Mas Giora menatapku dengan serius. Sebenernya aku masih penasaran dengan musuh yang dimaksud oleh Mas Giora. Tetapi aku tidak berani bertanya padanya. "Lisa, untuk sementara ponsel kamu aku ambil.""Kok gitu, Mas.""Lebih baik kamu menggunakan ponselku dulu saja."Mas Giora memberikan ponselnya padaku. Kita jadi tukeran ponsel sekarang. Sepertinya alasannya karena memang orang itu. "Baiklah kalau begitu," aku hanya menerima ponselnya saja.Sebelum akhirnya Mas Giora berdiri dan dia menuntun aku untuk ikut masuk bersama dengan dirinya ke kamar. "Lebih baik kita ke kamar sekarang," ajak Mas Giora. Aku hanya mengangguk menuruti keinginan dirinya saja. Memang lebih baik jika memang kita pergi ke sana. Kita berdua akan pergi dari sini dan itu sukses membuat aku merasa senang."Baiklah."Aku hanya menuruti keinginan dari Mas Giora saja. Sampai akhirnya kuta bedua memutuskan untuk pergi dari sini. Kami juga sudah melakukan sesuatu yang baik untuk sekarang. Aku masuk ke dalam kamar dan Ma
Aku tengah menyapu halaman rumah karena memang sangat kotor sekali. Setelah semuanya terlihat sangat bersih dan daun-daun juga sudah aku bakar. Tiba-tiba Martin datang menghampiriku. Laki-laki itu tidak pernah bosan datang ke sini. "Untuk apa kamu ke sini? Ingin menagih hutang?" balasku kepadanya. "Sombong sekali kamu Lisa. Apa kamu tidak tahu kalau suamimu sudah membayar semua hutangmu?" ujar Martin. Aku sedikit terkejut ketika mengetahui fakta kalau Mas Giora sudah membayar semua hutangnya. "Dia sudah membayar semuanya?" Itu bukan suaraku yang terkejut, tetapi suara orang yang ada dibelakangku. Aku menoleh kearah belakang. "Ibu.""Bahkan ibumu saja terkejut Lisa. Dari mana suami kamu bisa mendapatkan uang itu?" tanya Martin padaku. Aku sendiri pun tidak bisa menjawab semuanya dengan baik. Bahkan aku tidak tahu harus berbuat apa sekarang. "Lisa, katakan yang sebenarnya terjadi?" tanya ibuku yang juga penasaran. "Aku tidak tahu!" Jawabku yang memang tidak tahu dengan hal ini
Ibunya Tomas dan ibuku sekarang sudah pergi. Aku masih penasaran dengan yang dikatakan oleh ibunya Tomas. Apa benar Mas Giora yang sudah membunuh Adrian. Kalau aku bertanya pada Mas Giora, pasti dia tidak akan menjawab. Sampai aku teringat dengan Serin. Aku yakin kalau dia juga tahu sesuatu. Aku harus menghubungi dia sekarang. Siapa tahu kalau memang Serin tahu sesuatu. Mengingat Serin adalah kekasih dari Tomas. "Hallo Serin.""Hallo, Lisa. Kamu menggunakan nomor telepon dari Giora."Aku belum menceritakan semuanya pada Serin kalau memang aku tengah berganti ponsel dengan Mas Giora. Semuanya aku lakukan memang demi kebaikan aku. "Iya, aku sengaja menggunakan ponsel Mas Giora karena memang dalam ponselku ada orang yang mengirim pesan ancaman.""Pesan ancaman? Siapa yang berani mengancam kamu, Lisa?" tanya Serin yang sepertinya ikut marah juga. "Aku juga tidak tahu, tetapi Mas Giora kenal dengan orang tersebut. Suaranya seperti laki-laki dan aku tidak tahu dia siapa," kataku member
Pagi yang cerah untukku, melihat Mas Giora yang masih tidur terlelap dalam diam. Aku mengelus wajahnya karena memang manis. "Lisa, aku masih mengantuk."Suara serak dari Mas Giora begitu sangat manis. Aku membenarkan baju yang memang sempat tersikap oleh Mas Giora. "Ayo bangun Mas, kita harus ganti perban kamu. Memangnya kamu tidak kerja hari ini?" tanyaku pada Mas Giora. "Aku tidak bekerja."Mas Giora hanya mengatakan itu sambil menutupi wajahnya dengan selimut. Dia memang terasa sangat manis sekali. "Yaudah kalau begitu, aku akan membuat sarapan dulu."Akhirnya aku memutuskan untuk mandi dengan cepat, setelah itu aku pergi ke dapur untuk membuat sarapan. Melihat bumbu yang memang sudah sedikit. Sepertinya aku harus berbelanja nanti ke pasar. Mengajak Mas Giora mungkin akan menyenangkan, terlebih dia libur dan pasti ada banyak waktu untukku. Aku juga senang dengan hal ini. Mengambil terlur dan membuat omlet, tidak lupa aku membuat juga minuman untuk Mas Giora. Sampai tiba-tib
