Pipiku memerah setelah selesai mandi bersama dengan Mas Giora. Sekarang suamiku sudah berangkat kerja. Aku bahkan lupa membuat sarapan untuk suamiku karena tadi kami berdua main di kamar mandi.
Tidak usah aku ceritakan semuanya, kalian semuanya sudah tahu. Aku merasa malu ketika mengingat hal tersebut. Sampai terdengar suara ketukan dari arah pintu. Tok tok tok Aku mendengus kesal ketika mendengar suara yang begitu gaduh, aku yang kesal pun akhirnya memutuskan untuk ke sana. Baru juga membuka pintu, mataku langsung membulat ketika melihat siapa orang yang masuk ke rumah. "Ibu," panggilku. Ibuku langsung menatapku dengan sekilas. Sebelum dia memamerkan sebuah kalung emas yang begitu sangat berat, tidak tahu berapa karat tetapi aku malah membencinya. "Liat kalung yang aku pakai ini Lisa? Suami kamu tidak akan sanggup membelikan ini untuk kamu," ujarnya sedikit pamer. Aku tahu kalau Mas Giora tidak bisa membelikan kalung yang begitu bagus seperti yang dipakai oleh ibu sekarang. Tetapi dari mana ibu bisa mendapatkan uang begitu banyak untuk membelikan kalung tersebut. Seketika aku teringat akan sesuatu, Martin datang ke rumah untuk menagih hutang. Sudah jelas uangnya dipakai oleh ibuku untuk berpoya-poya termasuk dengan membelikan kalung emas ini. "Jangan bilang, kalau ibu meminjam uang dari Martin untuk membeli kalung itu?" tanyaku dengan mata melotot. Ibuku seketika langsung tertawa ketika ditanya seperti itu. "Kalau iya, memangnya kenapa Lisa? Apa ada masalah?" Sudah aku duga dari awal kalau memang benar. Rupanya ibu menggunakan uang itu untuk membelikan kalung emasnya. Sekarang suamiku yang harus bekerja keras membayar hutang tersebut. "Kalau begitu berikan padaku sekarang kalungnya!" ujarku dengan nada yang sedikit menekan. "Enak saja, ini kalung milik ibu. Kalau kamu mau juga yah sana minta sama suami kamu. Atau kamu menerima tawaran Martin untuk menjadi istrinya," ujar ibuku membuat aku sedikit kesal. Bisa-bisanya ibu malah berpikir seperti itu. Aku bahkan dibuat kesal sendiri dengan hal ini. "Aku ingin kalung itu bukan untuk aku pakai. Tetapi ingin aku jual sekarang. Ibu tahu kalau Mas Giora yang harus membayar semua hutangnya sekarang. Aku tidak terima kalau dia harus membayar hutang ibu," ujarku dengan jujur. Ibu malah melotot menatap kearahku dengan tajam. Dia menunjukkan satu jarinya padaku. "Dengar yah Lisa. Itu sudah kewajiban dari suami kamu. Lagian dia selama ini tidak pernah memberikan apapun pada ibu, jangankan kalung emas ini. Uang saja tidak pernah memberikan padaku." Aku langsung membela Mas Giora karena memang aku tahu posisi pria itu sekarang seperti apa. "Mas Giora belum punya uang sebanyak itu, makanya dia belum bisa memberi pada ibu. Kenapa ibu tidak pernah mengerti keadaan dia seperti apa di sini," kataku membela Mas Giora. "Itu salah kamu sendiri Lisa. Karena sudah salah pilih suami, coba saja dari awal kamu menikah dengan Martin. Mungkin sekarang kamu sudah hidup bahagia berkecukupan dengan harta melimpah dan kamu bisa mengirim ibu uang. Kalau kamu menikah sama Giora, apa yang kamu dapatkan? Rumah gubuk seperti ini yang sudah seperti kandang kambing, tidak layak huni juga." "Cukup yah Bu!. Jangan menghina rumah kami seperti ini. Jika, memang ibu tidak suka dengan tempat tinggalku. Lebih baik ibu jangan datang ke sini," usir dengan sedikit muak karena ibu selalu saja menghina aku dan Mas Giora. Sudah cukup dia menghina rumah tempat tinggal kami di sini. "Kamu sudah berani mengusir ibumu ini, hanya membela laki-laki miskin itu, Lisa. Awas saja kamu Lisa! aku tidak akan membiarkan kamu terus bersama dengan orang melarat seperti Giora!" Ibu langsung pergi begitu saja setelah aku mengusirnya dengan begitu saja. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk mengusir ibu, tetapi perkataan dari ibu barusan membuat aku sedikit agak muak. Bahkan aku sendiri pun tidak tahu harus berbuat apalagi. Aku hanya menghela napasnya ketika melihat ibu sudah pergi. Sekarang aku lebih tenang, sampai akhirnya aku menyapu halaman rumah. Membersihkan rumah adalah kebiasaan aku, biar halaman rumah kecil. Tetapi kalau memang tempat ini bersih maka akan terasa nyaman. "Haha ternyata wanita miskin." Aku menoleh kearah Hani yang tiba-tiba datang begitu saja menghinaku. "Kenapa hah!" Aku tidak mau kalah dengan wanita yang ada dihadapanku itu. Bisa-bisanya dia malah menghinaku seperti itu. "Aku hanya ingin memberitahumu saja Lisa. Kamu tahu kalau ibumu kemarin membeli emas." Aku memutar bola mata jengah, rupanya Hani hanya ingin bergosip karena ibu membeli emas. Memangnya apa yang dia pikirkan sekarang. "Iya aku sudah tahu, tidak usah kamu beritahu!" ujarku dengan malas. "Orang miskin kaya kamu bisa membeli emas. Kamu pinjam uang dari mana?" ujar Hani. Lagi-lagi wanita itu sangat kepo sekali dengan kehidupanku. Rasanya aku juga sedikit malas membahas tentang hal ini. "Bukan urusan kamu," ujarku yang hendak akan pergi kembali ke rumah daripada bergosip seperti ini. Membuat aku juga sepertinya merasa tidak nyaman. "Heh, tunggu dulu jangan kabur dong. Jangan bilang kalau suami kamu habis mencuri uang di bank yah?" tuduh Hani. Aku langsung menghempaskan tangan yang dicekal oleh Hani tadi. Enak saja dia malah menuduh suamiku dengan seperti itu. Sudah jelas kalau suamiku itu bukan pencuri. "Jangan asal bicara kamu!, suamiku walaupun dia miskin. Tetapi dia tidak mungkin melakukan hal itu." "Haha memangnya kamu tahu apa yang dilakukan oleh suamimu. Dasar tidak tahu malu!" "Terserah kamu mau bilang apa. Aku percaya dengan suamiku." Ketika aku mengatakan hal tersebut, tiba-tiba muncul seseorang yang tidak diundang datang ke tempat ini. "Kamu yakin suami kamu itu tidak melakukan apapun? Coba kamu lihat foto ini." Martin tiba-tiba datang sambil mengeluarkan ponselnya dan melihat foto tersebut dengan sekilas.Aku yang penasaran pun akhirnya mengambil foto tersebut dan melihat Mas Giora dengan seseorang yang tidak asing. Aku teringat kalau orang tersebut adalah orang yang datang ke pasar waktu itu. "Apa ini?" tanyaku karena penasaran. "Masih mau bertanya lagi, ini suamimu bersama dengan seseorang yang mencurigakan. Laki-laki itu juga jago berkelahi kamu tahu." Aku menaikan sebelah alisku dengan erat. Tidak paham dengan maksud dari Martin barusan. "Memangnya kenapa kalau dia jago berkelahi?" kataku. Hani yang ada di sana pun ikut menimbrung pembicaraan antara aku dengan Martin barusan. "Lisa, kamu ini memang wanita bodoh yah. Maksud Martin adalah laki-laki yang bersama dengan suamimu itu adalah seorang preman. Pasti dia yang bekerjasama dengan suami kamu untuk melakukan kejahatan." Martin tersenyum ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Hani barusan. "Nah, Hani saja paham dengan yang aku maksud. Masa kamu tidak paham." Aku menggelengkan kepala, tidak mungkin kalau Mas Giora mel
