Beranda / Romansa / Suami yang Kuperjuangkan / Bab 116 Rehan benci Bunda

Share

Bab 116 Rehan benci Bunda

Penulis: Azfa arroyyan
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Haah kesal sekali rasanya," gumamku seraya membuka pintu Rumah.

"Lho Rehan kok kamu di rumah?" tanyaku bingung.

"Bunda gimana sih, hari ini kan Rehan memang pulang cepat, kan sudah di umumkan di grup kelas," ucap Rehan kesal.

"Oh yah," ucapku seraya buru-buru memeriksa HP.

"Oh maaf ternyata HP Bunda mati," ucapku seraya menunjukan layar HP.

"Bunda mikir apa si, sampe-sampe HP mati aja gak tau," kata Rehan dengan emosi.

"Ya maaf maaf besok-besok Bunda bakal lebih teliti lagi, Bunda buatin makan ya, Rehan mau makan apa?" tanyaku coba merayu.

"Rehan udah kenyang udah makan tadi," jawabnya acuh.

"Rehan makan apa sayang?" tanyaku lembut.

"Makan pizza, aku habisin sendirian satu box Bun," jawab Rehan semangat.

Aku senang melihatnya bahagia, tapi aku kesal karena Bayu terus saja memberinya makanan tidak sehat begitu.

"Bunda mau makan pizza? Rehan sisain sepotong tuh buat Bunda," ucapnya antusias.

"Oh ya mana? anak Bunda baik banget si, sampe nyisain pizzanya buat Bunda," ucapku
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 117 Kecelakaan

    Sebulan kemudian. "Mbak Sari saya titip Ani ya, saya mau pulang ke kalimantan, minta tolong barangkali Ani butuh apa-apa," ucap Pak Ustadz ketika datang mengunjungi Ani di rumah sakit. "Oh iya Ustadz inshaAllah, maaf Ustadz kok mendadak sekali keluarga baik-baik saja kan di sana?" tanyaku khawatir. "Alhamdulillah baik, sebenarnya gak mendadak, waktu itu kami sudah merencanakan ingin berziarah ke Bapak, sekalian minta ridhonya Bapak untuk pernikahanku dengan Ani," jawab Pak Ustadz. "Ooh, nggak nunggu Ani sehat biar bisa ikut sekalian?" tanyaku berbasa-basi. "Iya tadinya mau bareng Ani sekalian, tapi kemudian Ani sakit jadi kami menundanya, tapi Ibu katanya ingin berziarah sekarang jadi kami pergi berdua dulu, nanti kalau Ani sudah bisa pergi kami pergi bersama," jawab Pak Ustadz menjelaskan. "Oh Iyah, kapan Ustadz mau berangkat?" tanyaku sopan. "Dari sini saya mau langsung menuju bandara, masih ada waktu 45 menit jadi saya sempatkan jenguk Ani dulu, kalau Ibu sudah berangkat dul

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 118 Aku mau menikahi Anita lagi

    "Assalamu'alaikum... " ucap mas Bagas masuk rumah. "Wa'alaikumussalam," jawabku dengan tetap meneruskan aktifitasku. "Kopi ya Dek," pinta mas Bagas. "Sejak kapan manggilnya Dek lagi," ucapku acuh. "Kok kamu ngomongnya gitu si Dek," ucap mas Bagas seraya mendekat dan memelukku dari belakang. "Awas Mas ah, aku lagi masak susah kalo kamu deket-deket gini," ucapku seraya menyingkirkan tangannya. "Kamu kok pelit amat dipeluk aja, disingkirkan gini," keluh mas Bagas seraya merangkulkan tangannya di pundakku. "Aku lagi masak Mas, susah jadinya, kamu tidur aja sana, kamu udah gak tidur semalaman kan?" usirku dengan halus. Entah kenapa aku masih kesal. Aku merasa jengkel dan gak mau dekat-dekat sama mas Bagas. Mas Bagas baru bangun tidur dan langsung menghampiriku di ruang tengah. "Kamu keliatan capek banget Dek," ucap mas Bagas seraya memijatku.Aku yang sedang melipat pakaian hanya diam menikmati pijatannya. Pijatannya terasa begitu nyaman di pundakku. Akupun merubah posisi duduk

