“Turunkan setiap berita yang membahas kecelakaan semalam. Jangan menyisakannya sedikitpun, hapus semua wajah Noah dari seluruh media, jangan memberikan public celah untuk melihat mengetahui wajah Noah dan mengetahui lebih lanjut masalah ini,” perintah Matteo pada assistantnya.
“Baik Pak,” jawab Athur. “Satu lagi, jangan biarkan siapapun menemui Noah, terutama wanita itu.” Athur mengangguk paham, orang yang dimaksud oleh Matteo adalah Milia, kekasih Noah yang telah kembali dari luar negeri beberapa hari yang lalu. Matteo sangat membenci Milia, terutama keluarnganya yang saat ini sedang mengalami kesulitan financial dan memiliki skandal penggelapan pajak. “Bagaimana dengan proses pemakaman korban?” “Sekarang tengah berlangsung.” Matteo menyandarkan bahunya pada sandaran kursi, melepas lelah yang mendera, lelaki paruh baya itu memejamkan matanya mencoba untuk tidur sejenak. Sejak semalam Matteo tidak dapat tidur, berulang kali Matteo memikirkan, keputusan terbaik apa yang harus dia ambil dalam mengatasi masalah Noah, tanpa lepas tangan dari tanggung jawab terhadap keluarga korban? Matteo tidak akan pernah menampik jika Noah memang telah melakukan kesalahan, Matteo juga setuju jika Noah mendapatkan hukuman. Hanya saja kini masalahnya telah berbeda, korban yang telah Noah tabrak meninggal, itu artinya hukuman untuk Noah akan sangat berat. Matteo telah berkonsultasi dengan pengacaranya. Pengemudi yang lalai dan berkendara dalam keadaan mabuk, hingga menyebabkan kecelakaan dan penghilangan nyawa, hukuman teringannya adalah penjara lima belas tahun, dan yang terberatnya adalah dua puluh lima tahun. Semua barang bukti cctv jalanan sudah dikantongi kepolisian, termasuk dosis alcohol yang ada pada tubuh Noah saat berkendara. Tidak ada yang bisa membela kesalahan Noah, semakin Matteo berusaha membelanya dipengadilan, masalah ini akan muncul dipublik dan menjadi pergunjingan yang akan berpengaruh pada bisnisnya. Sebagai seorang kakek, hati nuraninya tetap tidak dapat mengizinkan cucunya mendekam dipenjara selama itu. Noah tidak boleh kehilangan masa depannya karena satu kesalahan. Andai masalah bisa dapat diselesaikan hanya dengan pernikahan, mungkin semuanya akan jauh lebih mudah, Matteo tidak hanya dapat menyelamatkan cucunya dari hukuman, Matteo juga dapat menepati janjinya pada Daniel untuk menjaga isteri dan anak dalam kandungan Evelyn. Matteo jauh lebih setuju Noah menikah dengan wanita asing bernama Evelyn itu dibandingkan dengan Milia. Masalahnya, apakah Noah bersedia menikahi wanita asing yang tengah hamil dan meninggalkan kekasihnya yang tidak tahu malu itu? *** Sementara itu, Evelyn duduk bersimpuh diatas rerumputan, menatap lekat batu nisan yang terukir photo Daniel. Proses pemakaman Daniel telah selesai dilaksanakan, orang-orang yang datang melayat telah pergi sejak satu jam yang lalu, menyisakan kepala panti asuhan yang setia menantinya dengan menunggu dikejauhan. Pihak keluarga Noah sama sekali tidak menunjukan batang hidungnya untuk berbela sungkawa apalagi meminta maaf sekadar formalitas. Evelyn tahu jika mereka orang terpandang, namun tingkah mereka yang bersikap congkak semakin