"Mas Giora aku datang."Aku menghampiri Mas Giora yang tengah meladeni para pembeli, dia tengah sibuk karena aku tahu kalau dia tengah bekerja keras untuk melunasi hutang ibu. Andai saja ibu tidak meminjam uang kepada Martin, mungkin saja suaminya tidak akan sibuk seperti sekarang. "Mas," panggilku. Mas Giora menoleh ke arahku dengan sekilas. Dia masih meladeni para pembeli yang memang sangat antri sekali. Syukurlah karena tempat ini sedikit rame pengunjung sekarang. "Sebentar sayang, masih banyak pembeli."Aku hanya duduk di tempat tunggu sambil menunggu Mas Giora yang memang tengah meladeni orang-orang yang ada di sana. Ketika aku tengah duduk sambil menunggu. Tiba-tiba aku memikirkan sesuatu. Ada hal yang membuat aku merasa penasaran sekarang. Aku melihat sebuah amplop coklat yang ada di bawah. Akhirnya aku yang penasaran pun memutuskan untuk membukanya. Mataku langsung membulat ketika melihat uang yang ada di sana. Ada banyak uang yang tidak bisa aku hitung, Mas Giora tidak
Aku panik datang ke rumah sakit untuk memastikan keadaan ayah sekarang. Ada rasa khawatir dalam hatiku ketika mengetahui kalau ayah sakit. Sampai mataku melihat kearah ibu yang tengah duduk sambil menangis. "Kenapa ayah bisa dikeroyok?" tanyaku dengan khawatir. "Dia berusaha untuk menolong ibu. Tadi ada pencuri yang hampir akan membawa emas ibu." Aku malah terlihat kesal dan ingin mengumpat sekarang. Salah sendiri selalu pamer barang berharga. Sudah lihat banyak orang yang iri dan menginginkan benda tersebut. Tetapi aku masih menahan untuk tidak memaki di sini. Terlebih aku ingin melihat kondisi ayah sekarang. Ada rasa yang membuat aku merasa penasaran. "Lagian kenapa Ibu malah pamer kalung emas segala. Tidak sadar ada orang yang iri dan menginginkan itu," umpatku. "Kamu menyalahkan ibu? Anak tidak tahu diri!" "Sudahlah, Bu. Lain kali jangan pamer lagi," kataku sambil menghela napas. Ibu malah menatap kearah diriku dengan pandangan tidak sukanya. "Kenapa kamu malah melarang i
Mas Giora datang ke rumah sakit, aku melihat raut wajah khawatir dalam dirinya. Aku langsung memeluknya dengan erat. Jujur saja aku sendiri merasa sedih dengan kondisi ayahku sekarang. "Mas."Aku bisa menangis di pelukan suamiku sendiri. Rasanya memang nyaman ketika aku memeluk suamiku sendiri seperti ini. dMas Giora mengelus kepalaku dengan lembut. Dia membelai rambutku, seolah dia tahu apa yang tengah aku rasakan sekarang. "Bagaimana keadaan ayah?" tanya Mas Giora. "Dia cidera kaki, untuk sementara ayah harus pakai kursi roda.""Yaudah. Kalau begitu, aku ingin melihat kondisinya di dalam," kata Mas Giora. Aku mencegah Mas Giora untuk masuk ke dalam sekarang. Tentu saja karena aku tahu di dalam ruangan ayah ada ibu. Aku tidak mau kalau Mas Giora nanti malah akan dimaki oleh ibu. Apalagi Ibu adalah orang yang selalu menghina harga diri Mas Giora. Aku tidak mau kalau sampai hal itu terjadi pada suamiku. "Kenapa, Lisa?" tanya Mas Giora ketika tangannya aku cegah. Aku tidak mau ka
Aku bersama dengan ibu tengah menunggu Mas Giora datang. Dia sedikit lama sekali kembali ke sini. Aku merasa sedikit khawatir sekarang. "Mana suami kamu? Kenapa belum kembali?" tanya Ibu. "Iya sabar dong Bu." "Paling juga ditahan dia, karena uangnya kurang," ledek ibuku. Aku terdiam karena khawatir dengan perkataan ibu barusan. Bagaimana kalau Mas Giora kurang uangnya? Lagian dia juga tidak pernah cerita kalau punya uang lebih. Jadi sekarang aku yang malah dibuat kebingungan sekarang. "Maafkan ayah nak. Giora jadi harus membayar semua biaya rumah sakit," kata Ayah yang kini meminta maaf padaku. Rasanya tidak enak setelah mendengar apa yang ayah katakan barusan. "Tidak usah meminta maaf ayah. Mas Giora ada uangnya kok."Aku hanya tidak ingin membuat ayah khawatir. Sambil menggenggam tangannya dan aku mengupas jeruk untuk ayah. "Suami kamu memang tidak berguna.""Sudah ibu, jangan menghina Mas Giora terus!" Aku sedikit kesal ketika ibu yang terus menghina Mas Giora terus. Aku ju
