"Itu adiknya Bagas yang istrinya selingkuh sama suami adiknya Bagas?" tanya mbak Niar blak-blakan. "Iya betul itu dia," jawabku agak berbisik. "Jadinya mereka cerai Sar? apa hak asuh anak jatuh ke dia atau kebetulan sekarang giliran anaknya lagi tinggal sama dia," cecar mbak Niar padaku. "Ardi melakukan banyak hal demi hak asuh anak, dia sangat menginginkan anaknya seratus persen jadi haknya,” ucapku menjelaskan. “Dan sekarang dia bahkan tak mengizinkan anaknya bertemu dengan Ibunya," lanjutku panjang lebar. "Tapi kasihan anaknya kalau kaya gitu Sar," protes mbak Niar tak terima. "Katanya sebelum mereka bercerai istrinya sudah sangat sering meninggalkan Tania, jadi Tanianya juga gak terlalu dekat dengan Ibunya,” ucapku membela Ardi. “Bahkan ketika Ardi menawarkan Tania untuk ketemu Ibunya katanya Tania menolak," jelasku panjang lebar. "Ooh... begitu, kalau adiknya Bagas yang perempuan sudah cerai belum atau mereka memilih damai?" tanya mbak Niar penasaran. "Nisa ingin sekali
"Tania.... Ayah pulang," ucap Ardi seraya memeluk Tania yang sedang bermain dengan mbak Niar di teras. "Ayah... kenapa cepat sekali Ayah pulang," ucap Tania cemberut. "Kok Tania ngomongnya begitu, Tania gak kangen sama Ayah," ucap Ardi pura-pura ngambek. "Kangen si, tapi males pulang di rumah gak ada teman main," ucap Tania lesu. "Ayah punya mainan baru nih buat teman Tania main di rumah," bujuk Ardi. "Tapi kalau di sini seneng ada tante Niar," ucap Tania girang. "Ya besok-besok kita main ke sini lagi ya, tapi sekarang pulang dulu, kasihan tante Sari ngurusin kamu di sini lama-lama," ucap Ardi seraya mengusap kepala Tania. "Tante Sari seneng kok ada Tania, katanya tante Sari pengen punya anak perempuan kaya Tania,” ucap Tania girang. “Makanya tante Sari seneng kalau Tania tinggal di sini, iya kan Tante Niar, Tante Niar juga seneng main sama Tania ya Tan," ucap Tania meyakinkan. "Iya iya, tapi sekarang pulang dulu ya, besok kita ke sini lagi," bujuk Ardi lagi. "Tapi Ayah jan
"Dia ini siapa Bay," tanya Sinta emosi. "Kenapa kamu harus marah, posisi kalian kan sama," jawab Bayu cuek. "tentu saja beda, aku kan yang terbaik," ucapku seraya bergelayut manja pada Bayu. "Itukan dulu, sekarang sudah tidak berlaku lagi," ucap Bayu seraya menyingkirkan tanganku dari tubuhnya. "Ada apa ini Bay, kemarin kan kita masih baik-baik saja," ucapku emosi. "Sudah ku bilang kan itu kemarin," ucap Bayu tanpa ragu. "Sayang... sudahlah ayo kita berangkat," ucap perempuan itu genit seraya menggandeng tangan Bayu. "Oke yuk," ucap Bayu seraya beranjak dari duduknya. "Bayu! kamu gak bisa kaya gini dong kamu kan tau gak ada yang lebih baik dariku," teriakku. "Lupakan saja tentang kata-kata itu, sekarang kenyataannya berbeda," ucap Bayu sambil berlalu pergi. "Sialan siapa perempuan itu, kenapa Bayu bisa berpaling sampai sebegitu," gumamku kesal. "Bayu kamu gak bisa melakukan ini padaku, Bayu..." ucapku memohon seraya menarik tangan Bayu. "Ya sudah kamu tenang aja, nanti kal
"Hai," sapa Ardi pada Niar di teras rumah Sari. "Datang tuh ya ngasih salam, jangan kaya di hutan," jawab Niar nyolot. "Iya iya Assalamu'alaikum," ucap Ardi seraya tersenyum. "Wa'alaikumsalam, nah gitu dong kan enak di dengernya," jawab Niar keras. "Kamu tuh bisa gak si, sekali-kali ngomongnya gak usah pake ngegas, lembut dikit kan enak di dengernya," ucap Ardi. "Memang udah begini dari sananya, udah setelannya begini gak bisa di rubah," jawab Niar semakin ngegas. "Eh jangan ngegas-ngegas gitu ntar cepet tua lho," ledekku sambil menampilkan senyum terbaik. "Kamu bilang aku tua! kamu menghinaku mau ku hajar kamu hah!" ucap Niar seraya menatap mataku tajam dan menyingsingkan lengan bajunya. Aku sempat terkesima dengan pandangan matanya yang begitu tajam, tapi kemudian buyar karena mendengar tawa Tania. "Tania kenapa kamu ketawa," ucapku merajuk pada Tania. "Habisnya kalian lucu, kenapa Ayah bisa kalah dari tante Niar," ucap Tania dengan masih tertawa. "Siapa bilang ayah kalah
