Mas Giora sudah tiada ada di kamarnya ketika pagi, dia memang sudah terbiasa bangun pagi. Aku mengambil ponselku untuk memastikan sesuatu. Siapa tahu ada orang itu yang mengirim pesan lagi. Tetapi tidak ada pesan yang dikirim sama sekali. Apa mungkin orang yang mengirim pesan itu adalah Nia? mengingat wanita itu yang tidak suka padaku dan ingin juah dengan dirinya. Aku bangun mencari keberadaan Mas Giora sekarang. "Mas."Aku mencarinya, sampai akhirnya aku menemukan sebuah note yang sepertinya memang ditulisi oleh Mas Giora. Aku membacanya dengan sekilas. [Lisa kamu tunggu saja di rumah, jangan keluar].Kenapa Mas Giora mengatakan itu? Apa yang sebenarnya terjadi dengan Mas Giora, dia tidak memperbolehkan aku untuk datang ke keluar.Sampai aku mengintip di jendela untuk memastikan sesuatu. Bisa saja bukan ada orang yang menjaga rumahku, seperti waktu itu. Aku merasa khawatir kalau jadi begini. Tidak ada orang lain. Sampai ponselku berdering tanda ada orang yang menghubungiku. Ak
Aku menatap orang yang kini ada dihadapanku. Sebenernya apa yang dimaksud oleh dia? Kebetulan sekali aku tengah mencari informasi tentang Mas Giora. Mungkin saja wanita yang bernama Nia itu tahu. "Katakan padaku, apa yang sembunyikan oleh suamiku?" tanyaku. Aku yakin Nia juga tahu karena dia datang ke rumah sakit waktu itu. Aku merasa yakin kalau Nia juga tahu. "Tidak semudah itu aku memberitahumu. Aku sudah berjanji pada suamimu. Tetapi jika kamu mau berpisah dengan dia, mungkin saja aku bisa menceritakan semuanya," kata Nia dengan senyuman penuh artinya. Sampai ibuku langsung menimbrung percakapan kami berdua. "Lebih baik kamu berpisah saja dengan Giora. Laki-laki itu tidak berguna sama sekali. Kamu bisa mencari laki-laki yang lebih kaya seperti Martin."Aku melotot pada ibu yang ikut menghasut seperti ini. "Bukannya aku pernah bilang kalau sampai kapan pun tidak akan menceraikan Mas Giora.""Aku yakin kalau kamu tidak tahu tentang Giora bukan? Suami kamu itu sebenernya adalah s
Akhirnya aku memutuskan untuk kembali ke rumah karena khawatir dengan Mas Giora yang pasti akan marah. Sampai baru saja aku sampai di depan rumah. Tiba-tiba mataku melihat seseorang yang tengah berpelukan dengan suamiku. Deg Siapa wanita itu? Aku sama sekali tidak kenal dengan wanita itu. Bahkan aku tidak menyangka kalau akan muncul lagi wanita asing. Apa aku ke sana yah? Tetapi jika aku ke sana, nanti aku tidak tahu apa yang terjadi. Sampai aku menyadari kalau tatapanku dengan Mas Giora bertemu satu sama lain. Dia langsung melepaskan pelukannya dari wanita itu. "Lisa."Mas Giora sepertinya menyadari kehadiranku dan dia langsung menjauhkan tubuh wanita itu. Aku hanya diam membeku ketika melihat suamiku berpelukan dengan wanita lain. Mengapa banyak sekali wanita yang dekat dengan Mas Giora. "Lisa," panggil Mas Giora kembali menghampiriku. Aku menatap kearah suamiku sambil bertanya pada beliau. Siapa wanita yang tadi memeluknya itu. "Mas, siapa wanita itu?" tanyaku dengan panda
