....
.... Pria itu kemudian bangkit. Ia membawa segelas minuman nya, diliriknya sekilas jam merk Richard mini yang berharga ratusan juta terlihat di pergelangan tangan. Modelnya mirip dengan salah satu jam tangan William yang pernah Arabella lihat. Fix, pria ini benar anak konglomerat. Tanpa pamit atau mengucap apa-apa, Ia pergi. Kursi di pojok bar menjadi pilihannya. lalu Ia memasukkan koin ke dalam juke box dan memilih lagu. Lagu yang ia pilih adalah lagu klasik milik Mariah Carey berjudul Without You. Untuk orang yang masih terlihat muda dan berada di akhir usia 20-an pilihan lagu ini Cukup tua. Arabella masih duduk di bar, menatap whiskey shower di depannya sambil mencoba melupakan panggilan dan pesan dari William. Matanya tiba-tiba tertuju pada pria asing tadi, Suara klik yang dihasilkan oleh mesin tua itu membuat Arabella sedikit tersentak dari lamunannya. Beberapa detik kemudian, alunan lembut sebuah lagu klasik itu mengalir keluar dari speaker, mengisi ruangan dengan melodi yang familiar. Sesekali Arabella ikut berdendang pelan bayangan melintas mengiris ke warasan lirik lagu yang mengatakan 'Aku tidak bisa hidup, bila kehidupan ini tanpamu membuatnya menitipkan air mata teringat ucapan William yang lebih baik mati daripada hidup tanpa dirinya' Arabella tersenyum tipis, merasa sedikit terkejut. Lagu itu adalah salah satu favoritnya, sebuah karya klasik yang sering dia dengarkan ketika membutuhkan ketenangan. Dia tidak menyangka ada orang lain di klub ini yang memiliki selera musik yang sama. Tanpa disadari mereka sudah menghabiskan 5 jam di bar Entah berapa gelas minuman yang sudah dihabiskan oleh Arabella. Kesadarannya mulai menipis, tidak peduli Seperti apa Curahan hati yang diceritakan oleh Arabella dan separah apa sahabatnya memaki William, tetap saja rasa berat di dalam hati tidak bisa membaik. Tiba-tiba, telepon Sofia berdering. Ia mengangkatnya dan mendengar suara pacarnya yang panik. “yank, kamu harus pulang sekarang. Onyo ngamuk lagi,” kata pacarnya dengan nada cemas. Sofia berbalik kepada Arabella dengan wajah khawatir. “Ara, gue harus pulang sekarang. Onyo ngamuk lagi, kasian Roni pasti panik .” Arabella tersenyum dan mengangguk samar dengan badan yang sempoyongan karena terlalu. “Gak apa-apa Sof. Gue bisa mengurus diri sendiri.” Sofia menggigit bibirnya, jelas merasa tidak enak. “Gue benar-benar minta maaf. Lo yakin bisa pulang sendiri?” "Hmm.." sahut Arabella dengan suara yang sudah memperlihatkan kalau ia telah mabuk berat. Kedua matanya merah total dan susah untuk terbuka lebar badannya pun terhubung. Sofia kemudian mendekati bartender, seorang wanita muda bernama Wina. “Wina, gue butuh bantuan lo. Gue harus pulang sekarang, tapi gue khawatir tentang Arabella. Bisa tolong jaga dia dan hubungi taksi untuk dia pulang ke apartemennya?” Wina tersenyum dan mengangguk. “Tentu, Sof. Aku akan pastikan Arabella sampai dengan selamat.” Sofia menghela napas lega. “Terima kasih banyak, Wina. Setelah Sofia pergi, Wina mendekati Arabella. "Mau minum apa sementara kita tunggu taksi?” "Sudah tinggalin aja gue di sini." Gue akan tidur di sini. Pokoknya gue tidak mau pulang!" Teriak Arabella sambil menunjuk sembarangan arah. Otaknya sudah terlalu