Di sisi lain, jemari Noah bergerak pelan diatas permukaan ranjang, pria itu mulai mulai memberikan respon saat seorang doker memanggil namanya dan mengajak berbicara ditengah terapi yang membantu merangsang indranya.
Tiga hari sudah Noah mengalami koma, kini akhirnya mulai menunjukan tanda-tanda membaik dan stabil. Matteo dan Sarah yang sejak lama menunggu diluar ruangan terlihat cemas, berharap jika Noah akan segera sadar dari komanya. Dengan penuh perjuangan dan ditunjang alat-alat medis, akhirnya Noah mulai membuka matanya. “Noah Sylvester, Anda bisa mendengar dan melihat saya?” tanya dokter. Telinga Noah berdengung sakit, bulu matanya berkedip pelan, beberapa kali penglihatannya berkabut dan membutuhkan waktu untuk memproses cahaya yang ada disekitarnya. “Noah Sylvester, Anda bisa melihat saya?” tanya dokter lagi. Noah terdiam mengabaikan dokter yang terus mengajaknya berbicara. Noah kebingungan, tidak tahu harus berbicara apa, dia tidak memahami situasi apa yang kini tengah terjadi padanya. Gemuruh yang mengganggu perlahan menghilang, Noah akhirnya mendengar suara dokter yang mengajak berbicara. Noah mengerang lemah, merasakan perih dan kering dikerongkongan. Ada sesak yang memenuhi dada, mendorongnya untuk menangisi guncangan perasaan sedih yang tidak dipahami. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Semakin Noah berusaha mengingat, kepalanya berdenyut sangat sakit. Sekelebat bayangan wajah ayahnya muncul diingatan, ayahnya tengah duduk diatas papan seluncur dan memanggil Noah dengan senyuman lebar karena ombak yang sudah lama dinantikan akhirnya datang. “Noah, Anda mendengar ucapan saya?” tanya dokter lagi, terus menunggu dengan sabar kapan Noah akan merespon. Mata Noah bergerak pelan, memfokuskan dirinya pada dokter yang terus mengajaknya berbicara untuk memastikan kemampuan pendengaran dan penglihatan Noah normal. “Dimana ayah saya?” tanya Noah degan suara serak dan terbata. Dokter langsung tersenyum ramah begitu Noah mulai berbicara. “Panggilkan ayah pasien, dia ingin bertemu.” “Baik Dokter,” jawab sang perawat berlari keluar ruangan untuk menemui Matteo dan Sarah yang sudah lama menunggu. “Bagaimana keadaan cucu saya?” tanya Matteo tidak sabaran. “Pasien telah sadar dan sudah bisa diajak berbicara.” Matteo langsung mengusap dadanya memanjatkan syukur, setelah beberapa hari menanti dengan perasaan campur aduk, kini akhirnya Noah telah kembali sadar. “Sekarang pasien ingin bertemu dengan ayahnya, bisa Anda memanggilnya?” tanya perawat. Kening Sarah mengeryit kebingungan. “Apa maksud Anda? Ayah Noah telah meninggal sejak enam tahun yang lalu.” Perawat itu tersentak kaget. “Maaf jika saya lancang Nyonya, apa ada orang lain yang mungkin sudah pasien anggap sebagai ayahnya sendiri?” tanya perawat dengan penuh kehati-hatian. Sarah menggeleng. “Tidak ada. Satu-satunya lelaki yang Noah orang tuakan adalah kakeknya.” Perawat itu mengangguk menyembunyikan kekhawatiran diwajahnya, dia segera masuk kembali kedalam ruangan dan menyamaikannya kepada dokter. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Sarah kembali dibuat cemas. *** Tiga jam telah berlalu, hasil pemeriksaan medis Noah akhirnya telah keluar. Segala kecemasan yang mengganggu Matteo dan Sarah akhirnya mendapatkan jawaban. Dokter mengatakan jika Noah mengalami amnesia dan trauma pasca kecelakaan yang membuatnya melupakan segala peristiwa yang terjadi dalam waktu sepuluh tahun terakhir. Noah berpikir bahwa bahwa saat ini dia masih berada ditahun 2013, masih menjadi seorang mahasiswa, ingatan terakhir Noah adalah pergi surfimg bersama ayahnya di Jeffreys Bays, Afrika Selatan. Kondisi Noah semakin membuat Matteo khawatir. Tidak hanya pihak kepolisian yang mungkin akan menganggap hilang ingatan Noah sebagai