Seharian aku terus bersama Bayu entah berapa kali kami bercinta, Bayu memang punya stamina yang berbeda dengan laki-laki pada umumnya."Udah sore kamu gak pulang Bay?" tanyaku seraya merapikan meja kerjanya yang begitu berantakan karena menjadi tempat bermain kita tadi. "Kamu sendiri kenapa masih di sini," ucapnya balik tanya. "Aku malas pulang, aku mau ikut kamu aja, aku pulang ke rumahmu ya," pintakku dengan bergelayut manja. "Tapi Rehan kan kenal kamu," ucapnya mencoba menolakku."Justru karna kenal kan, jadi gak perlu cari alesan macem-macem," ucapku meyakinkan. "Trus kamu di rumah mau ngapain?" tanyanya cuek. "Aku mau layanin kamu kalau kamu lagi pengen," jawabku menggoda. "Lagian semua orang juga sudah taukan jadi gak ada lagi yang perlu di tutupi," ucapku merayu. "Aku tau kamu selalu bangun menjelang subuh dan butuh di servis saat itu juga," ucapku seraya mengelus area sensitifnya. "Ok baiklah, kali ini kamu ikut pulang," jawabnya tegas. "Oke ayu," jawabku antusias ser
"Aku pulang dulu ya Mas," ucapku berpamitan pada Mas Bagas. "Iya Sar, aku anterin pulang ya, kamu terlihat sangat capek Sar," ucap mas Bagas seraya bangkit dari duduknya. "Iya Mas," jawabku dengan mengangguk. "Aku tinggal dulu ya An, besok pagi aku datang lagi," ucap mas Bagas seraya mengambil kunci mobil di meja. "Aduh... sakit Mas," rintih Ani seraya memegangi perutnya. "Kamu kenapa An?" tanya mas Bagas panik. "Mulai sakit lagi di sini Mas, tolong usap-usap sebelah sini," ucap Ani seraya mengarahkan tangan mas Bagas ke perut bagian sampingnya. "Ah iyah, kamu sabar ya," ucap mas Bagas seraya duduk di kursi samping ranjang seraya mengusap-usap perut Ani. "Panggilin Dokternya Mas," ucapku memberi perintah pada mas Bagas. "Gak usah Sar, aku cuma butuh di usap sebentar nanti juga mendingan, udah biasa kok," ucap Ani meyakinkan. "Kalo gitu bentar ya Sar, nanti kalau Ani udah mendingan aku antar kamu pulang," ucap mas Bagas. "Sakitnya si kadang-kadang aja, tapi kalau pas lagi sa
"Mas, Rina bilang sudah ada beberapa pelanggan menunggu di depan toko, mau buka jam berapa?" tanyaku pada mas Bagas melalui sambungan telepon. "Aku belum tau nih, aku baru bangun, masih capek banget, kok Rina gak langsung telepon aku ya," jawab mas Bagas di seberang telepon. Terdengar jelas kalau mas Bagas kelelahan, ada rasa sakit di ulu hati, mengingat mereka baru saja resmi menikah kemarin. "Dek, kamu masih di situ?" tanya mas Bagas mengagetkanku. "Oh iya Mas, katanya Rina tadi udah coba telepon beberapa kali tapi gak bisa, makanya telepon ke nomorku," jawabku gelagapan. "Oh gitu, kalau kamu aja yang datang ke toko gimana Dek, mungkin aku nanti nyusul ke toko siangan," ucapnya ngasal. "Kalau mau begitu harusnya kamu bilang dari semalam Mas, atau paling tidak dari subuh tadi kamu udah bilang,” jawabku kesal. “Sekarang aku udah masak banyak mana mungkin aku tinggalin warung," lanjutku emosi. "Ya maaf Dek, akukan udah bilang aku baru bangun, badanku agak gak enak nih," jawab m
Sesampainya di toko. "Maaf Bu membuat lama menunggu," ucapku sopan pada pelanggan. "Iya gak papa Mbak,mas Bagas ke mana Mbak tumben biasanya gak pernah libur," tanya si Ibu. "Mas Bagas lagi gak enak badan Bu, jadi saya yang datang ke toko," jawabku sopan. "Mbak Sari juga kelihatannya kurang sehat agak pucat kayaknya," ujar si Ibu. "Oh apa iya, sepertinya saya cuma capek aja Bu, lagi banyak kerjaan ini," jawabku beralasan. Memang beberapa hari ini aku susah tidur, mungkin karna berbagai masalah yang ku hadapi ahir-ahir ini. "Mas Bagas udah kasih tau kamu mau datang jam berapa belum Rin?" tanyaku pada Rina setelah semua pembeli selesai di layani. "Ooh mas Bagas mau datang ke toko ya Mbak? saya kira gak datang, katanya lagi sakit," jawab Rina bingung. "Siapa bilang mau gak datang, yah dia lagi gak enak badan si, tapi tadi pagi dia bilang kalo udah mendingan mau berangkat, hpku mati jadi gak bisa telepon mas Bagas," jawabku beralasan. "Oh begitu, tadi saya sudah WA mas Bagas kal
