Aku menyusuri tempat ini di waktu sore, sampai akhirnya aku memutuskan untuk datang ke pasar padahal waktu sudah hampir petang. Aku hanya merasa penasaran saja dengan Mas Giora. Sampai di pasar, aku terkejut dan langsung menutup mulutku tidak percaya, tempat di mana Mas Giora biasanya berjualan. Kini semuanya malah terlihat berantakan. Aku tidak menyangka ketika melihat begitu banyak sekali barang-barangnya yang berserakan, termasuk ember juga tidak berbentuk lagi. Ada apa ini sebenernya?Sampai aku teringat dengan perkataan Mas Giora, kalau tempat dia jualan diacak-acak oleh seseorang. Semuanya pasti ulah dari Martin. Lagi-lagi itu seperti tidak suka ketika Mas Giora bisa membayar hutangnya. Aku harus memaki dia sekarang karena sudah membuat tempat jualan Mas Giora seperti itu. Aku mengambil ponsel dan akhirnya menghubungi, Mas Giora. Setidaknya semuanya sudah aku lakukan dengan baik sekarang. "Hallo.""Wah, ada angin apa calon istriku menghubungiku?" perkataan dari Martin saja
"Katakan Tomas, siapa wanita itu?" paksaku dengan nada yang sedikit tinggi. Tidak sabar ingin mengetahui tentang sosok wanita itu. Aku khawatir kalau ini adalah wanita yang dikatakan oleh Wita tentang selingkuhan Mas Giora. Mungkin saja wanita itu yang membiayai Mas Giora selama ini? Seperti Mas Giora laki-laki simpanan orang itu. Astaga! Apa yang aku pikirkan, Mas Giora bukan orang yang seperti itu. Lantas kenapa dia tampak aneh dan aku masih penasaran dengan semuanya. "Aku tidak yakin.""Katakan, Tomas. Siapa wanita yang ada di dalam pikiran kamu?" tanyaku dengan nada yang sedikit memaksa. "Dia mengatakan apa saja padamu?" tanya Tomas sekali. "Dia tidak mengatakan apapun, malah langsung pergi setelah mengetahui tempat di mana aku tinggal dengan Mas Giora. Dia bukan madam yang menyewa Mas Giora bukan?" tanyaku dengan hati-hati. Tomas malah tertawa setelah mendengar apa yang aku katakan. Memangnya ada yang lucu apa? "Hei, Lisa. Giora bukan orang yang seperti itu.""Kalau begitu
Pagi hari yang cerah. Aku bangun lelap sekali sampai tidak menyadari kalau waktu sudah pagi. Biasanya kalau aku bangun agak kesiangan seperti ini, Mas Giora yang selalu membangunkan. Sekarang dia sedang tidak ada di rumah, jadi tidak ada yang membangunkan aku sama sekali. Bahkan untuk membuat sarapan pun aku lagi malas. Sampai aku teringat dengan Tomas yang berjaga di luar. Apa dia tidur semalam? Aku penasaran dengan orang-orang yang kemarin aku liat itu. Lebih baik aku ganti baju dan keluar nanti, aku ingin berbicara serius dengan Tomas tentang kepergian Mas Giora. Akhirnya aku masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri, butuh waktu sekitar 30 menitan untukku mandi dan berganti baju. Semoga saja Tomas masih ada di sana, biar aku bisa tanya. Setelah rapi, aku mendengar suara keributan di luar sana. Tidak biasanya ada ribut-ribut seperti ini. Aku yang penasaran pun akhirnya memutuskan untuk keluar. Tetapi baru beberapa langkah, aku mendengar suara Tomas yang tengah marah t
Kantor kelurahan. Semua orang benar-benar membawa aku ke kantor kelurahan. Bahkan para warga ikut juga datang ke sini. "Ada apa ini?" kata Pak Lurah yang datang melihat kami. "Ini ada Lisa berselingkuh. Istrinya sampai datang melabrak.""Tidak, semuanya tidak benar." Aku langsung mengatakan itu untuk membela diri. "Aku tidak selingkuh dengan Lisa. Semuanya adalah fitnah, kalian semuanya sudah dibohongi oleh wanita tadi. Saya belum menikah, wanita tadi bukan istri saya," bela Tomas. "Kalian juga tidak boleh asal tuduh kalau tidak ada bukti, apa kalian melihat langsung perselingkuhan itu?" tanya Pak Lurah. Syukurlah, setidaknya ada yang percaya dan membela kami. Lagian aku juga kenapa Mas Giora menyuruh Tomas untuk menjagaku. Jadi banyak orang yang salah paham seperti ini. "Iya juga kami tidak punya bukti," kata warga yang lain. "Tapi aku melihat kok, laki-laki itu ada depan rumah Lisa terus," kata Wita. Aku menoleh kearah Wita, wanita itu memang dekat rumahnya denganku. Tetapi