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 119 Sekaranglah waktunya

    "Jadi maksud dan tujuannya adalah kamu menikahinya lagi?" tanyaku dingin. "Dia itu tidak punya siapa-siapa Dek, aku gak tega membiarkannya Dek," ucap mas Bagas seraya merubah posisi duduknya menghadap ku. "Kenapa harus kamu? dia bisa menikah dengan siapapun kan, gak harus kamu," ucapku dingin seraya membuang muka. “Tentu saja tidak harus denganku jika memang ada orang lain, tapi sekarang orang lain itu sudah tidak ada,” ucapnya tegas. “Tinggal nunggu ada orang lain lagi, laki-laki bukan hanya kamu Mas, gak harus kamu!” jawabku keras. "Karena anak yang dikandungnya adalah anakku, aku masih wajib bertanggung jawab atas anak itu kan?" ucap mas Bagas seraya menggenggam tanganku erat. "Bertanggungjawab gak harus menikahinya kan? kalau memang mau merawat anaknya maka rawatlah tak perlu menikahinya," ucapku kesal seraya melepas genggaman tangannya. "Mana mungkin dia mau menyerahkan anak itu begitu saja, dia orang tua yang tanggung jawab dia pasti akan berusaha merawat dan melindungi a

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 120 Entah dengan sadar atau tidak

    Kami langsung menuju ruang ICU dan menunggu di depan pintu ruangan. Mas Bagas terus saja mondar-mandir tak tenang. Begitupun aku yang duduk dengan rasa cemas yang tak jelas. "Bagaimana keadaannya Dok?" tanya mas Bagas panik kepada Dokter yang baru ke luar ruang ICU. "Alhamdulillah, sepertinya semangat hidup Bu Anita memang sangat besar, sehingga keadaanya cepat membaik," ucap Dokter lega. "Alhamdulillah, apa kami boleh menjenguknya Dok?" tanya mas Bagas tak sabar. "Kami akan segera memindahkannya ke ruang rawat, Anda boleh menemuinya, nanti setelah di ruang rawat," jawab Dokter menjelaskan. "Baiklah Dok, terimakasih" ucap mas Bagas terlihat lega. "Setelah ini jagalah perasaannya agar tetap tenang dan senang, jauhkan dari berita-berita buruk," ucap dokter berpesan. "Oh iya baik Dok," jawab mas Bagas dengan penuh keyakinan. "Batasi semua informasi yang bisa membuatnya sedih atau cemas, dan sebaliknya berilah berita yang sekiranya membuatnya bahagia dan semangat," ucap Dokter ser

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 121 Sekarang punya dua mamah

    Mas Bagas menyiapkan segala keperluan pernikahan. Termasuk yang mengatur make up Anita. Tak ketinggalan mas kawin juga sudah siap. Meskipun Anita di make up secara sederhana tapi dia terlihat begitu cantik.Entah karena profesionalnya penata make up atau karna pancaran bahagia dari dirinya, atau karna aku begitu iri melihatnya. Anita memakai pakaian biasa karena untuk memudahkan alat-alat medis tetap terpasang.Di ruangan ini ada sepasang calon pengantin, penghulu, Ardi sebagai saksi mas Bagas, Pak Hidayat yang katanya masih sodara jauh Anita sebagai saksi dari pihaknya, aku, Adit, Nisa, dan dua orang art Anita. Awalnya aku pikir aku akan biasa saja menyaksikan semua ini, karena aku berniat meminta mas Bagas menceraikan Anita setelah semuanya membaik. Tapi ketika mas Bagas hendak mengucp ijab qabul air mataku luluh tak terbendung lagi, akupun keluar ruangan. "Mamah sabar ya Mah," ucap Adit seraya memelukku dari samping. "Kenapa kamu ikut ke luar Dit," tanyaku lemah menahan tangi

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 122 Akan rusak dengan caraku

