Share

Part 3

Author: Arsyla Adiba
last update Last Updated: 2022-04-20 14:49:54

Kini Laura dan Gretha sudah berada di dalam kelas dan duduk di bangkunya masing-masing, padahal sudah waktunya jam pertama di mulai tapi entah kemana gurunya itu menghilang sampai sekarang tak nampak batang hidungnya.

Laura sudah bosan mendengar kegaduhan di dalam kelas akibat ulah anak-anak apalagi sang biang keroknya Rafa, di tambah sejak tadi Gretha terus merengek meminta maaf dan minta Laura untuk memeperkenalkan dia pada cowok yang telah mencium Laura padahal ciuman juga tidak.

"Gretta benar-benar goblok lah," monolog Laura kesal.

"Di bilang gue kagak ciuman," sengit Laura.

"Lagian lo tolol bodoh atau idiot Gretta mana ada cewek duluan minta di cium," greget Laura tak habis pikir pada sahabatnya satu ini.

"Tapi gue pengen di cium Laura," kekeh Gretta.

"Sini gue cium,"

"Ogah, lo bau iler," tolak Gretta sambil menjulurkan lidahnya mengejek.

"Mana ada bau iler gue udah mandi yah," sewot Laura tak suka di sebut bau iler.

"Tapi tetap aja gue gak mau di cium sama lo,"

"Gue juga,"

"Selamat pagi anak-anak," sapa Bu Endang sambil berjalan masuk ke dalam kelas.

Kelas yang tadi sangat gaduh pun tiba-tiba jadi hening seketika.

"Pagi Bu," jawab semua murid, kecuali Laura yang malah merebahkan kepalanya di atas tas dan menyembunyikan wajahnya dengan buku.

Untung saja tempat duduk Laura berada di barisan ke tiga dan paling pojok jadi tak akan ketahuan oleh guru.

"Maaf yah anak-anak Ibu agak telat," ucapnya sambil menyimpan beberapa buku di meja guru.

"Sekalian aja Bu, gak usah masuk biar gak belajar," celetuk Rafa yang langsung dapat pelototan dari bu endang.

"Mau Ibu hukum kamu," tawar Bu Endang galak.

"Yaelah Bu galak amat kaya macan yang baru datang pms aja,"

"Diem Rafa, Ibu pusing setiap ketemu kamu bawaannya darting terus," Bu Endang duduk dan memijat kepalanya yang agak pusing.

"Mau saya bantu pijitin gak bu," tawar Rafa sambil bangkit dari duduknya.

"Diem di situ kamu, gak usah sok baik sama saya," ketus Bu Endang.

"Yaelah Bu sebagai murid yang berbudi pekerti yang luhur, saya itu harus loh bu memeperlakukan guru saya tercinta ini dengan sebaik baiknya, jadi di sini saya menawarkan jasa pijat no plus plus kepada guru saya ini, asal ada bayaran," ucap Rafa dengan senyum jahilnya.

"Unfaedah banget ngadepin sikap kamu yang makin hari makin gak waras," sindirnya.

"Lah Rafa emang udah gak waras dari dulu Bu," celetuk Gretha.

"Pantes," ucap Bu Endang malas dan bangkit dari duduknya.

"Rafa kamu duduk ke kursi kamu kembali," perintah Bu Endang.

Rafa yang akan protes buru-buru duduk anteng ketika Bu Endang mengambil penggaris besi di atas meja guru dan mengarahkan kepadanya.

Melihat Rafa yang sudah duduk diem dan di pastikan tak akan bersuara kembalyu Bu Endang memyimpan kembali penggaris besi tersebut.

"Oh iya anak-anak di sini kita akan kedatangan murid baru," Bu enydang berjalan ke luar kelas, lalu memanggil seseorang.

"Ayo nak, perkenalkan diri kamu,"

"Kenalin namau gue Alex Xander Desmon, pindahan dari Sma Nusantara,"

Laura langsung mengangkat kepalanya dan benar -benar terkejut melihat Alex yang sudah berdiri di depan kelas dengan tampangnya yang sok ganteng.

