Aku senang karena Mas Giora sudah mau mengucapakan terimakasih banyak kepada Tomas. Apalagi dia sudah banyak membantu dirinya. "Yaudah kalau begitu ayo kita pergi ke rumah," ajak Mas Giora. Aku hanya melirik kearah Mas Giora sambil tersenyum. Dia sepertinya memang ingin pulang sekarang. Aku tidak mau mencegah dia untuk pulang."Baiklah, kalau begitu aku pamit."Tomas kembali masuk ke dalam mobilnya dan dia akhirnya memutuskan untuk pergi dari sini. Aku hanya bisa melihatnya dengan sekilas. "Tomas baik banget yah sama kita," kakaku dengan jujur. "Iya."Mas Giora menjawab dengan singkat, sepertinya dia memang tidak tertarik sama sekali dengan Tomas. Apa mungkin tebakanku memang benar, kalau Mas Giora tengah cemburu karena aku membahas Tomas. "Mas kenapa diam saja ketika aku membahas tentang Tomas? Apa Mas cemburu?" tanyaku karena memang merasa penasaran. Mas Giora menoleh kearah diriku dengan sekilas. "Sudahlah, Lisa. Aku tidak cemburu sama sekali. Kita ke rumah sekarang yuk," aja
Mas Giora benar-benar menggodaku sampai kita berdua bermain panas di ranjang. Aku seketika menoleh kearah samping. Suamiku terlihat kelahan sekali, dia masih tertidur dengan lelap. Aku sendiri tidak berani membangunkan Mas Giora. Dia masih kelahan sepertinya. Sampai tiba-tiba ponsel Mas Giora bergetar. Aku yang merasa penasaran pun akhirnya mencoba untuk membuka ponselnya. [Kapan kamu akan pulang Andreas?]Siapa orang yang mengirim pesan ini kepada Mas Giora. Kenapa orang itu menyuruh pulang? Apa mungkin dia salah kirim pesan. Terlebih namanya juga Andreas. Sudahlah, nanti aku tanya saja sama Mas Giora. Sekarang lebih baik aku mandi dan membersihkan diri dulu, tubuhku jadi lengket setelah permainan panas dengan Mas Giora. Aku masuk ke dalam kamar mandi dan mengambil handuk dulu. Memeriksa sabun dan shampo takut sudah habis. Terlebih aku stok untuk satu bulan. Setelah memeriksa semuanya, aku membasuh tubuh dengan air yang dingin. Rasanya segar sekali ketika aid tersebut masuk ke
Mas Giora pamit untuk berangkat bekerja, aku hanya melihat kepergian dirinya dengan sekilas. "Mas, tunggu dulu.""Apalagi Lisa?" tanya Mas Giora. "Uang itu, nanti aku yang berikan pada Martin?" tanyaku dengan pelan. Mas Giora hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya, itu sekitar 35juta, berikan pada dia. Nanti sisanya nyusul."Aku hanya mengangguk paham saja, Mas Giora kayanya meminjam uang dari Tomas untuk membayar hutang Martin. Setidaknya kita tidak berhutang lagi pada Martin nanti. "Baiklah Mas, aku akan memberikan ini pada Martin nanti.""Yaudah kalau begitu aku akan berangkat ke pasar dulu."Mas Giora mengatakan itu, lalu dia mengendarai motornya dengan kecepatan sedang. Aku hanya melihat dengan sekilas saja. Kebetulan Mas Giora kemarin meminjam motor dari Tomas juga. Laki-laki itu memberikan kendaraan untuk Mas Giora agar mudah bekerja. Aku tidak tahu harus bagaimana membalas kebaikan dari Mas Giora. Dia sangat baik dan membantu sekali kami berdua. Bahkan aku tidak me