"Ini adalah kata-kata dari temanku waktu aku mengeluhkan bebanku saat tau Bundanya Tania berulah,” ucapku jujur. “Kata-kata ini yang menguatkanku juga menyadarkanku agar aku tetap waras waktu itu," ucapku antusias seraya menampakan senyum terbaik untuk Niar. "Itu benar, karena marah, ngamuk, atau bahkan membunuh sama sekali tidak bisa menyelesaikan masalah," ucap Niar semangat. "Akupun melalui banyak hal sampai di titik cuek seperti ini, waktu pertama aku tau suamiku berhianat rasanya dunia ini hancur," lanjutnya dengan pandangan lurus ke depan. "Dan waktu itu anaklah yang membuat kita kembali bangkit, iya kan?" ucapku yakin. "Iya benar, dan syukurnya aku juga masih ada orang tua dan sodara yang menguatkanku, tapi tentu masalahku tak seberat masalahmu karena istrimu berhianat dengan sodaramu," ucap Niar ragu. "Menurutku sama saja, dengan siapapun mereka bersama, namanya tetap berhianat,dan tetap menyakitkan kan?" ucapku mantab. “Iya juga si,” jawab Niar singkat.Sepertinya dia
"Mas apa kamu mau pulang sekarang?" tanya Anita padaku. "Iyah, kan kamu sudah ada yang menemani nanti, perawat bilang kondisimu juga stabil," jawabku memberi alasan. "Mas, apakah tidak bisa satu malam saja kamu menemaniku, setiap hari kamu tidur di rumah, aku ingin di temani Mas," rengek Anita. "Aku kan sudah dari siang di sini, lagipula paginya aku harus ke toko kalau tidur di rumah aku bisa tidur lebih nyenyak dan jarak toko juga lebih dekat," ucapku menjelaskan. "Apa kamu tidak nyenyak kalau tidur bersamaku Mas," ucap Anita sedih. "Bukan begitu, tapi suasana rumah sakit kan beda dengan di rumah," jawabku apa adanya. "Aku bahkan tidak punya pilihan lain selain tidur di rumah sakit setiap hari, aku juga tidak nyenyak tidur di sini," keluh Anita. "Iya aku tau, kamu sabar ya, sebentar lagi anak kita akan lahir dan kamu tak perlu lagi tinggal di rumah sakit, kamu sabar ya," ucapku seraya memeluknya. "Makanya temani aku Mas, aku butuh kamu," ucap Anita memohon. "Maaf An, kamu ta
"Assalamu'alaikum Mbak Sari," ucap Nisa masuk rumah. "Wa'alaikumsalam, Sari lagi di kamar mandi sebentar lagi juga ke luar," jawab tamu mbak Sari. "Kamu yang dulu ngasih liat aku vidio suamiku ya?" tanyaku terkejut. "Iya betul, gak usah kaget begitu, aku juga masih hafal kalau kamu adiknya Bagas yang diselingkuhi sama iparmu sendiri," jawab si mbak blak-blakan. "Kok kamu di sini Mbak?" tanyaku masih bingung. "Kamu lupa aku kan temannya Sari jadi wajar aku di sini,” jawabnya acuh. “Lagi pula kalau aku gak di sini kasihan Sari sendirian di rumah, abangmu tuh gak pernah di rumah," ucap si mbak dengan nada tinggi. "Maksudnya mas Bagas?" tanyaku ragu. "Ya iyalah masa Ardi, Ardi mah gak masalah kalau gak di sini juga," ucap si mbak cuek. "Kamu kenal mas Ardi juga?" tanyaku semakin bingung. "Gak ada yang gak aku tau, kalau kamu mau tau cara ceraikan suamimu sini tanya padaku," ucap si mbak sombong. "Kamu tau tentang masalahku juga?" tanyaku tak percaya. "Sudah ku bilang aku tau
"Apa kamu sungguh bisa bantu aku Mbak?" tanyaku tak sabar. "Yah kamu gimana udah pernah ngajuin buat cerai belum?" tanya mbak Niar seperti menuntutku. "Yah gimana, aku belum bisa cerai karena Bayu terus saja mempengaruhi anakku," keluhku. "Katanya sekarang sudah hampir sebulan gak pulang?" tanya mbak Niar menegaskan. "Iyah tapi pengaruhnya Bayu yang dulukan masih ada sampe sekarang, kalau aku cerai maka aku yang di salahkan sama Rehan dan bisa-bisa Rehan gak mau lagi sama aku," keluhku. "Eh kamu cari perempuan buat godain suamimu, kalau dia udah jatuh cinta suruh cewe itu buat rayu suamimu agar menceraikanmu dan meninggalkan anakmu," ucap mbak Niar."Kasih aja perempuan itu semua hartamu, perempuan macam itu pasti bakal seneng banget," lanjutnya yakin. "Nanti kamu tunjukkan ke anakmu kalau suamimu yang ngusir kamu, kasih liat dia kalau dia juga gak butuh anakmu, biar anakmu tau siapa yang salah," ucap mbak Niar mantab. "Tapi selama ini Bayu tuh gak pernah naruh hati sama peremp