pekat dengan minuman keras. Bersikukuh untuk tidak pulang. Dari arah yang berbeda, seorang pria dengan perawakan yang Tua, perut agak buncit, wajahnya terlihat lusuh dan lelah seolah ia tidak pernah bercukur selama berbulan-bulan datang mendekati Arabella. "Hai, Cantik, sendirian? Mau saya temani? kita bisa saling menghangatkan satu sama lain," goda pria tua buncit itu. "Pergilah! Saya tidak ingin diganggu!" Bentak Arabella menelungkupkan wajah ke dalam lipatan tangan di atas meja. "Ah..nona, tubuh indahmu ini akan sangat disayangkan bila dibiarkan sendiri." dengan lancang pria itu menyentuh paha mulus Arabella. Spontan tangan Arabella menyambar tangan lelaki itu dan menamparnya tepat di pipinya. Kegaduhan mulai terjadi. Pria yang tidak terima karena telah ditampar hendak balas memukul, tangannya mengayun ke udara siap untuk menampar balik wajah Arabella. Akan tetapi tiba-tiba.... "Hentikan.! Berani sekali tua bangka Sepertimu menyakiti wanita yang sedang mabuk." Pria asing yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Arabella itu menahan tangan kasar si Pria buncit itu. "Heh! bukan urusanmu! mau "Mau saya pukul juga wajah tampanmu itu?!" "Ternyata nyalimu lebih besar dari perutmu. Baiklah aku akan memberikan sedikit pemanasan." Kejadian berikutnya sudah bisa ditebak, pria tua dan buncit itu bisa dengan mudah dikalahkan oleh pria asing itu. Hanya dengan tiga kali gerakan, pria tua itu berhasil dikunci dan didorong Kembali ke tempatnya. Beberapa temannya meminta maaf atas kegaduhan yang diperbuat oleh salah satu teman mabuk mereka. "Kamu selalu saja tepat waktu, Sebastian." Puji Wina, memberikan bir dingin sebagai ucapan terima kasih telah menjaga ketertiban di barnya. Pria yang dipanggil Sebastian itu hanya tersenyum dan mengangguk. "Antarkan aku pulang, please." tiba-tiba Arabella menubruknya, hampir saja ia terjatuh ke lantai bila tidak dipegangi oleh Sebastien. "Wina, aku harus apa." tanya Sebastian bingung dengan tubuh wanita yang ada di pelukannya. "Antarkan saja dia pulang, tidak masalah." Sahut Wina mengedipkan mata. Sebastien menghela nafas kasar. "Ah, baiklah!" **** Sebastian memapah arabella menuju mobilnya yang terparkir di basement, Bugatti La Voiture Noire siap menanti kedatangan tuannya saat ini. Mobil dengan harga ratusan Miliar termahal di dunia, bagi Sebastian itu hanyalah satu dari kesukaannya mengoleksi mobil mewah. Ia dudukkan Arabella, kemudian memasang sabuk pengaman, matanya berhenti tepat pada dada yang sedikit terbuka, memperlihatkan gundukan kenyal berbalut bra warna merah. "Seksi.." batin Sebastian, mulai travelling sampai ia tersenyum nakal sendirian. "Hei, bangun! Di mana rumahmu?" Sebastian mengguncangkan tubuh Arabella ketika kendaraan mulai melaju kencang meninggalkan klub. Tidak ada jawaban dari Arabella. Ia hanya diam dan memejamkan mata. Tiga kali Sebastian mengulangi perbuatan yang sama, Tiga kali pula tidak ada jawaban. Khawatir Wanita Yang di sebelahnya bermasalah, Sebastien langsung menghentikan mobilnya. "Heeeyyy!! Rumah Lo di mana?? bentak Sebastian kesal, tubuh Arabella diguncang tetapi wanita itu tidak mau membuka mata. "Sial !! merepotkan sekali!" desisnya menggerutu lalu kembali menjalankan kendaraan