"Ck, sungguh menyusahkan! Tidak kemarin malam, hari ini kau selalu menyusahkan." Keluh Sebastian. Ting! Pintu lift terbuka dengan. Arabella merasakan tubuhnya diangkat dan digendong, meskipun dalam keadaan mabuk. CEO Microsoft Corporation itu, sekaligus pemilik beberapa hotel termewah di ibukota, membawanya masuk ke dalam lift hotelnya sendiri. Malam ini, Sebastian kebetulan datang untuk melakukan audit bulanan. Kebetulan yang tak terduga malah mempertemukannya dengan Arabella disini, bukankan mereka sudah janji akan bertemu di klub? Ahh..sudahlah yang penting sekarang bagaimana meyelamatkan wanita ini dari pria asing tadi. Dia sepertinya telah diberi sesuatu oleh pria yang tadi menggendongnya. Entah apa yang akan dilakukan pria itu, Sebastian tidak ingin hal buruk terjadi di hotelnya. Dengan susah payah, ia mengeluarkan cardlock dari saku sambil menggendong Arabella, membuat pergerakannya terbatas. Pip, pip, pip! Sensor pintu menyala, dan pintu terbuka otomatis. Sebasti
... ... "Kau sudah sangat basah, baby.." Ucap Sebastian sambil tersenyum puas melihat Arabella semakin terangsang oleh sentuhannya. Arabella menggigit bibirnya saat merasakan jari-jari itu mulai mengaduk-aduk dirinya. Rasanya sungguh gila. "Pak.., cukup! Aku tidak tahan!" Lirih Arabella dengan wajah sayunya. "Katakan, apa yang kau inginkan sekarang, wanita nakal?" Sebastian memagut bibir Arabella. Bibir merah mereka itu bagian candu bagi Sebastian. Tidak pernah dia menemukan bibir seindah itu. "Aku menginginkan sentuhanmu..Sekarang!" Jawab Arabella lantang. Sebastian tersenyum kecil. "Baiklah, aku akan memakanmu sampai kau merintih kesakitan." Kata Sebastian. Dia kemudian memposisikan dirinya di atas Arabella. Wanita itu membuka kakinya lebar-lebar demi Sebastian bisa memuluskan aksinya. Sebastian agak kesulitan ketika hendak membobol Arabella. "Kenapa kau sangat sempit? Jangan bilang kau memang masih perawan." Tanya Sebastian sambil menatap wajah Arabella
...... “Aku akan menyerahkan cek kosong. Kau bisa menulis nominal berapapun yang kau mau di sana. Ini sebagai tanda rasa bersalahku karena sudah melakukannya padamu,” ucap Sebastian tulus sambil menatap wajah cantik di sampingnya. Sebastian ikut berbaring di samping Arabella. Nafas mereka terasa berat malam ini, begitu intim dan panas. Bulir keringat tercetak sampai di alas tidur mereka. Dia tidak bermaksud menghargai gadis itu dengan uang, tapi sebagai ganti rasa bersalah, Sebastian merasa tidak ada salahnya. Toh, semua wanita pada dasarnya sangat menyukai uang, bukan? “Aku tidak mau cekmu. Pak, aku bukan wanita penghibur. Terima kasih sudah menyelamatkanku dari pria jahat tadi,” kata Arabella. Dia bangun dan memungut pakaiannya. Sebastian ikut terduduk. Dia menatap punggung mulus itu yang kini tengah sibuk memakai pakaiannya kembali. “Kau mau kemana?” tanya Sebastian buru-buru sambil memakai kembali pakaiannya. “Aku akan pergi dari sini,” jaw
...···#Pacific Place Resident# Di sudut kamar yang tenang, Cahaya matahari pagi menembus lembut melalui tirai tipis yang menggantung di jendela apartemen mewah itu. Di atas tempat tidur berukuran king, Arabella Horison dan CEO dari PT. Diamond Dynasty, William Mahardika, masih terlelap dalam dekapan hangat satu sama lain. Arabella merasakan hembusan napas William di lehernya, membawa kehangatan yang membuatnya enggan untuk bangun. Alarm ponsel di meja samping tempat tidur berdering pelan, mengingatkan mereka bahwa hari kerja telah tiba. Arabella membuka matanya perlahan, menatap sekeliling ruangan yang dipenuhi cahaya lembut. Ia tahu, dalam beberapa menit, mereka harus beranjak dari kenyamanan ini dan menghadapi hari yang sibuk di kantor. "Will, ayo bangun. Sudah pagi, kita harus ke kantor". Bisik Arabella lembut di telinga sang kekasih. Jemari lentik nya mengelus pipi sang kekasih sampai ke rahang yang ditumbuhi rambut halus. Manik cokelat dalam
