Di sisi lain, jemari Noah bergerak pelan diatas permukaan ranjang, pria itu mulai mulai memberikan respon saat seorang doker memanggil namanya dan mengajak berbicara ditengah terapi yang membantu merangsang indranya.
Tiga hari sudah Noah mengalami koma, kini akhirnya mulai menunjukan tanda-tanda membaik dan stabil. Matteo dan Sarah yang sejak lama menunggu diluar ruangan terlihat cemas, berharap jika Noah akan segera sadar dari komanya. Dengan penuh perjuangan dan ditunjang alat-alat medis, akhirnya Noah mulai membuka matanya. “Noah Sylvester, Anda bisa mendengar dan melihat saya?” tanya dokter. Telinga Noah berdengung sakit, bulu matanya berkedip pelan, beberapa kali penglihatannya berkabut dan membutuhkan waktu untuk memproses cahaya yang ada disekitarnya. “Noah Sylvester, Anda bisa melihat saya?” tanya dokter lagi. Noah terdiam mengabaikan dokter yang terus mengajaknya berbicara. Noah kebingungan, tidak tahu harus berbicara apa, dia tidak memahami situasi apa yang kini tengah terjadi padanya. Gemuruh yang mengganggu perlahan menghilang, Noah akhirnya mendengar suara dokter yang mengajak berbicara. Noah mengerang lemah, merasakan perih dan kering dikerongkongan. Ada sesak yang memenuhi dada, mendorongnya untuk menangisi guncangan perasaan sedih yang tidak dipahami. Apa yang sebenarnya telah terjadi? Semakin Noah berusaha mengingat, kepalanya berdenyut sangat sakit. Sekelebat bayangan wajah ayahnya muncul diingatan, ayahnya tengah duduk diatas papan seluncur dan memanggil Noah dengan senyuman lebar karena ombak yang sudah lama dinantikan akhirnya datang. “Noah, Anda mendengar ucapan saya?” tanya dokter lagi, terus menunggu dengan sabar kapan Noah akan merespon. Mata Noah bergerak pelan, memfokuskan dirinya pada dokter yang terus mengajaknya berbicara untuk memastikan kemampuan pendengaran dan penglihatan Noah normal. “Dimana ayah saya?” tanya Noah degan suara serak dan terbata. Dokter langsung tersenyum ramah begitu Noah mulai berbicara. “Panggilkan ayah pasien, dia ingin bertemu.” “Baik Dokter,” jawab sang perawat berlari keluar ruangan untuk menemui Matteo dan Sarah yang sudah lama menunggu. “Bagaimana keadaan cucu saya?” tanya Matteo tidak sabaran. “Pasien telah sadar dan sudah bisa diajak berbicara.” Matteo langsung mengusap dadanya memanjatkan syukur, setelah beberapa hari menanti dengan perasaan campur aduk, kini akhirnya Noah telah kembali sadar. “Sekarang pasien ingin bertemu dengan ayahnya, bisa Anda memanggilnya?” tanya perawat. Kening Sarah mengeryit kebingungan. “Apa maksud Anda? Ayah Noah telah meninggal sejak enam tahun yang lalu.” Perawat itu tersentak kaget. “Maaf jika saya lancang Nyonya, apa ada orang lain yang mungkin sudah pasien anggap sebagai ayahnya sendiri?” tanya perawat dengan penuh kehati-hatian. Sarah