Share

Bab 75. Teror

last update Last Updated: 2024-12-12 19:53:32

"Kasihan, enak nggak?" tanya Aceya yang bersedekap dada.

"Maksud lo apaan ngelakuin itu?" kesal Adelio, mengepalkan tangan.

Aku memegang Adelio, menggeleng. Mengingat, jika dia adalah seorang cewek.

"Pakai nanya lagi?! Lo keluar aja dari sekolah, jangan di sini lagi," pinta Aceya, tidak menyukaiku dari kelas 1.

Aceya Larasati, anak kelas 2 MIPA 3 salah satu siswi pintar. Namun, jarang diajak untuk perlombaan.

Mungkin Aceya iri kepadaku, sehingga Aceya tidak menyukaiku. Ternyata, banyak sekali orang membenciku.

"Siapa lo ngatur-ngatur?" sahut Adelio, menatap tajam Aceya.

Aceya tertawa kecil, menepuk pundak Adelio. Sok teman dekat, aku menyipitkan mata tidak suka.

"Kenapa emangnya? Gue bilang gini juga, Ranesya terlalu banyak kasus belum lagi dengan Zara. Apa jangan-jangan kalian berdua main ehem," papar Aceya ambigu, aku menutup mata meredam emosi.

Sementara, Adelio sudah ingin melayangkan tinju. Namun, Adelio tahan sampai di depan mata Aceya.

"Inget kata gue, lo itu nggak ad
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 76. Remahan Peyek

    "Ihh, apaan sih Adelio!" kesalku, mendorong Adelio yang tiba-tiba saja manja. Aneh sekali, aku sampai terheran dengan tingkahnya. Saat di meja makan, Adelio minta disuapin. "Gue mau dipeluk lo kalo gitu," pinta Adelio, cemberut sok imut. "Nggak jelas lo," kataku, mundur berusaha melarikan diri. Pagi kali ini emang lebih berbeda, karena Adelio memiliki tingkah manja. Jadi aku sulit melakukan aktivitas. Aku memegang tas sekolahku, melewati bawah tangannya. Pergi ke garasi, untungnya mobil sudah diperbaiki. "Untung lolos!" Aku berkata lega, mengusap dada. Aku pergi ke sekolah, hanya pas di perjalanan. Sialnya, mobilku tiba-tiba saja mogok. "Aaa, kenapa harus gue sih?" pekikku, menendang ban mobil. Aku berdecak kesal, ingin menelpon Adelio. Nanti pasti Adelio minta dimanja kembali. Aku mengotak-atik hp, aku mengingat Ghifari. Apa kabar dia ya? Aku menatap langit di mana matahari mulai naik. "Halo, lo bisa bantu gue nggak?" kataku, menelepon Ghifari. "Bis

    Last Updated : 2024-12-12
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 77. Pengakuan

    Kini aku, Gita dan Vivian duduk di lapangan, melihat orang bermain basket. Tidak ada Adelio di sana. Tapi aku masih heran dengan Zara yang tidak terkena hukuman, apa jangan-jangan Zara memiliki kekuatan?"Lo nyadar nggak sih? Kalo Zara tuh terlihat santai aja," celetuk Vivian, mengingat kejadian kemarin. "Iya juga, apalagi waktu itu bukannya Zara dapat surat panggilan ya? Pasti kena skors tuh," timpal Gita, setuju dengan Vivian. Aku hanya diam, memperhatikan permainan basket begitu bagus. Sampai ada seorang cowok mendekat. Anak kelas 1, dia tadi sedang bermain.Jika boleh jujur, aku capek dikejar cowok terus-terusan. Karena mereka terlalu brutal. "Kak, coba tutup mata," pinta cowok rambut hitam lekat. Aku mengernyitkan kening. "Kenapa emang?" tanyaku, mendongak menatapnya. "Ikuti aja," kata cowok rambut hitam itu, aku tidak tau apa yang dia lakukan. Sampai tanganku dipegangnya, menaruh sesuatu di mana mataku masih di tutup. "Buka mata Kakak," perintah cowok rambut hitam, langs