menuju Menteng Residence, sebuah area pemukiman termewah dan termahal di Jakarta pusat. *** #Restoran GIA Estatbe# "Perlu Papa Ingatkan, William, kamu anak tunggal di keluarga ini! hanya kamu yang akan meneruskan usaha Berlian kita!" ucap Bayu Mahardika yang menatap tajam pada putranya. "Iya Pah, aku tahu." sahut William berhenti makan. Tiba-tiba menu makanan di depannya tidak lagi terasa nikmat. ia sudah mengerti arah pembicaraan ini. "Kalau kamu tidak segera menikah, Bagaimana kamu akan punya anak ? Kalau kamu tidak punya anak Bagaimana penerus Mahardika akan berlanjut ? Sindir Bayu ikut berhenti makan. "Apa mau Papa Sebenarnya? Mama sudah mendesak ku untuk menikahi Luna Devani." desis William menahan emosi. "Papa tahu kamu punya kekasih di luar sana, entah siapa Itu." tandas Bayu. Degh. William mendelik hatinya berdebar. Apakah sang ayah tahu kalau hampir 2 tahun terakhir ini Iya berpacaran dengan Arabella ? Manager di kantor nya sendiri. "Apa maksud Papa?" Kilah Wiliam. "Jangan coba berkilah! Sampai usia hampir 30 tahun kamu belum menikah, tetapi kamu tidak terlihat bingung jadi pasti ada seorang wanita di luar sana. Betul kan,? Desak Bayu. William terdiam. Entah harus menjawab apa, pertanyaan itu seperti jebakan. Selama ini tidak pernah tercipta kehangatan antara dirinya dengan sang ayah. sejak kecil Ia hanya diajarkan. Bagaimana menjadi penerus kerajaan bisnis yang baik. Mana mungkin ia bisa bercerita tentang kehadiran seorang Arabella, yang tentunya tidak akan diterima oleh keluarganya. "Siapapun dia, tinggalkan sekarang juga, William ." suara ayahnya tenang tetapi begitu mengintimidasi. Hati William bergemuruh. "Kecuali perempuan itu lebih baik dari Luna Devani. tentunya lebih pantas untuk bersanding di sisimu. "Apakah semua harus diukur dengan kekayaan Pa? tidak Bisakah kita hanya melihat seseorang sebagai manusia dengan segala kebaikannya?" sanggah William lirih. "Berarti benar, kekasih gelapmu itu tidak kaya??Hentikan sekarang juga!! Kamu paham?!" Bentak Bayu sedikit menggebrak meja. Tidak ada jawaban dari William. bibir William tertutup rapat sementara tangan mengepal di bawah meja. Dalam bayangannya , ia mengangkat meja lalu menghancurkan ke lantai adalah ide yang bagus untuk melepaskan emosi terhadap sang ayah. "Kamu akan menikahi Luna Devani. Dia tergila-gila padamu, dan kamu akan menjadi suami yang baik perhatian dan setia untuk nya. Jangan buat malu keluarga kita!" doktrin Bayu selalu seperti ini bahkan sejak William masih kecil. 'Jangan membuat malu keluarga' "Papa akan pulang sekarang, kami harap besok malam kamu sudah sampai rumah karena Sabtu pagi keluarga Devani akan datang." "Ingat pesan papa, jangan buat malu keluarga!ucapnya sekali lagi sambil menepuk pundak William kemudian berlalu."Ingat pesan papa, jangan buat malu keluarga!ucapnya sekali lagi sambil menepuk pundak William kemudian berlalu. Wiliam termangu dalam kehancuran. Hatinya sakit mengetahui tidak akan mungkin hubungan dengan Arabella dapat tetap berjalan seperti saat ini. Tidak mungkin mereka bisa bertemu dengan bebas di saat nanti sudah ada Luna Defani dalam kehidupannya. William menghentikan BMW 7 Series hitamnya di tempat parkir khusus untuk pemilik apartemen