menggeleng. “Tidak ada. Satu-satunya lelaki yang Noah orang tuakan adalah kakeknya.” Perawat itu mengangguk menyembunyikan kekhawatiran diwajahnya, dia segera masuk kembali kedalam ruangan dan menyamaikannya kepada dokter. “Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya Sarah kembali dibuat cemas. *** Tiga jam telah berlalu, hasil pemeriksaan medis Noah akhirnya telah keluar. Segala kecemasan yang mengganggu Matteo dan Sarah akhirnya mendapatkan jawaban. Dokter mengatakan jika Noah mengalami amnesia dan trauma pasca kecelakaan yang membuatnya melupakan segala peristiwa yang terjadi dalam waktu sepuluh tahun terakhir. Noah berpikir bahwa bahwa saat ini dia masih berada ditahun 2013, masih menjadi seorang mahasiswa, ingatan terakhir Noah adalah pergi surfimg bersama ayahnya di Jeffreys Bays, Afrika Selatan. Kondisi Noah semakin membuat Matteo khawatir. Tidak hanya pihak kepolisian yang mungkin akan menganggap hilang ingatan Noah sebagai manifulasi catatan medis untuk mengurangi hukuman, kritikan public akan semakin keras jika kasus berlanjut, ditambah lagi posisi Noah yang rentan dimanfaatkan banyak musuh bisnis Matteo jika mereka tahu Noah hilang ingatan. Masalah ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi. Tidak ada cara lain, satu-satunya cara untuk menutupi kasus ini adalah menepati janji Matteo, yaitu menikahkan Evelyn dengan Noah. Matteo mengusap wajahnya dengan kasar, dilihatnya Sarah yang baru keluar dari ruangan dokter. Sarah tampak lesu, matanya sembab karena terlalu banyak menangis. Sampai saat ini Sarah maupun Matteo tidak diizinkan untuk menemui Noah. “Sarah, jaga Noah dan jangan berbicara apapun mengenai kecelakaan yang terjadi padanya, jangan biarkan orang asing menemuinya, terutama Simon dan Milia. Aku akan mengurus masalah ini secepatnya,” perintah Matteo sebelum pergi bersama assistantnya. Sarah mengangguk pasrah, tidak dapat melawan perintah mertuanya karena saat ini dia tidak memiliki banyak kemampuan untuk membantu mengatasi masalah putranya. Sarah melangkah gontai, pergi ke ruangan Noah dirawat dan memperhatikan keadaannya melalui balik jendela. Saat ini Noah masih kebingungan pasca koma, dokter tengah membantu mengembalikan keterampilan dasarnya dalam berbicara menggerakan anggota tubuhnya yang lain, mengingatkan dia akan wajah dirinya sendiri melalui cermin. Sarah meringis sedih mencengkram siku tangannya. Sangat menyakitkan melihat keadaan putranya dalam keadaan seperti ini. Kini dia tidak hanya harus berjuang untuk sembuh, Noah juga harus berjuang mengahadapi tuntutan hukum yang sangat berat.Sarah tidak pernah membayangkan jika hal buruk seperti akan terjadi pada putranya. Segalanya telah terjadi diluar kendali, diluar rencana hidup Noah yang sudah diatur akan selamanya berjalan sempurna.