"Hay mantan," sapa Alex pada Laura yang langsung mendapat perhatian seluruh murid yang ada di dalam kelas.

"Itu mantan lo Ra?" tanya Cindy tempan sekelas Laura yang agak centil.

"Iya gue mantan Laura," jawab Alex yang langsung dapat pelototan tajam dari Laura.

"Gue gak percaya, lo tampan, keren dan sepertinya lo dari orang berada sementara Laura hmm," ucap Cindy sambil melihat Laura rendah.

Laura sudah tak aneh dengan tabiat Cindy yang suka mamandang rendah orang lain bahkan anak di sekolah ini pun tau kelakuan Cindy.

"Pokonya gue gak percaya," kekeh Cindy.

"Eh belatung nangka, mau lo percaya atau kagak, gak akan ngaruh sama Alex, iyakan sob," bela Rafa.

"Yoi bro," jawab Alex akrab.

"Yaudah Alex, kamu duduk sama Rafa,"

Yang kebetulan teman sebangsku Rafa, Varel tak masuk karena demam.

Alex duduk di samping Rafa dan bertos ria ala anak cowok kebanyakan.

Laura mengerutkan keninganya melihat Alex dan Rafa yang seolah sudah berteman sejak lama, lalu menepuk keningnya sendiri saat sadar kelakuan Rafa dan Alex sama saja 11, 12.

"Makin kacau, kalau orang gak waras di satuin," ucap Laura sambil memikirkan bagaimana kedepannya.

"Lo kenapa?" tanya Gretta, yang di jawab gelengan cepat oleh Laura.

"Ayo anak-anak buka buku halaman 65," perintah Bu Endang.

******

Bel istirahat telah berbunyi beberapa menit yang lalu tapi Laura seolah enggan beranjak dari tempat duduknya, apalagi sekarang ia sedang membaca cerita dari salah satu aplikasi w*****d lewat hp.

sementara Gretta sejak tadi pergi ke kantin bersama Rafa dan Alex, meskipun harus di paksa dan di ancam dulu oleh Gretha agar menemaninya makan di kantin, selain itu Gretta juga ingin mengetahui tentang Alex yang mengaku jadi mantan Laura.

Sedang asik-asik membaca, Laura merasa terganggu dengan seorang yang duduk di sampingnya.

Laura menolehkan kepalanya, "eh Ezra," Laura tersenyum manis dan menyimpan hpnya di atas meja.

"Maaf yah soal tadi pagi," ucap Laura dengan nada menyesal.

"Gak papa Ra, tapi nanti pulang sekolah bareng yah? aku mau ajakin kamu ke suatu tempat,"

"Boleh, kemana?" tanya Laura.

"Ada deh," ucap Ezra yang membuat Laura semakin penasaran.

"Ih kemana?" tanyanya penasaran.

"Nanti juga kamu tau, kamu gak makan?" tanya Ezra.

"Gak aku gak lapar,"

Ezra menggakukan kepalanya, "Aku harus kumpul anak basket dulu, aku tinggal yah," pamit Ezra.

"Iya gak papa kok,"

"Jangan lupa nanti pulang sekolah yah," ucap Ezra sambil mengelus lembut rambut Laura yang membuat pipi Laura memerah.

"Ekhmmm," dehem seseorang di pintu kelas.

Sontak Ezra menghetikan aktivitasnya dan melihat sang pelaku yang kini menatap Ezra tajam.

"Katanya kalau ada orang yang berduan yang ketiganya setan," sindir Alex.

"Yah lo setannya," ketus Laura.

Alex melangkah mendekati Laura dan Ezra, "makin hari makin lucu deh mantan," Alex terkekeh sambil mencubit pipi Laura gemas sampai meninggalkan bekas kemerahan.

"Lo gila, sakit bego," kesal Laura.

"Maksud lo apa, hah, " ucap Ezra ngegas.