yang ia beli untuk Arabella. Ia melangkah gontai yang masuk ke tempat di mana Arabella biasa menunggunya datang. Rangkaian kalimat telah Ia persiapkan untuk menjelaskan kondisi dengan sebaik mungkin. Tidak ada yang lebih menghancurkan bagi hatinya selain melihat Arabella menangis karena telah Tersakiti. "Aku tidak akan melepaskanmu, Honey." gumamnya dalam hati. Ia tidak sanggup jika harus berpisah dari Arabella. Wanita satu-satunya yang ia cintai. Saat sudah didepan unit Arabella, William membuka pintu dengan tangan yang sedikit gemeta
Bab 7 Justin mengernyit, bingung. "Siapa ini 'My W'? Kenapa dinamakan 'My W'? Apa artinya 'W' itu?" pikir Justin, mengarahkan ponsel lebih dekat untuk melihat lebih jelas. Nama kontak itu terus memancing rasa penasarannya, dan pikirannya mulai berlari liar. "Walang Sangit?" dia mendengus, membayangkan kemungkinan konyol pertama yang terlintas di pikirannya. "Tidak mungkin." "Wong edan?" Justin tertawa kecil pada dirinya sendiri, menyadari betapa absurdnya pikirannya saat itu. "Masa iya, sih?" Sementara ponsel terus bergetar, Justin mencoba berpikir lebih rasional. "Mungkinkah itu sahabat atau keluarganya yang mencari Arabella? Atau mungkin seseorang yang sangat dekat dengannya?" Justin mulai merasa bimbang. Di satu sisi, dia merasa harus mengangkat telepon itu untuk memberi tahu orang yang mungkin khawatir tentang keadaan Arabella. Di sisi lain, dia tidak tahu siapa 'My W' ini sebenarnya. "Apa mungkin itu suaminya atau pacarnya?" Just
"Kita....Kamu...Aku.., Apa yang kamu lakukan kepadaku!" teriaknya marah menahan Isak. Sebastian tertawa, suara cerahnya menggema di sekitar ruangan yang mewah itu. Ia tak tahan Lagi bersandiwara seperti ini. Lesung pipi terlihat di kedua pipi Sebastian saat ia tertawa lepas. Arabella merasa dadanya berdebar kencang, tidak hanya karena tawanya yang menular, tetapi juga karena pesona yang terpancar dari dirinya. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan betapa tampannya Sebastian dalam cahaya pagi itu, dengan rambut Hitam sedikit basah karena keringat dan sedikit berantakan, menambah ketampanannya berkali lipat. "Tenang saja, Nona. Aku hanya bercanda. Kita hanya berdua mabuk kemarin malam. Aku membawamu ke sini karena kasihan saja. Kau sangat merepotkan." Arabella merasakan kalau dirinya sudah dikerjai, membuat wajahnya memerah karena malu dan kesal. ketegangan di tubuhnya mereda sedikit. "Ah, kamu membuatku kaget Tuan." "Astaga! Jam
Suara berderak di kepala Arabella seolah disambar petir. Dia terperangah melihat siapa yang memasuki ruangan. "Sebastian Vanderwood?" Sebastian melepaskan pelukan dengan William dan menoleh ke arah Arabella, senyum liciknya semakin lebar. "William, kamu benar-benar beruntung memiliki tim yang hebat," katanya sambil berjalan mendekat. "Dan siapa ini? Saya belum diperkenalkan." William, dengan bangga, memperkenalkan Arabella. "Sebastian, ini Arabella, salah satu Manager terbaik kami." Sebastian mengulurkan tangannya dengan senyum menggoda. "Senang bertemu dengan Anda, Arabella. Saya Sebastian Vanderwood." Arabella, meskipun merasa gugup, menjabat tangan Sebastian dengan mantap. " Senang bertemu dengan Anda, Pak Sebastian," katanya dengan sopan, meskipun hatinya berdebar keras. Dalam pikirannya, dia merasa cemas. "Apakah dia tahu?" Saat mereka berjabat tangan, Sebastian menatap mata Arabella dengan intensitas yang membuatnya semakin gugup. Ia tersenyum kaku, seola
