Laura Varista Safa atau lebih di akrab di sapa Laura, telah menjalani hubungan dengan Alex Xander Desmon selama 8 bulan, hubungan mereka pada awalnya baik-baik saja seperti sepasang kekasih pada umumnya, tapi suatu hari Laura memutuskan hubungannya tanpa alasan yang jelas. Sehingga membuat Alex kebingungan dan terus mengejar Laura, apa Alex akan mendapatkan Laura kembali atau malah semakin membuat Laura menjauh? Dan apa alasan Laura memutuskan hubungannya dengan Alex?
View MoreEsok paginya, Laura melangkah ke ruang makan dengan langkah santai, meski wajahnya masih menunjukkan sisa kelelahan. Di meja makan, Rio sudah duduk sambil memangku Kenzo, yang terlihat segar setelah dimandikan. Bayi itu tertawa kecil, tangannya menggapai-gapai wajah Rio, membuat suasana terasa lebih hidup.Di dapur, Sinta sedang membuatkan kopi sambil tersenyum melihat pemandangan itu. Ketika Laura mendekat, Sinta menyapanya. "Pagi, Laura. Mau sarapan apa?" tanyanya ramah.Laura hanya mengangguk kecil dan duduk di kursinya, menghindari kontak mata dengan Kenzo. Ia mengambil roti yang sudah tersedia di meja dan mulai memakannya dalam diam.Rio, yang melihat sikap Laura, tersenyum kecil. "Ra, kamu nggak mau gendong Kenzo? Dia lagi ceria banget pagi ini," ucapnya sambil menggerakkan Kenzo sedikit ke arah Laura.Laura menghentikan kunyahannya sejenak, lalu menjawab tanpa menatap ayahnya. "Ayah tahu jawabannya," ujarnya datar.Rio menghela napas pelan, menatap putrinya dengan penuh kesabar
Laura melangkah masuk ke dalam kamarnya di rumah dengan langkah lelah. Setelah percakapannya dengan Alex di pantai, tubuh dan pikirannya terasa begitu berat. Ia menjatuhkan dirinya di atas ranjang, menatap langit-langit kamar yang dihiasi oleh balok kayu khas Bali.Ia menarik napas panjang, mencoba menenangkan pikirannya yang terus berputar. Kata-kata Alex masih terngiang jelas di benaknya. "Mau seribu kali pun lo nolak gue, gue gak akan pernah menyerah, Ra."Laura menutup matanya, mencoba meredakan kekacauan di dalam dirinya. "Kenapa semua ini harus sekompleks ini?" gumamnya pelan. Di satu sisi, ia merasa bersalah telah membuat Alex terus berharap, tapi di sisi lain, ia tahu bahwa perasaannya sendiri belum benar-benar sembuh dari luka di masa lalu.Ia bangkit perlahan, berjalan menuju balkon kamarnya. Udara malam Bali yang sejuk menyapa wajahnya. Suara debur ombak dari kejauhan terdengar menenangkan, meski hatinya tetap terasa berat."Pernah nggak sih gue benar-benar tahu apa yang g
Pov GrettaGretta dan Rafa berjalan santai di tepi pantai, pasir lembut menyentuh kaki mereka. Mereka baru saja membeli beberapa makanan ringan dari penjual yang ada di sepanjang pantai—kacang rebus, jagung bakar, dan es kelapa muda. Gretta memegang gelas es kelapa dengan satu tangan, sementara tangan satunya sibuk menepis Rafa yang terus menggoda."Lo tahu nggak, Gretta, gue beli jagung bakar ini khusus buat lo. Supaya lo bisa ngunyah sambil diem, nggak terus-terusan ngetawain gue," ucap Rafa sambil menyeringai.Gretta tertawa keras, hampir menjatuhkan gelasnya. "Hah! Emang lucu banget lo, ya. Humor lo tuh receh banget, Raf. Tapi gue akui, kadang itu yang bikin gue betah sama lo.""Kadang? Jadi gue cuma lucu 'kadang-kadang'?" Rafa pura-pura cemberut, membuat Gretta tertawa lebih keras.Mereka berhenti sejenak, duduk di atas pasir sambil menikmati angin malam. Gretta menyandarkan kepalanya ke bahu Rafa, sementara Rafa dengan santai melingkarkan lengannya di bahunya."Raf, lo sadar ngg