"Luna Devani ? Bukankan dia model cantik yang terkenal itu ? kamu mengenalnya Honey ? Lalu acara apa yang akan kalian rayakan ?." Tanya Arabella merasa ada yang aneh dengan apa yang disampaikan sekretaris kekasih sekaligus bos nya tadi. "Not special, hanya acara keluarga. Jangan dengarkan Rara, dia selalu saja mengacaukan pesan dari ibuku." Kilah William bersungut-sungut. "Apa itu artinya Luna Devani, artis itu adalah keluargamu?." tanya Arabella bersemangat. "Orang tua kami bersahabat sejak dulu, aku sekolah sejak SD sampai SMA bersama dia." Ucap William. "Oh ya, Woww." Arabella semakin senang gadis desa yang polos itulah dia setiap melihat artis kota besar serasa melihat dewa-dewi penuh dengan glamor dan ketenaran Berbeda dengan William yang sejak kecil sudah bergelimang kemewahan bukan lagi dia mengejar artis tetapi justru para artis yang mengejar William hanya saja Arabella tidak pernah tahu kehidupan William selain apa yang ia temui di kantor
Dalam kebingungan dan kesedihan yang mendalam, Arabella langsung mengambil ponselnya dan menelepon Sofia, sahabatnya. Mereka sudah lama bersahabat sejak mereka masih duduk di bangku SMA. Ringtone ponsel Sofia berbunyi beberapa kali sebelum diangkat. "Halo, Ara? Ada apa?" suara Sofia terdengar cemas di ujung telepon. Terdengar isakan Arabella di seberang. "Sofia...," bisik Arabella dengan suara gemetar, "William bilang dia mau nikah sama cewe lain." Suara Sofia terdiam sejenak, kemudian penuh belas kasihan. "What the f**k. Lo gak bercanda kan ? Lo dimana sekarang? Mau gue jemput?" Arabella menggeleng pelan. "Nggak perlu, gue bakal ke sana. Gue butuh lo, Fia." Sofia mengangguk, meskipun Arabella nggak tidak melihat. "Gue bakal nungguin lo di sini, Ara. Ayo, kita bakal hadapi ini bareng-bareng." Air mata Arabella masih ngalir saat dia menutup teleponnya. Dia merasa sedikit lega dengan kehadiran sahabatnya, meskipun hatinya masih hancur.
........ Pria itu kemudian bangkit. Ia membawa segelas minuman nya, diliriknya sekilas jam merk Richard mini yang berharga ratusan juta terlihat di pergelangan tangan. Modelnya mirip dengan salah satu jam tangan William yang pernah Arabella lihat. Fix, pria ini benar anak konglomerat. Tanpa pamit atau mengucap apa-apa, Ia pergi. Kursi di pojok bar menjadi pilihannya. lalu Ia memasukkan koin ke dalam juke box dan memilih lagu. Lagu yang ia pilih adalah lagu klasik milik Mariah Carey berjudul Without You. Untuk orang yang masih terlihat muda dan berada di akhir usia 20-an pilihan lagu ini Cukup tua. Arabella masih duduk di bar, menatap whiskey shower di depannya sambil mencoba melupakan panggilan dan pesan dari William. Matanya tiba-tiba tertuju pada pria asing tadi, Suara klik yang dihasilkan oleh mesin tua itu membuat Arabella sedikit tersentak dari lamunannya. Beberapa detik kemudian, alunan lembut sebuah lagu klasik itu mengalir keluar dari speaker, mengisi ru
"Ingat pesan papa, jangan buat malu keluarga!ucapnya sekali lagi sambil menepuk pundak William kemudian berlalu. Wiliam termangu dalam kehancuran. Hatinya sakit mengetahui tidak akan mungkin hubungan dengan Arabella dapat tetap berjalan seperti saat ini. Tidak mungkin mereka bisa bertemu dengan bebas di saat nanti sudah ada Luna Defani dalam kehidupannya. William menghentikan BMW 7 Series hitamnya di tempat parkir khusus untuk pemilik apartemen yang ia beli untuk Arabella. Ia melangkah gontai yang masuk ke tempat di mana Arabella biasa menunggunya datang. Rangkaian kalimat telah Ia persiapkan untuk menjelaskan kondisi dengan sebaik mungkin. Tidak ada yang lebih menghancurkan bagi hatinya selain melihat Arabella menangis karena telah Tersakiti. "Aku tidak akan melepaskanmu, Honey." gumamnya dalam hati. Ia tidak sanggup jika harus berpisah dari Arabella. Wanita satu-satunya yang ia cintai. Saat sudah didepan unit Arabella, William membuka pintu dengan tangan yang sedikit gemeta