#Kub Colloseum# Malam itu di sebuah klub malam ternama #Klub Colloseum# Malam itu disebuah klub ternama di Jakarta. Ruangan bersinar terang dengan lampu neon biru dan hijau yang berkelap-kelip, menciptakan suasana yang mengundang dan misterius. Musik elektronik berdentam keras, memompa semangat para pengunjung yang menari dan bercakap-cakap di lantai dansa. Arabella masuk ke dalam klub, menarik perhatian banyak mata dengan penampilannya yang menawan. Dengan gaun merah menyala yang memeluk lekuk tubuhnya dan rambut yang tergerai indah, dia terlihat begitu memesona. Dia melangkah menuju bar, mencari tempat untuk duduk sambil menunggu Sebastian. Dia datang ke sini bukan karena ingin, tapi karena terpaksa. Sebastian, Ah! Pria yang menyebalkan itu,dia mengancam akan membocorkan kejadian di malam saat ia mabuk malam itu ke rekan-rekan kantor, terutama William jika Arabella tidak menemuinya malam ini. "Ish! Dimana dia? Kok belum keliatan juga?" gerutu Arabella teru
"Ck, sungguh menyusahkan! Tidak kemarin malam, hari ini kau selalu menyusahkan." Keluh Sebastian. Ting! Pintu lift terbuka dengan. Arabella merasakan tubuhnya diangkat dan digendong, meskipun dalam keadaan mabuk. CEO Microsoft Corporation itu, sekaligus pemilik beberapa hotel termewah di ibukota, membawanya masuk ke dalam lift hotelnya sendiri. Malam ini, Sebastian kebetulan datang untuk melakukan audit bulanan. Kebetulan yang tak terduga malah mempertemukannya dengan Arabella disini, bukankan mereka sudah janji akan bertemu di klub? Ahh..sudahlah yang penting sekarang bagaimana meyelamatkan wanita ini dari pria asing tadi. Dia sepertinya telah diberi sesuatu oleh pria yang tadi menggendongnya. Entah apa yang akan dilakukan pria itu, Sebastian tidak ingin hal buruk terjadi di hotelnya. Dengan susah payah, ia mengeluarkan cardlock dari saku sambil menggendong Arabella, membuat pergerakannya terbatas. Pip, pip, pip! Sensor pintu menyala, dan pintu terbuka otomatis. Sebasti
... ... "Kau sudah sangat basah, baby.." Ucap Sebastian sambil tersenyum puas melihat Arabella semakin terangsang oleh sentuhannya. Arabella menggigit bibirnya saat merasakan jari-jari itu mulai mengaduk-aduk dirinya. Rasanya sungguh gila. "Pak.., cukup! Aku tidak tahan!" Lirih Arabella dengan wajah sayunya. "Katakan, apa yang kau inginkan sekarang, wanita nakal?" Sebastian memagut bibir Arabella. Bibir merah mereka itu bagian candu bagi Sebastian. Tidak pernah dia menemukan bibir seindah itu. "Aku menginginkan sentuhanmu..Sekarang!" Jawab Arabella lantang. Sebastian tersenyum kecil. "Baiklah, aku akan memakanmu sampai kau merintih kesakitan." Kata Sebastian. Dia kemudian memposisikan dirinya di atas Arabella. Wanita itu membuka kakinya lebar-lebar demi Sebastian bisa memuluskan aksinya. Sebastian agak kesulitan ketika hendak membobol Arabella. "Kenapa kau sangat sempit? Jangan bilang kau memang masih perawan." Tanya Sebastian sambil menatap wajah Arabella