Hembusan angin terdengar dibalik jendela, salju turun dibawah langit yang cerah.Evelyn membelit lehernya dengan syal, hari ini dia ingin berkunjung ke makam Daniel untuk meredakan kerindukan yang sudah bertumpuk didalam dada.Evelyn berharap, dengan berkunjung ke makam Daniel, dia mendapatkan sedikit kekuatan untuk bisa bangkit dan memulai hari-hari barunya dengan penuh keikhlasan. Evelyn tidak bisa selamanya duduk dalam keterpurukan dengan kondisi kehamilan yang akan membesar, merepotkan rekan kerjanya yang selalu datang setiap hari untuk memastikan kesehatan, juga merepotkan kepala panti asuhan yang selalu membawa makanan.Baru saja Evelyn membuka pintu hendak keluar, dia langsung menghadap seorang pria berpakaian formal tengah berdiri didepan pintu apartementnya. “Selamat pagi Nyonya. Saya Athur, assistant pribadi tuan Matteo, beliau ingin berbicara dengan Anda sekarang.”Evelyn mendegus kesal, nada bicara Athur terdengar seperti memerintah dibandingkan dengan meminta. “Tidak ad
Sorot mata Matteo berubah tajam mendengar penolakan Evelyn. “Apa kau lupa jika pernikahan ini adalah wasiat dari suamimu? Ini bukan semata-mata keinginanku saja.” “Saya tidak sudi menikah dengan laki-laki yang telah membunuh suami saya!” Matteo meneguk tehnya sebelum kembali melanjutkan pembicaraan. “Sekarang Noah amnesia dan dia tidak mengingat apapun yang terjadi, termasuk kesalahan yang telah diperbuatnya. Ini adalah moment yang tepat untuk melangsungkan pernikahan kalian.” “Saya tidak akan menikah dengan Noah, Tuan Matteo Sylvester!” jawab Evelyn berteriak frustasi. “Persetan dengan wasiat. Saya ingin Noah bertanggung jawab dengan mendekam dipenjara, bukan menjadi menjadi suami pengganti saya! Apalagi menjadi ayah untuk anak dalam kandungan saya, saya tidak sudi!” “Nona Evelyn,” panggil Matteo dengan suara yang kian tenang, berbanding balik dengan sorot matanya yang tajam menusuk, “aku bukan seseorang yang ingkar dengan janjiku.” Gigi Evelyn mengetat, tatapan Matteo berhasil
Evelyn duduk lemas, beberapa kali dia mengatur napasnya yang semakin sesak kesulitan mengendalikan emosi didalam dada. Dia marah, benci, sekaligus malu dengan dirinya sendiri yang tidak cukup kuat untuk menuntut keadilan atas kematian suami yang dicintainya.Evelyn masih tidak habis pikir, segala hal yang dia alami saat ini masih terasa seperti mimpi panjang untuknya. Baru tiga hari dia ditinggal Daniel sampai belum sempat mengurus setiap persoalan data kependudukannya, dengan cepatnya kini Evelyn telah menjadi isteri orang lain.“Aku tidak hanya tidak mampu menuntut keadilan untukmu Daniel, aku juga telah mengkhianatimu,” lirih Evelyn dengan suara bergetar.Evelyn telah menikah dengan seorang lelaki yang sama sekali belum pernah dilihatnya. Pernikahan mereka dilakukan tanpa ada ucapan janji di altar, tanpa ada pendeta yang bersaksi, namun dengan kekuasan Matteo, pernikahan itu tercatat secara sah dalam catatan negara.Evelyn telah sah menjadi isteri Noah Sylvester.Apakah keputusanny