"Gue gak ada maksud apa-apa," jawab Alex santai.

"Terus ngapain lo nyubit Laura sampai merah kaya gitu," marah Ezra sambil menunjuk pipi Laura yang masih memerah.

"Ya suka-suka gue lah," tengil Alex yang membuat Ezra semakin emosi terlihat dari mukanya yang sudah memerah menahan amarah.

"Lo berani sama Gue," ucap Ezra emosi.

"Udah-udah," ucap Laura melerai mereka.

"Lo pergi aja deh, lo kan harus kumpul anak basket dulu," usir Laura halus sebelum situasi benar-benar tak terkendali.

Ezra menatap Alex bak musuh dan berlalu pergi dari kelas Laura, setelah Ezra tak terlihat lagi.

Alex maju mendekati Laura yang menatapnya tak suka dan mengelus lembut pipi Laura yang masih memerah karena ulah Alex sendiri.

"Maaf," ucap Alex menyesal.

"Tapi gue gak suka liat pipi lo memerah karena busling denger ucapan si bangsat, gue lebih rela pipi lo kesakitan karena cubitan gue," ucap Alex menekankan menyebut bangsat.

"Di sini sakit Ra," ucap Alex sambil menujuk dadanya.

"Ngeliat lo berduan sama cowo lain, tersipu malu di depan cowok lain, tersenyum ke cowok lain, gue benar-benar gak suka," ucap Alex pelan tapi tersirat kesakitan.

"Lo itu bukan siapa-siapa gua lagi Alex, jadi lo gak berhak atas gue," sewot Laura sambil pergi meninggalkan Alex ke luar kelas.

"Sebenarnya apa kesalahan gue sampai lo ninggalin gue Ra," teriak Alex frustasi yang masih bisa di dengar oleh Laura di luar kelas.

Related chapters

  • Teror Mantan   Part 4

    "Gue tau Ra," pekik Gretta tiba-tiba, yang kini sedang berjalan ke arah parkiran karena jam pulang telah tiba."Tau apaan?" jawab Laura malas sambil duduk dan menyenderkan punggungnya di kursi panjang sementara Gretta malah jongkong di bawah, random banget tingakah ni bocah. "Yang nyium lo tadi pagi Alexkan," heboh Gretta. "Kata siapa?" heran Laura."Kata alex, dia yang bilang sendiri sama gue pas di kantin tadi," jelas Gretta. Laura memutar kedua matanya malas, mendengar penjelas Gretta dari Alex yang tak ada benarnya. "Setelah gue tau yang nyium lo itu Alex, lo tau Ra apa yang gue lakuin?" tanya Gretta pada Laura. "Lo pukul, tendang atau lo bunuh orangnya," tebak Laura antusias merasa Gretta sedang melindunginya. Gretta menggelengkan kepalanya cepat mendengar jawaban Laura. "Terus lo apain?" tanya laura dengan kening berkerut. "Gue minta di cium sama Alex, eh malah di toyor kepala gue sama si curut Rafa," emosi Gretta sambil men

    Last Updated : 2022-04-20
  • Teror Mantan   Part 5

    "Ra lo punya hubungan apa sama Alex," tanya Ezra yang kini tengah mengendarai motornya membelah kerumunan yang cukup padat sore ini. "Gak ada," jawab Laura malas. "Tapi dia....""Udahlah gak usah ngomongin Alex bisa," bentak Laura masam memotong perkataan Ezra. Ezra langsung membukam mulut saat mengetahui suasana hati Laura sedang berantakan terlihat dari ucapannya. Sepanjamg perjalananpun hanya ada keheningan di antara mereka berdua. Tak lama mereka telah tiba di tempat yang Ezra tuju, di tepi pantai dengan semilir angin yang menyejukan apalagi pantai dan langit yang terluhat indah di sore hari ini. Mereka berdua turun dari motor, " kenapa kita kesini," tanya Laura sambil melihat sekitar yang tak ada pengunjung satu pun."Kenapa gak suka," tanya Ezra balik."Gak bukan gitu, suka kok," ucap Laura cepat takut Ezra akan salah paham sama pertanyaannya tadi. Sebenarnya Laura sangat suka pantai tapi tubuh Laura seolah tak mendukung, kep