    Last Updated : 2024-12-13
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 78. Bazar Kuliner

    "Mau ngajak gue ke mana?" tanyaku ke Adelio, padahal baru pulang sekolah. Adelio sudah bersiap-siap, aku tidak tau. Apa yang dipikirkan olehnya. Aku sudah rapi dengan tas selempang, dan hodie couple dibelikan Adelio. Mengingat waktu itu, Adelio ingin memakainya denganku. "Kek jamet," gumamku, memutarkan tubuh. Bukannya senang, aku merasa ini terlihat alay. Namun, tidak apa-apa inisiatif Adelio sendiri. "Ranesya, udah belum?" tanya Adelio, mengetuk pintuku. "Udah kok!" seruku, menuju pintu, dan membukanya. Aku tersenyum lembut, di mana Adelio menggenggam tanganku. Seolah tidak ingin lepas dariku. "Lo cantik Ranesya," puji Adelio, mengusap kepalaku. Aku tersenyum samar. "Dih, dasar buaya! Gombalin gue lo," kataku, padahal udah mau terbang. "Mana ada gue buaya, lo doang gue sayang selama ini," sahut Adelio, dengan mode buaya darat. "Haha, bener aja? Terus Zara lo anggap apa?" ucapku, melirik Adelio dengan wajah masam. "Dia nggak ada dalam kamus gue, Zara cuma masa lalu," bala

    Last Updated : 2024-12-13
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 79. Membaca Puisi

    "Woam, pagi begini diganggu. Masih ngantuk."Aku mengusap mataku, berharap menghilangkan rasa kantuk melanda. Aku membuka pintu, terdapat Adelio tersenyum. Aku menyender di pintu. "Kenapa? Ini masih pagi banget loh, Adelio," balasku kesal. "Karena udah pagi, lo harus siap-siap," ucap Adelio, aku berbalik menghentakkan kaki. "Cepat ya! Kita bakal sarapan," teriak Adelio, menutup pintuku. "Iya Adelio," jawabku malas, masuk ke kamar mandi. Jam 5 pagi, yang benar saja. Adelio membangunkan ku sepagi ini. Aku memeluk diriku yang kedinginan. Aku melihat ada lilin candle light di sana, dan hanya tertinggal lampu remang-remang."Adelio?" panggilku, mendekatinya yang tersenyum manis. Sangat membuatku terkejut, Adelio berdiri mempersilakan aku duduk. Terus kursi panjang di mana? Hanya ada kursi bundar yang aku liat. "Kenapa? Sini rotinya, biar gue yang olesi," kata Adelio, melakukannya dengan baik. Adelio mengambil beberapa lembar, dan memberikannya kepadaku. "Adelio," panggilku, ke ar

    Last Updated : 2024-12-13
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 80. Mengajak jadi Selingkuhan

    "Liat? Lo tau siapa pemenangnya sekarang? Lo atau gue?" ledekku, menoleh ke Zara mengepalkan tangan. Aku tersenyum lebar, sudah bisa membuat Zara emosi. Belum lagi Adelio menghampiriku. Tanpa rasa malu, Adelio mengelusku di depan Pak Bobi. Terus anak kelas ini dianggap apa? Hanya nyamuk pasti. "Maaf Pak, mohon kasih restu aku dan Ranesya," kata Adelio, memutarkan tubuhnya. Pak Bobi tersenyum. "Jika kamu lebih baik bersama Ranesya, Bapak kasih restu. Semoga kamu bahagia sampai nikah," papar Pak Bobi mendukung. "Padahal udah nikah gue sama dia," gumamku, mendengar pekikan heboh seisi kelas. "Makasih Pak! Kalian harus doain gue juga ya?" teriak Adelio ke mereka semua. Tidak aku sangka, mereka semua menyahut dengan semangat. "Semoga kalian bisa sampe ke pelaminan.""Jangan lupa traktir Kak!""Woah, Ranesya nikah sama pentolan sekolah."Aku menggeleng saja, tingkah anak kelas seperti orang utan. Sementara, Zara panas sendiri, tiba-tiba saja berdiri, menarik rambutku. "Woyy, lo ken