    Ke Sinta lagi. "Bay, kamu gak kangen sama aku," ucapku manja di ruang kerja salah satu toko milik Bayu. Pakaianku yang sengaja ku buat hampir hanya menutupi bagian intinya saja, sudah jelas membuatnya tertarik ingin mencoba milikku. Aku sangat tau keinginannya, meskipun dia takkan menunjukannya secara langsung. Tapi ekspresinya jelas memperlihatkan kalau dia mulai tergoda. "Apa yang bisa membuatku kangen dari kamu, aku bisa menemukan orang sepertimu di manapun," ucap Bayu cuek. "masa? yang bisa seperti ini ada?" ucapku seraya menyentuh area sensitifnya. Aku mulai membuka ikat pinggang dan celananya kemudian memainkan batang keperkasaan miliknya dengan mulutku. Bayu terlihat sangat menikmatinya, dan aku takkan menyia-nyiakan hal seperti ini untuk mendapatkan simpatinya lagi. Untuk kali ini Bayu tak melakukan apa-apa dia cukup hanya menikmatinya sampai puncak. Bahkan dia tidak melakukan apapun untukku merasakan kenikmatan. "Gimana? masih mau nolak enaknya aku?" ucapku dengan

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 123 Bayu suka ngibulin anaknya

    Seharian aku terus bersama Bayu entah berapa kali kami bercinta, Bayu memang punya stamina yang berbeda dengan laki-laki pada umumnya."Udah sore kamu gak pulang Bay?" tanyaku seraya merapikan meja kerjanya yang begitu berantakan karena menjadi tempat bermain kita tadi. "Kamu sendiri kenapa masih di sini," ucapnya balik tanya. "Aku malas pulang, aku mau ikut kamu aja, aku pulang ke rumahmu ya," pintakku dengan bergelayut manja. "Tapi Rehan kan kenal kamu," ucapnya mencoba menolakku."Justru karna kenal kan, jadi gak perlu cari alesan macem-macem," ucapku meyakinkan. "Trus kamu di rumah mau ngapain?" tanyanya cuek. "Aku mau layanin kamu kalau kamu lagi pengen," jawabku menggoda. "Lagian semua orang juga sudah taukan jadi gak ada lagi yang perlu di tutupi," ucapku merayu. "Aku tau kamu selalu bangun menjelang subuh dan butuh di servis saat itu juga," ucapku seraya mengelus area sensitifnya. "Ok baiklah, kali ini kamu ikut pulang," jawabnya tegas. "Oke ayu," jawabku antusias ser

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 124 Aku tungguin kamu semalaman

    "Aku pulang dulu ya Mas," ucapku berpamitan pada Mas Bagas. "Iya Sar, aku anterin pulang ya, kamu terlihat sangat capek Sar," ucap mas Bagas seraya bangkit dari duduknya. "Iya Mas," jawabku dengan mengangguk. "Aku tinggal dulu ya An, besok pagi aku datang lagi," ucap mas Bagas seraya mengambil kunci mobil di meja. "Aduh... sakit Mas," rintih Ani seraya memegangi perutnya. "Kamu kenapa An?" tanya mas Bagas panik. "Mulai sakit lagi di sini Mas, tolong usap-usap sebelah sini," ucap Ani seraya mengarahkan tangan mas Bagas ke perut bagian sampingnya. "Ah iyah, kamu sabar ya," ucap mas Bagas seraya duduk di kursi samping ranjang seraya mengusap-usap perut Ani. "Panggilin Dokternya Mas," ucapku memberi perintah pada mas Bagas. "Gak usah Sar, aku cuma butuh di usap sebentar nanti juga mendingan, udah biasa kok," ucap Ani meyakinkan. "Kalo gitu bentar ya Sar, nanti kalau Ani udah mendingan aku antar kamu pulang," ucap mas Bagas. "Sakitnya si kadang-kadang aja, tapi kalau pas lagi sa