"Gimana ceritanya Mbak bisa cerai, ada masalah apa?" tanyaku tak sabar begitu duduk di kafe. "Katanya perempuan itu diuji dengan kemiskinan dan laki-laki itu di uji dengan kekayaan,” jawabnya santai. “Yah begitu, mas Halim gak kuat jadi orang kaya," jawab mbak Niar seraya tersenyum lebar. "Tapi Mbak Niar kok kelihatan happy happy aja sih," tanyaku heran. "Ngapain kita mesti sedih nangis-nangis buat laki-laki model begituan Sar," jawabnya semangat. "Tapi aku masih penasaran deh gimana ceritanya, trus Nurin gak protes Mbak cerai?" tanyaku penasaran. "Malah Nurin yang minta awalnya, dan Nurin bahagia tuh, jadi ya udah aku juga gak mau berlarut-larut," jawabnya mantab. "Kok aku semakin bingung ya, kenapa Nurin bisa minta orang tuanya buat cerai," ucapku benar-benar bingung. "Jadi yang nikah sama mas Halim itu teman sekolahnya Nurin," ucap mbak Niar cuek. "Hah! teman Nurin, masih kuliah?" ucapku kaget. "Iya jadi beberapa semester terahir sampai wisuda tuh biayanya dari mas Halim,
"Tapi aku masih bingung Mbak, apa keputusan berpisah itu benar, takutnya aku salah ambil keputusan kayak dulu lagi," ucapku bingung. "Keadaanya sekarang lain Sar, Bagas sudah beneran cinta sama perempuan itu, dia pasti bakal nurutin apa aja maunya, dan kamu akan terus sakit hati melihat hal itu kan," ucap mbak Niar meyakinkan. "Kalau mas Halim minta balikan lagi, Mbak bakal mau balik gak?" tanyaku serius. "Dia sangat setia ketika miskin tapi begitu kaya dia gak bisa jaga diri, mungkin saja ketika dia nanti bersujud mohon-mohon minta balikan itu karena dia miskin, tobatnya itu karna miskin, ketika kaya lagi bisa aja gak kuat lagi kan," jawab mbak Niar dengan penuh keyakinan. "Bisa jadi karena mas Halim benar-benar menyesal dan pengin memperbaiki semuanya Mbak," ucapku coba membela. "Iya dia akan tobat, karena miskin, kalo udah kaya bakal lupa lagi, padahal aku juga gak mau terus-terusan miskin, dan aku gak mau pusing mikirin pengin miskin tapi suami setia atau kaya suami mendua, p
"Kamu udah enakan Sar?" tanya mbak Niar khawatir. "Alhamdulillah baik kok Mbak, cuma kadang-kadang mual aja," jawabku lemes. "Istirahat aja dulu deh, besok-besok kalo udah baikan kita jalan lagi ya, besok jangan cuma ngopi tapi makan ya, biar gak pingsan lagi," ucap mbak Niar seraya tertawa. "Apa aja okelah pokonya," jawabku dengan menunjukan dua jempol. "Bagas mana? istri sakit malah nungguin istri muda?" tanya mbak Niar sangar. "Mas Bagas lagi di toko kok Mbak," ucapku membela. "Beneran dia di toko, bisa jadi pamitnya ke toko malah perginya ke rumah sakit," ucap mbak Niar emosi. "Gak usah marah-marah terus Mbak, ntar cepet tua lho, beneran kok, barusan kita vidio call mas Bagas beneran di toko," ucapku meyakinkan. "Eh, ngapain coba dia vidio call, kalaupun cuma telepon atau ngirim pesan aja juga kamu percaya, ini tuh malah mencurigakan tau gak," ucapnya masik kekeh. "Jadi maksudnya mas Bagas sengaja vidio call karena setelah itu dia mau ke rumah sakit?" tanyaku memastikan.
"Apa benar Sarinya gak papa, Jangan-jangan itu cuma spekulasi mu saja," cibir mbak Niar. "Kasih tau Mbak Niar Dek, kalau kamu gak papa aku tinggal dulu sekarang, kamu juga tau aku harus ke rumah sakit sekarang kan," ucap mas Bagas terlihat kesal. "Tuh liat Sari gak jawab apa-apa kan, itu karena Sari gak berani bilang kalau dia penginnya ditemani terus sama kamu," cibir mbak Niar. "Nggak kok Mbak, mas Bagas benar dia harus ke rumah sakit sekarang," jawabku datar. "Tuh kan Mbak, Sari aja gak papa kok kenapa Mbak Niar jadi repot begini si," ucap mas Bagas seraya tertawa. "Aku pergi sekarang ya Sar, kamu baik-baik di rumah, kalau ada apa-apa langsung telepon ya," ucap mas Bagas seraya mencium keningku. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. "Aku udah pesenin makanan ya Dek, ntar kalo makanan datang langsung makan ya," ucapnya seraya mengusap perutku lembut. "Aku tinggal dulu ya Mbak, ntar ajak Sari makan yang banyak ya Mbak," ucap mas Bagas seraya terseyum ramah pada mbak N