"Gimana ceritanya Mbak bisa cerai, ada masalah apa?" tanyaku tak sabar begitu duduk di kafe. "Katanya perempuan itu diuji dengan kemiskinan dan laki-laki itu di uji dengan kekayaan,” jawabnya santai. “Yah begitu, mas Halim gak kuat jadi orang kaya," jawab mbak Niar seraya tersenyum lebar. "Tapi Mbak Niar kok kelihatan happy happy aja sih," tanyaku heran. "Ngapain kita mesti sedih nangis-nangis buat laki-laki model begituan Sar," jawabnya semangat. "Tapi aku masih penasaran deh gimana ceritanya, trus Nurin gak protes Mbak cerai?" tanyaku penasaran. "Malah Nurin yang minta awalnya, dan Nurin bahagia tuh, jadi ya udah aku juga gak mau berlarut-larut," jawabnya mantab. "Kok aku semakin bingung ya, kenapa Nurin bisa minta orang tuanya buat cerai," ucapku benar-benar bingung. "Jadi yang nikah sama mas Halim itu teman sekolahnya Nurin," ucap mbak Niar cuek. "Hah! teman Nurin, masih kuliah?" ucapku kaget. "Iya jadi beberapa semester terahir sampai wisuda tuh biayanya dari mas Halim,
"Tapi aku masih bingung Mbak, apa keputusan berpisah itu benar, takutnya aku salah ambil keputusan kayak dulu lagi," ucapku bingung. "Keadaanya sekarang lain Sar, Bagas sudah beneran cinta sama perempuan itu, dia pasti bakal nurutin apa aja maunya, dan kamu akan terus sakit hati melihat hal itu kan," ucap mbak Niar meyakinkan. "Kalau mas Halim minta balikan lagi, Mbak bakal mau balik gak?" tanyaku serius. "Dia sangat setia ketika miskin tapi begitu kaya dia gak bisa jaga diri, mungkin saja ketika dia nanti bersujud mohon-mohon minta balikan itu karena dia miskin, tobatnya itu karna miskin, ketika kaya lagi bisa aja gak kuat lagi kan," jawab mbak Niar dengan penuh keyakinan. "Bisa jadi karena mas Halim benar-benar menyesal dan pengin memperbaiki semuanya Mbak," ucapku coba membela. "Iya dia akan tobat, karena miskin, kalo udah kaya bakal lupa lagi, padahal aku juga gak mau terus-terusan miskin, dan aku gak mau pusing mikirin pengin miskin tapi suami setia atau kaya suami mendua, p
"Kamu udah enakan Sar?" tanya mbak Niar khawatir. "Alhamdulillah baik kok Mbak, cuma kadang-kadang mual aja," jawabku lemes. "Istirahat aja dulu deh, besok-besok kalo udah baikan kita jalan lagi ya, besok jangan cuma ngopi tapi makan ya, biar gak pingsan lagi," ucap mbak Niar seraya tertawa. "Apa aja okelah pokonya," jawabku dengan menunjukan dua jempol. "Bagas mana? istri sakit malah nungguin istri muda?" tanya mbak Niar sangar. "Mas Bagas lagi di toko kok Mbak," ucapku membela. "Beneran dia di toko, bisa jadi pamitnya ke toko malah perginya ke rumah sakit," ucap mbak Niar emosi. "Gak usah marah-marah terus Mbak, ntar cepet tua lho, beneran kok, barusan kita vidio call mas Bagas beneran di toko," ucapku meyakinkan. "Eh, ngapain coba dia vidio call, kalaupun cuma telepon atau ngirim pesan aja juga kamu percaya, ini tuh malah mencurigakan tau gak," ucapnya masik kekeh. "Jadi maksudnya mas Bagas sengaja vidio call karena setelah itu dia mau ke rumah sakit?" tanyaku memastikan.
