"Akhirnya kamu membuka pintu juga, Lisa."Aku memutar bola mata jengah ketika mengetahui siapa orang yang mengetuk pintu dengan keras. Apa yang diinginkan oleh orang itu. "Apa mau kamu? Membuat keributan dengan berteriak seperti itu," sindirku dengan jengah. "Sepertinya kamu lupa, Lisa. Kalau kamu masih punya hutang sekitar 70 juta lagi padaku. Sekarang aku akan menagihnya," kata Martin dengan santai. Orang yang datang kerumahku adalah Martin. Dia datang ke sini untuk menagih hutang rupanya. Aku sedikit merasa kesal dengan hal ini. "Bukannya aku sudah bilang waktu itu. Satu bulan lagi aku pasti akan membayar semuanya!" kataku dengan malas. "Aku berubah pikiran sekarang, Lisa. Aku ingin kamu segara melunasi hutangmu. Kalau tidak, maka kamu harus bercerai dengan suamimu dan menikah denganku.""Sialan kamu Martin. Berani sekali mengancamku!" umpatku. "Apa kamu takut, Lisa. Jangan lupakan kalau suami kamu bukan orang yang baik. Rumor itu sudah tersebar di mana-mana. Kalau suami kamu
Serin belum juga pulang dari rumahku. Dia kaya betah sekali di rumah kecilku ini. Bahkan dia main game di ruangan tamu. Aku membiarkan dia saja duduk. Tidak ada hal yang dilakukan oleh Serin di ruangan tamu. Tidak tahu alasan dia belum pulang sampai sekarang. "Kamu masih betah di rumahku?" tanyaku para Serin. Sudah sekitar 8 jam dia ada di rumahku. Sekedar menemani aku yang ada di rumah ini. Aku tidak tahu alasan Mas Giora menyuruh Serin di sini. "Memangnya kenapa? Kamu mau mengusirku.""Bukan begitu, hanya saja apa orang rumahmu tidak mencarimu?" tanyaku dengan hati-hati. Iya bisa saja dia lagi kabur dari rumahnya. Aku bisa tahu sedikit tentang hal ini, setidaknya semuanya sudah dilakukan dengan baik. "Kamu tidak usah khawatir, tidak ada orang rumah yang mencariku."Jangan bilang kalau Serin mau tinggal di rumah ini? Apa benar kalau wanita itu mau tinggal di sini? Aku tidak Ara kamar untuk Serin. Lagian aku belum tahh betul hubungan antara Serin dengan suamiku. Bisa saja bukan
"Mas!"Aku hampir akan memarahi dirinya ketika dia yang kini sudah mulai pandai sekali mempermainkan aku. Tidak menyangka kalau Mas Giora akan begitu sangat pandai. Dia menyatakan junior miliknya dengan pelan namun pasti, aku hanya bisa mendongak merasakan benda tersebut yang kini sudah mulai masuk ke dalam. Aku memejamkan mata sejenak menikmati sentuhan tersebut. Perlahan namun pasti, Mas Giora menggerakkan pinggulnya dengan ritme yang sesuai. Aku perlahan dibuat melayang hanya karena sentuhan manis tersebut. Lama-lama aku pun akhirnya menyamakan gerakannya dengan panas. "Kamu mulai menikmatinya, Lisa."Mas Giora berbisik di telingaku, membuat aku sedikit malu. Bahkan bisa dipastikan kalau pipiku sudah memerah seperti kepiting rebus. Padahal kami berdua sering melakukan ini sebelumnya. Tetapi entah kenapa, ini sangat nikmat. "Jangan menggodaku," kataku sambil menutup kepala karena malu. Tetapi Mas Giora malah membuka tanyaku dan menariknya ke samping, sehingga mata kami saling