manifulasi catatan medis untuk mengurangi hukuman, kritikan public akan semakin keras jika kasus berlanjut, ditambah lagi posisi Noah yang rentan dimanfaatkan banyak musuh bisnis Matteo jika mereka tahu Noah hilang ingatan. Masalah ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Tidak ada cara lain, satu-satunya cara untuk menutupi kasus ini adalah menepati janji Matteo, yaitu menikahkan Evelyn dengan Noah. Matteo mengusap wajahnya dengan kasar, dilihatnya Sarah yang baru keluar dari ruangan dokter. Sarah tampak lesu, matanya sembab karena terlalu banyak menangis. Sampai saat ini Sarah maupun Matteo tidak diizinkan untuk menemui Noah. “Sarah, jaga Noah dan jangan berbicara apapun mengenai kecelakaan yang terjadi padanya, jangan biarkan orang asing menemuinya, terutama Simon dan Milia. Aku akan mengurus masalah ini secepatnya,” perintah Matteo sebelum pergi bersama assistantnya. Sarah mengangguk pasrah, tidak dapat melawan perintah mertuanya karena saat ini dia tidak memiliki banyak kemampuan untuk membantu mengatasi masalah putranya. Sarah melangkah gontai, pergi ke ruangan Noah dirawat dan memperhatikan keadaannya melalui balik jendela. Saat ini Noah masih kebingungan pasca koma, dokter tengah membantu mengembalikan keterampilan dasarnya dalam berbicara menggerakan anggota tubuhnya yang lain, mengingatkan dia akan wajah dirinya sendiri melalui cermin. Sarah meringis sedih mencengkram siku tangannya. Sangat menyakitkan melihat keadaan putranya dalam keadaan seperti ini. Kini dia tidak hanya harus berjuang untuk sembuh, Noah juga harus berjuang mengahadapi tuntutan hukum yang sangat berat.Sarah tidak pernah membayangkan jika hal buruk seperti akan terjadi pada putranya. Segalanya telah terjadi diluar kendali, diluar rencana hidup Noah yang sudah diatur akan selamanya berjalan sempurna.
Hembusan angin terdengar dibalik jendela, salju turun dibawah langit yang cerah.Evelyn membelit lehernya dengan syal, hari ini dia ingin berkunjung ke makam Daniel untuk meredakan kerindukan yang sudah bertumpuk didalam dada.Evelyn berharap, dengan berkunjung ke makam Daniel, dia mendapatkan sedikit kekuatan untuk bisa bangkit dan memulai hari-hari barunya dengan penuh keikhlasan. Evelyn tidak bisa selamanya duduk dalam keterpurukan dengan kondisi kehamilan yang akan membesar, merepotkan rekan kerjanya yang selalu datang setiap hari untuk memastikan kesehatan, juga merepotkan kepala panti asuhan yang selalu membawa makanan.Baru saja Evelyn membuka pintu hendak keluar, dia langsung menghadap seorang pria berpakaian formal tengah berdiri didepan pintu apartementnya. “Selamat pagi Nyonya. Saya Athur, assistant pribadi tuan Matteo, beliau ingin berbicara dengan Anda sekarang.”Evelyn mendegus kesal, nada bicara Athur terdengar seperti memerintah dibandingkan dengan meminta. “Tidak ad
Sorot mata Matteo berubah tajam mendengar penolakan Evelyn. “Apa kau lupa jika pernikahan ini adalah wasiat dari suamimu? Ini bukan semata-mata keinginanku saja.” “Saya tidak sudi menikah dengan laki-laki yang telah membunuh suami saya!” Matteo meneguk tehnya sebelum kembali melanjutkan pembicaraan. “Sekarang Noah amnesia dan dia tidak mengingat apapun yang terjadi, termasuk kesalahan yang telah diperbuatnya. Ini adalah moment yang tepat untuk melangsungkan pernikahan kalian.” “Saya tidak akan menikah dengan Noah, Tuan Matteo Sylvester!” jawab Evelyn berteriak frustasi. “Persetan dengan wasiat. Saya ingin Noah bertanggung jawab dengan mendekam dipenjara, bukan menjadi menjadi suami pengganti saya! Apalagi menjadi ayah untuk anak dalam kandungan saya, saya tidak sudi!” “Nona Evelyn,” panggil Matteo dengan suara yang kian tenang, berbanding balik dengan sorot matanya yang tajam menusuk, “aku bukan seseorang yang ingkar dengan janjiku.” Gigi Evelyn mengetat, tatapan Matteo berhasil