Bab terbaru

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 149 Ayah gak pernah maksa

    "Alhamdulillah sekarang Rehan udah bisa pulang," ucapku seraya memeluk Rehan. "Ayah mana Bun? katanya mau jemput Rehan?" tanya Rehan seraya memandang arah pintu. "Mungkin sebentar lagi datang, atau sepertinya Ayah akan langsung menyusul ke rumah," jawabku menyemangati Rehan. "Tapi Rehan takut Ayah gak datang," ucap Rehan dengan tertunduk lesu. "Bunda telepon Ayah sekarang yah," ucapku seraya meraih hpku di tas. "Iya Bunda, telepon sekarang cepat, Rehan mau pulang sama Ayah," ucap Rehan begitu semangat. "Rehan mau pulang ke tempat Ayah?" tanyaku cemas. "Iya, kan kemarin Bunda bilang, kalau Rehan udah sembuh Rehan boleh ikut Ayah," jawabnya dengan mata berkaca. Aku seperti tak mau merelakan, tapi juga tak kuasa merusak kebahagiaan Rehan yang baru sembuh dari sakitnya. "Bunda akan tepati janji Bunda kan," ucap Rehan menyadarkanku. "Iya Iyah, tentu saja," jawabku gugup. "Kalo gitu Bunda telepon Ayah sekarang, Rehan pengin mainan sama Ayah cepet," ucap Rehan seraya menggoyang-go

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 148 Rehan akan ikut Ayah

    "Mbak Sari aku minta nasehatnya aku minta sarannya aku lagi bingung banget Mbak," rengekku pada mbak Sari. "Apa yang kamu lakukan sudah benar, sudah serahkan saja pada dokter tugas kamu sekarang tinggal berdo'a," jawab mbak Sari bijak. "Masalahnya sudah tiga hari panasnya belum turun juga, dan Rehan terus saja memanggil Ayahnya, dokter juga menyarankan untuk segera memanggil Ayahnya," ucapku ragu. "Apa gak sebaiknya kamu beritahu Bayu tentang keadaan Rehan sekarang," ucap mbak Sari memberi saran. "Itu dia masalahnya Mbak, aku sempat berfikir jika Rehan bisa melewati masa ini maka Rehan akan benar-benar bisa lepas dari Bayu," ucapku penuh harap. "Jika Rehan sudah bisa lepas dari Bayu maka aku akan segera mengajukan permohonan cerai,” ucapku ragu. “Tapi keadaan Rehan sekarang membuatku bingung juga, baiknya gimana ya Mbak," lanjutku dengan putus asa. "Aku tau ini hal yang berat untukmu, tapi ini juga berat buat Rehan, mungkin untuk saat ini, kamu ngalah dulu aja ya, biarkan Rehan

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 147 Kita perbaiki semuanya

    "Tania mau mampir dulu gak?" tanya Niar ketika sampai di rumah tantenya Niar. "Udah malam ya, besok-besok aja, udah main seharian mau istirahat dulu ya Tan," ucapku menolak. "Apa kita mampir dulu sebentar Yah, sebentar aja," rayu Tania padaku. "Kan udah main seharian ini, besok juga ketemu lagi sama tantenya," bujukku. "Sebentar aja, sebentaaaaar banget Yah," Tania terus saja merengek. "Ya sudah tapi bentaran aja," ucapku menyerah. "Oke, makasih Ayah," ucap Tania seraya ke luar mobil. Aku pun menepikan mobilku kemudian turun dari mobil. "Kayaknya ada tamu di dalam?" tanyaku seraya berjalan ke dalam. "Kayaknya si iya," jawab Niar dengan terus melanjutkan langkahnya. "Assalamu'alaikum," ucap kami serempak di depan pintu. "Wa'alaikumsalam.. " jawab serempak orang-orang dari dalam. Kemudian Niar membuka pintu dan masuk rumah, aku dan Tania lekas mengikutinya. "Niar ini Halim sudah lama nungguin kamu," ucap tantenya Niar. Aku mendekat menyalami semua orang di dalam tak lupa T

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 146 Tak ada yang tidak ku ketahui