Aku menatap Wita dengan pandangan serius, terlebih wanita itu sudah memfitnah suamiku dengan mengatakan hal yang tidak benar. Aku jelas tidak terima dengan hal tersebut. "Kamu jangan asal tuduh yah." Wita tertawa sambil menutup mulutnya, dia tertawa kemudian seperti orang gila. "Aku punya buktinya," kata Wita. Hani yang mendengar itu pun langsung menoleh kearah Wita dengan tersenyum penuh arti. "Mana buktinya? Aku juga pengen lihat.""Sudah aku duga, kalau memang suami dari Lisa seorang gigolo, jangan-jangan itu adalah wanita yang membayarnya."Tidak mungkin Mas Giora seperti itu, pasti mereka semuanya sengaja ingin menjelekan Mas Giora. "Kalian semuanya berbohong, mana buktinya Wita. Jangan asal tuduh sembarangan!""Aku punya bukti, ini kamu lihat sendiri."Wita mengeluarkan ponselnya dan di sana memang terlihat sebuah video di mana Mas Giora tengah berpelukan dengan seseorang. Tetapi siapa orang itu? Dilihat dari pakaiannya juga terlihat sangat cantik menggunakan dress berwarna
"Hei, Tunggu!"Aku hendak akan mengejar wanita itu karena penasaran dengan sosoknya. Terlebih dia memanggil suamiku itu dengan panggilan Andreas. Aku jadi penasaran dengan yang terjadi sebenernya. Tetapi baru juga beberapa langkah aku handak akan pergi, tangan ibuku sudah lebih dulu mencegahnya. "Jangan ganggu dia," ujar ibuku."Bu, sebenernya dia siapa? Apa hubungan dia dengan Mas Giora?" tanyaku yang penasaran dengan sosok wanita yang tadi datang melihat rumah kami. "Mana aku tahu, dia meminta diberitahu tempat tinggal suamimu saja, lalu dia berjanji akan memberikan imbalan pada ibu, kamu lihat sendiri bukan uang ini? Semuanya berkat aku yang memberitahu rumah gubukmu," ledeknya sambil memamerkan uang yang dia dapatkan dari wanita tadi. Aku jadi penasaran dengan wanita itu, jangan bilang kalau Mas Giora berbohong padaku, kenapa banyak sekali wanita yang di dekat Mas Giora, bahkan aku sendiri pun tidak tahu kedekatannya. "Harusnya ibu caritahu dulu siapa wanita itu, jangan asal
Mas Giora hanya diam dan itu yang membuat diriku sedikit merasa gelisah. Jangan bilang kalau semuanya memang benar? Tiba-tiba aku merasa tidak nyaman sekarang. "Mas, kok diam saja," kataku melirik kearah Mas Giora yang terlihat tegang. "Wanita itu seperti apa?" tanya Mas Giora. "Iya dia terlihat modis, pokonya dia muda dan juga terlihat seksi."Aku mengatakan itu dengan jujur, sesungguhnya aku merasa penasaran juga dengan wanita itu. Tetapi sepertinya Mas Giora tidak mau memberitahuku tentang wanita itu. "Hanya itu saja?" tanya Mas Giora. "Memangnya mau bagaimana lagi, Mas Giora tahu dengan orangnya bukan? Dia siapa kamu?" tanyaku dengan pandangan penuh menyelidik. Mas Giora menarik tanganku sampai jarak antara aku dengan dirinya yang memang sangat dekat. Aku tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi."Entahlah," jawab Mas Giora yang membuat aku kurang puas dengan jawabannya. "Mas Giora, jangan menyembunyikan sesuatu dariku. Wita dan Martin mengatakan kalau kamu adalah seorang
Aku menyusuri tempat ini di waktu sore, sampai akhirnya aku memutuskan untuk datang ke pasar padahal waktu sudah hampir petang. Aku hanya merasa penasaran saja dengan Mas Giora. Sampai di pasar, aku terkejut dan langsung menutup mulutku tidak percaya, tempat di mana Mas Giora biasanya berjualan. Kini semuanya malah terlihat berantakan. Aku tidak menyangka ketika melihat begitu banyak sekali barang-barangnya yang berserakan, termasuk ember juga tidak berbentuk lagi. Ada apa ini sebenernya?Sampai aku teringat dengan perkataan Mas Giora, kalau tempat dia jualan diacak-acak oleh seseorang. Semuanya pasti ulah dari Martin. Lagi-lagi itu seperti tidak suka ketika Mas Giora bisa membayar hutangnya. Aku harus memaki dia sekarang karena sudah membuat tempat jualan Mas Giora seperti itu. Aku mengambil ponsel dan akhirnya menghubungi, Mas Giora. Setidaknya semuanya sudah aku lakukan dengan baik sekarang. "Hallo.""Wah, ada angin apa calon istriku menghubungiku?" perkataan dari Martin saja