Keringat dingin membasahi wajah Noah, tangannya gemetar kesulitan mengendalikan kepanikan yang telah berhasil menakutinya. Beberapa kali Noah membuka buku pernikahannya sekadar memastikan keasliannya. Semakin sering Noah melihatnya, kepalanya mulai pusing dan suhu tubuhnya meningkat. Belum cukup menerima kenyaaan bahwa dia hilang ingatan dan ayahnya telah meninggal, kini Noah juga harus menghadapi kenyataan bahwa ternyata dia telah menikah, memiliki seorang iseri yang tengah mengandung. Noah mengusap wajahnya dengan kasar, pria itu berusaha keras mengingat kapan dirinya menikah? “Mengapa aku melupakan hal-hal penting yang terjadi dalam hidupku?” Noah mengerang frustasi. Apa yang harus Noah lakukan kedepannya? Dia masih terjebak dalam memorinya yang berusia tujuh belas tahun, sangat sulit untuknya menerima kenyataan bahwa kini telah menikah dan sebentar lagi akan menjadi seorang ayah. *** “Mengapa Ayah tidak mendiskusikan hal ini padaku? Aku ibunya Noah! Aku juga berhak untuk
“Bagaimana perasaan Anda sekarang?” tanya dokter yang membantu memeriksa kembali keadaan Noah sebelum kepulangannya hari ini. “Saya merasa lebih baik sekarang, terima kasih atas bantuan Anda selama beberapa hari ini,” jawab Noah. “Itu sudah menjadi kewajiban saya.” Beberapa hari menjalani perawatan dan terapi, keadaan Noah berangsur membaik meski terkadang dia kesulitan tidur menjelang malam karena sakit yang menimbulkan demam. Dalam demam itu, samar-samar sebuah bayangan yang menyilaukan selalu datang begitu nyata, suara tangisan peremuan asing ikut terdengar bergema ditelinga dan menggemuruhkan dada. Setiap kali mimpi itu datang, Noah akan gelisah dan membutuhkan obat penenang. Noah sudah berusaha keras memahami arti dari mimpi sama yang datang disetiap malamnya, beberapa kali dia bertanya kepada ibu dan kakeknya mengenai kecelakaan yang dia alami. Namun, keduanya secara kompak mengatakan jika Noah mengalami kecelaan tunggal dibawah garasi perusahaan karena mobil yang dia kend
“Bagaimana keadaanmu?” “A-aku merasa sedikit lebih baik sekarang,” jawab Noah dengan suara bergetar. Evelyn duduk di sisi ranjang, wanita itu tidak memiliki kata-kata lain yang bisa dia ucapkan lagi. Masih sulit untuknya berpura-pura akrab, apalagi berpura-pura memiliki ikatan penting dengan lelaki yang sangat dibencinya. Diam-diam Noah melirik Evelyn melalui sudut matanya, melihat jari manis Evelyn yang terpasang cincin pernikahan sama dengan apa yang dia kenakan. Pandangan Noah bergerak ke atas, menatap Evelyn dengan lekat. Semakin Noah memperhatikannya, dia teringat sekelabat ingatan yang pernah terjadi. Noah berdeham memecah keterdiaman Evelyn yang tidak berbicara apapun lagi padanya. “Apa kau sudah tahu mengenai amnesia yang aku alami?” Evelyn langsung menengok, “Aku sudah tahu,” jawabnya terdengar dingin. “Apa kau marah, karena itu kau tidak datang menengokku?” tanya Noah lagi. Tangan Evelyn meremas kuat permukaan ranjang. Benar Evelyn sangat marah dan benci hingga ti
Salju turun begitu lebat, cuaca yang dingin membekukan tangan Evelyn yang kini gemetar hebat tidak dapat mengendalikan kesakitan yang menyebar diseluruh nadinya. Suara napas kasar tidak beraturan terdengar dibawah hujan salju. Evelyn menyadarkan punggungnya pada dinding, wanita terisak menangis, meratapi kesedihan yang telah menghancurkan hatinya. Betapa kejamnya Matteo Sylvester, dengan seenaknya dia mengubah potret wajah Daniel dan menggantinya dengan wajah Noah, menghancurkan arti dari setiap photo berharga Evelyn dengan lelaki yang teramat sangat dia cintai. Mengapa Matteo begitu tega melakukan ini kepadanya? Apakah belum puas baginya setelah memaksa Evelyn menikah dengan Noah, Matteo juga menginjak harga diri Evelyn dengan menodai setiap moment penting yang Evelyn abadikan bersama Daniel. Jika memang photo diperlukan untuk menguatkan kebohongan, mengapa Matteo tidak memilih potret orang lain saja? Daniel adalah pria yang baik dan penuh rasa hormat, bahkan disisa akhir hayatn