membuat Evelyn sakit dan benci. Evelyn termenung mengusap batu nisan dengan tangan gemetar. Tidak pernah Evelyn sangka, Daniel yang semalam masih bersamanya, kini dia telah terkubur didalam tanah meninggalkan Evelyn kembali menjadi manusia sebatang kara. Bibir Evelyn menekan kuat menahan tangisan pilunya. Daniel adalah belahan jiwanya, mimpinya, dan teman hidupnya, kini lelaki itu telah pergi dan tidak akan pernah kembali. Evelyn tidak akan lagi dapat melihat senyuman cantiknya, binar indah matanya yang penuh cinta, hangat pelukannya, dan kata-kata manis yang selalu menyemangatinya dalam berbagai situasi. Bagaimana cara Evelyn menata hidupnya sekarang? Melewati hari-hari yang kelam seorang diri tanpa seseorang yang melindungi dan menguatkannya. Bagaimana cara Evelyn melewati masa-masa kehamilannya sekarang? Menjadi orang tunggal untuk anaknya yang malang dan berjuang sembuh dari bayang-bayang mengerikan kecelakaan Daniel. Suara tangisan kembali terdengar dari bibir mungil Evelyn, gadis itu menutupi wajahnya dengan ujung gaun hitamnya. “Aku tidak mau pulang Daniel, aku belum siap, aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa kau meninggalkan aku dengan cara seperti ini. Mengapa kau memberiku duka yang begitu menyakitkan tepat dimalam kita sedang merajut mimpi menjadi orang tua untuk anak kita?” lirih Evelyn meratapi kesedihan yang tiada ujungnya. Suara tangisan kesakitan Evelyn terdengar oleh Agatha yang sudah lama menunggu, wanita paruh baya itu akhirnya kembali mendekat dan memeluk Evelyn untuk memberinya sandaran. “Eve, ibu tahu ini sangat berat untukmu, jika kau ingin terus menangis, menangislah sampai hatimu tenang. Tetapi, kau juga harus ingat Eve, tapi tidak ada jalan yang lebih baik untuk belajar mengikhlaskan Daniel. Ibu akan selalu berada disisimu Eve, jangan takut,” hibur Agatha memeluk erat Evelyn dan memberikan bahunya untuk menjadi tempat Evelyn menangis. *** Evelyn meringkuk ditengah ranjang mengenakan sweater tebal milik Daniel, suara isakannya terdengar dikesunyian, air matanya yang berjatuhan telah membuat bantal basah. Ini adalah malam ke tiganya tanpa ada Daniel. Malam yang begitu hampa dan menyakitkan, dan malam-malam seperti ini akan terus berlanjut sampai Evelyn dapat berdamai dengan keadaannya, sampai Evelyn dapat melangkah keluar dari lingkaran kesedihan yang menimpanya. Evelyn memeluk erat bingkai photo pernikahannya, dia terus bergumul dengan kehampaan dan kerinduan yang sangat menyiksa. Seluruh tubuh Evelyn lelah dan letih, namun dia tidak dapat memejamkan matanya sedikitpun, bayang-bayang kecelakaan dimalam itu terus menerus datang disetiap kali Evelyn mencoba memejamkan matanya. Sulit untuk Evelyn kembali melanjutkan hidupnya lagi, butuh waktu lama untuknya bisa kembali memiliki kekuatan. Evelyn mengusap perutnya dengan hati yang sesak. Di dunia yang kini gelap dan dingin, anak yang berada dalam kandungannya telah menjadi secercah cahaya yang menyadarkan Evelyn untuk tetap bertahan. Sekarang Evelyn tahu mengapa Tuhan menghadiahkan seorang anak kedalam kedalam rahimnya.Rupanya, Tuhan menukar hadiah itu dengan mengambil Daniel dari hidupnya....