"Katakan Tomas, siapa wanita itu?" paksaku dengan nada yang sedikit tinggi. Tidak sabar ingin mengetahui tentang sosok wanita itu. Aku khawatir kalau ini adalah wanita yang dikatakan oleh Wita tentang selingkuhan Mas Giora. Mungkin saja wanita itu yang membiayai Mas Giora selama ini? Seperti Mas Giora laki-laki simpanan orang itu. Astaga! Apa yang aku pikirkan, Mas Giora bukan orang yang seperti itu. Lantas kenapa dia tampak aneh dan aku masih penasaran dengan semuanya. "Aku tidak yakin.""Katakan, Tomas. Siapa wanita yang ada di dalam pikiran kamu?" tanyaku dengan nada yang sedikit memaksa. "Dia mengatakan apa saja padamu?" tanya Tomas sekali. "Dia tidak mengatakan apapun, malah langsung pergi setelah mengetahui tempat di mana aku tinggal dengan Mas Giora. Dia bukan madam yang menyewa Mas Giora bukan?" tanyaku dengan hati-hati. Tomas malah tertawa setelah mendengar apa yang aku katakan. Memangnya ada yang lucu apa? "Hei, Lisa. Giora bukan orang yang seperti itu.""Kalau begitu
Waktu istirahat telah tiba, rasanya lelah sekali karena banyak sekali yang harus aku kerjakan sekarang. Walaupun semuanya bukan tugasku, tetapi aku mengerjakan semuanya dengan baik. "Seharusnya kamu tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh mereka untuk mengerjakan tugas ini, apalagi ini bukan bagian kamu," kata Yuna yang ikut membelaku. "Iya gak papa."Aku mengatakan itu karena memang merasa masih baru. Tidak menyangka kalau mereka akan menyuruh aku mengerjakan banyak sekali pekerjaan. "Kamu terlalu baik. Tadi Hana juga malah menyuruh kamu seperti itu.""Yaudah lebih baik kita ke kantin yuk, aku lapar. Kamu tahu tempatnya kan?" tanyaku pada Yuna. "Aku tahu, kalau begitu ikut aku," ajak Yuna sambil menarik tanganku. Aku hanya mengikutinya saja dengan sekilas. Bersama dengan Yuna yang kini membantuku dengan baik. Sampai tak lama kemudian, kita berdua berada di tempat kantin kantor. "Ini kantin kantor?" tanyaku melihat dengan seksama. "Iya, tempat ini memang sedikit bagus. Kamu
Mas Giora kini tengah berada di dekatku. Sebenernya aku ingin memikirkan sesuatu untuk sekarang. Bahkan aku tidak yakin kalau hal ini akan terjadi padanya. "Kamu sudah siap Lisa?" tanya Mas Giora yang kini menatap kearah diriku dengan sekilas. Aku melihat kearah cermin dan melihat penampilan diriku. Terlihat sangat cantik dan begitu elegan, aku senang karena bisa berada di dekatnya seperti ini. "Aku sudah siap.""Kalau begitu, ayo kita berangkat bersama," ajak Mas Giora. Aku berpikir sejenak, tidak mau jika jadi bahan gosip orang lain. Terlebih semua orang juga tidak tahu hubungan aku dengan Mas Giora sudah menikah. "Eh tidak usah Mas, aku akan berangkat sendiri saja.""Loh kenapa?" tanya Mas Giora yang terlihat kebingungan karena aku menjawab seperti itu. Tetapi aku punya alasan sendiri dengan hal ini. "Aku tidak mau kalau ada rumor tentangku nanti. Lagian ini adalah hari pertama aku masuk ke kantor Mas," kataku berusaha menjelaskan. "Baiklah, jika itu yang kamu mau." Aku te