Evelyn duduk lemas, beberapa kali dia mengatur napasnya yang semakin sesak kesulitan mengendalikan emosi didalam dada. Dia marah, benci, sekaligus malu dengan dirinya sendiri yang tidak cukup kuat untuk menuntut keadilan atas kematian suami yang dicintainya.Evelyn masih tidak habis pikir, segala hal yang dia alami saat ini masih terasa seperti mimpi panjang untuknya. Baru tiga hari dia ditinggal Daniel sampai belum sempat mengurus setiap persoalan data kependudukannya, dengan cepatnya kini Evelyn telah menjadi isteri orang lain.“Aku tidak hanya tidak mampu menuntut keadilan untukmu Daniel, aku juga telah mengkhianatimu,” lirih Evelyn dengan suara bergetar.Evelyn telah menikah dengan seorang lelaki yang sama sekali belum pernah dilihatnya. Pernikahan mereka dilakukan tanpa ada ucapan janji di altar, tanpa ada pendeta yang bersaksi, namun dengan kekuasan Matteo, pernikahan itu tercatat secara sah dalam catatan negara.Evelyn telah sah menjadi isteri Noah Sylvester.Apakah keputusanny
Keringat dingin membasahi wajah Noah, tangannya gemetar kesulitan mengendalikan kepanikan yang telah berhasil menakutinya. Beberapa kali Noah membuka buku pernikahannya sekadar memastikan keasliannya. Semakin sering Noah melihatnya, kepalanya mulai pusing dan suhu tubuhnya meningkat. Belum cukup menerima kenyaaan bahwa dia hilang ingatan dan ayahnya telah meninggal, kini Noah juga harus menghadapi kenyataan bahwa ternyata dia telah menikah, memiliki seorang iseri yang tengah mengandung. Noah mengusap wajahnya dengan kasar, pria itu berusaha keras mengingat kapan dirinya menikah? “Mengapa aku melupakan hal-hal penting yang terjadi dalam hidupku?” Noah mengerang frustasi. Apa yang harus Noah lakukan kedepannya? Dia masih terjebak dalam memorinya yang berusia tujuh belas tahun, sangat sulit untuknya menerima kenyataan bahwa kini telah menikah dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. *** “Mengapa Ayah tidak mendiskusikan hal ini padaku? Aku ibunya Noah! Aku juga berhak untuk
“Bagaimana perasaan Anda sekarang?” tanya dokter yang membantu memeriksa kembali keadaan Noah sebelum kepulangannya hari ini. “Saya merasa lebih baik sekarang, terima kasih atas bantuan Anda selama beberapa hari ini,” jawab Noah. “Itu sudah menjadi kewajiban saya.” Beberapa hari menjalani perawatan dan terapi, keadaan Noah berangsur membaik meski terkadang dia kesulitan tidur menjelang malam karena sakit yang menimbulkan demam. Dalam demam itu, samar-samar sebuah bayangan yang menyilaukan selalu datang begitu nyata, suara tangisan peremuan asing ikut terdengar bergema ditelinga dan menggemuruhkan dada. Setiap kali mimpi itu datang, Noah akan gelisah dan membutuhkan obat penenang. Noah sudah berusaha keras memahami arti dari mimpi sama yang datang disetiap malamnya, beberapa kali dia bertanya kepada ibu dan kakeknya mengenai kecelakaan yang dia alami. Namun, keduanya secara kompak mengatakan jika Noah mengalami kecelaan tunggal dibawah garasi perusahaan karena mobil yang dia kend
“Bagaimana keadaanmu?” “A-aku merasa sedikit lebih baik sekarang,” jawab Noah dengan suara bergetar. Evelyn duduk di sisi ranjang, wanita itu tidak memiliki kata-kata lain yang bisa dia ucapkan lagi. Masih sulit untuknya berpura-pura akrab, apalagi berpura-pura memiliki ikatan penting dengan lelaki yang sangat dibencinya. Diam-diam Noah melirik Evelyn melalui sudut matanya, melihat jari manis Evelyn yang terpasang cincin pernikahan sama dengan apa yang dia kenakan. Pandangan Noah bergerak ke atas, menatap Evelyn dengan lekat. Semakin Noah memperhatikannya, dia teringat sekelabat ingatan yang pernah terjadi. Noah berdeham memecah keterdiaman Evelyn yang tidak berbicara apapun lagi padanya. “Apa kau sudah tahu mengenai amnesia yang aku alami?” Evelyn langsung menengok, “Aku sudah tahu,” jawabnya terdengar dingin. “Apa kau marah, karena itu kau tidak datang menengokku?” tanya Noah lagi. Tangan Evelyn meremas kuat permukaan ranjang. Benar Evelyn sangat marah dan benci hingga ti