...... “Aku akan menyerahkan cek kosong. Kau bisa menulis nominal berapapun yang kau mau di sana. Ini sebagai tanda rasa bersalahku karena sudah melakukannya padamu,” ucap Sebastian tulus sambil menatap wajah cantik di sampingnya. Sebastian ikut berbaring di samping Arabella. Nafas mereka terasa berat malam ini, begitu intim dan panas. Bulir keringat tercetak sampai di alas tidur mereka. Dia tidak bermaksud menghargai gadis itu dengan uang, tapi sebagai ganti rasa bersalah, Sebastian merasa tidak ada salahnya. Toh, semua wanita pada dasarnya sangat menyukai uang, bukan? “Aku tidak mau cekmu. Pak, aku bukan wanita penghibur. Terima kasih sudah menyelamatkanku dari pria jahat tadi,” kata Arabella. Dia bangun dan memungut pakaiannya. Sebastian ikut terduduk. Dia menatap punggung mulus itu yang kini tengah sibuk memakai pakaiannya kembali. “Kau mau kemana?” tanya Sebastian buru-buru sambil memakai kembali pakaiannya. “Aku akan pergi dari sini,” jaw
...... “Aku akan menyerahkan cek kosong. Kau bisa menulis nominal berapapun yang kau mau di sana. Ini sebagai tanda rasa bersalahku karena sudah melakukannya padamu,” ucap Sebastian tulus sambil menatap wajah cantik di sampingnya. Sebastian ikut berbaring di samping Arabella. Nafas mereka terasa berat malam ini, begitu intim dan panas. Bulir keringat tercetak sampai di alas tidur mereka. Dia tidak bermaksud menghargai gadis itu dengan uang, tapi sebagai ganti rasa bersalah, Sebastian merasa tidak ada salahnya. Toh, semua wanita pada dasarnya sangat menyukai uang, bukan? “Aku tidak mau cekmu. Pak, aku bukan wanita penghibur. Terima kasih sudah menyelamatkanku dari pria jahat tadi,” kata Arabella. Dia bangun dan memungut pakaiannya. Sebastian ikut terduduk. Dia menatap punggung mulus itu yang kini tengah sibuk memakai pakaiannya kembali. “Kau mau kemana?” tanya Sebastian buru-buru sambil memakai kembali pakaiannya. “Aku akan pergi dari sini,” jaw
... ... "Kau sudah sangat basah, baby.." Ucap Sebastian sambil tersenyum puas melihat Arabella semakin terangsang oleh sentuhannya. Arabella menggigit bibirnya saat merasakan jari-jari itu mulai mengaduk-aduk dirinya. Rasanya sungguh gila. "Pak.., cukup! Aku tidak tahan!" Lirih Arabella dengan wajah sayunya. "Katakan, apa yang kau inginkan sekarang, wanita nakal?" Sebastian memagut bibir Arabella. Bibir merah mereka itu bagian candu bagi Sebastian. Tidak pernah dia menemukan bibir seindah itu. "Aku menginginkan sentuhanmu..Sekarang!" Jawab Arabella lantang. Sebastian tersenyum kecil. "Baiklah, aku akan memakanmu sampai kau merintih kesakitan." Kata Sebastian. Dia kemudian memposisikan dirinya di atas Arabella. Wanita itu membuka kakinya lebar-lebar demi Sebastian bisa memuluskan aksinya. Sebastian agak kesulitan ketika hendak membobol Arabella. "Kenapa kau sangat sempit? Jangan bilang kau memang masih perawan." Tanya Sebastian sambil menatap wajah Arabella