"Akhirnya kamu membuka pintu juga, Lisa."Aku memutar bola mata jengah ketika mengetahui siapa orang yang mengetuk pintu dengan keras. Apa yang diinginkan oleh orang itu. "Apa mau kamu? Membuat keributan dengan berteriak seperti itu," sindirku dengan jengah. "Sepertinya kamu lupa, Lisa. Kalau kamu masih punya hutang sekitar 70 juta lagi padaku. Sekarang aku akan menagihnya," kata Martin dengan santai. Orang yang datang kerumahku adalah Martin. Dia datang ke sini untuk menagih hutang rupanya. Aku sedikit merasa kesal dengan hal ini. "Bukannya aku sudah bilang waktu itu. Satu bulan lagi aku pasti akan membayar semuanya!" kataku dengan malas. "Aku berubah pikiran sekarang, Lisa. Aku ingin kamu segara melunasi hutangmu. Kalau tidak, maka kamu harus bercerai dengan suamimu dan menikah denganku.""Sialan kamu Martin. Berani sekali mengancamku!" umpatku. "Apa kamu takut, Lisa. Jangan lupakan kalau suami kamu bukan orang yang baik. Rumor itu sudah tersebar di mana-mana. Kalau suami kamu
Serin belum juga pulang dari rumahku. Dia kaya betah sekali di rumah kecilku ini. Bahkan dia main game di ruangan tamu. Aku membiarkan dia saja duduk. Tidak ada hal yang dilakukan oleh Serin di ruangan tamu. Tidak tahu alasan dia belum pulang sampai sekarang. "Kamu masih betah di rumahku?" tanyaku para Serin. Sudah sekitar 8 jam dia ada di rumahku. Sekedar menemani aku yang ada di rumah ini. Aku tidak tahu alasan Mas Giora menyuruh Serin di sini. "Memangnya kenapa? Kamu mau mengusirku.""Bukan begitu, hanya saja apa orang rumahmu tidak mencarimu?" tanyaku dengan hati-hati. Iya bisa saja dia lagi kabur dari rumahnya. Aku bisa tahu sedikit tentang hal ini, setidaknya semuanya sudah dilakukan dengan baik. "Kamu tidak usah khawatir, tidak ada orang rumah yang mencariku."Jangan bilang kalau Serin mau tinggal di rumah ini? Apa benar kalau wanita itu mau tinggal di sini? Aku tidak Ara kamar untuk Serin. Lagian aku belum tahh betul hubungan antara Serin dengan suamiku. Bisa saja bukan
"Mas!"Aku hampir akan memarahi dirinya ketika dia yang kini sudah mulai pandai sekali mempermainkan aku. Tidak menyangka kalau Mas Giora akan begitu sangat pandai. Dia menyatakan junior miliknya dengan pelan namun pasti, aku hanya bisa mendongak merasakan benda tersebut yang kini sudah mulai masuk ke dalam. Aku memejamkan mata sejenak menikmati sentuhan tersebut. Perlahan namun pasti, Mas Giora menggerakkan pinggulnya dengan ritme yang sesuai. Aku perlahan dibuat melayang hanya karena sentuhan manis tersebut. Lama-lama aku pun akhirnya menyamakan gerakannya dengan panas. "Kamu mulai menikmatinya, Lisa."Mas Giora berbisik di telingaku, membuat aku sedikit malu. Bahkan bisa dipastikan kalau pipiku sudah memerah seperti kepiting rebus. Padahal kami berdua sering melakukan ini sebelumnya. Tetapi entah kenapa, ini sangat nikmat. "Jangan menggodaku," kataku sambil menutup kepala karena malu. Tetapi Mas Giora malah membuka tanyaku dan menariknya ke samping, sehingga mata kami saling
Aku menoleh tajam kearah Wita yang mengatakan itu, tidak mungkin rasanya Mas Giora sampai menculik anak orang segala. "Jangan asal tuduh!""Itu buktinya, wanita itu mencari anaknya, kamu ingat kalau wanita itu yang waktu itu memeluk suami kamu dalam foto suamiku," bisik Wita kembali. Aku juga ingat kalau wanita paruh baya itu adalah seorang wanita yang memeluk Mas Giora. Apa hubungan wanita itu dengan suamiku? "Aku ingat!" ketusku dengan pelan. Aku juga tidak bermaksud untuk melakukan sesuatu. Sampai tak lama kemudian Mas Giora menatap kearahku dengan pelan. "Dia tidak ada di sini," jawab Mas Giora. "Jangan berbohong kamu, dia kamu suruh untuk menjaga istrimu bukan? Sekarang dia di mana?" tanya wanita paruh baya itu kembali. Siapa yang dimaksud? Apa itu Serin? Apa wanita yang ada dihadapanku adalah ibunya Serin? Tetapi kalau dilihat dari wajahnya tidak ada kemiripan sama sekali. "Dia tidak ada di sini.""Lalu dia ada di mana sekarang? Kalau kamu tidak mau memberitahuku di mana
