Share

Bab 7 Foto Mas Giora

Pipiku memerah setelah selesai mandi bersama dengan Mas Giora. Sekarang suamiku sudah berangkat kerja. Aku bahkan lupa membuat sarapan untuk suamiku karena tadi kami berdua main di kamar mandi.

Tidak usah aku ceritakan semuanya, kalian semuanya sudah tahu. Aku merasa malu ketika mengingat hal tersebut.

Sampai terdengar suara ketukan dari arah pintu.

Tok tok tok

Aku mendengus kesal ketika mendengar suara yang begitu gaduh, aku yang kesal pun akhirnya memutuskan untuk ke sana.

Baru juga membuka pintu, mataku langsung membulat ketika melihat siapa orang yang masuk ke rumah.

"Ibu," panggilku.

Ibuku langsung menatapku dengan sekilas. Sebelum dia memamerkan sebuah kalung emas yang begitu sangat berat, tidak tahu berapa karat tetapi aku malah membencinya.

"Liat kalung yang aku pakai ini Lisa? Suami kamu tidak akan sanggup membelikan ini untuk kamu," ujarnya sedikit pamer.

Aku tahu kalau Mas Giora tidak bisa membelikan kalung yang begitu bagus seperti yang dipakai oleh ibu sekarang. Tetapi dari mana ibu bisa mendapatkan uang begitu banyak untuk membelikan kalung tersebut.

Seketika aku teringat akan sesuatu, Martin datang ke rumah untuk menagih hutang. Sudah jelas uangnya dipakai oleh ibuku untuk berpoya-poya termasuk dengan membelikan kalung emas ini.

"Jangan bilang, kalau ibu meminjam uang dari Martin untuk membeli kalung itu?" tanyaku dengan mata melotot.

Ibuku seketika langsung tertawa ketika ditanya seperti itu. "Kalau iya, memangnya kenapa Lisa? Apa ada masalah?"

Sudah aku duga dari awal kalau memang benar. Rupanya ibu menggunakan uang itu untuk membelikan kalung emasnya. Sekarang suamiku yang harus bekerja keras membayar hutang tersebut.

"Kalau begitu berikan padaku sekarang kalungnya!" ujarku dengan nada yang sedikit menekan.

"Enak saja, ini kalung milik ibu. Kalau kamu mau juga yah sana minta sama suami kamu. Atau kamu menerima tawaran Martin untuk menjadi istrinya," ujar ibuku membuat aku sedikit kesal.

Bisa-bisanya ibu malah berpikir seperti itu. Aku bahkan dibuat kesal sendiri dengan hal ini.

"Aku ingin kalung itu bukan untuk aku pakai. Tetapi ingin aku jual sekarang. Ibu tahu kalau Mas Giora yang harus membayar semua hutangnya sekarang. Aku tidak terima kalau dia harus membayar hutang ibu," ujarku dengan jujur.

Ibu malah melotot menatap kearahku dengan tajam. Dia menunjukkan satu jarinya padaku. "Dengar yah Lisa. Itu sudah kewajiban dari suami kamu. Lagian dia selama ini tidak pernah memberikan apapun pada ibu, jangankan kalung emas ini. Uang saja tidak pernah memberikan padaku."

Aku langsung membela Mas Giora karena memang aku tahu posisi pria itu sekarang seperti apa.

"Mas Giora belum punya uang sebanyak itu, makanya dia belum bisa memberi pada ibu. Kenapa ibu tidak pernah mengerti keadaan dia seperti apa di sini," kataku membela Mas Giora.

"Itu salah kamu sendiri Lisa. Karena sudah salah pilih suami, coba saja dari awal kamu menikah dengan Martin. Mungkin sekarang kamu sudah hidup bahagia berkecukupan dengan harta melimpah dan kamu bisa mengirim ibu uang. Kalau kamu menikah sama Giora, apa yang kamu dapatkan? Rumah gubuk seperti ini yang sudah seperti kandang kambing, tidak layak huni juga."

"Cukup yah Bu!. Jangan menghina rumah kami seperti ini. Jika, memang ibu tidak suka dengan tempat tinggalku. Lebih baik ibu jangan datang ke sini," usir dengan sedikit muak karena ibu selalu saja menghina aku dan Mas Giora. Sudah cukup dia menghina rumah tempat tinggal kami di sini.

"Kamu sudah berani mengusir ibumu ini, hanya membela laki-laki miskin itu, Lisa. Awas saja kamu Lisa! aku tidak akan membiarkan kamu terus bersama dengan orang melarat seperti Giora!"

Ibu langsung pergi begitu saja setelah aku mengusirnya dengan begitu saja. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk mengusir ibu, tetapi perkataan dari ibu barusan membuat aku sedikit agak muak. Bahkan aku sendiri pun tidak tahu harus berbuat apalagi.

Aku hanya menghela napasnya ketika melihat ibu sudah pergi. Sekarang aku lebih tenang, sampai akhirnya aku menyapu halaman rumah.

Membersihkan rumah adalah kebiasaan aku, biar halaman rumah kecil. Tetapi kalau memang tempat ini bersih maka akan terasa nyaman.

"Haha ternyata wanita miskin."

Aku menoleh kearah Hani yang tiba-tiba datang begitu saja menghinaku.

"Kenapa hah!" Aku tidak mau kalah dengan wanita yang ada dihadapanku itu. Bisa-bisanya dia malah menghinaku seperti itu.

"Aku hanya ingin memberitahumu saja Lisa. Kamu tahu kalau ibumu kemarin membeli emas."

Aku memutar bola mata jengah, rupanya Hani hanya ingin bergosip karena ibu membeli emas. Memangnya apa yang dia pikirkan sekarang.

"Iya aku sudah tahu, tidak usah kamu beritahu!" ujarku dengan malas.

"Orang miskin kaya kamu bisa membeli emas. Kamu pinjam uang dari mana?" ujar Hani.

Lagi-lagi wanita itu sangat kepo sekali dengan kehidupanku. Rasanya aku juga sedikit malas membahas tentang hal ini.

"Bukan urusan kamu," ujarku yang hendak akan pergi kembali ke rumah daripada bergosip seperti ini. Membuat aku juga sepertinya merasa tidak nyaman.

"Heh, tunggu dulu jangan kabur dong. Jangan bilang kalau suami kamu habis mencuri uang di bank yah?" tuduh Hani.

Aku langsung menghempaskan tangan yang dicekal oleh Hani tadi. Enak saja dia malah menuduh suamiku dengan seperti itu. Sudah jelas kalau suamiku itu bukan pencuri.

"Jangan asal bicara kamu!, suamiku walaupun dia miskin. Tetapi dia tidak mungkin melakukan hal itu."

"Haha memangnya kamu tahu apa yang dilakukan oleh suamimu. Dasar tidak tahu malu!"

"Terserah kamu mau bilang apa. Aku percaya dengan suamiku."

Ketika aku mengatakan hal tersebut, tiba-tiba muncul seseorang yang tidak diundang datang ke tempat ini.

"Kamu yakin suami kamu itu tidak melakukan apapun? Coba kamu lihat foto ini." Martin tiba-tiba datang sambil mengeluarkan ponselnya dan melihat foto tersebut dengan sekilas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status