"Ada polisi." Semua orang ada di sini, termasuk dengan Martin yang memegangi tangan Mas Giora, kini malah merasa ketakutan. "Kenapa dia ke sini?" ujar Yanto yang kini merasa heran. Semua warga yang ada di sini pun jadi ketakutan. Sampai tak lama kemudian, polisi ini beratnya kepada Wita dan Hani yang kebetulan ada di sana. "Permisi." "Ada apa yah?" "Kami dari pihak kepolisian, ingin menangkap saudara Andreas Giora karena sudah melalukan pembunuhan terhadap saudari Adrian Alvares Sanjaya." Semua orang yang ada ada di tempat ini terkejut mendengar berita ini, bahkan aku tidak mengerti kalau semuanya akan jadi seperti ini. "Wah, rupanya ada yang lebih parah dari sini yah." "Dia seorang pembunuh rupanya," kata Wita sambil tertawa dengan puas. Aku melirik kearah Mas Giora yang kini sudah ditangkap oleh pihak kepolisian, aku berusaha untuk mencegahnya. "Mas Giora, kamu tidak benaran membunuh kan?" tanyaku pada Mas Giora. Mas Giora hanya menggelengkan kepalanya,
Aku menatap kearah Serin dengan pandangan serius. Apa maksudnya mengatakan kalau istrinya Adrian menginginkan suamiku. "Maksud kamu apa Serin?" tanyaku. "Kamu tidak tahu, Lisa? Atau kamu pura-pura tidak tahu. Istrinya Adrian selalu datang ke rumah sakit ketika suaminya di rawat, dia melakukan itu karena ada Giora di sana juga."Aku tengah mencerna apa yang dikatakan oleh Serin barusan. Kemudian aku teringat waktu itu juga sempat melihat Nia ada di sana. Mungkin saja dia juga punya hubungan. "Jadi maksud kamu, mereka ketemu di rumah sakit itu? Tetapi waktu itu aku juga melihat Nia ada di sana. Nia juga suka dengan suamiku." Serin melihat kearahku dengan sekilas. Sebelum akhirnya dia mengatakan sesuatu. "Jangan bilang kalau Giora tidak memberitahumu?""Apa?" tanyaku menaikan sebelah alis heran. "Kamu tidak tahu istrinya Adrian siapa?" tanya Serin sambil melirik kearahku. Aku hanya menggelengkan kepala karena memang tidak tahu istrinya Adrian itu siapa, yang aku tahu kalau istrinya
"Kenapa Nia? Apa kamu merasa tersinggung?"Aku tersenyum puas dalam keadaan terikat, melihat ekspresi wajah dari Nia yang begitu kesal ketika aku melemparkan kenyataan ini. Syukurlah kalau dia sadar dengan hal ini. Plak Nia menampar keras pipiku, rasanya memang sedikit sakit dan begitu perih ketika aku merasakan hal ini. "Kamu wanita jalang, apa kamu tahu berhadapan dengan siapa? Kamu bilang begitu karena kamu tidak tahu apapun!" maki Nia dengan nada yang emosional. "Apa yang tidak aku ketahui?" pancingku karena memang penasaran dengan yang disembunyikan oleh mereka. Sebenernya aku juga ingin tahu sesuatu, tetapi untuk sementara ini. Aku tidak akan bertanya dulu. Walaupun dalam hati aku merasa sedikit kesal. "Kamu tahu awalnya Giora sangat mencintaiku, gara-gara aku dijodohkan dengan kakaknya, aku tidak bisa menikah dengan dia," marah Nia. "Hanya karena itu, faktanya sekarang Mas Giora mencintaiku.""Aku tahu, kalau dia sudah mencintaimu, Lisa. Tetapi aku akan membuat Giora men