Aku dan Mas Giora akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan tempat di mana Tomas berada setelah bertanya ke resepsionis tadi. Akhirnya kamu berdua menemukan tempatnya. Mas Giora berjalan lebih dulu dan aku hanya mengikutinya saja. Sampai di depan ruangan ini, Mas Giora menghentikan langkahnya. "Kenapa Mas?" tanyaku dengan heran karena Mas Giora tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. "Lisa, sebaiknya kita pulang sekarang."Hah? Baru saja kita sampai di sini, mengapa Mas Giora malah menyuruh aku untuk pulang sekarang. Ada apa sebenernya dengan Mas Giora. Aku melihat kearah depan untuk memastikan. Bisa saja karena ada sesuatu, Mas Giora jadi tidak jadi. Tetapi di sana tidak ada sesuatu yang mencurigakan sama sekali. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku sendiri pun merasa heran. Tidak tahan karena semuanya malah jadi rumit. "Kenapa Mas? Kita belum masuk ke dalam loh, memangnya kenapa?" tanyaku heran. Mas Giora malah diam tidak menjawab sama sekali. Aku dibuat kesal dengan tingk
Aku sudah rapi dengan pakaian yang kukenakan, tetapi hatiku gelisah. Mas Giora belum juga kembali, dan aku merasa ada yang tidak beres. Ke mana dia pergi? Aku mencari-cari tanda keberadaannya, namun tidak menemukannya. Aku turun ke bawah, mencoba mencari jawaban.Dengan langkah yang cepat, aku mendekati salah satu pelayan yang sedang sibuk di ruang tamu. "Apa ada yang melihat Mas Giora?" tanyaku, berusaha tetap tenang meski kecemasan mulai merayapi pikiranku.Pelayan itu berhenti sejenak, lalu menjawab, "Tadi beliau keluar bersama Tomas, Nyonya."Aku menahan napas sejenak, mencoba mencerna kata-katanya. "Apa dia bilang akan pergi ke mana?" tanyaku, rasa penasaran yang tak terelakkan membuatku bertanya lebih lanjut.Pelayan itu menggelengkan kepala dengan raut wajah kebingungan. "Tidak, Nyonya. Beliau tidak bilang akan ke mana."Aku menunduk, merasa sedikit lega sekaligus khawatir. Tidak ada petunjuk, hanya ketidakpastian. Mengapa dia tidak memberi tahu ke mana tujuannya? Apakah itu ha
Aku menatap Mas Giora sekilas, bingung dan tercengang dengan pernyataan yang baru saja keluar dari mulutnya. Tidak pernah aku bayangkan bahwa dia akan berpikir sejauh ini. Bahkan, aku sendiri masih merasa seperti ada yang salah dan sulit untuk memahaminya."Tomas, coba kamu jelaskan!" kataku, suaraku sedikit meninggi, tak bisa menyembunyikan kekesalan yang mulai mengalir dalam darahku.Namun, sebelum Tomas bisa merespon, Mas Giora mendekat dan menarik tanganku dengan lembut. Aku terdiam sejenak, merasa hangatnya pelukan yang tiba-tiba menyelimuti tubuhku."Maafkan aku, Lisa. Sebenernya semuanya ini adalah permintaanku. Aku tidak mau kalau sampai Tomas ketahuan kaki tanganku selama ini," ujar Mas Giora. "Jadi kamu juga ikut adil," kataku mendengus. Tomas juga ikut menjelaskan semuanya padaku. "sebenernya ini permintaan suamimu."Mas Giora melihat ke arah diriku kembali, dia terlihat meminta maaf padaku dengan sekilas. "Maafkan aku Lisa. Aku tidak bermaksud untuk berbohong padamu.""B