Noah duduk terpaku, menghabiskan waktunya untuk melihat potret photo pernikahannya dengan Evelyn terbingkai disebuah figura besar yang menghiasi dinding. Photo pernikahan itu terlampau sederhana untuk keluarga Sylvester yang merayakan hari penting dalam hidup mereka. Di dalam photo itu, Evelyn mengenakan gaun putih sederhana, ditangannya terdapat seikat bunga, tangan satunya lagi merangkul lengan Noah sambil menyandarkan wajahnya dibahu Noah, mereka berdua berdiri didepan sebuah taman. Anehnya, dibalik kesederhanaan potret photo itu ada sebuah kebahagiaan yang tidak ternilai harganya, ada cinta yang begitu besar terpancar jelas dibalik senyuman dan mata berbinar Evelyn. Sebuah pernikahan adalah adalah moment yang sacral, sesuatu yang sangat penting karena terjadi untuk sekali seumur hidup. Seharusnya Noah mengingatnya moment berharga itu meski hanya berbentuk bayangan samar. Tapi mengapa, Noah tidak mengingatnya sedikitpun meski dia berusaha mencoba? Noah mencoba memahami seber
Jam diatas nakas menunjukan pukul tiga pagi.Suara deringan telepon terdengar, Evelyn terbangun dari tidur lelapnya dan langsung terjaga. Terbiasa dengan keadaan darurat, Evelyn sangat mudah waspada meski tertidur.Dengan hati-hati Evelyn bergeser melepaskan diri dari pelukan Noah dan duduk disisi ranjang dalam keadaan tanpa sehelai benangpun.“Hay Indila, ada yang bisa aku bantu?” sapa Evelyn.“Maaf aku menelponmu sepagi ini Eve. Aku mendapatkan kabar jika kamp tempatmu dulu bertugas sekarang akan dipindahkan karena perang meluas dan salah satu rekan kita terkena altileri. Semua anggota relawan yang bertugas akan segera dipulangkan besok.”Deg!Tubuh Evelyn menegang, sejenak jantung berhenti berdetak dan pikirannya langsung tertuju pada Edgar yang tinggal wilayah kamp yang sama.“Bagaimana dengan keadaan pengungsinya?” “Mereka akan pergi ke tempat penampungan lain.”“Terima kasih informasinya Indila.”“Sama-sama Eve,” jawab Indila memutuskan sambungan teleponnya.Evelyn termangu, bu
Sebuah handpone bergetar diatas meja, Alex menyeka wajahnya yang basah dengan handuk kecil. “Milia, ada yang menelponmu,” panggil Alex melihat kepenjuru arah. Tidak seperti biasanya Milia lupa membawa handponenya, biasanya dia selalu membawa handpone sekalipun ke kamar mandi.Milia yang tidak datang sampai panggilan telepon itu berakhir. Alex memutuskan pergi berpakaian, dan tidak berapa lama panggilan telepon di handpone Milia kembali terdengar, membuat Alex berinisiatif untuk mengambil handponenya, melihat layar, tertera sebuah panggilan tanpa nama.“Milia!” panggil Alex sekali lagi.Sebelum panggilan telepon berakhir, akhirnya Alex memutuskan untuka menerima telepon itu. “Selamat malam Bu Milia, kami sudah menemukan dokter yang akan membantu, saya harap Anda segera mengkonfirmasi waktu telah dokter jadwalkan.”Alex terdiam dengan wajah kebingungan. Alex tahu, Milia memiliki kebiasaan suka melakukan berbagai jenias perawatan kecantikan untuk menunjang kariernya karena sering ters
