"Mas Giora aku datang."Aku menghampiri Mas Giora yang tengah meladeni para pembeli, dia tengah sibuk karena aku tahu kalau dia tengah bekerja keras untuk melunasi hutang ibu. Andai saja ibu tidak meminjam uang kepada Martin, mungkin saja suaminya tidak akan sibuk seperti sekarang. "Mas," panggilku. Mas Giora menoleh ke arahku dengan sekilas. Dia masih meladeni para pembeli yang memang sangat antri sekali. Syukurlah karena tempat ini sedikit rame pengunjung sekarang. "Sebentar sayang, masih banyak pembeli."Aku hanya duduk di tempat tunggu sambil menunggu Mas Giora yang memang tengah meladeni orang-orang yang ada di sana. Ketika aku tengah duduk sambil menunggu. Tiba-tiba aku memikirkan sesuatu. Ada hal yang membuat aku merasa penasaran sekarang. Aku melihat sebuah amplop coklat yang ada di bawah. Akhirnya aku yang penasaran pun memutuskan untuk membukanya. Mataku langsung membulat ketika melihat uang yang ada di sana. Ada banyak uang yang tidak bisa aku hitung, Mas Giora tidak
Aku panik datang ke rumah sakit untuk memastikan keadaan ayah sekarang. Ada rasa khawatir dalam hatiku ketika mengetahui kalau ayah sakit. Sampai mataku melihat kearah ibu yang tengah duduk sambil menangis. "Kenapa ayah bisa dikeroyok?" tanyaku dengan khawatir. "Dia berusaha untuk menolong ibu. Tadi ada pencuri yang hampir akan membawa emas ibu." Aku malah terlihat kesal dan ingin mengumpat sekarang. Salah sendiri selalu pamer barang berharga. Sudah lihat banyak orang yang iri dan menginginkan benda tersebut. Tetapi aku masih menahan untuk tidak memaki di sini. Terlebih aku ingin melihat kondisi ayah sekarang. Ada rasa yang membuat aku merasa penasaran. "Lagian kenapa Ibu malah pamer kalung emas segala. Tidak sadar ada orang yang iri dan menginginkan itu," umpatku. "Kamu menyalahkan ibu? Anak tidak tahu diri!" "Sudahlah, Bu. Lain kali jangan pamer lagi," kataku sambil menghela napas. Ibu malah menatap kearah diriku dengan pandangan tidak sukanya. "Kenapa kamu malah melarang i
Mas Giora datang ke rumah sakit, aku melihat raut wajah khawatir dalam dirinya. Aku langsung memeluknya dengan erat. Jujur saja aku sendiri merasa sedih dengan kondisi ayahku sekarang. "Mas."Aku bisa menangis di pelukan suamiku sendiri. Rasanya memang nyaman ketika aku memeluk suamiku sendiri seperti ini. dMas Giora mengelus kepalaku dengan lembut. Dia membelai rambutku, seolah dia tahu apa yang tengah aku rasakan sekarang. "Bagaimana keadaan ayah?" tanya Mas Giora. "Dia cidera kaki, untuk sementara ayah harus pakai kursi roda.""Yaudah. Kalau begitu, aku ingin melihat kondisinya di dalam," kata Mas Giora. Aku mencegah Mas Giora untuk masuk ke dalam sekarang. Tentu saja karena aku tahu di dalam ruangan ayah ada ibu. Aku tidak mau kalau Mas Giora nanti malah akan dimaki oleh ibu. Apalagi Ibu adalah orang yang selalu menghina harga diri Mas Giora. Aku tidak mau kalau sampai hal itu terjadi pada suamiku. "Kenapa, Lisa?" tanya Mas Giora ketika tangannya aku cegah. Aku tidak mau ka
Aku bersama dengan ibu tengah menunggu Mas Giora datang. Dia sedikit lama sekali kembali ke sini. Aku merasa sedikit khawatir sekarang. "Mana suami kamu? Kenapa belum kembali?" tanya Ibu. "Iya sabar dong Bu." "Paling juga ditahan dia, karena uangnya kurang," ledek ibuku. Aku terdiam karena khawatir dengan perkataan ibu barusan. Bagaimana kalau Mas Giora kurang uangnya? Lagian dia juga tidak pernah cerita kalau punya uang lebih. Jadi sekarang aku yang malah dibuat kebingungan sekarang. "Maafkan ayah nak. Giora jadi harus membayar semua biaya rumah sakit," kata Ayah yang kini meminta maaf padaku. Rasanya tidak enak setelah mendengar apa yang ayah katakan barusan. "Tidak usah meminta maaf ayah. Mas Giora ada uangnya kok."Aku hanya tidak ingin membuat ayah khawatir. Sambil menggenggam tangannya dan aku mengupas jeruk untuk ayah. "Suami kamu memang tidak berguna.""Sudah ibu, jangan menghina Mas Giora terus!" Aku sedikit kesal ketika ibu yang terus menghina Mas Giora terus. Aku ju