Mobil yang kami tumpangi tiba-tiba berhenti di depan sebuah gerbang besar yang terbuat dari besi tempa. Di balik gerbang itu, terbentang perumahan yang begitu sangat mewah, setiap rumah tampak seperti istana dengan halaman yang luas, tertata rapi, dan pepohonan tinggi yang menambah kesan anggun. Suasana begitu tenang, seolah-olah waktu berhenti di sini. Aku terkejut, tak bisa menahan mata yang melirik ke segala arah."Ini rumah siapa?" tanyaku, suaraku terdengar sedikit tergetar saat melihat sebuah rumah megah di ujung jalan, berdiri tegak dengan desain modern yang dipadu dengan elemen klasik. Sekilas, rumah itu memancarkan kekayaan dan kemewahan yang luar biasa.Aku menoleh ke arah Mas Giora yang duduk di sampingku, sedikit bingung. Tidak mungkin ini rumah Mas Giora, kan? Aku selalu mengenalnya sebagai sosok yang sederhana, tidak pernah berbicara tentang rumah seperti ini. Hati aku berdebar-debar, perasaan ingin tahu menggebu.Mas Giora tersenyum tipis, tidak banyak bicara. Dia kemud
Aku tersenyum puas melihat Mas Giora berjalan mendekat. Rasanya seperti beban berat yang telah lama aku pikul akhirnya terlepas. Dia datang tepat pada waktunya, menyelamatkanku dari pernikahan yang tak pernah aku inginkan. Setidaknya kini aku bisa merasa sedikit lega. "Mas Giora..." aku menyebut namanya dengan suara yang bergetar, penuh harapan. Namun, sebelum Mas Giora bisa menjawab, suara keras Martin menyela. "Lisa dan keluarganya masih memiliki hutang padaku! Aku tidak akan membebaskan dia begitu saja!" Tangannya mencekal erat pergelangan tanganku, membuatku sedikit terkejut dan merasa terjebak kembali dalam jaringnya. Dengan wajah tenang dan penuh keyakinan, Mas Giora berdiri di hadapanku. Tanpa ragu, dia menatap Martin dan berkata, "Aku akan membayarnya." Nada suaranya tegas, tanpa ada keraguan sedikit pun. Pernyataan itu bukan hanya tentang uang atau kewajiban. Ada sesuatu yang lebih, sebuah janji untuk membebaskan aku dari belenggu yang tak terlihat, dan aku bisa merasakan
Hari berikutnya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa di dalam sebuah kamar. Berusaha untuk kabur pun tidak bisa. Aku hanya berharap Serin akan segara menemukan aku. Sampai tiba-tiba pintu terbuka dan muncul dua orang wanita yang datang bersama dengan ibu. "Ibu."Aku terbangun dalam keadaan bingung, melihat pintu yang terbuka lebar. Kecemasan dan harapan bercampur aduk dalam diriku. Tanpa berpikir panjang, aku berusaha untuk melarikan diri. Namun, saat aku melangkah, tanganku tiba-tiba ditarik dengan kasar oleh ibuku."Jangan berusaha untuk kabur, di luar akan banyak orang," katanya dengan nada tegas.Pernyataan itu membuatku tertegun. "Apa maksudnya?" tanyaku, rasa ingin tahuku semakin membara. Aku menatapnya, mencari jawaban di wajahnya yang tampak cemas.Namun, ibuku hanya terdiam, matanya menghindar dari pandanganku. Dia tidak memberi penjelasan, dan semakin lama aku semakin bingung. Apa yang sebenarnya terjadi di luar? Kenapa ia begitu takut? Perasaan terjebak menghimpitku, membuat
Aku berjalan menyusuri jalan setapak menuju rumah ibu, pikiran melayang ke kenangan-kenangan masa lalu. Angin berhembus lembut, namun suasana hatiku terasa berat. Tiba-tiba, dari kejauhan, aku melihat sosok yang membuatku terhenti sejenak. Martin, teman lama yang selalu bisa mengusik ketenanganku."Lisa, kamu masih ingat yah dengan ibuku?" tanyanya, nada suaranya mengandung kepalsuan yang kutangkap dengan cepat."Bukan urusan kamu, Martin!" balasku, berusaha menahan nada sinis yang tak bisa kuhindari. Keberadaannya selalu mengingatkanku pada masa-masa sulit, saat hubungan keluargaku masih rumit. Dia terus mendekat, ekspresi wajahnya menunjukkan rasa ingin tahu yang berlebihan.Martin tertawa terbahak-bahak, suaranya menggema di sepanjang jalan sepi itu. Tawa itu bukan hanya konyol, tetapi penuh penghinaan. "Hahaha, kamu masih saja sombong. Suamimu sudah masuk penjara sekarang. Jadi aku bisa bebas mendekati," katanya, dengan senyum yang semakin memperlihatkan niat jahatnya.Ketika dia