“Kau yakin akan pergi berburu dengan Michael?” tanya Evelyn diantara suara mesin pengering rambut.Noah yang tengah duduk dipinggir ranjang, terlihat fokus dengan tabletnya karena harus menyelesaikan pekerjaan untuk besok. Tidak hanya Noah yang tidak akan pergi masuk bekerja, Lisa pun sudah dipastikan pasti tidak akan datang.“Memangnya kenapa Eve? Aku sudah terbiasa berkuda di hutan,” jawab Noah tidak mengalihkan perhatiannya dari tab.“Aku khawatir Michael terluka, tolong jaga dia,” pinta Evelyn dengan serius.Kening Noa mengerut samar. “Tentu saja,” jawabnya tidak begitu yakin dengan ucapannya sendiri. Evelyn boleh saja terkecoh oleh Michaelin yang masih muda dan butuh bimbingan, prilakunya yang terlihat polos berbanding balik dengan kepribadian aslinya.Pada kenyataannya, kemungkinan justru Noah yang akan dilindungi Michaelin.Kerutan di kening Noah kian dalam, sekelebat pikiran buruk langsung muncul di kepalanya.Apa alasan Michaelin tiba-tiba baik dan mengajaknya pergi berburu
Langit sudah gelap, setengah hari penuh Evelyn menghabiskan waktunya untuk membeli pakaian, memesan cincin pernikahan dan mencari ginseng. Segala persiapan untuk pesta keluarga terselesaikan dengan baik meski harus dengan beberapa drama kecil yang dilakukan Noah karena rencana kencan mereka kembali dibatalkan.Mobil yang ditumpangi melesat pergi menuju sebuah restaurant ditepi pantai.Suara lonceng terdengar berdering kala pintu kaca restaurant terbuka, Noah dan Evelyn mengambil tempat duduk disisi jendela yang langsung mengarah pada suasana pantai buatan dan sekumpulan yacht yang terparkir di dermaga.Samar-samar terdengar alunan musik dari gedung opera yang hanya terhalang satu blok dari keberadaan restaurant.Noah menyandarkan bahu kokohnya pada kursi kayu, dibawah lampu-lampu yang kekuningan dia melihat Evelyn tengah membuka handponenye untuk membalas pesan sambil menunggu pesanan makanan mereka datang. Pandangan Noah bergerak turun, melihat jemari ramping Evelyn yang tidak meng
Evelyn menyandarkan punggungnya di cermin, ruangan yang kecil membuatnya tidak memiliki banyak ruang gerak. Tirai besar yang tinggi tertutup dan lampu otomatis menyala menandakan bahwa ruangan itu tengah diisi.Terburu-buru Evelyn melepas satu-persatu kancing kemeja Noah untuk segera menyelesaikan pekerjaannya dan pergi keluar. Evelyn tidak ingin terjebak untuk yang kedua kalinya dalam tipu daya Noah seperti apa yang sempat terjadi tempo hari di toilet restaurant.“Sabarlah Eve, kenapa terburu-buru, apa kau sudah tidak tahan?” tegur Noah menangkap tangan kecil Evelyn.Wajah Evelyn terangkat seketika, matanya mendelik kesal. “Kau jangan berpikiran macam-macam Noah! Memangnya siapa yang menyeretku masuk kedalam sini?” gerutu Evelyn.Noah menghela napasnya dengan berat, pria itu kembali menunjukan wajah rapuh sambil meremas sisi kepalanya. “Ya sudah jika kau tidak sudi membantuku, silahkan keluar saja, aku bisa sendiri,” jawab Noah dengan suara yang dia coba serakkan agar terdengar benar
Evelyn menurunkan tas yang telah menutupi wajahnya, dia tidak dapat menghindar begitu Noah berjalan kearahnya dengan langkah cepat.“Apa yang kau lakukan disini?” tanya Evelyn canggung.“Aku melakukan kunjungan ke supermarket, sekalian membeli pisau yang bagus untuk adikmu,” jawab Noah seraya menunjukan paper bag ditangannya. “Kau sendiri, kenapa sendirian disini?” Noah balik bertanya.Evelyn mengedarkan pandangannya dengan bibir terkatup, perasaannya masih sedikit dongkol setelah bertemu dengan Milia. “Aku sedang mencari gaun.”“Kau sudah menemukannya?”Evelyn menggeleng memaksakan diri untuk tersenyum. Noah mendekat dalam beberapa langkah, menyadari ada sesuatu yang telah terjadi pada Evelyn. “Ayo aku temani.”“Tidak perlu Noah kau pasti sibuk,” tolak Evelyn memelan.“Aku bisa.”Tidak memberi kesempatan Evelyn untuk menjawab lagi, Noah meraih tangan Evelyn dan menariknya pergi melewati kerumunan banyak orang. Membawanya pergi menaiki sebuah taksi.Evelyn tidak banyak protes, jauh