Malam sudah larut, dan aku masih menunggu di ruang tamu dengan gelisah. Setiap detik terasa begitu lama. Perasaan cemasku semakin menggelora setelah mendengar perkataan Nia tadi pagi. Kata-katanya seperti terngiang-ngiang dalam pikiranku, menambah kecemasan yang sudah menggunung."Kenapa, Mas Giora belum pulang juga?" aku bergumam dengan nada kesal, meskipun sebenarnya aku tak tahu harus berkata apa. Wajahku terasa tegang, tubuhku tidak bisa diam. Entah mengapa, hatiku terasa berat.Tak lama kemudian, suara klakson mobil terdengar di luar rumah. Hati yang tadinya cemas kini sedikit lega. Aku buru-buru berdiri dan melangkah ke pintu dengan harapan yang muncul kembali. Setelah beberapa detik, aku melihat Mas Giora keluar dari mobil. Matanya menangkap pandanganku yang sudah menunggunya dengan penuh harap. Aku tak bisa menahan senyum, meski dalam hatiku masih ada kekhawatiran yang belum reda.Mas Giora hanya tersenyum kecil dan berjalan mendekat. Namun, aku bisa melihat kelelahan di wajah
Aku memikirkan sesuatu, sampai pada akhirnya aku teringat. Bisa-bisanya aku berpikir seperti ini. Tetapi apa yang dikatakan oleh pembantu itu memang mencurigakan. Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi Serin. Siapa tahu kalau wanita itu bisa membantuku untuk menyelidiki kasus ini. "Hallo Serin.""Ah Lisa, tumben sekali kamu menghubungiku.""Kamu sedang sibuk Serin?" tanyaku padanya. "Tidak, memangnya kenapa?" tanya Serin yang penasaran sepertinya. "Kamu bisa ke rumahku sekarang, kebetulan ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu," kataku padanya. "Baiklah, mempeng masih siang. Aku akan datang ke sana. Tunggu aku," ujar Serin. "Iya siap. Kalau begitu aku tutup dulu."Akhirnya aku memutuskan untuk mematikan sambungan telepon. Ada rasa yang membuat aku bahagia, setidaknya semuanya sesuai dengan keinginan diriku. Setelah menelepon Serin, aku berjalan menuju ruang keluarga, tempat di mana banyak kenangan tertanam. Aku duduk di sana, memandangi bingkai foto yang berse
Aku sudah rapi dengan pakaian yang kukenakan, tetapi hatiku gelisah. Mas Giora belum juga kembali, dan aku merasa ada yang tidak beres. Ke mana dia pergi? Aku mencari-cari tanda keberadaannya, namun tidak menemukannya. Aku turun ke bawah, mencoba mencari jawaban.Dengan langkah yang cepat, aku mendekati salah satu pelayan yang sedang sibuk di ruang tamu. "Apa ada yang melihat Mas Giora?" tanyaku, berusaha tetap tenang meski kecemasan mulai merayapi pikiranku.Pelayan itu berhenti sejenak, lalu menjawab, "Tadi beliau keluar bersama Tomas, Nyonya."Aku menahan napas sejenak, mencoba mencerna kata-katanya. "Apa dia bilang akan pergi ke mana?" tanyaku, rasa penasaran yang tak terelakkan membuatku bertanya lebih lanjut.Pelayan itu menggelengkan kepala dengan raut wajah kebingungan. "Tidak, Nyonya. Beliau tidak bilang akan ke mana."Aku menunduk, merasa sedikit lega sekaligus khawatir. Tidak ada petunjuk, hanya ketidakpastian. Mengapa dia tidak memberi tahu ke mana tujuannya? Apakah itu ha
Aku menatap Mas Giora sekilas, bingung dan tercengang dengan pernyataan yang baru saja keluar dari mulutnya. Tidak pernah aku bayangkan bahwa dia akan berpikir sejauh ini. Bahkan, aku sendiri masih merasa seperti ada yang salah dan sulit untuk memahaminya."Tomas, coba kamu jelaskan!" kataku, suaraku sedikit meninggi, tak bisa menyembunyikan kekesalan yang mulai mengalir dalam darahku.Namun, sebelum Tomas bisa merespon, Mas Giora mendekat dan menarik tanganku dengan lembut. Aku terdiam sejenak, merasa hangatnya pelukan yang tiba-tiba menyelimuti tubuhku."Maafkan aku, Lisa. Sebenernya semuanya ini adalah permintaanku. Aku tidak mau kalau sampai Tomas ketahuan kaki tanganku selama ini," ujar Mas Giora. "Jadi kamu juga ikut adil," kataku mendengus. Tomas juga ikut menjelaskan semuanya padaku. "sebenernya ini permintaan suamimu."Mas Giora melihat ke arah diriku kembali, dia terlihat meminta maaf padaku dengan sekilas. "Maafkan aku Lisa. Aku tidak bermaksud untuk berbohong padamu.""B