Di sisi lain, jemari Noah bergerak pelan diatas permukaan ranjang, pria itu mulai mulai memberikan respon saat seorang doker memanggil namanya dan mengajak berbicara ditengah terapi yang membantu merangsang indranya. Tiga hari sudah Noah mengalami koma, kini akhirnya mulai menunjukan tanda-tanda membaik dan stabil. Matteo dan Sarah yang sejak lama menunggu diluar ruangan terlihat cemas, berharap jika Noah akan segera sadar dari komanya. Dengan penuh perjuangan dan ditunjang alat-alat medis, akhirnya Noah mulai membuka matanya. “Noah Sylvester, Anda bisa mendengar dan melihat saya?” tanya dokter. Telinga Noah berdengung sakit, bulu matanya berkedip pelan, beberapa kali penglihatannya berkabut dan membutuhkan waktu untuk memproses cahaya yang ada disekitarnya. “Noah Sylvester, Anda bisa melihat saya?” tanya dokter lagi. Noah terdiam mengabaikan dokter yang terus mengajaknya berbicara. Noah kebingungan, tidak tahu harus berbicara apa, dia tidak memahami situasi apa yang kini teng
Hembusan angin terdengar dibalik jendela, salju turun dibawah langit yang cerah.Evelyn membelit lehernya dengan syal, hari ini dia ingin berkunjung ke makam Daniel untuk meredakan kerindukan yang sudah bertumpuk didalam dada.Evelyn berharap, dengan berkunjung ke makam Daniel, dia mendapatkan sedikit kekuatan untuk bisa bangkit dan memulai hari-hari barunya dengan penuh keikhlasan. Evelyn tidak bisa selamanya duduk dalam keterpurukan dengan kondisi kehamilan yang akan membesar, merepotkan rekan kerjanya yang selalu datang setiap hari untuk memastikan kesehatan, juga merepotkan kepala panti asuhan yang selalu membawa makanan.Baru saja Evelyn membuka pintu hendak keluar, dia langsung menghadap seorang pria berpakaian formal tengah berdiri didepan pintu apartementnya. “Selamat pagi Nyonya. Saya Athur, assistant pribadi tuan Matteo, beliau ingin berbicara dengan Anda sekarang.”Evelyn mendegus kesal, nada bicara Athur terdengar seperti memerintah dibandingkan dengan meminta. “Tidak ad
Sorot mata Matteo berubah tajam mendengar penolakan Evelyn. “Apa kau lupa jika pernikahan ini adalah wasiat dari suamimu? Ini bukan semata-mata keinginanku saja.” “Saya tidak sudi menikah dengan laki-laki yang telah membunuh suami saya!” Matteo meneguk tehnya sebelum kembali melanjutkan pembicaraan. “Sekarang Noah amnesia dan dia tidak mengingat apapun yang terjadi, termasuk kesalahan yang telah diperbuatnya. Ini adalah moment yang tepat untuk melangsungkan pernikahan kalian.” “Saya tidak akan menikah dengan Noah, Tuan Matteo Sylvester!” jawab Evelyn berteriak frustasi. “Persetan dengan wasiat. Saya ingin Noah bertanggung jawab dengan mendekam dipenjara, bukan menjadi menjadi suami pengganti saya! Apalagi menjadi ayah untuk anak dalam kandungan saya, saya tidak sudi!” “Nona Evelyn,” panggil Matteo dengan suara yang kian tenang, berbanding balik dengan sorot matanya yang tajam menusuk, “aku bukan seseorang yang ingkar dengan janjiku.” Gigi Evelyn mengetat, tatapan Matteo ber
Evelyn duduk lemas, beberapa kali dia mengatur napasnya yang semakin sesak kesulitan mengendalikan emosi didalam dada. Dia marah, benci, sekaligus malu dengan dirinya sendiri yang tidak cukup kuat untuk menuntut keadilan atas kematian suami yang dicintainya.Evelyn masih tidak habis pikir, segala hal yang dia alami saat ini masih terasa seperti mimpi panjang untuknya. Baru tiga hari dia ditinggal Daniel sampai belum sempat mengurus setiap persoalan data kependudukannya, dengan cepatnya kini Evelyn telah menjadi isteri orang lain.“Aku tidak hanya tidak mampu menuntut keadilan untukmu Daniel, aku juga telah mengkhianatimu,” lirih Evelyn dengan suara bergetar.Evelyn telah menikah dengan seorang lelaki yang sama sekali belum pernah dilihatnya. Pernikahan mereka dilakukan tanpa ada ucapan janji di altar, tanpa ada pendeta yang bersaksi, namun dengan kekuasan Matteo, pernikahan itu tercatat secara sah dalam catatan negara.Evelyn telah sah menjadi isteri Noah Sylvester.Apakah keputusanny