"Ck, sungguh menyusahkan! Tidak kemarin malam, hari ini kau selalu menyusahkan." Keluh Sebastian. Ting! Pintu lift terbuka dengan. Arabella merasakan tubuhnya diangkat dan digendong, meskipun dalam keadaan mabuk. CEO Microsoft Corporation itu, sekaligus pemilik beberapa hotel termewah di ibukota, membawanya masuk ke dalam lift hotelnya sendiri. Malam ini, Sebastian kebetulan datang untuk melakukan audit bulanan. Kebetulan yang tak terduga malah mempertemukannya dengan Arabella disini, bukankan mereka sudah janji akan bertemu di klub? Ahh..sudahlah yang penting sekarang bagaimana meyelamatkan wanita ini dari pria asing tadi. Dia sepertinya telah diberi sesuatu oleh pria yang tadi menggendongnya. Entah apa yang akan dilakukan pria itu, Sebastian tidak ingin hal buruk terjadi di hotelnya. Dengan susah payah, ia mengeluarkan cardlock dari saku sambil menggendong Arabella, membuat pergerakannya terbatas. Pip, pip, pip! Sensor pintu menyala, dan pintu terbuka otomatis. Sebasti
#Kub Colloseum# Malam itu di sebuah klub malam ternama #Klub Colloseum# Malam itu disebuah klub ternama di Jakarta. Ruangan bersinar terang dengan lampu neon biru dan hijau yang berkelap-kelip, menciptakan suasana yang mengundang dan misterius. Musik elektronik berdentam keras, memompa semangat para pengunjung yang menari dan bercakap-cakap di lantai dansa. Arabella masuk ke dalam klub, menarik perhatian banyak mata dengan penampilannya yang menawan. Dengan gaun merah menyala yang memeluk lekuk tubuhnya dan rambut yang tergerai indah, dia terlihat begitu memesona. Dia melangkah menuju bar, mencari tempat untuk duduk sambil menunggu Sebastian. Dia datang ke sini bukan karena ingin, tapi karena terpaksa. Sebastian, Ah! Pria yang menyebalkan itu,dia mengancam akan membocorkan kejadian di malam saat ia mabuk malam itu ke rekan-rekan kantor, terutama William jika Arabella tidak menemuinya malam ini. "Ish! Dimana dia? Kok belum keliatan juga?" gerutu Arabella teru
Suara berderak di kepala Arabella seolah disambar petir. Dia terperangah melihat siapa yang memasuki ruangan. "Sebastian Vanderwood?" Sebastian melepaskan pelukan dengan William dan menoleh ke arah Arabella, senyum liciknya semakin lebar. "William, kamu benar-benar beruntung memiliki tim yang hebat," katanya sambil berjalan mendekat. "Dan siapa ini? Saya belum diperkenalkan." William, dengan bangga, memperkenalkan Arabella. "Sebastian, ini Arabella, salah satu Manager terbaik kami." Sebastian mengulurkan tangannya dengan senyum menggoda. "Senang bertemu dengan Anda, Arabella. Saya Sebastian Vanderwood." Arabella, meskipun merasa gugup, menjabat tangan Sebastian dengan mantap. " Senang bertemu dengan Anda, Pak Sebastian," katanya dengan sopan, meskipun hatinya berdebar keras. Dalam pikirannya, dia merasa cemas. "Apakah dia tahu?" Saat mereka berjabat tangan, Sebastian menatap mata Arabella dengan intensitas yang membuatnya semakin gugup. Ia tersenyum kaku, seola
"Kita....Kamu...Aku.., Apa yang kamu lakukan kepadaku!" teriaknya marah menahan Isak. Sebastian tertawa, suara cerahnya menggema di sekitar ruangan yang mewah itu. Ia tak tahan Lagi bersandiwara seperti ini. Lesung pipi terlihat di kedua pipi Sebastian saat ia tertawa lepas. Arabella merasa dadanya berdebar kencang, tidak hanya karena tawanya yang menular, tetapi juga karena pesona yang terpancar dari dirinya. Dia tidak bisa menahan diri untuk tidak memikirkan betapa tampannya Sebastian dalam cahaya pagi itu, dengan rambut Hitam sedikit basah karena keringat dan sedikit berantakan, menambah ketampanannya berkali lipat. "Tenang saja, Nona. Aku hanya bercanda. Kita hanya berdua mabuk kemarin malam. Aku membawamu ke sini karena kasihan saja. Kau sangat merepotkan." Arabella merasakan kalau dirinya sudah dikerjai, membuat wajahnya memerah karena malu dan kesal. ketegangan di tubuhnya mereda sedikit. "Ah, kamu membuatku kaget Tuan." "Astaga! Jam