    Last Updated : 2024-12-14
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 81. Bermain di Belakang

    "Lo mau masuk rumah sakit atau kuburan?" Adelio menatap sinis Elgar, langsung melepaskan pergelangan tanganku. "Maksud lo apa? Mau ngajak Ranesya selingkuh?" kata Adelio, menarik kerah Elgar. Elgar tersenyum lebar, seolah tidak merasa bersalah sama sekali. Aku sedikit menjauh dari perdebatan keduanya. "Kak, lo tau? Kak Ranesya pintar, nggak cocok sama lo yang bikin onar," balas Elgar, menyinggung Adelio. Aku meneguk ludah, apa ini namanya Elgar mencari perkara? Merasa hebat? Padahal Adelio memiliki kelebihan, hanya tingkahnya saja terlalu nakal. "Terus Ranesya cocok sama siapa?" tanya Adelio balik, menatap tajam Elgar. "Gue— "Sebelum Elgar melanjutkan perkataannya, Adelio membogem pipi Elgar. Bahkan, aku bisa merasakan emosi meledak Adelio. "Masih banyak kelebihan gue, asal lo tau! Lo malu pacaran sama gue, Ranesya?" tunjuk Adelio ke Elgar, beralih menoleh ke arahku. "Gue bangga punya lo, selalu ada saat gue butuh. Hem, buat lo Elgar jangan cari keributan. Lo pasti tau Adeli

    Last Updated : 2024-12-14
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 82. Butuh Bukti

    Aku terbangun di sofa, berjalan lesu ke kamar. Aku berkaca, melihat mataku kali ini bengkak, aku menghela napas berat. "Gue mau pulang ke rumah," kataku, membereskan semua pakaian yang aku punya. Niatnya, ingin bersekolah bareng Adelio. Mengingat kejadian kemarin, aku memilih untuk pulang. Setelah selesai, aku menatap sekeliling tempat. Di mana rumah ini adalah saksi bisu, perjuangan kami berdua. "Sialan! Gue benci sama lo Adelio," hardikku, mataku berkaca-kaca. Menelan ludah susah payah, berjalan menuju pintu keluar. Saat aku buka, ada Adelio menatapku. Adelio ingin memelukku, tapi aku menghalangi dengan tangan. "Lo nggak usah peluk gue, peluk aja Zara," sindirku sambil tersenyum miris. "Maksud lo apa?" tanya Adelio bingung, memijit pelipisnya. "Jangan sok polos deh loh?! Lo main belakang sama Zara kan? Adelio, lo benar-benar bajingan!" Aku mendorong Adelio, dengan dada naik turun. "Gue nggak main belakang sama Zara," tolak Adelio, tuduhan itu. Aku tertawa mengusap mataku

    Last Updated : 2024-12-14
  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 83. Membalas Zara

    "Males banget sekolah, mana mata gue gini," ucapku, memegang kantong mata. Semalaman aku tidak bisa tidur, selain menangis aku juga melamun. Mengingat kenanganku bersama Adelio. "Yaudahlah, daripada gue Alfa lagi kan rugi." Aku menghampiri keluargaku, menyambut dengan baik. "Sini duduk samping Papa," pinta Papa Guntur, aku mengangguk lesu. Keluargaku saling melirik satu salah lain. Aku tidak tau, harus bagaimana lagi, aku seakan tertarik keluar nyawaku ini. "Nggak usah dipikirin ya?" kata Mama Cahaya, memberikan sebuah nasi goreng sosis. Jean mengangguk membenarkan. "Bener kata Mama, entar lo bareng gue aja ke sekolah," kata Jean, aku melirik tersenyum tipis. "Makan yang banyak sayang!" seru Papa Guntur, mengelus rambutku. Aku tersenyum lebar, melupakan sementara kejadian waktu itu. Aku sangat senang Papa Guntur perhatian denganku. Biasanya, Papa Guntur agak cuek kepadaku. Kini, Papa Guntur menunjukkan, kasih sayang aku inginkan. "Enak Ma!" pekikku, memakannya sampai belepot