    Last Updated : 2022-04-20
  • Teror Mantan   Part 6

    Laura mengerjakapan mata dan melihat sekeliling yang sudah gelap, ia bangun dan melihat jam ternyata sudah pukul 8 malam.Laura bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan menutup jendela kamar dan pergi ke kamar mandi untuk mandi. Setelah mandi Laura bergegas ke luar kamar dan melihat keadaan di sekitar rumah yang sama gelapnya, dia mengerutkan keningnya bingung. Laura menyalakan lampu di semua ruangan sambil menutup semua jemdela. "Bun, bunda," panggil Laura. Merasa tak ada jawaban, Laura pergi ke kamar bunda.Laura membuka pintu kamar Sinta, kosong tak ada Sinta bahkan lampu kamar pun sama belum nyala. Laura berjalan masuk dan menutup jendela menyalakan lampu."Bunda," panggil Laura. "Bunda, di mana Laura takut sendirian," teriak Laura lagi. Merasa ada yang tak beres Laura berlari menaiki tangga kembali ke kamarnya dan mengambil ponselnya yang tergeletak. Laura mengotak ngatik ponselnya dengan nafas yang tak beraturan karena

    Last Updated : 2022-04-20
  • Teror Mantan   Part 7

    Sejak tadi Laura hanya memperhatikan Alex yang terus saja merokok, sudah berapa batang yang Alex hisap tapi sepertinya Alex sudah kencanduan oleh benda itu."Lo bisa gak sih berhenti ngerokok," ucap Laura."Kenapa?" ucap Alex sambil memperhatikan Laura yang kini menatapnya dengan tatapan tak suka."Lo gak sayang sama badan lo?""Gue lebih sayang lo Laura," ucap Alex lembut."Kalau lo gak suka liat gue ngerokok, ada syaratnya," ucap Alex lagi."Apa?" tanya Laura."Kita balikan," ucap Alex serius."Gak," tolak Laura cepat.Alex mematikan rokok terakhirnya dan membuang puntungnya ke asbak yang di depan Alex.Lalu menatap lekat Laura, "Ra mau sebanyak apa pun kamu nolak aku dan nyuruh aku menjauh dari kamu, aku gak pergi Ra, karena aku yakin di hati kamu masih ada aku," ucap Alex dengan pedenya.Laura memalingkan mukanya tak mau melihat Alex. "Oh iya Ucul gimana keadannya sekarang?" tanya Alex menganti topik pembicaraan."Dia baik," jawab Laura malas."Aku boleh liat, di mana di sekarang?

    Last Updated : 2022-04-26
  • Teror Mantan   Part 8

    Laura sejak tadi terus mencari Alex yang entah di mana keberadaannya, selain untuk meminta uang jajan yang bunda titipkan padanya, Laura juga ingin memarahi Alex yang tak memberitahunya tentang handuk yang masih melilit di kepala Laura.Pelajaran pertama dan kedua bebas karena rapat yang di adakan dadakan, membuat sekolah kini ramai oleh anak-anak yang berlalu lalang.Laura berjalan cepat ketika melihat Alex tengah berada di sisi lapang basket berkumpul dengan anak cowok yang lainnya.Laura melepaskan sebelah sepatunya dan hap tepat sasaran"Aww," ringis Alex."Siapa yang berani lempar gue pake sepatu?" bentak Alex marah, yang membuat suasana lapangan yang tadi riuh seketika sunyi."Gue yang lempar," teriak Laura lantang sambil berjalan maju tanpa menggunakan sepatu sebelah."Eh mantan," ucap Alex nyengir, wajahnya yang tadi marah langsung terlihat berseri-seri ketika melihat Laura yang kini sedang berkacak pinggang."Balikin sepatu gue," pinta Laura galak.Alex melemparkan sepatu Lau