Keringat dingin membasahi wajah Noah, tangannya gemetar kesulitan mengendalikan kepanikan yang telah berhasil menakutinya. Beberapa kali Noah membuka buku pernikahannya sekadar memastikan keasliannya. Semakin sering Noah melihatnya, kepalanya mulai pusing dan suhu tubuhnya meningkat. Belum cukup menerima kenyaaan bahwa dia hilang ingatan dan ayahnya telah meninggal, kini Noah juga harus menghadapi kenyataan bahwa ternyata dia telah menikah, memiliki seorang iseri yang tengah mengandung. Noah mengusap wajahnya dengan kasar, pria itu berusaha keras mengingat kapan dirinya menikah? “Mengapa aku melupakan hal-hal penting yang terjadi dalam hidupku?” Noah mengerang frustasi. Apa yang harus Noah lakukan kedepannya? Dia masih terjebak dalam memorinya yang berusia tujuh belas tahun, sangat sulit untuknya menerima kenyataan bahwa kini telah menikah dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. *** “Mengapa Ayah tidak mendiskusikan hal ini padaku? Aku ibunya Noah! Aku juga berhak untuk
“Bagaimana perasaan Anda sekarang?” tanya dokter yang membantu memeriksa kembali keadaan Noah sebelum kepulangannya hari ini. “Saya merasa lebih baik sekarang, terima kasih atas bantuan Anda selama beberapa hari ini,” jawab Noah. “Itu sudah menjadi kewajiban saya.” Beberapa hari menjalani perawatan dan terapi, keadaan Noah berangsur membaik meski terkadang dia kesulitan tidur menjelang malam karena sakit yang menimbulkan demam. Dalam demam itu, samar-samar sebuah bayangan yang menyilaukan selalu datang begitu nyata, suara tangisan peremuan asing ikut terdengar bergema ditelinga dan menggemuruhkan dada. Setiap kali mimpi itu datang, Noah akan gelisah dan membutuhkan obat penenang. Noah sudah berusaha keras memahami arti dari mimpi sama yang datang disetiap malamnya, beberapa kali dia bertanya kepada ibu dan kakeknya mengenai kecelakaan yang dia alami. Namun, keduanya secara kompak mengatakan jika Noah mengalami kecelaan tunggal dibawah garasi perusahaan karena mobil yang dia kend
Aroma alkohol tercium kuat di sebuah private room.Beberapa orang tengah bersenang-senang ditemani wanita penghibur yang sengaja dipanggil untuk menjadi penyaji minuman. “Berhentilah menekuk wajahmu. Didunia ini, wanita bukan hanya Milia saja!” tegur seorang pria berambut pirang pada Noah.Namun, Noah masih saja meneguk alkohol sampai tandas.Entah sudah berapa gelas Noah minum hanya untuk meredakan kerisauan didalam hatinya karena Milia memutuskan hubungan dengannya begitu saja tanpa sebab, tanpa penjelasan apapun.Wajah pria itu terlihat sudah memerah dengan napas yang tidak beraturan karena mabuk.Selama ini mereka telah melakukan hubungan jarak jauh tanpa ada masalah apapun, tapi mengapa kini setelah satu hari Noah mendengar kabar kepulangan Milia dari luar negeri, tiba-tiba saja Milia menginginkan perpisahan?Noah tidak terima, Milia bertindak seolah hubungan mereka berdua seperti tidak ada artinya.“Tuan, Anda menginginkannya lagi?” tanya seorang wanita cantik yang sejak tadi
Suara sirine ambulance terdengar seiring dengan pergerakan cepat Evelyn membawa Daniel.Evelyn menutup mulutnya dalam bekapan, menahan tangisan pilunya mendengar suara rintihan Daniel yang kesakitan.Meski Daniel kini tengah ditangani oleh beberapa tim medis karena mengalami pendarahan dan luka yang cukup parah, sepanjang jalan Evelyn tidak berhenti merapalkan do’a, mengharapkan jika Daniel suamianya akan baik-baik saja. “Eve..” panggil Daniel menangis ditengah sakit yang harus dia lalui.“Daniel, ini aku,” isak Evelyn mendekat dan meraih tangannya dengan penuh kehati-hatian.Bola mata Daniel bergerak pelan, bibirnya yang pucat sedikit terbuka menarik napas dengan kesulitan. Seluruh tubuhnya sangat sakit, hingga disetiap hembusan napas yang harus diambil begitu menyiksa.Daniel tidak menyangka.Baru beberapa menit lalu dia merayakan kebahagiaan dengan isterinya karena mendengar kabar bahwa anak yang mereka tunggu selamaa ini telah hadir di rahim Evelyn, tapi kini dia harus melalui s