Aku menoleh tajam kearah Wita yang mengatakan itu, tidak mungkin rasanya Mas Giora sampai menculik anak orang segala. "Jangan asal tuduh!""Itu buktinya, wanita itu mencari anaknya, kamu ingat kalau wanita itu yang waktu itu memeluk suami kamu dalam foto suamiku," bisik Wita kembali. Aku juga ingat kalau wanita paruh baya itu adalah seorang wanita yang memeluk Mas Giora. Apa hubungan wanita itu dengan suamiku? "Aku ingat!" ketusku dengan pelan. Aku juga tidak bermaksud untuk melakukan sesuatu. Sampai tak lama kemudian Mas Giora menatap kearahku dengan pelan. "Dia tidak ada di sini," jawab Mas Giora. "Jangan berbohong kamu, dia kamu suruh untuk menjaga istrimu bukan? Sekarang dia di mana?" tanya wanita paruh baya itu kembali. Siapa yang dimaksud? Apa itu Serin? Apa wanita yang ada dihadapanku adalah ibunya Serin? Tetapi kalau dilihat dari wajahnya tidak ada kemiripan sama sekali. "Dia tidak ada di sini.""Lalu dia ada di mana sekarang? Kalau kamu tidak mau memberitahuku di mana
Aku dan Mas Giora akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam ruangan tempat di mana Tomas berada setelah bertanya ke resepsionis tadi. Akhirnya kamu berdua menemukan tempatnya. Mas Giora berjalan lebih dulu dan aku hanya mengikutinya saja. Sampai di depan ruangan ini, Mas Giora menghentikan langkahnya. "Kenapa Mas?" tanyaku dengan heran karena Mas Giora tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. "Lisa, sebaiknya kita pulang sekarang."Hah? Baru saja kita sampai di sini, mengapa Mas Giora malah menyuruh aku untuk pulang sekarang. Ada apa sebenernya dengan Mas Giora. Aku melihat kearah depan untuk memastikan. Bisa saja karena ada sesuatu, Mas Giora jadi tidak jadi. Tetapi di sana tidak ada sesuatu yang mencurigakan sama sekali. Apa yang sebenarnya terjadi? Aku sendiri pun merasa heran. Tidak tahan karena semuanya malah jadi rumit. "Kenapa Mas? Kita belum masuk ke dalam loh, memangnya kenapa?" tanyaku heran. Mas Giora malah diam tidak menjawab sama sekali. Aku dibuat kesal dengan tingk
Aku mengejar Mas Giora yang tadi berlari begitu sangat kencang, di mana dia sekarang, sampai terdengar suara pukulan yang begitu sangat keras dari belakang halaman.Aku keluar dan memastikan sendiri, dengan memberikan diri, akhirnya aku berjalan dengan suara pelan. BughBughBeberapa pukulan dilayangkan oleh Mas Giora kepada orang tersebut. Bahkan dia menatapnya dengan tatapan tajam. Aku bisa melihat Mas Giora tengah emosi dan marah, sekarang aku merasa bingung, menghampiri dirinya atau tetap berada di sini. "Katakan padaku, siapa orang yang sudah menyuruhmu!" Paksa Mas Giora. Aku juga penasaran, sebenernya siapa orang yang sudah menyuruhnya untuk membunuhku? Padahal aku tidak punya musuh sama sekali. Kecuali tetangga yang sangat kepo dan ingin tahu tentangku yang sebenarnya. Bahkan aku sendiri pun merasa tidak nyaman ketika berada di dekat saja. Tidak tahu harus berbuat apalagi setelah ini. "KATAKAN!"Nada yang penuh emosi dari Mas Giora, bisa aku dengarkan dengan nyaring. Tida
Apa maksudnya menanyakan itu padaku? Sedangkan aku sendiri tidak paham dengan yang dimaksud tersebut. Bahkan aku juga tidak yakin sekarang. "Apa maksudnya?" "Tidak usah berbohong padaku, katakan yang sebenarnya!" Aku sendiri pun tidak tahu harus menjawab apa sekarang. Hubungan antara aku dengan dirinya memang kurang baik. "Katakan semuanya Lisa. Suami kamu dekat dengan orang-orang yang ada di perusahaan suamiku bukan?" kata Handi dengan nada yang sedikit memaksa. Aku sendiri pun tidak tahu harus menjawab apa sekarang. Jujur saja aku sendiri pun tidak tahu hubungan antara Mas Giora dengan orang yang dimaksud. "Aku tidak tahu. Memangnya kenapa kalau suami kamu dipecat, sampai menyalahkan suamiku." "Manager perusahaan membela suami kamu. Asal kamu tahu, gara-gara itu aku dipecat." "Itu karma untuk kalian berdua, siapa suruh menghina suamiku. Kalau kamu dipecat jangan salahkan aku atau suamiku!" kataku dengan penuh penekanan dan hendak akan pergi. "Sombong kamu, Lisa