    Last Updated : 2022-05-12
  • Teror Mantan   Part 9

    "Alex, Alex," teriak Farel sambil berlari terpogoh-pogoh menghampiri Alex yang sedang duduk anteng di atas motornya sedang bermain ponsel."Apa?" tanya Alex acuh tanpa mengalihkan tatapannya dari layar ponsel."Itu..," ucapnya."Itu ....Laura ...uks," ucapnya terbata-bata."Itu apa? Laura kenapa?," tanya Alex."Laura..," ucapnya panik."Iya Laura kenapa? Bicara yang bener! Mau gue tonjok lo," ucap Alex tak sabaran."Laura pingsan," ucap Farel Lantang.Tanpa basa-basi Alex berlari ke arah ruang uks, dan membuka kencang pintu uks sehingga menimbulkan suara yang kencang.Brak.Laura dan Gretta yang sedang di dalm uks terperajat karena suara bising pintu.Alex menatap lekat Laura dengan napasnya yang ngos-ngosan."Katanya lo pingsan? Kok ini kagak? Tanya Alex heran sambil menetralkan nafasnya."Gue udah siuman," ketus Laura."Cepet banget siumannya," keluh Alex."Emangnya kenapa Lex?" tanya Gretta."Gak bisa moduslah," masamnya."Modus gimana?" tanya Gretta yang masih belum paham."Grepe-

    Last Updated : 2022-05-13
  • Teror Mantan   Part 10

    "GRETTA," teriak mereka serempak.Sementara Gretta hanya menampilkan wajah polosnya, membuat Laura dan Alex yang sudah mengetahui sikaf Gretta yang polos dan lemot menepuk jidat."Kenapa?" tanyanya seolah tak terjadi apapun."Lo kenapa bilang kalau gue mau memperkosa Laura hah," sentak Alex membuat Gretta terkejut dan menahan tangis."Kan lo sendiri yang bilang tadi, kalau lo mau buat anak sama Laura," lirih Gretta."Iya gue bilang gitu...," ucap Alex terpotong."Tuhkan pak," bentak Ezra memotong ucapan Alex."Diem lo," ucap Alex garang."Alex sudah salah ngeles lagi," marah pak Burhan."Tapi saya gak salah pak," bela Alex."Iyakan Ra," tanya Alex pada Laura untuk membantunya meluruskan kesalahan paham ini."Iya pak, saya gak mungkin ngelakuin hal kaya gitu, apa lagi sama manusia macam dia," bela Laura di iringi dengan mengejek."Coba jelasin apa yang sebenarnya terjadi?" tanya pak Burhan meminta penjelasan pada mereka berdua, bukan pak Burhan saja yang penasaran apa yang sebenarnya t

    Last Updated : 2022-05-14
  • Teror Mantan   Part 11

    "Laura," panggil seseorang ketika Laura akan masuk ke dalam rumahnya, setelah tadi pulang di antar Alex, lalu Alex pergi entah ke mana dengan buru-buru."Ezra," kagetnya, Laura pikir Ezra tak akan pernah datang ke rumahnya lagi setelah kemarin di usir oleh bundanya."Kok bisa ada di sini?" tanya Laura."Iya kebetulan lewat sini jadi mampir," sahut Ezra sambil turun dari motornya dan berjalan mendekat ke arah Laura."Nih aku bawain boba kesukaan kamu," tunjuk Ezra sambil menyerahkan boba pada Laura.Laura menerima boba dengan ragu, lalu mengulas senyum kecil."Terima kasih," "Masuk duluan yah Zra," pamit Laura, berbalik berjalan ke arah rumahnya."Aku gak di tawarin masuk," ucap Ezra.Laura menghentikan langkahnya dan membalikan badannya lagi menghadap Ezra."Aku boleh masukkan?" tanya Ezra."Oh iya boleh," sahut Laura setengah ragu.Pasalnya bundanya sekarang tak ada di rumah, ia takut berduaan dengan Ezra apalagi notabetnya Ezra memang bukan cowok baik-baik, kalau bukan karena tujua