    "Tunggu-tunggu, kok Mbak Niar bisa kenal juga sama suaminya Bening, dan berarti Bening masih punya suami?" ucap Nisa terlihat bingung. "Kan sudah ku bilang, gak ada yang gak aku ketahui," jawab Niar dengan khas sombongnya. "Tadi kebetulan kami lihat mereka di rumah makan yang kami datangi," jawabnya lagi menjelaskan. "Dia kayaknya masih berstatus istri orang tapi kemungkinan besar dia akan menceraikan suaminya, karena di lihat tadi dia sudah gak mau lagi peduli sama suaminya," ucap Niar yakin. Sekarang aku tau kenapa Niar begitu tertarik ingin tau masalah Bayu tadi, ternyata benar dia ingin membantu Nisa, aku yang kakanya bahkan tak ada usaha apapun untuk membantunya. "Terus untuk Rehan gimana Mbak, gimana kalau Bayu menuntut hak asuh anak juga," ucap Nisa khawatir. "Sebernarnya kalau Bayu terbukti dengan kuat dia selingkuh maka hak asuh anak akan jatuh padamu Nis," ucapku meyakinkan. "Tapi, percuma juga Rehan bersamaku kalau dia terus-terusan maunya sama ayahnya," keluh Nisa.

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 145 Sekarang jadi Bunda Niar

    "Assalamu'alaikum.. " ucapku seraya mengetuk pintu rumah Nisa. "Wa'alaikumsalam.. Oh Om Ardi Rehan kira Ayah yang pulang," ucap Rehan sambil membuka pintu rumah.“Siapa yang datang Re?” tanya Nisa dari dalam. “Tania Bun,” jawab Rehan. "Eh Mas Ardi kok sama mbak Niar, ada Tania juga sini masuk," ucap Nisa mempersilahkan kami masuk. "Duduk Mas, Mbak aku ambil minum dulu ya," ucap Nisa seraya berjalan ke belakang. "Kopi ya Nis," ucap Niar sedikit berteriak. "Iya Mbak,Mas Ardi juga kopi?" ucap Nisa juga berteriak. "Ya boleh," jawabku. "Rehan kok sedih, Rehan gak suka ya aku datang ke sini?" tanya Tania murung. "Suka kok, aku cuma kangen Ayah, Ayah sudah lama gak pulang," ucap Rehan sedih. "Kamu telepon aja, vidio call sama Ayahmu," ucap Tania memberi saran. "Bunda sudah mencoba, tapi Ayah gak bisa di hubungi," jawab Rehan putus asa. "Pakai ponsel Ayahku aja sini," ucap Tania seraya menggandeng tangan Rehan mendekat padaku. "Ayah coba telepon Ayahnya Rehan Yah," pinta Tania pa

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 144 Dia ini anakku

    "Akhirnya bisa jalan-jalan dan makan di luar sama tante Niar, Tania seneng banget deh," ucap Tania semangat. "Jalan-jalannya memang udah tapi makannya belum, jangan bilang udah makan, tante lapar ini," ucap Niar seraya mengusap perutnya dengan ekspresi memelas. Niar nih lucu banget bersamanya bener-bener rame dan gak ada bosennya. "Oh iya kita baru mau makan ya, Tante jangan nangis dong yuk kita makan makanan kesukaan Tante," ucap Tania seraya menggandeng Niar ke dalam. "Mereka terlihat begitu kompak, Niar benar-benar memposisikan diri seperti teman bagi Tania," batinku. "Ayah kenapa senyum-senyum sendiri, ayo cepat masuk ini tante sudah kelaparan," ucap Tania mengagetkan dari lamunanku. "Aduh aw," teriak Niar karena tertabrak oleh orang tak di kenal. Untung saja aku sudah berada di dekatnya sehingga aku bisa menopang tubuhnya agar tidak jatuh. "Heh punya mata gak si, main tabrak aja!" teriak Niar. "Kamu gak papa?" tanyaku khawatir seraya membantunya berdiri tegak. "Heh berh

