Sekarang ke Bayu"Tante masih di sini tante nginep di sini," tanya Rehan padaku di pagi hari. "Iya tante kan harus di sini buat melayani Ayah," ucapku genit. "Kan ada Bunda, kenapa harus tante yang melayani Ayah?" tanya Rehan polos. "Yang tante layani beda sama Bundamu," jawabku dengan menyeringai. "Tante habis mandi? kenapa masih pakai handuk begitu cepat pakai baju nanti masuk angin," ucap Rehan serius. "Ini karena tante mau melayani Ayah Re, nanti kamu ke kamar tamu ya, tante kasih liat cara tante melayani Ayah biar kamu tau," rayuku lembut. Rehan masih diam tapi aku cukup tau kalau ada rasa penasaran di fikirannya. Aku segera masuk kamar di mana Bayu berada dan tidak menguncinya justru sengaja ku buka sedikit. Aku masuk dan mulai membuka handukku, kemudian langsung menuju titik sensitif Bayu, meski dia masih tidur tidak akan mungkin dia menolak ku. Dan benar saja ketika kami sudah memulai permainan aku melihat Rehan sedang ada di depan pintu yang sedikit terbuka itu.Sial
"Assalamu'alaikum Mbak Sari," ucap Ardi di depan pintu. "Wa'alaikumsalam masuk Di," ucapku seraya membuka pintu. "Eh ada Tania juga, sini masuk," ucapku mempersilahkan masuk. "Mbak Sari lagi sakit ya?" tanya Ardi. "Nggak kok cuma agak capek aja nih," jawabku. "Nggak jualan Mbak?" tanya Ardi lagi. "Nggak lagi pengen istirahat lagi capek," jawabku seraya tersenyum. "Aku mau minta tolong Mbak," ucap Ardi ragu. "Ada apa Di, kalau aku bisa bantu inshaAllah aku akan bantu," jawabku sungguh-sungguh. "Aku ada tugas luar kota selama tiga hari, kalau Mbak Sari tidak keberatan aku mau menitipkan Tania di sini selama aku pergi," ucap Ardi ragu. "Ooh begitu, ya gak papa Di," ucapku tulus. "Iya karena aku rasa gak ada tempat lagi selain di sini, kalau di tempat Nisa kan masih ada Bayu, jadi aku kayaknya gak bisa menitipkan Tania di sana," ucap Ardi dengan mengusap-usap kepala Tania. "Aku faham Di, iya gak papa di titipkan di sini saja," ucapku serius. "Tapi Mbak Sari terlihat kurang se
"Itu adiknya Bagas yang istrinya selingkuh sama suami adiknya Bagas?" tanya mbak Niar blak-blakan. "Iya betul itu dia," jawabku agak berbisik. "Jadinya mereka cerai Sar? apa hak asuh anak jatuh ke dia atau kebetulan sekarang giliran anaknya lagi tinggal sama dia," cecar mbak Niar padaku. "Ardi melakukan banyak hal demi hak asuh anak, dia sangat menginginkan anaknya seratus persen jadi haknya,” ucapku menjelaskan. “Dan sekarang dia bahkan tak mengizinkan anaknya bertemu dengan Ibunya," lanjutku panjang lebar. "Tapi kasihan anaknya kalau kaya gitu Sar," protes mbak Niar tak terima. "Katanya sebelum mereka bercerai istrinya sudah sangat sering meninggalkan Tania, jadi Tanianya juga gak terlalu dekat dengan Ibunya,” ucapku membela Ardi. “Bahkan ketika Ardi menawarkan Tania untuk ketemu Ibunya katanya Tania menolak," jelasku panjang lebar. "Ooh... begitu, kalau adiknya Bagas yang perempuan sudah cerai belum atau mereka memilih damai?" tanya mbak Niar penasaran. "Nisa ingin sekali
"Tania.... Ayah pulang," ucap Ardi seraya memeluk Tania yang sedang bermain dengan mbak Niar di teras. "Ayah... kenapa cepat sekali Ayah pulang," ucap Tania cemberut. "Kok Tania ngomongnya begitu, Tania gak kangen sama Ayah," ucap Ardi pura-pura ngambek. "Kangen si, tapi males pulang di rumah gak ada teman main," ucap Tania lesu. "Ayah punya mainan baru nih buat teman Tania main di rumah," bujuk Ardi. "Tapi kalau di sini seneng ada tante Niar," ucap Tania girang. "Ya besok-besok kita main ke sini lagi ya, tapi sekarang pulang dulu, kasihan tante Sari ngurusin kamu di sini lama-lama," ucap Ardi seraya mengusap kepala Tania. "Tante Sari seneng kok ada Tania, katanya tante Sari pengen punya anak perempuan kaya Tania,” ucap Tania girang. “Makanya tante Sari seneng kalau Tania tinggal di sini, iya kan Tante Niar, Tante Niar juga seneng main sama Tania ya Tan," ucap Tania meyakinkan. "Iya iya, tapi sekarang pulang dulu ya, besok kita ke sini lagi," bujuk Ardi lagi. "Tapi Ayah jan