"Lisa! Suamimu cuma tukang ikan di pasar! Dia tidak berguna sama sekali, lebih baik mulai sekarang kamu tinggalkan saja dia!" "Iya benar. Laki-laki seperti itu lebih baik tidak usah diurus." Aku memutar bola mataku jengah ketika banyak orang yang bergosip tentang suamiku. Dalam hati, aku jelas tidak terima dengan hinaan-hinaan untuk suamiku dari mereka. Namun, aku tidak bisa membalasnya, karena bagaimanapun, itu adalah pekerjaan suamiku. Selain itu, aku segan memberi makan ego orang-orang di sekitarku, sehingga aku tetap memilih untuk diam. "Kenapa diam, Lisa? Jangan anggap ucapan kami ini angin lalu, lho!" teriak salah satu tetanggaku mendekat. Lelah dengan ucapan mereka, aku pun mengepalkan tanganku dengan kuat. "Diam kalian semuanya, jangan membahas tentang suamiku! Kalian bicara kayak gitu ke suamiku, kayak suami kalian konglomerat saja!" umpatku dengan kesal. "Lah? Meskipun suamiku bukan konglomerat, dia sudah membelikan aku kalung emas ini lho, Lisa. Dia sangat baik da
Usai permasalahan kemarin, aku hanya bisa bersabar. Jika aku terlalu memaksakan Mas Giora, percuma, pria itu tak akan melakukan sesuatu yang tak ia suka.Untuk menenangkan diri, aku pun berjalan ke dapur, mencoba memasak sayur yang kubeli kemarin. Namun, aku lupa jika bahan-bahan dapur ternyata sudah habis. "Mas Giora!" Aku berteriak memanggil nama suamiku, memintanya untuk membeli garam dan lada. Tetapi, meskipun sudah kupanggil berkali-kali, dia tetap tidak muncul. Aku mendengus kesal ketika tidak menemukan siapapun. "Mas!"Aku melirik kearah jam yang ada di dinding dan tersadar jika ini sudah terlalu sore. Ke mana laki-laki itu sebenarnya? Apa dia belum pulang juga dari pasar? Jangan bilang kalau jualannya belum laku. Siapa suruh hanya menjual ikan lele dan emas saja. Aku akhirnya memutuskan untuk datang ke pasar, karena kebetulan letak pasar dengan rumah kami memang hanya berjarak satu kilometer.Aku sangat terkejut kala menapakkan kakiku di pasar. Pasar yang biasanya te
Pasca kejadian di pasar beberapa hari yang lalu, Mas Giora tetap memegang pendiriannya untuk berjualan ikan. Memang, suamiku terkadang keras kepala, tak peduli betapa banyak penghinaan dari keluargaku dan juga orang lain, tetap saja dia hanya membalasnya dengan senyum dan tenang. Akhirnya, pagi itu, aku menemani Mas Giora untuk berjualan ikan di pasar, karena kebetulan aku bosan di rumah saja. "Mas Giora, saya mau beli ikan lele dong." ucap seorang wanita yang suaranya sangat familiar di telingaku. "Mau berapa?" tanya Giora. Benar dugaanku, rupanya itu adalah Wita, 'temanku' yang tempo hari menghina suamiku. Cih, katanya segan, tapi sekarang malah datang membeli ikan di lapak suamiku. Tidak tahu malu sekali wanita itu datang ke sini, bahkan dia juga sudah memutuskan pertemanan denganku hanya karena kami miskin. "Ini, ikannya." Mas Giora dengan ramah mengatakan itu sambil memberikan ikan yang sudah dibungkus dengan plastik berwarna hitam. Aku yang kesal melihat Wita pun l
'Mengapa pria itu menyebut Giora Tuan?'Aku hanya bisa membatin, lalu mengarahkan tatapanku ke Mas Giora yang sedang membersihkan limbah ikan. Bisa jadi, pria di hadapanku adalah temannya yang memang sedang mencari Mas Giora. Atau jangan-jangan ... dia adalah rentenir yang ingin menagih hutang? Pikiranku seketika membuat diriku sendiri panik, aku pun langsung menghampiri Mas Giora dan berbisik pelan, "Mas, Mas tidak pinjam uang pada rentenir, kan?" "Kamu ngomong apa, Lisa? Tentu saja tidak," ujar Mas Giora santai. Jawaban Mas Giora membuatku menghela napas lega. Lagipula, tak mungkin orang yang segan seperti suamiku mencari-cari pinjaman. "Itu ... Mas. Ada yang nyariin kamu, dia bukan rentenir, kan?" bisikku lagi, sembari menunjuk-nunjuk ke arah pria tak dikenal tadi. "Ah, bukan kok." Setelah melihat pria itu, Mas Giora membereskan pekerjaanya, dan mengeringkan tangannya dengan lap. Tak lama, dia langsung menghampiri pria tak dikenal itu. "Saya bukan rentenir kok, B