Mobil yang kami tumpangi tiba-tiba berhenti di depan sebuah gerbang besar yang terbuat dari besi tempa. Di balik gerbang itu, terbentang perumahan yang begitu sangat mewah, setiap rumah tampak seperti istana dengan halaman yang luas, tertata rapi, dan pepohonan tinggi yang menambah kesan anggun. Suasana begitu tenang, seolah-olah waktu berhenti di sini. Aku terkejut, tak bisa menahan mata yang melirik ke segala arah."Ini rumah siapa?" tanyaku, suaraku terdengar sedikit tergetar saat melihat sebuah rumah megah di ujung jalan, berdiri tegak dengan desain modern yang dipadu dengan elemen klasik. Sekilas, rumah itu memancarkan kekayaan dan kemewahan yang luar biasa.Aku menoleh ke arah Mas Giora yang duduk di sampingku, sedikit bingung. Tidak mungkin ini rumah Mas Giora, kan? Aku selalu mengenalnya sebagai sosok yang sederhana, tidak pernah berbicara tentang rumah seperti ini. Hati aku berdebar-debar, perasaan ingin tahu menggebu.Mas Giora tersenyum tipis, tidak banyak bicara. Dia kemud
Aku tersenyum puas melihat Mas Giora berjalan mendekat. Rasanya seperti beban berat yang telah lama aku pikul akhirnya terlepas. Dia datang tepat pada waktunya, menyelamatkanku dari pernikahan yang tak pernah aku inginkan. Setidaknya kini aku bisa merasa sedikit lega. "Mas Giora..." aku menyebut namanya dengan suara yang bergetar, penuh harapan. Namun, sebelum Mas Giora bisa menjawab, suara keras Martin menyela. "Lisa dan keluarganya masih memiliki hutang padaku! Aku tidak akan membebaskan dia begitu saja!" Tangannya mencekal erat pergelangan tanganku, membuatku sedikit terkejut dan merasa terjebak kembali dalam jaringnya. Dengan wajah tenang dan penuh keyakinan, Mas Giora berdiri di hadapanku. Tanpa ragu, dia menatap Martin dan berkata, "Aku akan membayarnya." Nada suaranya tegas, tanpa ada keraguan sedikit pun. Pernyataan itu bukan hanya tentang uang atau kewajiban. Ada sesuatu yang lebih, sebuah janji untuk membebaskan aku dari belenggu yang tak terlihat, dan aku bisa merasakan
Hari berikutnya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa di dalam sebuah kamar. Berusaha untuk kabur pun tidak bisa. Aku hanya berharap Serin akan segara menemukan aku. Sampai tiba-tiba pintu terbuka dan muncul dua orang wanita yang datang bersama dengan ibu. "Ibu."Aku terbangun dalam keadaan bingung, melihat pintu yang terbuka lebar. Kecemasan dan harapan bercampur aduk dalam diriku. Tanpa berpikir panjang, aku berusaha untuk melarikan diri. Namun, saat aku melangkah, tanganku tiba-tiba ditarik dengan kasar oleh ibuku."Jangan berusaha untuk kabur, di luar akan banyak orang," katanya dengan nada tegas.Pernyataan itu membuatku tertegun. "Apa maksudnya?" tanyaku, rasa ingin tahuku semakin membara. Aku menatapnya, mencari jawaban di wajahnya yang tampak cemas.Namun, ibuku hanya terdiam, matanya menghindar dari pandanganku. Dia tidak memberi penjelasan, dan semakin lama aku semakin bingung. Apa yang sebenarnya terjadi di luar? Kenapa ia begitu takut? Perasaan terjebak menghimpitku, membuat