Setelah pertemuan yang menegangkan dengan Mas Giora, aku dan Serin memutuskan untuk kembali ke apartemen. Dalam perjalanan, suasana terasa canggung, banyak pikiran mengganggu benak kami. Sesampainya di apartemen, Serin membuka pintu. “Ayo masuk,” ujarnya, tetapi ada nada cemas dalam suaranya. Aku melangkah masuk, merasakan hawa dingin yang aneh. Begitu pintu tertutup, kami segera menyadari sesuatu yang tidak beres. Lampu di ruang tamu menyala terang, padahal kami yakin sudah mematikannya sebelum pergi. Kami saling pandang, bingung. “Apakah kamu menghidupkannya?” tanyaku, suara bergetar. Serin menggelengkan kepala, wajahnya pucat. “Tidak. Kita pasti sudah mematikannya.” Kami melangkah perlahan ke ruang tamu, perasaan tegang menjalari setiap langkah. Bayangan-bayangan di dinding tampak bergerak, dan suara berisik dari dalam apartemen seolah memanggil kami. “Apa yang terjadi?” Serin berbisik, suaranya hampir tak terdengar. Di antara keraguan dan rasa takut, kami tahu kami harus me
Aku sudah melaporkan semua kejahatan beserta bukti tentang suaminya Hani yang membakar rumahku. Sejujurnya aku sama sekali tidak menyangka dengan hal ini. Bahkan aku tidak habis pikir kalau semuanya akan jadi seperti ini. Aku juga awalnya tidak menyangka sama sekali. "Sudah selesai?" ujar Serin menghampiri aku. Aku hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. "Iya, aku senang karena semuanya sudah selesai. Tidak ada yang dikhawatirkan lagi untuk sekarang.""Syukurlah kalau begitu.""Sekarang kita temui suami kamu," ajak Serin. Aku tersenyum ketika mendengar hal tersebut. Terlebih semuanya sudah berjalan dengan baik. Leon tidak tahu harus berbuat apalagi setelah ini. Dia memang melakukan semuanya dengan baik. Sampai tak lama kemudian, dia teringat akan sesuatu sekarang. "Tunggu dulu.""Kenapa?" tanya Serin sambil melirik kearah diriku. "Semua laporan tentang suaminya Hani tengah di proses. Tapi bagaimana aku memberitahu Mas Giora.""Kamu takut memberitahu Mas Giora kalau rumah kamu t
Aku berkeliling melihat bekas kebakaran ini, beruntung aku dan Mas Giora sedang tidak ada di rumah, jadi tidak ada korban. "Aduh kasian sekali gubuknya terbakar." Hani mengatakan itu sambil tertawa dengan puas. Dia paling senang kalau melihat aku yang menderita seperti ini. "Diam kamu," balasku. "Sekarang kamu tidak punya rumah lagi," hina Hani sambil melihat kearahku. Memang aku sudah tidak punya tempat tinggal lagi sekarang. Apa yang dikatakan oleh Hani memang benar, sebelum akhirnya Serin merangkulku. "Kata siapa Lisa tidak punya rumah lagi? Giora punya rumah banyak asal kamu tahu," ujar Serin. Hani yang mendengar itu pun malah tertawa. "Memangnya aku tidak tahu kalau dia hanya penjual ikan saja. Mana mungkin kalau dia punya rumah banyak. Jangan mimpi!" Benar juga yang dikatakan oleh Hani, Serin sampai mau berbohong hanya untuk membelaku. "Terserah kalau tidak percaya, ayo Lisa kita pergi dari sini," ajak Serin. Aku hanya mengangguk saja, kita berdua akhir