Salju turun begitu lebat, cuaca yang dingin membekukan tangan Evelyn yang kini gemetar hebat tidak dapat mengendalikan kesakitan yang menyebar diseluruh nadinya. Suara napas kasar tidak beraturan terdengar dibawah hujan salju. Evelyn menyadarkan punggungnya pada dinding, wanita terisak menangis, meratapi kesedihan yang telah menghancurkan hatinya. Betapa kejamnya Matteo Sylvester, dengan seenaknya dia mengubah potret wajah Daniel dan menggantinya dengan wajah Noah, menghancurkan arti dari setiap photo berharga Evelyn dengan lelaki yang teramat sangat dia cintai. Mengapa Matteo begitu tega melakukan ini kepadanya? Apakah belum puas baginya setelah memaksa Evelyn menikah dengan Noah, Matteo juga menginjak harga diri Evelyn dengan menodai setiap moment penting yang Evelyn abadikan bersama Daniel. Jika memang photo diperlukan untuk menguatkan kebohongan, mengapa Matteo tidak memilih potret orang lain saja? Daniel adalah pria yang baik dan penuh rasa hormat, bahkan disisa akhir hayatn
Noah duduk terpaku, menghabiskan waktunya untuk melihat potret photo pernikahannya dengan Evelyn terbingkai disebuah figura besar yang menghiasi dinding. Photo pernikahan itu terlampau sederhana untuk keluarga Sylvester yang merayakan hari penting dalam hidup mereka. Di dalam photo itu, Evelyn mengenakan gaun putih sederhana, ditangannya terdapat seikat bunga, tangan satunya lagi merangkul lengan Noah sambil menyandarkan wajahnya dibahu Noah, mereka berdua berdiri didepan sebuah taman. Anehnya, dibalik kesederhanaan potret photo itu ada sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai harganya, ada cinta yang begitu besar terpancar jelas dibalik senyuman dan mata berbinar Evelyn. Sebuah pernikahan adalah adalah moment yang sacral, sesuatu yang sangat penting karena terjadi untuk sekali seumur hidup. Seharusnya Noah mengingatnya moment berharga itu meski hanya berbentuk bayangan samar. Tapi mengapa, Noah tidak mengingatnya sedikitpun meski dia berusaha mencoba? Noah mencoba memahami seber
“Katakan saja, aku harus membayar berapa untuk tahu keberadaan Eve.” Mante meminta sekadar hanya untuk menguji keseriusan Noah, dia tidak mungkin menukarkan informasi keluarga orang-orangnya dengan uang yang tidak seberapa. Mante cukup banyak tahu hal-hal yang berhubungan dengan Evelyn karena kini mereka sudah cukup dekat, Evelyn sudah mulai menikmati kehidupannya yang sekarang setelah jatuh dalam keterpurukan. Lantas apa layak lelaki di hadapannya mengetahui keberadaan Evelyn? “Kenapa kau diam saja?” tanya Noah tidak sabaran. “Berikan kartu identitasmu,” pinta Mante. Tanpa ragu-ragu Noah mengeluarkan dompetnya dan membiarkan Mante memotret kartu identitasnya. Biasanya, orang-orang kelas atas selalu menyamarkan nama asli mereka dari public dan identitas penting mereka untuk menjaga keamanan, karena itu Mante membutuhkannya sebagai jaminan. “Eve ada di Macau, dia sedang sibuk mempersiapkan pernikahan.” “Apa!” Noah yang berteriak menyelak marah, matanya melotot dan dengan kasar di