"Hahaha Lisa, kamu tidak tahu kalau sebenernya suami kamu adalah...." Belum sempat orang itu mengatakan yang sebenernya. Sudah terdengar suara ketukan pintu. "Iya," kataku dengan nada panik. Aku membuka pintu dan melihat Mas Giora yang rupanya masuk ke dalam. "Mas Giora." Aku melihat kearah ponselku ketika ucapan orang tersebut tadi terpotong karena aku ada Mas Giora masuk. Orang itu langsung mematikan sambungan teleponnya. Sialan dia mau mengatakan apa sebenarnya? Aku sendiri pun malah dibuat heran sekarang. "Mas sudah pulang." Mas Giora hanya mengangguk sambil melirik kearah sekelilingku. Ada apa dengan Mas Giora sebenarnya? Apa dia merasa curiga kalau aku berselingkuh dari dirinya. "Kamu tadi ngobrol dengan siapa?" tanya Mas Giora padaku. Gawat, Mas Giora pasti curiga ketika aku tadi ditelepon oleh orang misterius itu. Apa aku harus memberitahu dia sekarang. Sebenernya aku juga penasaran dengan jati diri Mas Giora yang disembunyikan. "Tadi ada yang menelp
Setelah acara pesta yang panjang, aku merasa lega dan sedikit lelah. Mas Giora menggenggam tanganku dengan lembut, mengajakku menuju kamar. Tidak ada kata-kata yang terucap antara kami, hanya tatapan penuh makna yang saling bertukar. Rasanya seperti dunia ini hanya milik kami berdua, jauh dari hiruk-pikuk pesta dan keramaian yang baru saja berlalu.Saat pintu kamar terbuka, mataku langsung tertuju pada sebuah kejutan. Bunga mawar merah muda, yang harum semerbak, terhampar dengan indah di atas ranjang. Kelopak-kelopak bunga itu tersebar rapi, memberi nuansa romantis yang begitu memukau. Aku terdiam sejenak, tak percaya dengan apa yang kulihat. Seluruh ruangan dipenuhi dengan cahaya lembut dari lampu kamar, menciptakan atmosfer yang begitu intim dan penuh kehangatan."Apa kamu yang menyiapkan ini semuanya?" tanyaku dengan nada tak percaya, mataku memandang ke arah Mas Giora yang berdiri di sampingku.Mas Giora hanya tersenyum tipis, mengangguk dengan penuh kepastian. "Tentu saja," jawab
Aku dan Mas Giora akhirnya memutuskan untuk berdansa. Musik mengalun lembut, mengisi ruang dengan suasana yang penuh kegembiraan. Rasa senang yang sudah lama tertahan akhirnya bisa terlepaskan. Nia sudah tertangkap, dan kini semuanya terasa lebih ringan."Kamu senang?" tanya Mas Giora, matanya menatapku dengan lembut, seolah ingin memastikan perasaanku."Iya, aku senang," jawabku, tidak bisa menyembunyikan senyum yang mengembang di wajahku. Semua yang telah terjadi akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan.Mas Giora menoleh sekilas ke arahku, matanya menunjukkan rasa puas yang sama. "Kamu lihat sekarang? Tomas dan Serin terlihat mesra," bisiknya, matanya tertuju pada pasangan yang sedang berdansa di seberang. Serin dan Tomas tampak begitu dekat, seakan semuanya menjadi lebih indah. Aku tidak menyangka, setelah semua yang terjadi, akhirnya mereka bisa menemukan kedamaian dalam diri mereka masing-masing.Aku menoleh, melihat mereka berdua yang sedang tertawa dan menikmati momen itu. Ras