    Last Updated : 2022-05-16

Latest chapter

  • Teror Mantan   Alasan Ezra

    Setelah perbincangan selesai, Burhan pamit. Ada pekerjaan di sekolah yang harus ia selesaikan, sementara Daniel tetap tinggal di kantor polisi. Masih ada seseorang yang harus ia temui—seseorang yang mungkin bisa memberinya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang terus menghantuinya.Daniel kini berada di ruang interogasi, duduk berhadapan dengan Ezra, seorang remaja yang tertangkap karena membantu Bianca, putri Daniel, dalam aksi kejahatan yang mencoreng nama keluarganya sekaligus membuatnya bingung.Daniel menatap Ezra dengan tatapan tajam, mencoba menembus lapisan kebingungan dan rasa bersalah yang terlihat di wajah anak itu. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya—apa alasan Ezra mau terlibat dalam kekacauan ini?“Aku nggak habis pikir, Ezra,” suara Daniel terdengar dingin dan tegas. “Kenapa kau mau membantu putriku melakukan hal seburuk itu? Kau tahu apa akibatnya, kan?”Ezra menunduk, kedua tangannya saling meremas dengan gelisah. Suaranya terdengar pelan, hampir seperti bisikan.

  • Teror Mantan   Ayah Bianca

    Di ruangan sempit berukuran 3x3 itu, Bianca duduk tertunduk, meskipun sorot matanya tetap tajam dan penuh sinis. Di depannya, Daniel, ayahnya, duduk dengan wajah lelah dan frustrasi. Ia menatap putrinya dengan campuran kecewa dan marah yang sulit ia sembunyikan. "Kenapa sih, Bi? Kamu selalu susah dibilangin," ucap Daniel dengan nada penuh penyesalan. "Andai sejak awal kamu pilih ikut Papi ke luar negeri, kamu nggak bakal ada di sini sekarang." Bianca mendongak sedikit, bibirnya tersenyum dingin. "Dan hidup jadi boneka Papi di sana? Maaf, nggak tertarik," balasnya dengan nada sarkastik, meski suaranya terdengar lemah. Daniel mengusap wajahnya dengan kedua tangan, mencoba menahan amarah. "Bianca, ini bukan soal kontrol atau apa yang kamu pikirkan. Ini soal masa depanmu. Kalau kamu dengar dari dulu, hidupmu nggak akan berantakan seperti ini!" Bianca menghela napas panjang, lalu membuang pandangannya ke dinding. "Berantakan? Hidupku berantakan karena aku yang pilih jalanku sendiri, b

  • Teror Mantan   Kabar Baik

    Setelah Bu Arsy pergi lebih dulu, suasana di ruang kepala sekolah terasa lebih tenang, meskipun beban suasana masih terasa menggantung. Kini hanya ada Sinta, kepala sekolah, dan beberapa guru yang tetap duduk di tempat mereka masing-masing.Kepala sekolah akhirnya membuka suara, memecah keheningan. "Bu Sinta, saya tahu ini bukan situasi yang mudah, baik untuk Anda maupun untuk sekolah. Kami benar-benar menyesalkan apa yang terjadi, dan kami akan memastikan bahwa tidak ada lagi kejadian seperti ini di masa depan."Sinta mengangguk pelan, meskipun raut wajahnya masih terlihat tegang. "Apa yang saya inginkan hanyalah keadilan untuk Laura. Anak saya sudah menderita cukup banyak. Dan saya ingin memastikan bahwa Ezra mendapatkan hukuman yang setimpal. Jika sekolah bisa membantu proses ini, saya akan sangat menghargainya."Salah satu guru, Bu Endang, yang sebelumnya ikut berbicara, menatap Sinta dengan sorot mata penuh pengertian. "Bu Sinta, kami juga akan berusaha membantu Laura. Jika dia i