"Dia ini siapa Bay," tanya Sinta emosi. "Kenapa kamu harus marah, posisi kalian kan sama," jawab Bayu cuek. "tentu saja beda, aku kan yang terbaik," ucapku seraya bergelayut manja pada Bayu. "Itukan dulu, sekarang sudah tidak berlaku lagi," ucap Bayu seraya menyingkirkan tanganku dari tubuhnya. "Ada apa ini Bay, kemarin kan kita masih baik-baik saja," ucapku emosi. "Sudah ku bilang kan itu kemarin," ucap Bayu tanpa ragu. "Sayang... sudahlah ayo kita berangkat," ucap perempuan itu genit seraya menggandeng tangan Bayu. "Oke yuk," ucap Bayu seraya beranjak dari duduknya. "Bayu! kamu gak bisa kaya gini dong kamu kan tau gak ada yang lebih baik dariku," teriakku. "Lupakan saja tentang kata-kata itu, sekarang kenyataannya berbeda," ucap Bayu sambil berlalu pergi. "Sialan siapa perempuan itu, kenapa Bayu bisa berpaling sampai sebegitu," gumamku kesal. "Bayu kamu gak bisa melakukan ini padaku, Bayu..." ucapku memohon seraya menarik tangan Bayu. "Ya sudah kamu tenang aja, nanti kal
"Hai," sapa Ardi pada Niar di teras rumah Sari. "Datang tuh ya ngasih salam, jangan kaya di hutan," jawab Niar nyolot. "Iya iya Assalamu'alaikum," ucap Ardi seraya tersenyum. "Wa'alaikumsalam, nah gitu dong kan enak di dengernya," jawab Niar keras. "Kamu tuh bisa gak si, sekali-kali ngomongnya gak usah pake ngegas, lembut dikit kan enak di dengernya," ucap Ardi. "Memang udah begini dari sananya, udah setelannya begini gak bisa di rubah," jawab Niar semakin ngegas. "Eh jangan ngegas-ngegas gitu ntar cepet tua lho," ledekku sambil menampilkan senyum terbaik. "Kamu bilang aku tua! kamu menghinaku mau ku hajar kamu hah!" ucap Niar seraya menatap mataku tajam dan menyingsingkan lengan bajunya. Aku sempat terkesima dengan pandangan matanya yang begitu tajam, tapi kemudian buyar karena mendengar tawa Tania. "Tania kenapa kamu ketawa," ucapku merajuk pada Tania. "Habisnya kalian lucu, kenapa Ayah bisa kalah dari tante Niar," ucap Tania dengan masih tertawa. "Siapa bilang ayah kalah
"Ini adalah kata-kata dari temanku waktu aku mengeluhkan bebanku saat tau Bundanya Tania berulah,” ucapku jujur. “Kata-kata ini yang menguatkanku juga menyadarkanku agar aku tetap waras waktu itu," ucapku antusias seraya menampakan senyum terbaik untuk Niar. "Itu benar, karena marah, ngamuk, atau bahkan membunuh sama sekali tidak bisa menyelesaikan masalah," ucap Niar semangat. "Akupun melalui banyak hal sampai di titik cuek seperti ini, waktu pertama aku tau suamiku berhianat rasanya dunia ini hancur," lanjutnya dengan pandangan lurus ke depan. "Dan waktu itu anaklah yang membuat kita kembali bangkit, iya kan?" ucapku yakin. "Iya benar, dan syukurnya aku juga masih ada orang tua dan sodara yang menguatkanku, tapi tentu masalahku tak seberat masalahmu karena istrimu berhianat dengan sodaramu," ucap Niar ragu. "Menurutku sama saja, dengan siapapun mereka bersama, namanya tetap berhianat,dan tetap menyakitkan kan?" ucapku mantab. “Iya juga si,” jawab Niar singkat.Sepertinya dia
"Mas apa kamu mau pulang sekarang?" tanya Anita padaku. "Iyah, kan kamu sudah ada yang menemani nanti, perawat bilang kondisimu juga stabil," jawabku memberi alasan. "Mas, apakah tidak bisa satu malam saja kamu menemaniku, setiap hari kamu tidur di rumah, aku ingin di temani Mas," rengek Anita. "Aku kan sudah dari siang di sini, lagipula paginya aku harus ke toko kalau tidur di rumah aku bisa tidur lebih nyenyak dan jarak toko juga lebih dekat," ucapku menjelaskan. "Apa kamu tidak nyenyak kalau tidur bersamaku Mas," ucap Anita sedih. "Bukan begitu, tapi suasana rumah sakit kan beda dengan di rumah," jawabku apa adanya. "Aku bahkan tidak punya pilihan lain selain tidur di rumah sakit setiap hari, aku juga tidak nyenyak tidur di sini," keluh Anita. "Iya aku tau, kamu sabar ya, sebentar lagi anak kita akan lahir dan kamu tak perlu lagi tinggal di rumah sakit, kamu sabar ya," ucapku seraya memeluknya. "Makanya temani aku Mas, aku butuh kamu," ucap Anita memohon. "Maaf An, kamu ta