Aku terkejut saat melihat Serin datang mendekati kami dengan langkah cepat, matanya tajam menatap setiap orang di sekitar. Suasana jadi tegang seketika."Siapa dia?" tanya Raya, jelas kebingungannya.Sedangkan Nia, yang tadinya tenang, kini mematung. Aku bisa melihat ketakutan di wajahnya, seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya."Gak tahu dia siapa," jawab Ina, tampak sedikit ragu."Dia orang yang tadi bersama kamu kan?" tanya Yuna pelan, bisikannya hampir tak terdengar di tengah keheningan yang tiba-tiba menyelimuti.Aku hanya mengangguk, memberikan jawaban singkat. Memang, itu Serin. Wanita itu datang tepat pada waktunya, seperti tahu kapan harus muncul."Iya, dia temanku. Namanya Serin," kataku, menjelaskan kepada Yuna.Namun, suasana semakin aneh. Serin berdiri di sana, tak bergerak, menatap kami dengan tatapan yang sulit dibaca."Ayo cepat, Bu Nia. Buka isinya, kami penasaran," kata Raya, berusaha mencairkan suasana dengan ceria, meskipun ada ketegangan yang tak bisa dihi
Orang yang dihubungi oleh Ina akhirnya muncul. Dia adalah orang yang ahli dalam bidang perhiasan. Semua orang kini menatap kearah orang tersebut. "Selamat malam, Pak Ben.""Ada apa memanggilku?" tanya Ben pada Ina. "Sebenernya saya hanya ingin Pak Ben membuktikan sebuah kalung yang dipakai oleh Lisa. Itu kalung yang asli atau bukan," ujar Ina sambil menunjuk kearah kalung yang aku pakai. Raya langsung menatap kearah diriku dengan sinis. "Pasti itu adalah kalung yang palsu.""Boleh saya melihat kalung tersebut?" pintanya padaku dengan sopan. Pak Ben langsung menatap kearah diriku, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk melepaskan kalung ini dan memperlihatkan pada mereka semuanya. Semoga kali ini akan percaya. "Ini kalungnya," kataku sambil memperlihatkan dengan seksama. Ina yang melihat itu pun tersenyum dengan puas. Dia terlihat senang karena aku tahu niatnya untuk mempermalukan diriku. "Sebentar lagi kamu tidak akan bisa sombong," kata Ina. "Iya, Lisa. Kamu pasti akan menangg
Acara pesta yang diselenggarakan oleh Perusahaan keluarga Mas Giora. Semuanya digelar di salah satu gedung yang mewah yang terletak di pusat ibukota. Aku sudah bersiap dengan gaun yang memang sudah di pesan oleh Mas Giora. Aku memakainya dengan seksama. "Kamu terlihat cantik sayang."Mas Giora malah memelukku dari belakang, membuat aku sedikit gugup sekarang. Terlebih deru nafasnya masih bisa aku rasakan. Sangat nikmat sekali dan aku menikmati semuanya dengan baik. "Mas, kok belum berangkat?" kataku pada Mas Giora. Kita sudah merencanakan semuanya. Jadi nanti Mas Giora akan berangkat lebih dulu, sedangkan aku akan menyusul nanti. "Rasanya tidak rela ketika meninggalkan istriku berangkat sendirian. Aku ingin bareng bersama dengan kamu saja.""Sudah Mas, jangan manja seperti itu, ayo kita masih punya misi," kataku pada Mas Giora. "Baiklah, aku memang masih punya misi.""Makanya, kamu berangkat duluan. Nanti aku bersama dengan Serin datang ke sana. Kamu bersama dengan Tomas," saran
Aku kembali ke kantor dan semuanya terasa sangat aneh. Karyawan yang ada di sini malah justru terlihat heboh sekali. Diam-diam aku mendengar percakapan mereka karena memang penasaran. "Pak Bos mengupload foto bersama dengan istrinya.""Iya, tetapi sayang gak bisa melihatnya.""Pasti istrinya sangat cantik."Aku mendengar percakapan heboh mereka, rupanya mereka tengah tengah membicarakan tentang Mas Giora. Aku seketika yang mendengarnya pun merasa sedikit penasaran. "Jangan-jangan benar lagi fakta itu, kalau Pak Andreas punya hubungan gelap dengan Bu Nia," ujar karyawan yang lainnya. "Maksud kamu, ini adalah Bu Nia," ujar karyawan yang suka bergosip. Aku kesal mendengarnya, sudah jelas kalau memang itu adalah aku. Tetapi aku tidak bisa mengungkap semuanya sekarang. Bisa jadi masalah kalau aku mengungkap semuanya. "Wah, aku dengar juga Pak Andreas pernah dipenjara karena kasus ini, tetapi dia bebas dan tidak terbukti bersalah.""Iya namanya juga orang kaya, sudah jelas kalau punya