    Last Updated : 2024-12-15

Latest chapter

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 164. Keberadaan Zara dan Gracia

    Di pagi hari, berbeda dari biasanya. Saat aku terbangun, Adelio sudah berada di depanku. Siapa sangka, aku melotot tidak percaya. Bahkan, Adelio mengelus puncak kepalaku. "Lo udah bangun?" tanya Adelio mengecup keningku penuh perhatian. Aku yang masih tidak menyangka hanya bisa berkedip-kedip, yaa aku kan masih terkejut. Dengan tubuhku mundur membuat Adelio terlihat bingung. "Kenapa?" Aku menggeleng cepat, berusaha berdiri dan melirik sekitaran. Asli, aku sangat malu. "Nggak kok," jawabku sedikit gugup. "Seriusan? Kenapa wajah lo langsung tegang gitu," sahut Adelio terkekeh pelan. Yah, siapa coba tidak kaget dengan tingkahnya. Kan aku sangat terkejut, dahal dia sangat jarang begini kepadaku. Paling sesuatu hal penting, atau pergi suatu tempat dia akan menghampiriku terlebih dahulu. "Eh, nggak kok cuma tadi," balasku bingung mengigit bibir bawah. Aku mendorong tubuh Adelio. "Sana gih, lo pesen aja makanan gue laper soalnya," kataku mengalihkan pembicaraan. "Lo laper? Bentar

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 163. Bermain di Pantai

    Sore yang cerah, cocok banget jalan-jalan di pantai. Aku dengan tergesa-gesa menarik tangan Adelio untuk cepat. "Ayolah, lo jangan lama sih!" kesalku mendengus. Adelio menggeleng kepala, saat aku menoleh. Apa dia ikutan kesal denganku? Kan aku hanya tidak ingin ketinggalan ke pantai. "Pelan-pelan aja, pantainya gak berjalan itu," peringat Adelio menahan tawa. Idih, dikira lucu gitu? Aku melepaskan tangan Adelio, bersedekap dada di depannya. Bibir yang merucut kedepan seperti bebek. "Lo kok ketawa? Nggak ada yang lucu tau," hardikku menghentakkan kaki. "Dahlah, nggak jadi aja."Aku berusaha memutarkan badan untuk balik ke kamar, namun tanganku ditahan olehnya. "Mau kemana?" tanya Adelio menatapku lekat. "Gue mau ke kamar aja, lo ngeselin soalnya," kataku mengalihkan pandangan ke tempat lain. Terdengar suara kekehannya. "Gue bercanda doang, ayo kita pergi," ajak Adelio menarikku untuk ke pantai. Tidak menolak, aku hanya mengikuti langkah kakinya turun dari lift. Aku tidak ada

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 162. Liburan ke Bali

    Selama 1 bulan, kami dikasih libur sekolah. Adelio berencana mengajak diriku ke Bali. Sungguh aku sangat senang! Siapa sih yang tidak mau kesana? Sekarang kami bersiap-siap untuk ke bandara. "Gimana, semuanya nggak ketinggalankan?" tanya Adelio melirikku memegang koper. Aku mengangguk semangat, menggandeng tangannya. "Ayok, skuy!" seruku membuat Adelio terkekeh. Kali ini kami di antar oleh supir milik keluarga Andres, karena mengetahui tidak mungkin membawanya sendiri. Saat sampai, kedua orang tua kami sudah berada di bandara. Pasti ingin memberikan salam perpisahan untuk sebulan ini. "Kalian hati-hati ya," kata Bunda Delyna memelukku dan Adelio. Sementara Mama Cahaya menangis, aku merasa geli seolah ditinggal selamanya saja. Tapi aku tahan karena menyadari, jika aku tidak menghargai kesedihan Mamaku. "Ihh, kenapa Mama nangis?" Aku memeluk Mama Cahaya, dan mengelus punggungnya. Setelah memeluk Bunda Delyna, aku beralih ke Mama Cahaya yang kini menangkup pipiku. "Jangan band