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 143 Gak akan bertemu lagi

    "Assalamu'alaikum mbak Sari gimana keadaanmu?" tanya Ardi masuk ruangan. "Wa'alaikumsalam Alhamdulillah baik Di, mas Bagas kasih tau kamu kalau aku di rumah sakit?" tanya mbak Sari. "Nggak Mbak, Tania merengek minta ke rumah Mbak Sari katanya pengin main sama tante Niar, waktu aku datang sepi, kata art nya Mbak lagi di rawat jadi aku langsung ke sini aja," jawabku jujur. "Tapi kalau di rumah sakit kan gak mungkin main, entar bisa di semprot sama pasien sebelah," jawab Niar sambil tertawa. "Ya gak papa gak main dulu nanti mainnya kalau tante Sari sudah sehat dan sudah di rumah," jawab Tania dengan logat lucunya. "Ini aku bawakan makanan buat mbak Sari buat Niar juga," ucapku seraya menyodorkan kantong makanan. "Aku sudah makan, makanan dari rumah sakit tadi Di, kalian aja makan kebetulan mbak Niar belum makan tuh," ucap mbak Sari. "Tapi kamu makan buahnya ya Sar, ini sudah aku kupasin," ucap Niar seraya menyodorkan buah yang sudah dipotong di piring. "Iya Mbak, ya sudah kalian

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 142 Lebih baik jika taka ada teman

    "Kok bayi si, Mbak Sari hamil lagi?" tanyaku tak percaya. "Iya Nis aku lagi hamil," jawab mbak Sari dengan tersenyum. "Kalau dia gak sedang hamil mana mungkin dia bertahan dengan kakamu yang kurang ajar itu," ucap mbak Niar emosi. "Jaga omonganmu Mbak, bagaimanapun mas Bagas itu suamiku, aku tetap gak terima kamu ngatain dia begitu," ucap mbak Sari terlihat emosi. "Iya Sar, maaf maaf, suasananya benar-benar membuatku gak bisa nahan emosi nih," jawab mbak Niar seraya cengengesan. "Alesan aja kamu Mbak, pokonya aku gak mau ya, denger kamu ngatain mas Bagas lagi," ucap mbak Sari tegas. "Iya Sari aku janji," jawab mbak Niar seraya nyengir. "Apakah Mbak Sari juga berniat untuk cerai sama mas Bagas?" tanyaku memastikan. "Ya waktu itu memang sempat terfikir untuk cerai, wanita mana yang tahan dimadu Nis," jawab mbak Sari dengan tertunduk."Tapi aku kan gak boleh egois, aku juga harus memikirkan bayiku ini, jadi aku coba berdamai dengan keadaan aku akan coba menerima takdir ini," ucap

  • Suami yang Kuperjuangkan   Bab 141 Perempuan seperti apa mainannya

    "Apa kamu sungguh bisa bantu aku Mbak?" tanyaku tak sabar. "Yah kamu gimana udah pernah ngajuin buat cerai belum?" tanya mbak Niar seperti menuntutku. "Yah gimana, aku belum bisa cerai karena Bayu terus saja mempengaruhi anakku," keluhku. "Katanya sekarang sudah hampir sebulan gak pulang?" tanya mbak Niar menegaskan. "Iyah tapi pengaruhnya Bayu yang dulukan masih ada sampe sekarang, kalau aku cerai maka aku yang di salahkan sama Rehan dan bisa-bisa Rehan gak mau lagi sama aku," keluhku. "Eh kamu cari perempuan buat godain suamimu, kalau dia udah jatuh cinta suruh cewe itu buat rayu suamimu agar menceraikanmu dan meninggalkan anakmu," ucap mbak Niar."Kasih aja perempuan itu semua hartamu, perempuan macam itu pasti bakal seneng banget," lanjutnya yakin. "Nanti kamu tunjukkan ke anakmu kalau suamimu yang ngusir kamu, kasih liat dia kalau dia juga gak butuh anakmu, biar anakmu tau siapa yang salah," ucap mbak Niar mantab. "Tapi selama ini Bayu tuh gak pernah naruh hati sama peremp

DMCA.com Protection Status