“Kenapa kau membawaku ke tempat sialan seperti ini?” omel Alfred mengikuti langkah Noah.“Memangnya aku harus membawamu kemana? Apa harus ke tempat perang agar kau melihat banyak pesawat tempur yang lewat?” tanya balik Noah dengan sinis.Alfred bersedekap kesal, mengikuti langkah Noah melewati antrian menuju tempat pacuan kuda. Mereka pergi ke salah satu kursi vip dan duduk di sana.Alfred tidak begitu suka dengan kebisingan yang tidak menenangkan, namun dia tahu saat ini Noah sedang membutuhkan sedikit hiburan. Entah mau sampai kapan Noah murung seperti ini terus, bergulat dengan pikirannya sendiri dan pertanyaan-pertanyaan tidak ada gunanya karena Evelyn belum kembali tidak memberinya kabar.Noah tidak belajar pada pada apa yang terjadi pada Alfred, jika menghabiskan seluruh cinta hanya pada satu orang wanita, mereka akan runtuh ketika ditinggalkan.Saat acara pacuan kuda dimulai, kursi-kursi kosong mulai diisi oleh tamu undangan, menariknya disalah satu kursi didekat Noah, dia me
Sarah menatap layarnya handpone dengan kesal, dia sudah mendengar kabar bahwa Noah telah pulang dari perjalanan bisnisnya beberapa hari yang lalu, namun sampai sekarang Sarah tidak pernah melihat Noah.Sejak perpisahannya dengan Evelyn, segalanya telah berubah.Termasuk hubungan Sarah dan Noah sudah tidak sebaik dulu lagi.Noah telah menjaga jarak sejauh mungkin, tidak pernah lagi membicarakan hal pribadi apapun lagi dengan Sarah kecuali kepentingan bisnis. Sarah telah berusaha memperbaiki hubungan mereka berdua, namun semuanya tidak lagi sama, Noah tetap dingin sekalipun dia tetap menunaikan tugasnya untuk menjaga nama baik dan kehormatan keluarga. Sudah beberapa kali, diam-diam Sarah telah mencoba mendatang beberapa perempuan untuk menggoda Noah, setidaknya untuk bisa mengisi kekosongnnya, sayangnya Noah telah berbeda, dia tidak lagi menerima kehadiran perempuan meski sekadar untuk pengobat bosannya.Sarah tidak tahu, seperti apa sebenarnya akhir dari hubungan Noah dan Evelyn, saat
Terik sinar matahari menyentuh kulit, air kanal biru jernih dilewati banyak gondola yang hilir mudik di depannya.Noah duduk termenung sambil memutar-mutar cincin pernikahan yang tidak pernah terlepas dijarinya.Suara musik terdengar disuatu tempat, para pejalan kaki yang sedang berbincang menemani keterdiamannya yang tidak melakukan apapun selain duduk di salah satu penjuru kota Venesia ditemani segelas vermouth.Noah sengaja datang ke Venesia setelah melakukan perjalanan bisnis di Roma selama satu minggu terakhir.Baru satu hari Noah berada di kota indah terapung ini, menghabiskan waktunya untuk berjalan melewati setiap sudut bangunan tanpa dia mengerti mengapa harus melakukannya.Menyaksikan banyak pasangan yang sedang menikmati waktu indah mereka, berbanding balik dengan Noah yang menjadikan Venesia sebagai pelarian sementara dari sebuah kekecewaan yang sulit dia utarakan.Sudah enam belas bulan lamanya dia dan Evelyn tidak saling berhubungan, waktu yang direncanakan hanya satu t
Gerimis turun membasahi payung-payung hitam, semua orang berdiri dalam keheningan menyedihkan karena harus mengantar kepergian seseorang ke tempat peristirahatan terakhirnya.Beberapa prajurit berjajar rapi, melakukan proses upacara pemakaman secara militer.Tubuh Evelyn terlihat gemetar memegang erat payungnya, dia meringis dengan derai air mata yang terus berjatuhan, tidak kuasa untuk melihat peti jenazah ayahnya yang kini harus dikuburkan.Tidak lebih dari satu bulan dia menikmati kebahagiaan dari artinya keluarganya, menerima kasih sayang dari yang disebut orang tua, dikelilingi kehangatan yang membuatnya begitu nyaman dan merasa berharga.Semua itu kini harus pupus…Evelyn kembali harus menerima takdirnya. Takdir ditinggalkan oleh orang-orang yang Evelyn anggap penting dalam hidupnya.Semua meninggalkannya dengan kematian.Tuhan mengambilnya seakan Evelyn tidak berhak memiliki satupun diantara mereka, Daniel, bayinya, dan sekarang ayahnya.Saat pertama kali datang dan bertemu Mar