Bab 7 Justin mengernyit, bingung. "Siapa ini 'My W'? Kenapa dinamakan 'My W'? Apa artinya 'W' itu?" pikir Justin, mengarahkan ponsel lebih dekat untuk melihat lebih jelas. Nama kontak itu terus memancing rasa penasarannya, dan pikirannya mulai berlari liar. "Walang Sangit?" dia mendengus, membayangkan kemungkinan konyol pertama yang terlintas di pikirannya. "Tidak mungkin." "Wong edan?" Justin tertawa kecil pada dirinya sendiri, menyadari betapa absurdnya pikirannya saat itu. "Masa iya, sih?" Sementara ponsel terus bergetar, Justin mencoba berpikir lebih rasional. "Mungkinkah itu sahabat atau keluarganya yang mencari Arabella? Atau mungkin seseorang yang sangat dekat dengannya?" Justin mulai merasa bimbang. Di satu sisi, dia merasa harus mengangkat telepon itu untuk memberi tahu orang yang mungkin khawatir tentang keadaan Arabella. Di sisi lain, dia tidak tahu siapa 'My W' ini sebenarnya. "Apa mungkin itu suaminya atau pacarnya?" Just
"Ingat pesan papa, jangan buat malu keluarga!ucapnya sekali lagi sambil menepuk pundak William kemudian berlalu. Wiliam termangu dalam kehancuran. Hatinya sakit mengetahui tidak akan mungkin hubungan dengan Arabella dapat tetap berjalan seperti saat ini. Tidak mungkin mereka bisa bertemu dengan bebas di saat nanti sudah ada Luna Defani dalam kehidupannya. William menghentikan BMW 7 Series hitamnya di tempat parkir khusus untuk pemilik apartemen yang ia beli untuk Arabella. Ia melangkah gontai yang masuk ke tempat di mana Arabella biasa menunggunya datang. Rangkaian kalimat telah Ia persiapkan untuk menjelaskan kondisi dengan sebaik mungkin. Tidak ada yang lebih menghancurkan bagi hatinya selain melihat Arabella menangis karena telah Tersakiti. "Aku tidak akan melepaskanmu, Honey." gumamnya dalam hati. Ia tidak sanggup jika harus berpisah dari Arabella. Wanita satu-satunya yang ia cintai. Saat sudah didepan unit Arabella, William membuka pintu dengan tangan yang sedikit gemeta
........ Pria itu kemudian bangkit. Ia membawa segelas minuman nya, diliriknya sekilas jam merk Richard mini yang berharga ratusan juta terlihat di pergelangan tangan. Modelnya mirip dengan salah satu jam tangan William yang pernah Arabella lihat. Fix, pria ini benar anak konglomerat. Tanpa pamit atau mengucap apa-apa, Ia pergi. Kursi di pojok bar menjadi pilihannya. lalu Ia memasukkan koin ke dalam juke box dan memilih lagu. Lagu yang ia pilih adalah lagu klasik milik Mariah Carey berjudul Without You. Untuk orang yang masih terlihat muda dan berada di akhir usia 20-an pilihan lagu ini Cukup tua. Arabella masih duduk di bar, menatap whiskey shower di depannya sambil mencoba melupakan panggilan dan pesan dari William. Matanya tiba-tiba tertuju pada pria asing tadi, Suara klik yang dihasilkan oleh mesin tua itu membuat Arabella sedikit tersentak dari lamunannya. Beberapa detik kemudian, alunan lembut sebuah lagu klasik itu mengalir keluar dari speaker, mengisi ru