"Tomas."Aku terkejut ketika melihat orang yang keluar dari mobil tersebut adalah Tomas. Kebetulan sekali dia datang ke sini, tetapi mobil siapa yang dia bawah. Bukan mobil milik Tomas bukan."Ah iya, Lisa."Tomas mengatakan itu dengan nada yang sedikit canggung. Apa mungkin karena di sini ada suamiku, makanya dia terlihat sangat gugup seperti itu. "Kamu kok bisa ada di sini?" tanyaku heran.Tomas tidak menjawab pertanyaan dariku dan dia malah menatap kearah Mas Giora yang memang tidak jauh dari sana. "Ah kalian berdua silahkan masuk ke dalam mobil," ujar Tomas. Aku tidak salah dengar bukan, kenapa Tomas dengan mudah mengatakan itu kepada kami berdua. Tentu saja aku penasaran dengan hal ini. "Ini mobil bukan milik kamu,kan Tomas?" tanyaku penasaran. "Ah tentu saja bukan milikku. Ini mobil milik majikanku," ujar Tomas. "Kalau begitu kami berdua tidak mau naik ke dalam mobil tersebut. Apalagi itu milik majikan kamu. Bagaimana kalau mobilnya kotor setelah kita tumpangi?" kataku pad
Aku senang karena Mas Giora sudah mau mengucapakan terimakasih banyak kepada Tomas. Apalagi dia sudah banyak membantu dirinya. "Yaudah kalau begitu ayo kita pergi ke rumah," ajak Mas Giora. Aku hanya melirik kearah Mas Giora sambil tersenyum. Dia sepertinya memang ingin pulang sekarang. Aku tidak mau mencegah dia untuk pulang."Baiklah, kalau begitu aku pamit."Tomas kembali masuk ke dalam mobilnya dan dia akhirnya memutuskan untuk pergi dari sini. Aku hanya bisa melihatnya dengan sekilas. "Tomas baik banget yah sama kita," kakaku dengan jujur. "Iya."Mas Giora menjawab dengan singkat, sepertinya dia memang tidak tertarik sama sekali dengan Tomas. Apa mungkin tebakanku memang benar, kalau Mas Giora tengah cemburu karena aku membahas Tomas. "Mas kenapa diam saja ketika aku membahas tentang Tomas? Apa Mas cemburu?" tanyaku karena memang merasa penasaran. Mas Giora menoleh kearah diriku dengan sekilas. "Sudahlah, Lisa. Aku tidak cemburu sama sekali. Kita ke rumah sekarang yuk," aja
Mas Giora benar-benar menggodaku sampai kita berdua bermain panas di ranjang. Aku seketika menoleh kearah samping. Suamiku terlihat kelahan sekali, dia masih tertidur dengan lelap. Aku sendiri tidak berani membangunkan Mas Giora. Dia masih kelahan sepertinya. Sampai tiba-tiba ponsel Mas Giora bergetar. Aku yang merasa penasaran pun akhirnya mencoba untuk membuka ponselnya. [Kapan kamu akan pulang Andreas?]Siapa orang yang mengirim pesan ini kepada Mas Giora. Kenapa orang itu menyuruh pulang? Apa mungkin dia salah kirim pesan. Terlebih namanya juga Andreas. Sudahlah, nanti aku tanya saja sama Mas Giora. Sekarang lebih baik aku mandi dan membersihkan diri dulu, tubuhku jadi lengket setelah permainan panas dengan Mas Giora. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil handuk dulu. Memeriksa sabun dan shampo takut sudah habis. Terlebih aku stok untuk satu bulan. Setelah memeriksa semuanya, aku membasuh tubuh dengan air yang dingin. Rasanya segar sekali ketika aid tersebut masuk ke