Nina menatap Hani dengan pandangan tajam, "Kamu masih belum paham dengan situasi ini rupanya. ingat yah Mas Irwan adalah suami saya.""Ah tidak mungkin," kata Hani. Aku dan Mas Giora hanya diam di sudut ruangan, menyaksikan drama yang sedang terjadi di depan mata kami. Kami berdua seperti menonton pertunjukan teater yang penuh ketegangan dan kejutan. Terlebih lagi, melihat Hani yang kini tengah dilabrak oleh istri sah Irawan, Nina. Aku tak pernah membayangkan akan berada di tengah-tengah situasi seperti ini.Irawan yang terpojok, berusaha membela dirinya, berkata dengan nada putus asa, "Sayang, kamu harus percaya, wanita itu yang menggodaku duluan," suaranya terdengar lemah, seolah ingin meyakinkan Nina agar tidak meninggalkannya.Nina, yang tampaknya sudah terlalu banyak menahan amarah, hanya menyeringai sinis. "Cih, kamu pikir aku bodoh, hah?" kata Nina, dengan nada yang tajam dan penuh penghinaan. "Kamu sengaja berselingkuh dengan wanita murahan ini. Mulai sekarang, kamu aku pecat
Aku membisikan sesuatu pada telinga Mas Giora setelah melihat Hani dan kekasih barunya, Irawan, berdiri dengan angkuh di tengah butik mewah itu."Sudah Mas, kita berikan saja. Biarkan mereka merasa menang.""Tidak, Lisa, kamu tenang saja." Mas Giora seolah menenangkan aku, suaranya lembut namun tegas. Meski tengah dikelilingi situasi yang memanas, dia terlihat begitu tenang, bahkan seperti tidak terpengaruh sedikit pun. Aku pun mulai merasa cemas, tak tahu apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh Mas Giora.Hani, yang masih dengan tatapan penuh kecemasan namun berusaha menunjukkan keberaniannya, kini berkata, "Lebih baik kalian menyerah saja. Tidak ada yang bisa kalian lakukan."Tiba-tiba Mas Giora mengangkat dagu, tersenyum tipis, dan dengan nada penuh tantangan menjawab, "Memangnya kalian bisa membayar baju ini?" suaranya mengalir begitu sinis, menantang.Hani, yang merasa tersinggung, segera berbalik menghasut Irawan. "Wah, dia merendahkan kamu, Mas Irawan," ujar Hani, berusaha
Mas Giora menatapku dengan pandangan aneh, memangnya kenapa dengan dirinya? Kebetulan Serin dan Tomas sudah pulang sekarang. Jadi hanya tinggal kami berdua saja di sini, aku sendiri pun merasa heran dengan Mas Giora sekarang, tidak biasanya dia seperti ini. "Besok aku akan mengajak kamu ke mall dan kita akan beli baju untuk kamu," kata Mas Giora. Aku hanya tersenyum tipis ketika mendengar hal itu, ada rasa senang dalam diriku ketika mendengar usulan dari dirinya. "Benar yah, aku ingin datang ke sana.""Tentu saja, kamu boleh beli apapun yang kamu inginkan, semuanya pokonya."Mas Giora mengatakan itu dengan baik, aku hanya tersenyum tipis. Mungkin memang benar kalau pada akhirnya akan jadi seperti ini. Aku pun tidak tahu harus berbuat apalagi sekarang. "Mas Giora," ujarnya sambil tersenyum tipis. "Iya, kenapa?" tanya Mas Giora sambil melirik kearah diriku dengan sekilas. "Aku kepikiran dengan ibuku, dia tidak datang ke sini untuk menjenguk ayah," kataku. Mas Giora menatapku den