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 161. Peringkat Juara

    Waktu cepat berlalu, di mana aku sudah melewati ulangan ganjil. Kali ini aku berada di depan kantor untuk pengumuman raport. Banyak guru maupun orang tua berkumpul, ini saat menegangkan. Sampai pengumuman siapa yang juara di kelasku. "Seperti biasa, juara 1 didapatkan oleh Ranesya Adipurna," ucap wali kelasku. Urutan tiga maupun dua, sudah disebutkan. Aku tersenyum lebar karena mengetahui pasti aku mendapatkan peringkat pertama. "Lo pasti bisa!" kataku tanpa suara ke arah Adelio, memperhatikanku terlihat bangga. Arghh, aku sangat senang sekali. Setiap kelas memang disebut sampailah di kelas Adelio. "Untuk Bapak Ibu-ibu, ini murid yang bandel astaghfirullah. Dia juga sering banget bolos, hanya semester ini lumayan memberikan hasil memuaskan karena jarang bolos!" jelas wali kelas dengan senyum mengembang. "Semoga kalian nggak kaget, juara ke 3 diberikan kepada Adelio Andres," kata wali kelas bertepuk tangan. Adelio menganga lebar, namun didorong teman sekelasnya.

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 160. Perebutan Cinta

    "Nanti lo nangis darah, kalo gue bisa dapatin Ranesya," ledek Rayyen terkekeh kecil. Sebelah alisku terangkat, percaya diri sekali dirinya. Apa orang gila ini, terlalu pede bisa mendapatkan sesuatu yang dia mau?"Maaf Rayyen, gue tetap sayang Adelio," sahutku membuat keduanya menoleh. "Lo hanya orang baru dalam hidup gue, sementara Adelio udah gue kenal sejak kecil cuma waktu itu berpisah aja," jelasku membuat Adelio tersenyum puas. Sebaliknya, Rayyen begitu muram karena mengetahui pernyataan yang aku berikan. Siapa yang senang, penolakan begitu jelas. Bahkan, ini di depan banyak orang. "Gue nggak akan biarin itu terjadi, selama gue masih hidup lo harus jadi milik gue Ranesya!" kata Rayyen berdiri menatapku begitu lekat. Tidak merespon, aku hanya diam karena malas untuk menyahuti perkataan Rayyen itu. "Dan gue yang akan buat lo kehilangan segalanya," timpal Adelio ikut berdiri. Tanpa segan menarik kerah Rayyen, mereka saling bertatapan begitu tajam. "Silakan! Gue akan ambil R

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 159. Hanya Milikku

    Aku menatap kaget mendengar lontaran Adelio itu, aku menunduk karena kelopak mataku terasa mengeluarkan buliran bening yang jatuh. Tiba-tiba saja seseorang memeluk, aku mendongak menatap tidak percaya. "Bercanda sayang, aku percaya sama kamu," kata Adelio dengan kekehan kecilnya. Aku mengusap hidung yang basah, aku mendorong dada Adelio. "Nggak usah ngeselin deh! Gue nangis ini," omelku dengan tangisan makin keras. Adelio yang ketar-ketir mendekat, mengusap pipiku yang basah. Apa dia merasa bersalah? Sehingga mendekatiku, dih ngeselin banget sumpah. "Eh, jangan nangis dong. Aku cuma bercanda doang," kata Adelio menarikku dalam pelukannya. "Tapi bercanda lo, nggak lucu tau!" kesalku memukul dada Adelio. Lebih mengesalkan di mana Adelio terkekeh pelan, apa lucunya sih? Aku di sini dituduh loh, malah dia ikut-ikutan buat aku nangis begini. "Ngapain juga lo ketawa?" tanyaku melepaskan diri dari pelukannya. "Lo aja kalo nangis makin menggemaskan," balas Adelio mencubit pipiku. A