“Angkat wajahmu.”Suara dingin Dominiq Stalyn yang memerintah membekukan tubuh Evelyn, ketakutan semakin menekan dirinya untuk tidak melakukan apa yang diperintahkan.Tangan Evelyn terkepal di sisi, menggenggam kuat pakaiannya untuk menyalurkan kegelisahan. Evelyn sudah siap, jika dia mendengar sedikit saja penghinaan yang terlontar dari mulut pria tua itu, Evelyn tidak akan ragu untuk langsung angkat kaki meninggalkan tempat dan mengurungkan niatnya bertemu Martin.“Nak,” panggil Dominiq mendekat, ujung telunjuknya mendorong keatas dagu Evelyn agar wajahnya yang tersembunyi diperlihatkan.Dengan berat Evelyn akhirnya mengangkat wajahnya dan berpandangan dengan Dominiq. Kesan pertama yang Evelyn rasakan, sama persis seperti saat bertemu Frederick untuk pertama kalinya, perasaan saling terikat.Irish mata yang biru jernih itu saling memandang untuk beberapa saat, ketegangan yang sempat menjebak sedikit terpecah kala wajah tegas dan dingin Dominiq mulai mengukir senyuman, tangannya ya
Frederick keluar ruangan interogasi, meninggalkan seorang wanita yang tengah menangis tersedu-sedu setelah dicecar penuh tekanan tanpa diberi waktu beristirahat, tekanan yang dibuat Frederick berhasil membuatnya menyerah histeris mengakui perbuatannya.Frederick melenggang dengan langkah tegas meninggalkan kantor kejaksaan. Tempat dimana dia membangun kariernya sebagai salah satu jaksa yang paling disegani hingga ditakuti beberapa penjahat kotor yang terlibat dalam masalah.Tidak banyak orang yang tahu, Frederick memiliki peranan penting dalam kelompok mafia dan dia tahu banyak catatan criminal para pejabat hingga orang-orang penting lainnya melalui informasi rahasia kelompoknya. Dengan begitu, sangat mudah untuk Frederick menumbangkan mereka tanpa sisa.Hari ini, Frederick telah menyelesaikan tugasnya untuk hari ini. Sudah waktunya untuk dia pulang.Di depan kantor kejaksaan, Frederick berdiri di pinggiran jalan, matanya yang tajam seperti elang itu meneliti setiap kendaraan lewat.
“Katakan saja Eve, aku berjanji akan menyanggupinya.”Keyakinan dan semangat berkobar dimata Noah seolah dia siap memenuhi apapun syarat yang akan diminta Evelyn selama mereka berdua tidak bercerai. Evelyn meremas permukaan pakaiannya dibawah meja, terdiam dalam beberapa saat untuk mempertimbangkan apa yang akan disampaikan didetik-detik terakhir. Evelyn mengatur napasnya beberapa saat sebelum akhirnya berbicara, “Jika kau tidak ingin bercerai denganku, maka kau harus berjanji, jangan pernah muncul dihadapanku selama satu tahun kedepan, jangan pernah mencoba menghubungiku ataupun mencaritahu keberadaanku. Kita harus hidup di jalan masing-masing karena selama satu tahun itu, aku akan belajar bangkit dengan caraku sendiri dan kau renungkan perasaanmu, siapa tahu cinta yang kau yakini, pernikahan yang ingin kau pertahankan hanya perasaan sesaat dan kau berubah pikiran ingin bercerai karena menemukan pengganti yang sebanding denganmu.”Binar dimata Noah meredup, wajahnya yang sempat c
Noah membaringkan tubuhnya di sofa yang tidak jauh lebih panjang dari kakinya, meski tidak nyaman hanya itu tempat yang bisa dia jadikan tidur untuk malam ini. Evelyn tidak lagi muncul sejak masuk ke dalam kamar, dia benar-benar mengabaikan keberadaan Noah dan menganggapnya seperti furniture ruangan.Noah tidak kecewa, selama dia masih bisa melihat Evelyn disekitarnya, semuanya akan baik-baik saja.Suara detak jarum jam terdengar, waktu sudah menunjukan pukul dua malam.Noah tidak kunjung tidur, dia gelisah setiap kali melihat ke sekeliling dan memandangi setiap hal yang berhubungan dengan Evelyn Daniel. Rumah yang menjadi tempat mereka bernaung selama ini.Semakin Noah sadar seberapa besar cinta dan kebahagiaan yang Evelyn dapat dari Daniel, dia semakin merasa berdosa telah memisahkan mereka berdua.Tidak tahu dirinya Noah, meski dia merasa berdosa akan perbuatannya, sisi dirinya yang serakah dan jahat tetap merasakan kebahagiaan karena wanita yang menjadi isterinya adalah Evelyn. No