Noah memang sangat irit bicara jika itu bukan tentang pekerjaan, namun diamnya Noah kali ini terasa berbeda. Lisa merasakan kulitnya sedikit meremang, terintimidasi oleh kesunyian dibalik keramaian kota.Langkah Noah perlahan terhenti, menghadap jalan buntu tanpa Lisa tahu apa alasannya.Lisa terdiam merasakan sesuatu berbahaya yang mengintainya, tapi Lisa tidak begitu yakin dengan perasaan gelisah yang menjalar di seluruh nadinya.Noah berbalik, menempatkan angannya dibelakang punggung. “Sepertinya kita salah berbelok,” ucap Noah beralasan.Lisa menghembuskan napasnya dengan penuh kelegaan, tenyata dia hanya mengalami kegelisahan semu. Noah hanya salah jalan, jadi Lisa tidak perlu mengkhawatirkan apapun, lagipula Lisa harusnya bersyukur bukan karena kini dia memiliki banyak waktu untuk bersama Noah? “Kau sudah lama mengenal ibuku?” tanya Noah berdiri dalam ketenagan, tidak menunjukan tanda-tanda akan segera pergi meninggalkan jalan buntu itu.Lisa menyampirkan rambut panjangnya di
“Aku tidak bisa melakukan apa yang kau minta Noah. assistant barumu dipilih melalui prosedur yang benar, aku tidak bisa memecatnya begitu saja tanpa alasan karena itu melanggar kontrak,” tolak Ester tidak bisa memenuhi keinginan Noah yang meminta untuk memecat Lisa.“Carikan saja assistant baru untukku dan pindahkan dia ke devisi lain.”“Meski kau tidak menyukainya, cobalah untuk bertahan karena masa kerjanya hanya tinggal tinggal tiga minggu lagi. Tidak mudah menyesuiakan semua pekerjaanmu pada pada pekerja baru,” nasihat Ester.Noah mengetuk-ngetuk permukaan jendela. “Masalahnya aku tidak bisa menunggu tiga minggu lagi.”“Apa sebenarnya masalahmu Noah?” tanya Ester dengan serius, tidak seperti biasanya Noah mengeluh tentang pekerjaan, apalagi tentang rekan kerjanya. Noah selalu bisa menyesuaikan diri dengan siapapun jika itu tentang pekerjaan, rasanya aneh jika kini tiba-tiba dia meminta pergantian assistant padahal mereka baru bertemu dua hari.“Katakan saja pada intinya, kau tidak
Lisa mellihat cermin yang dia sembunyikan dibawah buku, meneliti kerapihan make upnya sebelum pergi keluar karena hari ini beberapa anggota tim pemasaran ada jadwal kunjungan ke bebebrapa pusat perbelanjaan untuk melakukan beberapa riset pengembangan pemasaran tahunan.Noah akan ikut pergi ke lapangan, ini adalah kesempatan yang bagus untuknya mendekati Noah.Lisa memoles lipstick di bibirnya, terburu-buru dia merapikan semuanya begitu melihat manajer pemasaran dan beberapa orang lainnya keluar dari ruangan Noah, masih terdengar suara diskursi mereka ketika pergi berjalan menjauh.Sudut bibir Lisa terangkat mengukir senyuman begitu melihat Sarah datang.“Noah ada di dalam?” tanya Sarah dan dijawab dengan satu anggukan Lisa.Beberapa kali Sarah mengetuk pintu sebelum akhirnya masuk ke dalam ruangan Noah, dilihatnya putranya yang terlihat sibuk melakukan pembicaraan di telepon.Perlu menunggu waktu lebih dari dau menit bagi Sarah agar Noah segera menyelesaikan percakapannya.Noah menari