  • Teror Mantan   Permintaan Sinta

    “Ya, memang seharusnya begitu, Pak Kepala Sekolah. Kasus Ezra ini sudah termasuk tindakan kriminal. Di usia dia yang seharusnya digunakan untuk belajar dan menjadi teladan, kenapa dia malah melakukan tindakan sekejam itu?” ujar Sinta dengan nada marah, meskipun berusaha mengendalikan emosinya. “Apalagi dia adalah ketua OSIS di SMA Harapan ini. Bukankah itu membuat segalanya semakin buruk? Bagaimana bisa seorang pemimpin siswa melakukan hal seperti ini?”Kepala sekolah mengangguk pelan, raut wajahnya penuh rasa bersalah. “Kami sangat menyesal atas apa yang terjadi, Bu Sinta. Mungkin Ezra khilaf hingga melakukan perbuatan tersebut. Tapi kami pastikan, sebagai pihak sekolah, kami akan mengambil langkah tegas. Ezra akan dikeluarkan dari sekolah ini,” katanya tegas.Ia melanjutkan, “Untuk Laura, kami ingin memastikan dia tahu bahwa dia adalah korban dan tidak bersalah dalam situasi ini. Kami akan memberikan dukungan penuh untuk membantunya kembali bersekolah di sini, jika itu menjadi keput

  • Teror Mantan   Ruang kepala sekolah

    Jam menunjukkan pukul 9 pagi, Sinta sudah siap untuk pergi ke sekolah Laura, memenuhi panggilan dari kepala sekolah.“Kamu yakin gak mau ikut?” tanya Sinta lagi, untuk yang kesekian kalinya.“Gak, Bun. Buat apa Laura ikut,” jawab Laura sambil memandangi ibunya yang sibuk bersiap-siap.“Ya sudah, kalau kamu gak mau, Bunda berangkat sekarang,” ujar Sinta sambil mengambil tasnya dan melangkah menuju pintu.“Iya, Bun,” sahut Laura pelan, menatap punggung ibunya yang semakin menjauh...... Sesampainya di sekolah, waktu istirahat para siswa dan siswi tengah berlangsung. Sinta melangkah masuk dengan tubuh tegap, meskipun ia menyadari tatapan-tatapan penuh rasa ingin tahu yang tertuju padanya. Bisikan-bisikan dan hinaan terdengar samar dari arah kelompok siswa yang berkumpul, namun Sinta tetap melangkah tanpa goyah. Baginya, ucapan para remaja itu tak berarti apa-apa. Mereka hanya anak-anak yang belum mengerti apa-apa.Sudah beberapa kali ia datang ke sekolah ini, jadi Sinta tahu betul di ma

  • Teror Mantan   Pelukaan Ibu

    Pagi telah berlalu, dan Alex terbangun dari tidurnya karena dering ponsel yang memecah keheningan. Suara itu begitu mengganggu, membuatnya mengerutkan dahi dengan kesal.Dengan mata yang masih berat, Alex meraih ponselnya di meja samping tempat tidur. Tanpa melihat siapa yang menelepon, ia langsung menjawab dengan suara serak, "Halo?"Suara yang tak asing terdengar di seberang, nadanya terdengar tergesa-gesa. "Alex, lo udah liat berita yang lagi viral sekarang?"Alex mengernyit, mencoba memahami maksudnya. "Berita apa?" Ia melirik layar ponsel, baru menyadari nama Rafa tertera di sana."Mendingan lo buka Instagram sekarang," suruh Rafa dengan nada cemas yang sulit disembunyikan.Alex menghela napas berat, bingung sekaligus penasaran. Ia membuka aplikasi Instagram seperti yang diminta. Matanya membelalak saat melihat unggahan yang viral di Instagram. Judulnya jelas: "Terbongkar! Pelaku Kejahatan Terhadap Laura Akhirnya Terungkap."Alex mengusap wajahnya dengan gelisah. Ia memang beren