"Apa benar Sarinya gak papa, Jangan-jangan itu cuma spekulasi mu saja," cibir mbak Niar. "Kasih tau Mbak Niar Dek, kalau kamu gak papa aku tinggal dulu sekarang, kamu juga tau aku harus ke rumah sakit sekarang kan," ucap mas Bagas terlihat kesal. "Tuh liat Sari gak jawab apa-apa kan, itu karena Sari gak berani bilang kalau dia penginnya ditemani terus sama kamu," cibir mbak Niar. "Nggak kok Mbak, mas Bagas benar dia harus ke rumah sakit sekarang," jawabku datar. "Tuh kan Mbak, Sari aja gak papa kok kenapa Mbak Niar jadi repot begini si," ucap mas Bagas seraya tertawa. "Aku pergi sekarang ya Sar, kamu baik-baik di rumah, kalau ada apa-apa langsung telepon ya," ucap mas Bagas seraya mencium keningku. Aku hanya menjawabnya dengan anggukan kepala. "Aku udah pesenin makanan ya Dek, ntar kalo makanan datang langsung makan ya," ucapnya seraya mengusap perutku lembut. "Aku tinggal dulu ya Mbak, ntar ajak Sari makan yang banyak ya Mbak," ucap mas Bagas seraya terseyum ramah pada mbak N
"Kok baru pulang si Mas, apa kamu mau nginep di rumah sakit setiap hari," ucapku kesal pada mas Bagas yang baru saja masuk rumah. "Semalam aku mau pulang tapi Ani mengeluh sakit lagi, ya gak mungkin aku tinggalkan kalau kondisinya begitu," ucap mas Bagas membela diri. "Setiap hari juga akan begitu Mas, bukankah dia tinggal di rumah sakit karena hal itu," ucapku sewot. "Ya karena itu kamu harus maklum kalau aku sering lama di sana memang kondisinya begitu," jawab mas Bagas. "Tapi aku juga butuh kamu Mas, aku juga istrimu dan aku juga sedang hamil," ucapku tegas."Iya Dek, kamu memang istriku dan juga sedang hamil, karena itu aku buru-buru pulang sepagi ini untuk memastikan keadaanmu baik-baik saja," ucap mas Bagas dengan penekanan di setiap katanya."Tapi kamu baru pulang setelah semalaman meninggalkanku Mas," ucapku kesal. "Harusnya kamu menyambut kedatanganku dengan hangat, bukannya dengan muka di tekuk dan kata-kata tak menyenangkan begini Dek," ucap mas Bagas mulai terlihat ke
Sekarang ke Bayu"Tante masih di sini tante nginep di sini," tanya Rehan padaku di pagi hari. "Iya tante kan harus di sini buat melayani Ayah," ucapku genit. "Kan ada Bunda, kenapa harus tante yang melayani Ayah?" tanya Rehan polos. "Yang tante layani beda sama Bundamu," jawabku dengan menyeringai. "Tante habis mandi? kenapa masih pakai handuk begitu cepat pakai baju nanti masuk angin," ucap Rehan serius. "Ini karena tante mau melayani Ayah Re, nanti kamu ke kamar tamu ya, tante kasih liat cara tante melayani Ayah biar kamu tau," rayuku lembut. Rehan masih diam tapi aku cukup tau kalau ada rasa penasaran di fikirannya. Aku segera masuk kamar di mana Bayu berada dan tidak menguncinya justru sengaja ku buka sedikit. Aku masuk dan mulai membuka handukku, kemudian langsung menuju titik sensitif Bayu, meski dia masih tidur tidak akan mungkin dia menolak ku. Dan benar saja ketika kami sudah memulai permainan aku melihat Rehan sedang ada di depan pintu yang sedikit terbuka itu.Sial
"Assalamu'alaikum Mbak Sari," ucap Ardi di depan pintu. "Wa'alaikumsalam masuk Di," ucapku seraya membuka pintu. "Eh ada Tania juga, sini masuk," ucapku mempersilahkan masuk. "Mbak Sari lagi sakit ya?" tanya Ardi. "Nggak kok cuma agak capek aja nih," jawabku. "Nggak jualan Mbak?" tanya Ardi lagi. "Nggak lagi pengen istirahat lagi capek," jawabku seraya tersenyum. "Aku mau minta tolong Mbak," ucap Ardi ragu. "Ada apa Di, kalau aku bisa bantu inshaAllah aku akan bantu," jawabku sungguh-sungguh. "Aku ada tugas luar kota selama tiga hari, kalau Mbak Sari tidak keberatan aku mau menitipkan Tania di sini selama aku pergi," ucap Ardi ragu. "Ooh begitu, ya gak papa Di," ucapku tulus. "Iya karena aku rasa gak ada tempat lagi selain di sini, kalau di tempat Nisa kan masih ada Bayu, jadi aku kayaknya gak bisa menitipkan Tania di sana," ucap Ardi dengan mengusap-usap kepala Tania. "Aku faham Di, iya gak papa di titipkan di sini saja," ucapku serius. "Tapi Mbak Sari terlihat kurang se
"Itu adiknya Bagas yang istrinya selingkuh sama suami adiknya Bagas?" tanya mbak Niar blak-blakan. "Iya betul itu dia," jawabku agak berbisik. "Jadinya mereka cerai Sar? apa hak asuh anak jatuh ke dia atau kebetulan sekarang giliran anaknya lagi tinggal sama dia," cecar mbak Niar padaku. "Ardi melakukan banyak hal demi hak asuh anak, dia sangat menginginkan anaknya seratus persen jadi haknya,” ucapku menjelaskan. “Dan sekarang dia bahkan tak mengizinkan anaknya bertemu dengan Ibunya," lanjutku panjang lebar. "Tapi kasihan anaknya kalau kaya gitu Sar," protes mbak Niar tak terima. "Katanya sebelum mereka bercerai istrinya sudah sangat sering meninggalkan Tania, jadi Tanianya juga gak terlalu dekat dengan Ibunya,” ucapku membela Ardi. “Bahkan ketika Ardi menawarkan Tania untuk ketemu Ibunya katanya Tania menolak," jelasku panjang lebar. "Ooh... begitu, kalau adiknya Bagas yang perempuan sudah cerai belum atau mereka memilih damai?" tanya mbak Niar penasaran. "Nisa ingin sekali