"Tomas."Aku terkejut ketika melihat orang yang keluar dari mobil tersebut adalah Tomas. Kebetulan sekali dia datang ke sini, tetapi mobil siapa yang dia bawah. Bukan mobil milik Tomas bukan."Ah iya, Lisa."Tomas mengatakan itu dengan nada yang sedikit canggung. Apa mungkin karena di sini ada suamiku, makanya dia terlihat sangat gugup seperti itu. "Kamu kok bisa ada di sini?" tanyaku heran.Tomas tidak menjawab pertanyaan dariku dan dia malah menatap kearah Mas Giora yang memang tidak jauh dari sana. "Ah kalian berdua silahkan masuk ke dalam mobil," ujar Tomas. Aku tidak salah dengar bukan, kenapa Tomas dengan mudah mengatakan itu kepada kami berdua. Tentu saja aku penasaran dengan hal ini. "Ini mobil bukan milik kamu,kan Tomas?" tanyaku penasaran. "Ah tentu saja bukan milikku. Ini mobil milik majikanku," ujar Tomas. "Kalau begitu kami berdua tidak mau naik ke dalam mobil tersebut. Apalagi itu milik majikan kamu. Bagaimana kalau mobilnya kotor setelah kita tumpangi?" kataku pad
Aku senang karena Mas Giora sudah mau mengucapakan terimakasih banyak kepada Tomas. Apalagi dia sudah banyak membantu dirinya. "Yaudah kalau begitu ayo kita pergi ke rumah," ajak Mas Giora. Aku hanya melirik kearah Mas Giora sambil tersenyum. Dia sepertinya memang ingin pulang sekarang. Aku tidak mau mencegah dia untuk pulang."Baiklah, kalau begitu aku pamit."Tomas kembali masuk ke dalam mobilnya dan dia akhirnya memutuskan untuk pergi dari sini. Aku hanya bisa melihatnya dengan sekilas. "Tomas baik banget yah sama kita," kakaku dengan jujur. "Iya."Mas Giora menjawab dengan singkat, sepertinya dia memang tidak tertarik sama sekali dengan Tomas. Apa mungkin tebakanku memang benar, kalau Mas Giora tengah cemburu karena aku membahas Tomas. "Mas kenapa diam saja ketika aku membahas tentang Tomas? Apa Mas cemburu?" tanyaku karena memang merasa penasaran. Mas Giora menoleh kearah diriku dengan sekilas. "Sudahlah, Lisa. Aku tidak cemburu sama sekali. Kita ke rumah sekarang yuk," aja
Mas Giora benar-benar menggodaku sampai kita berdua bermain panas di ranjang. Aku seketika menoleh kearah samping. Suamiku terlihat kelahan sekali, dia masih tertidur dengan lelap. Aku sendiri tidak berani membangunkan Mas Giora. Dia masih kelahan sepertinya. Sampai tiba-tiba ponsel Mas Giora bergetar. Aku yang merasa penasaran pun akhirnya mencoba untuk membuka ponselnya. [Kapan kamu akan pulang Andreas?]Siapa orang yang mengirim pesan ini kepada Mas Giora. Kenapa orang itu menyuruh pulang? Apa mungkin dia salah kirim pesan. Terlebih namanya juga Andreas. Sudahlah, nanti aku tanya saja sama Mas Giora. Sekarang lebih baik aku mandi dan membersihkan diri dulu, tubuhku jadi lengket setelah permainan panas dengan Mas Giora. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil handuk dulu. Memeriksa sabun dan shampo takut sudah habis. Terlebih aku stok untuk satu bulan. Setelah memeriksa semuanya, aku membasuh tubuh dengan air yang dingin. Rasanya segar sekali ketika aid tersebut masuk ke
Mas Giora pamit untuk berangkat bekerja, aku hanya melihat kepergian dirinya dengan sekilas. "Mas, tunggu dulu.""Apalagi Lisa?" tanya Mas Giora. "Uang itu, nanti aku yang berikan pada Martin?" tanyaku dengan pelan. Mas Giora hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya, itu sekitar 35juta, berikan pada dia. Nanti sisanya nyusul."Aku hanya mengangguk paham saja, Mas Giora kayanya meminjam uang dari Tomas untuk membayar hutang Martin. Setidaknya kita tidak berhutang lagi pada Martin nanti. "Baiklah Mas, aku akan memberikan ini pada Martin nanti.""Yaudah kalau begitu aku akan berangkat ke pasar dulu."Mas Giora mengatakan itu, lalu dia mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Aku hanya melihat dengan sekilas saja. Kebetulan Mas Giora kemarin meminjam motor dari Tomas juga. Laki-laki itu memberikan kendaraan untuk Mas Giora agar mudah bekerja. Aku tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikan dari Mas Giora. Dia sangat baik dan membantu sekali kami berdua. Bahkan aku tidak me