  • Teror Mantan   Tekad Alex

    "Bunda," panggil Alex saat memasuki rumah Laura yang tampak sepi.Ia melihat ke sana kemari, tapi tak menemukan siapa pun di lantai bawah."Oh, kamu, Lex," sahut Sinta sambil keluar dari kamar."Sepi banget, Bun. Om ke mana?" tanya Alex penasaran."Ayah Laura ada pekerjaan mendadak di luar kota. Mungkin satu atau dua hari baru balik," jelas Sinta. "Kalau Laura, paling dia di kamarnya."Alex terkekeh kecil. "Aku tahu kok dia di kamar, tadi aku lihat dari jendela. Lucu banget, dia kelihatan salah tingkah pas ngintip."Kamu pasti jahilin Laura lagi, ya?" tuduh Sinta sambil melangkah mendekati Alex."Ah, Bunda, enggak kok. Cuma manggil doang," jawab Alex sambil terkekeh kecil, mencoba membela diri."Alex ke sini mau ngasih surat buat Bunda, dari sekolah. Ini panggilan untuk orang tua Laura," ucap Alex sambil menyerahkan surat tersebut kepada Sinta.Sinta menerima surat tersebut dan membacanya sekilas. Ia menarik napas dalam-dalam, lalu menatap Alex dengan penuh rasa khawatir. "Ini tentang

  • Teror Mantan   Sinar Harapan

    Aku masuk ke dalam kamar dengan langkah gontai. Pintu kututup perlahan, tapi rasanya seperti ada beban berat yang mengunci semua energi di tubuhku. Aku duduk di sudut ranjang, memeluk lututku sendiri.Meskipun Ayah dan Bunda tadi memberikan dukungan penuh, aku tahu mereka pasti kecewa. Bagaimana tidak? Anak perempuan mereka yang diharapkan bisa menjadi kebanggaan malah menjadi beban. Aku bahkan tidak bisa bicara dengan pengacara tadi. Aku gagal lagi.Aku menunduk, menatap lantai kosong. Hidupku sudah hancur. Semua yang kubangun, semua yang kucita-citakan, rasanya sirna dalam sekejap. Masalah ini bukan hanya menghancurkan masa depanku, tapi juga mencoreng nama baik keluargaku.Air mata mulai jatuh tanpa bisa kuhentikan. Suara isakan kecil memenuhi keheningan kamar. Aku tahu Ayah dan Bunda mencoba menguatkanku, tapi aku tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Bagaimana mereka bisa bangga pada anak perempuan seperti aku—yang bahkan tidak punya keberanian untuk menghadapi semuanya?Aku merem

  • Teror Mantan   Kamu Gak Sendiri

    Sementara itu, di rumah Laura, suasana terasa canggung. Seorang pria berjas rapi, pengacara yang dipanggil oleh ayah Laura, duduk di ruang tamu bersama mereka. Ia membawa sebuah tas kerja dan setumpuk dokumen yang diletakkannya di atas meja.“Silakan diminum, Pak, tehnya,” ujar Sinta dengan senyum ramah sambil menyodorkan cangkir teh."Terima kasih, Bu," jawab pengacara itu sopan sebelum menyesap teh hangat tersebut.Namun, berbeda dengan kehangatan Sinta, Laura justru duduk di sudut sofa dengan kepala tertunduk. Jemarinya sibuk memainkan ujung sweater yang ia kenakan, mencerminkan kegelisahan yang tak bisa ia sembunyikan.Ayah Laura, yang duduk di sebelah pengacara itu, berdehem kecil, mencoba mencairkan suasana. “Jadi, Pak Adrian, bagaimana langkah awal yang bisa kita ambil untuk membantu Laura keluar dari masalah ini?”Adrian meletakkan cangkir tehnya, lalu membuka map di hadapannya. “Saya sudah membaca berkas-berkas yang Bapak kirimkan sebelumnya. Situasinya cukup rumit, tapi tida

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status