...Setelah suasana menjadi lebih cair, mereka semua mulai berbincang lebih santai bersama orang tua Laura. Sinta dan suaminya, Rio, ikut duduk di meja mereka, membuat obrolan semakin hidup.Namun, meski suasana terlihat akrab, Alex sesekali mencuri pandang ke arah Laura. Perasaan yang ia pendam selama bertahun-tahun sejak kepergian Laura tampak jelas di matanya. Gretta, yang duduk di samping Laura, menyadari hal itu tapi memilih untuk tidak berkomentar.Tasya, di sisi lain, merasa tidak nyaman dengan cara Alex memandang Laura. Ia mencoba mengalihkan perhatian Alex dengan memulai obrolan. "Alex, gue denger katanya li mau kuliah di luar negeri?" tanyanya dengan nada ceria.Alex tersenyum kecil, meski jelas terganggu oleh interupsi Tasya. "Iya, tha tapi gue juga gak.tahu, mungkin oindah rencana kuliah di tempat lain," ucapnya sambil melirik ke arah Laura.Tasya tersenyum kaku, menyadari bahwa Alex tidak sepenuhnya memperhatikannya. Ia menggenggam gelasnya lebih erat, mencoba menahan ras
Laura muncul dengan langkah tenang, tapi tatapan matanya tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Dress putih sederhana yang dikenakannya berkibar pelan tertiup angin dari luar, membuatnya terlihat seperti bayangan dari masa lalu yang tiba-tiba hadir.Alex menatapnya dengan campuran emosi yang sulit diuraikan. “Laura...” panggilnya pelan, seolah takut suara lebih keras akan membuat momen ini menghilang.Laura menghentikan langkahnya, matanya terarah pada Alex. "Kamu... Alex?" gumamnya, suaranya bergetar.Semua orang terdiam. Gretta menatap Laura dengan raut wajah tak percaya, sementara Tasya mencuri pandang ke arah Alex, mencari reaksi dari pria itu."Kenapa kalian semua di sini?" tanya Laura sambil mendekat, suaranya tenang, meskipun sorot matanya penuh kebingungan.Alex, yang sedari tadi duduk, berdiri begitu Laura tiba di hadapannya. Tanpa berkata apa-apa, ia langsung menarik Laura ke dalam pelukannya, memeluknya dengan erat, seolah
“Kita nginep di Wavecrest Hotel. Gue udah booking dua kamar di sana,” ucap Alex sambil melirik ke arah spion belakang, memastikan semuanya baik-baik saja di kursi penumpang.“Wavecrest Hotel?” tanya Gretta sambil menatap Tasya.“Iya, tempatnya persis di samping kafe Laura,” lanjut Alex dengan nada santai.“Wah, pas banget dong. Jadi nggak perlu ribet kalau mau ketemu Laura,” komentar Rafa sambil melihat peta di layar ponsel.Gretta tersenyum tipis. “Bagus sih, biar kita juga punya waktu buat istirahat sebelum ketemu dia.”Mobil pun terus melaju menuju Canggu, mengikuti suara navigasi yang membimbing mereka."Gue denger, bukannya Laura pergi tanpa pamitan? Kok kalian masih mau jauh-jauh ke sini buat nemuin dia?" tanya Tasya tiba-tiba, suaranya terdengar tajam.Mendengar itu, Gretta langsung menoleh dengan tatapan tak suka. "Maksud lo apa, Tasya?" tanyanya, nadanya jelas menunjukkan ketidaksenangan.Rafa mencoba menenangkan suasana, tapi Gretta sudah melanjutkan, "Gue kenal Laura udah l