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 158. Siapa cowok itu

    Saat pertanyaan Vivian terlontar, aku meneguk ludah. Untungnya aku bisa menjawab semua dengan enteng. Setelah menghadapi masalah besar, mereka berdua akhirnya pulang di jam 7 malam."Gue nggak sanggup asli," keluhku ke Adelio yang duduk di ruang santai. Adelio terkekeh mengelus puncak kepalaku. "Lo pasti ketar-ketir ye kan.""Pake nanya lagi, gue beneran takut tadi," kesalku menabok lengan Adelio. Bayangkan pertanyaan Vivian itu sangat mematikan belum lagi waktu di kamar, ada satu foto ketinggalan di meja belajar. Untungnya aku bisa menyembunyikan tepat waktu, aduh ini Tuhan lagi baik sama aku sih. "Asal mereka nggak taukan? Kita bisa berhasil," seru Adelio tersenyum manis. Alah, itu juga karena aku banyak alasan. Coba Adelio ikut kasih alasan? Mungkin sudah ketauan karena jawaban kami pasti berbeda. "Iya serah lo aja deh," balasku malas. "Ehem, lagi ngapain nih peluk-peluk," sindir seseorang dengan suara nge-bas. Aku yang menyadari orang tersebut cepat bertegak, menoleh kebe

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 157. Menyembunyikan Suatu Hal

    Aku tertawa mengingat kejadian pulang sekolah, sekarang aku berada di rumah memainkan ponsel. Cuma sedikit kaget di mana dalam grup, jika Gita dan Vivian ingin berkunjung ke rumah. Asli ya, aku langsung deg-degan karena mereka sudah berada di rumah orang tuaku. "Adelio, cepetan!" teriakku menggedor pintu kamar. Pintu tersebut buka, terlihat Adelio mengusap mata sepertinya baru bangun tidur. Aku tanpa berkata, menarik tangannya. Adelio terkaget-kaget dari rautnya, ingin tertawa tapi situasi sekarang lagi tidak bagus. "Kenapa lo?" tanya Adelio menarik tanganku sesaat. "Jangan banyak tanya deh, gue gini juga mau cepat ke rumah orang tua gue. Ada Gita sama Vivian di sana," ungkapku membuat Adelio sebaliknya menarikku. Eh, kok malah aku yang ditarik-tarik. Sepertinya Adelio menyadari ketar-ketir diriku. "Ayok, cuss kita harus cepat ke rumah Papa Mama," seru Adelio mendorongku ke dalam mobil. Kasar banget sih, dasar emang ya. Apa karena ingin cepat sehingga begini jadinya. Adelio

  • Suamiku Berandalan Sekolah    Bab 156. Masalah Beruntun

    "Maksudnya apa Om?" tanya Adelio menarikku kebelakang. Senyum miring tertampil di bibirnya. "Kamukan sudah melukai Zara? Sekarang dia berada di rumah sakit," tuduh Om tua sambil mengepalkan tangan. Eh, sejak kapan please. Aku saja selalu bersama Adelio, kapan melukai Zara murahan itu? Sampai orang tua ini menuduh Adelio. "Astaga Om, aku mana pernah melukai dia. Nggak pengen soalnya, kan aku udah ada ini," kata Adelio menoleh ke arahku sebentar. Aku tersenyum kecil, saat Adelio memberitahu kalo aku adalah pacarnya. "Alasan aja kamu! Apa saya laporkan aja kamu ke kepala sekolah," kata Om tua mendekat menarik kerah Adelio. Hal gilanya, Om tua itu mengangkat dengan mudah tubuh Adelio. Aku menganga tidak percaya, setua ini tenaganya masih oke. "Jangan sembarangan ya, aku juga nggak akan ngelakuin itu karena Zara bukan siapa-siapa," papar Adelio masih berusaha sabar. Aku menggeleng, ya untuk apa bertengkar dengan orang tua? Dia tidak akan mendengarkan. Daripada mak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status