekat, mengusap pipiku yang basah. Apa dia merasa bersalah? Sehingga mendekatiku, dih ngeselin banget sumpah. "Eh, jangan nangis dong. Aku cuma bercanda doang," kata Adelio menarikku dalam pelukannya. "Tapi bercanda lo, nggak lucu tau!" kesalku memukul dada Adelio. Lebih mengesalkan di mana Adelio terkekeh pelan, apa lucunya sih? Aku di sini dituduh loh, malah dia ikut-ikutan buat aku nangis begini. "Ngapain juga lo ketawa?" tanyaku melepaskan diri dari pelukannya. "Lo aja kalo nangis makin menggemaskan," balas Adelio mencubit pipiku. A

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 158. Siapa cowok itu

    Saat pertanyaan Vivian terlontar, aku meneguk ludah. Untungnya aku bisa menjawab semua dengan enteng. Setelah menghadapi masalah besar, mereka berdua akhirnya pulang di jam 7 malam."Gue nggak sanggup asli," keluhku ke Adelio yang duduk di ruang santai. Adelio terkekeh mengelus puncak kepalaku. "Lo pasti ketar-ketir ye kan.""Pake nanya lagi, gue beneran takut tadi," kesalku menabok lengan Adelio. Bayangkan pertanyaan Vivian itu sangat mematikan belum lagi waktu di kamar, ada satu foto ketinggalan di meja belajar. Untungnya aku bisa menyembunyikan tepat waktu, aduh ini Tuhan lagi baik sama aku sih. "Asal mereka nggak taukan? Kita bisa berhasil," seru Adelio tersenyum manis. Alah, itu juga karena aku banyak alasan. Coba Adelio ikut kasih alasan? Mungkin sudah ketauan karena jawaban kami pasti berbeda. "Iya serah lo aja deh," balasku malas. "Ehem, lagi ngapain nih peluk-peluk," sindir seseorang dengan suara nge-bas. Aku yang menyadari orang tersebut cepat bertegak, menoleh kebe

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 157. Menyembunyikan Suatu Hal

    Aku tertawa mengingat kejadian pulang sekolah, sekarang aku berada di rumah memainkan ponsel. Cuma sedikit kaget di mana dalam grup, jika Gita dan Vivian ingin berkunjung ke rumah. Asli ya, aku langsung deg-degan karena mereka sudah berada di rumah orang tuaku. "Adelio, cepetan!" teriakku menggedor pintu kamar. Pintu tersebut buka, terlihat Adelio mengusap mata sepertinya baru bangun tidur. Aku tanpa berkata, menarik tangannya. Adelio terkaget-kaget dari rautnya, ingin tertawa tapi situasi sekarang lagi tidak bagus. "Kenapa lo?" tanya Adelio menarik tanganku sesaat. "Jangan banyak tanya deh, gue gini juga mau cepat ke rumah orang tua gue. Ada Gita sama Vivian di sana," ungkapku membuat Adelio sebaliknya menarikku. Eh, kok malah aku yang ditarik-tarik. Sepertinya Adelio menyadari ketar-ketir diriku. "Ayok, cuss kita harus cepat ke rumah Papa Mama," seru Adelio mendorongku ke dalam mobil. Kasar banget sih, dasar emang ya. Apa karena ingin cepat sehingga begini jadinya. Adelio

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 156. Masalah Beruntun

    "Maksudnya apa Om?" tanya Adelio menarikku kebelakang. Senyum miring tertampil di bibirnya. "Kamukan sudah melukai Zara? Sekarang dia berada di rumah sakit," tuduh Om tua sambil mengepalkan tangan. Eh, sejak kapan please. Aku saja selalu bersama Adelio, kapan melukai Zara murahan itu? Sampai orang tua ini menuduh Adelio. "Astaga Om, aku mana pernah melukai dia. Nggak pengen soalnya, kan aku udah ada ini," kata Adelio menoleh ke arahku sebentar. Aku tersenyum kecil, saat Adelio memberitahu kalo aku adalah pacarnya. "Alasan aja kamu! Apa saya laporkan aja kamu ke kepala sekolah," kata Om tua mendekat menarik kerah Adelio. Hal gilanya, Om tua itu mengangkat dengan mudah tubuh Adelio. Aku menganga tidak percaya, setua ini tenaganya masih oke. "Jangan sembarangan ya, aku juga nggak akan ngelakuin itu karena Zara bukan siapa-siapa," papar Adelio masih berusaha sabar. Aku menggeleng, ya untuk apa bertengkar dengan orang tua? Dia tidak akan mendengarkan. Daripada mak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status