Sore telah tiba, suasana bandara mulai dipenuhi hiruk-pikuk orang yang bersiap untuk penerbangan mereka. Alex duduk di salah satu kursi tunggu, wajahnya menampilkan kegelisahan. Penerbangan menuju Bali tinggal 30 menit lagi, namun Rafa dan Grettha, dua sahabatnya yang berjanji menemaninya, belum juga terlihat.Semalam, mereka bertiga berbincang panjang tentang rencana ini. Alex meyakinkan Rafa dan Grettha untuk ikut bersamanya menemui Laura,. Keduanya dengan antusias menyetujui, bahkan menjanjikan akan tepat waktu di bandara. Namun, sekarang janji itu terasa seperti angin lalu.Alex meraih ponselnya dan mencoba menghubungi Rafa lebih dulu. Nada sambung terdengar, tetapi tak ada jawaban. Ia lalu mencoba menelepon Grettha, namun hasilnya sama—tak diangkat. Ia menghela napas panjang, menatap layar ponselnya sejenak sebelum menyimpan kembali perangkat itu ke dalam sakunya.Beberapa menit berlalu, akhirnya Rafa dan Gretta muncul di pintu masuk dengan koper masing-masing. Alex mendesah lega
Setelah selesai dengan acara perpisahan di sekolahnya, Alex pulang ke rumah dengan langkah gontai. Meski acara berjalan meriah, hatinya tetap terasa hampa."Alex Pulang," teriak Alex dengan suara lesu saat memasuki rumah.Ia melemparkan tasnya ke sofa, lalu duduk di ruang tamu. Kepalanya bersandar ke sandaran sofa, matanya menerawang ke langit-langit. Pikirannya kembali melayang, lagi-lagi ke sosok Laura.Di ruang tamu yang sepi, hanya suara jarum jam yang terdengar. Alex menghela napas berat, mencoba mengusir rasa penat yang mendera hatinya. Namun, semakin ia mencoba melupakan, bayangan Laura justru semakin jelas.“Ra... sebenarnya lo di mana?” gumamnya pelan, suaranya nyaris tak terdengar.Di ruang tamu itu, Alex duduk lama, tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ia tahu ia harus melanjutkan hidup, seperti yang Agatha bilang, tapi rasa kehilangan itu masih terlalu kuat. Hari ini mungkin berhasil ia tutupi dengan senyuman palsu di sekolah,
Setahun telah berlalu, dan kini Alex telah menyelesaikan masa SMA-nya. Hari ini seharusnya menjadi momen yang penuh kebahagiaan, saat dia dan teman-temannya merayakan kelulusan di aula sekolah. Suara riuh canda dan tawa memenuhi ruangan, namun bagi Alex, semuanya terasa hampa.Di sudut aula, Alex duduk sendirian, pandangannya tertuju ke arah panggung di mana teman-temannya sedang berfoto bersama, menyanyikan lagu perpisahan dengan penuh semangat. Tapi Alex hanya bisa terdiam. Kepergian Laura yang tanpa kabar masih menjadi beban berat di hatinya.Setahun ini, ia terus mencoba mencari tahu keberadaan Laura. Media sosial Laura sudah tidak aktif, seolah lenyap begitu saja. Pesan-pesan yang ia kirim ke keluarga Laura pun tak pernah mendapatkan balasan. Meski berita tentang pelecehan yang pernah menimpa Laura sudah lama tenggelam, bayangan gadis itu tetap hidup dalam pikirannya."Kenapa harus seperti ini, Ra?" gumam Alex pelan, lebih kepada dirinya sendiri. "Ken
Di sebrang rumah Laura terlihat ramai oleh orang-orang yang sedang mengangkut barang-barang untuk menempati rumah tante Laura yang sudah kosong selama sebulan ini.Konsentrasi belajar Laura terganggu sedari tadi akibat suara tukang angkut yang terus berteriak, apalagi sekarang di tambah suara nyanyian melengkik dari seorang pria yang berdiri di atas kap mobil barang sambil memetikan gitarnya.Laura menggeram marah, dan berjalan ke arah jendela lalu membuka jendela kamarnya yang berada di lantai dua, dengan raut wajah yang sudah memerah.Mata Laura melebar, mulutnya mengangak ketika mengenali pria yang sudah membuatnya kesal itu, pria itu lantas melambaikan tangannya ke arah Laura dan tersenyum lebar sampai memperlihatkan giginya."Hai Mantan," teriak pria yang berdiri di atas kap mobil itu."Gila yah lo, siang bolong gini berisik di depan rumah orang," teriak Laura marah."Gak usah marah-marah mantan! makin cakep tau," goda pria itu sambil...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments