Share

Kedatangan Klien Penting

"Kita....Kamu...Aku.., Apa yang kamu lakukan kepadaku!" teriaknya marah menahan Isak.

Sebastian tertawa, suara cerahnya menggema di sekitar ruangan yang mewah itu. Ia tak tahan Lagi bersandiwara seperti ini. Lesung pipi terlihat di kedua pipi Sebastian saat ia tertawa lepas.

Arabella merasa dadanya berdebar kencang, tidak hanya karena tawanya yang menular, tetapi juga karena pesona yang terpancar dari dirinya.

Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan betapa tampannya Sebastian dalam cahaya pagi itu, dengan rambut Hitam sedikit basah karena keringat dan sedikit berantakan, menambah ketampanannya berkali lipat.

"Tenang saja, Nona. Aku hanya bercanda. Kita hanya berdua mabuk kemarin malam. Aku membawamu ke sini karena kasihan saja. Kau sangat merepotkan."

Arabella merasakan kalau dirinya sudah dikerjai, membuat wajahnya memerah karena malu dan kesal. ketegangan di tubuhnya mereda sedikit.

"Ah, kamu membuatku kaget Tuan."

"Astaga! Jam berapa ini?? Aku harus masuk kantor."

Arabella mengedarkan pandangannya tiba-tiba, lalu melihat jam di dinding sudahjam sembilan. Sial! padahal Ia harus masuk saat ini juga.

"Dimana kantormu? tanya Sebastian penasaran.

"Aku harus pulang. Terima kasih! untuk bantuannya semalam." teriak Arabella berlari menuju pintu keluar.

"Hei!! Bagaimana supaya aku bisa bertemu kamu lagi." Sebastian ikut berteriak. rasa penasaran terbit lagi di batinnya terhadap wanita dengan mata hazel itu.

"Kita tidak akan bertemu lagi" sahut Arabella ia segera mengambil barang-barangnya dari kamar kemudian memesan taksi online.

Hey tunggu, ucapan itu terdengar asing bagi Sebastian. Tidak akan bertemu lagi? seorang wanita mengatakan begitu kepadanya? Sejak kapan ada wanita tidak ingin bertemu dengan Sebastian Vanderwood? Wanita macam apa Arabella ini?

Arabella merasakan detak jantungnya semakin cepat saat ia menuruni tangga mansion yang megah itu. Setiap langkahnya di atas karpet merah yang lembut terasa seperti langkahnya di atas mimpi. Cahaya berkilauan dari lampu gantung kristal memantulkan cahaya di sekitar, menciptakan gemerlap yang mempesona.

Melintasi lorong-lorong yang dihiasi dengan lukisan-lukisan klasik dan patung-patung marmer, Arabella terpesona oleh kemewahan yang melimpah di setiap sudut mansion itu. Ruangan-ruangan besar dengan perabotan mewah, hiasan-hiasan berharga, dan bunga-bunga segar yang terpajang dengan cantiknya di setiap meja menambah kesan mewah mansion tersebut.

Namun, ketika Arabella mencapai pintu masuk, dia terhenti tiba-tiba saat melihat penjaga yang berdiri gagah di depan pintu. Dengan seragamnya yang berkilauan dan sikapnya yang tegap, penjaga itu menimbulkan aura kekuatan dan keamanan yang membuat Arabella merasa takut.

Dengan hati-hati, Arabella mendekati penjaga itu. "Permisi, saya ingin keluar," ucapnya dengan suara gemetar.

Penjaga itu menatapnya dengan tajam, seolah mempertimbangkan apakah Arabella berhak untuk meninggalkan mansion tersebut. "Apakah Anda punya izin untuk pergi, Miss?"

Arabella merasa jantungnya berdegup kencang, namun dia mencoba untuk tetap tenang. "Saya... saya sudah mendapat izin. Saya harus pergi," jawabnya dengan ragu.

Penjaga itu memandangnya dengan serius sebelum akhirnya mengangguk. "Baiklah, saya akan mengantarkan Anda keluar.

***

Setibanya di apartemen, Saat Arabella membuka pintu, Ia kaget bukan main. Arabella menemukan William sudah menunggu di ruang tamu, ekspresi wajahnya penuh dengan kemarahan yang sulit ditutupi. Hati Arabella berdebar keras, mengetahui bahwa pertemuan ini tidak akan berjalan lancar.

"Arabella, Darima Kamu? " Bentak William dengan suara bergetar karena kemarahan, namun Arabella merasakan sentuhan kesedihan di baliknya.

"William, aku--" Arabella hendak menjelaskan, namun William memotongnya dengan tegas.

"Dari mana!" Bentak Wiliam membuat Arabella terkesiap.

Arabella merasa jantungnya berdegup kencang. Dia ingin mencoba menjelaskan keadaannya dengan sebaik mungkin, tetapi kata-katanya terasa kacau dan tak teratur di tengah kemarahan William.

"Dari rumah Sofia!" Bohong Arabella. Mana mungkin Ia jujur bahwa tadi malam ia tidur dan bermalam di Mansion seorang pria.

"Aku semalaman menjadi gila karena kamu hilang. Jangan pernah berbuat seperti itu lagi." Ujar William terdengar sangat frustasi.

Arabella membisu sejenak, mendengar pengakuan William. Hatinya terasa hancur melihat ekspresi putus asa di wajahnya. Dia merasa bersalah karena telah menyebabkan William begitu gelisah dan terganggu.

"William, aku... aku tidak tahu apa yang harus kukatakan," ucap Arabella dengan suara yang gemetar. Dia merasa kebingungan, tidak tahu bagaimana cara menyelesaikan masalah ini.

William menatap Arabella dengan mata penuh harapan, "Arabella, aku begitu khawatir. Aku tidak bisa berhenti memikirkanmu. Tolong, jangan tinggalkan aku lagi. Aku janji akan menyelesaikan masalah ini. Aku membutuhkanmu."

Arabella merasa hatinya terasa berat mendengar permohonan William. Dia ingin memeluknya, menenangkannya, tetapi ada rasa cemas di dalam dirinya yang tidak bisa diabaikan.

"William, aku... aku tidak tahu," bisik Arabella, matanya berkaca-kaca. Dia merasa bingung dan terjebak dalam konflik batin antara cinta dan kewajiban.

William mencoba menenangkan Arabella dengan pelukan hangat. "Arabella, tolong... jangan pergi," pintanya dengan suara penuh keputusasaan.

Arabella merasakan getaran dalam dadanya. Dia ingin bertahan, memberikan William kesempatan untuk menjelaskan semuanya. Namun, ada suara dalam dirinya yang mengingatkan bahwa mereka memiliki tanggung jawab lain yang harus diselesaikan.

"William, tolong... tidak sekarang," pinta Arabella dengan suara lembut. "Kita harus pergi ke kantor sekarang. Kita bisa bicara lebih lanjut nanti."

William mengangguk mengerti, meskipun ekspresi kecewa terlihat di wajahnya. "Baiklah, Arabella. Kita akan bicara nanti," ucapnya sambil melepaskan pelukannya.

Di dalam hatinya, Arabella merasa ragu dan bertanya-tanya apakah dia membuat keputusan yang benar. Tetapi, saat ini, ada tugas yang harus diselesaikan, dan dia berharap bahwa mereka bisa menemukan jawaban atas semua pertanyaan mereka setelah melewati hari ini.

***

Setelah meninggalkan apartemen, Arabella dan William pergi menuju kantor masing-masing. Seperti biasa, keduanya berangkat terpisah menuju kantor. Mereka sengaja berpisah agar tidak menimbulkan kecurigaan pada orang lain di sekitar mereka. Meskipun terpisah, hati mereka saling terikat sebagai pasangan.

Di dalam mobil, Arabella memikirkan betapa sulitnya menjaga hubungan mereka tetap rahasia di tempat kerja. Meskipun mereka sangat mencintai satu sama lain, mereka harus berhati-hati agar tidak menimbulkan gosip atau masalah di kantor. Meski begitu, mereka merasa bersyukur karena memiliki satu sama lain.

Kini bersama beberapa manajer lain, Arabella dan William telah berada di ruang rapat. Sama sekali tidak terlihat bahwa mereka memiliki hubungan percintaan. Arabella sibuk berdiskusi dengan Alex, sementara William sedang bertukar pikiran dengan Rara.

Mereka semua menunggu kedatangan seorang klien besar yang kehadirannya sudah dipersiapkan sejak satu bulan yang lalu.

Ceklek!

"Tamu Anda sudah datang, Pak William," ucap Rara membuka pintu ruang rapat.

"Selamat siang, Wiliam." Sapa seseorang ramah memasuki ruangan, suaranya berat dan lantang seakan menggemak.

Arabella memiringkan kepala ke kiri, mata Hazel memicing, berusaha memastikan suara yang ia dengar benar adanya. Entah mengapa sepertinya ia mengenali suara tersebut.

"Selamat siang, Sebastian Vanderwood. Apa kabar, kawan? Lama tidak bertemu." Sambut William, berdiri dan langsung bersalaman kemudian meluk sahabat lamanya.

'Sebastian,' batin Arabella merasa janggal mendengar nama itu.

Degh.

Bagai disambar petir, Arabella terperangah melihat siapa yang memasuki ruangan. Sebastian Vanderwood?

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Elizabeth Bunyi Sa
jalan cerita Yang bagus saya suka
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status