Aku berlari dengan kencang, tidak peduli kalau kakiku kini sedang sakit, sampai menemukan jalan raya dan melihat orang yang memang ada di sini. "Tolong," kataku pada orang tersebut. "Ada apa?" orang tersebut dengan pandangan yang sedikit heran. Aku menunjuk kearah lokasi tempat di mana aku culik tadi. Kebetulan ada orang-orang di sini, mungkin mereka bisa membantu. "Teman saya sedang di keroyok di sana.""Ayo kita ke sana," kata bapak-bapak tersebut kepada temannya. "Ayo," katanya. Aku tersenyum karena mereka semuanya sangat baik dan mau membantu kita semuanya. Setidaknya masih ada orang baik yang mau menolong kita di saat yang seperti ini. Aku sendiri pun dibuat lega sekarang. "Terima kasih banyak."Aku mengatakan itu dan berjalan dibelakang bapak-bapak tadi. Sampai aku melihat Serin yang sudah dikeroyok oleh orang lain. "Hei kalian, jangan membuat keributan di sini!" kata bapak-bapak yang menolongku. Sampai orang yang tadi hampir melukai Serin pun sudah kabur ketakutan deng
Setelah acara pesta yang panjang, aku merasa lega dan sedikit lelah. Mas Giora menggenggam tanganku dengan lembut, mengajakku menuju kamar. Tidak ada kata-kata yang terucap antara kami, hanya tatapan penuh makna yang saling bertukar. Rasanya seperti dunia ini hanya milik kami berdua, jauh dari hiruk-pikuk pesta dan keramaian yang baru saja berlalu.Saat pintu kamar terbuka, mataku langsung tertuju pada sebuah kejutan. Bunga mawar merah muda, yang harum semerbak, terhampar dengan indah di atas ranjang. Kelopak-kelopak bunga itu tersebar rapi, memberi nuansa romantis yang begitu memukau. Aku terdiam sejenak, tak percaya dengan apa yang kulihat. Seluruh ruangan dipenuhi dengan cahaya lembut dari lampu kamar, menciptakan atmosfer yang begitu intim dan penuh kehangatan."Apa kamu yang menyiapkan ini semuanya?" tanyaku dengan nada tak percaya, mataku memandang ke arah Mas Giora yang berdiri di sampingku.Mas Giora hanya tersenyum tipis, mengangguk dengan penuh kepastian. "Tentu saja," jawab
Aku dan Mas Giora akhirnya memutuskan untuk berdansa. Musik mengalun lembut, mengisi ruang dengan suasana yang penuh kegembiraan. Rasa senang yang sudah lama tertahan akhirnya bisa terlepaskan. Nia sudah tertangkap, dan kini semuanya terasa lebih ringan."Kamu senang?" tanya Mas Giora, matanya menatapku dengan lembut, seolah ingin memastikan perasaanku."Iya, aku senang," jawabku, tidak bisa menyembunyikan senyum yang mengembang di wajahku. Semua yang telah terjadi akhirnya membuahkan hasil yang memuaskan.Mas Giora menoleh sekilas ke arahku, matanya menunjukkan rasa puas yang sama. "Kamu lihat sekarang? Tomas dan Serin terlihat mesra," bisiknya, matanya tertuju pada pasangan yang sedang berdansa di seberang. Serin dan Tomas tampak begitu dekat, seakan semuanya menjadi lebih indah. Aku tidak menyangka, setelah semua yang terjadi, akhirnya mereka bisa menemukan kedamaian dalam diri mereka masing-masing.Aku menoleh, melihat mereka berdua yang sedang tertawa dan menikmati momen itu. Ras
Aku terkejut saat melihat Serin datang mendekati kami dengan langkah cepat, matanya tajam menatap setiap orang di sekitar. Suasana jadi tegang seketika."Siapa dia?" tanya Raya, jelas kebingungannya.Sedangkan Nia, yang tadinya tenang, kini mematung. Aku bisa melihat ketakutan di wajahnya, seperti ada sesuatu yang mengganggu pikirannya."Gak tahu dia siapa," jawab Ina, tampak sedikit ragu."Dia orang yang tadi bersama kamu kan?" tanya Yuna pelan, bisikannya hampir tak terdengar di tengah keheningan yang tiba-tiba menyelimuti.Aku hanya mengangguk, memberikan jawaban singkat. Memang, itu Serin. Wanita itu datang tepat pada waktunya, seperti tahu kapan harus muncul."Iya, dia temanku. Namanya Serin," kataku, menjelaskan kepada Yuna.Namun, suasana semakin aneh. Serin berdiri di sana, tak bergerak, menatap kami dengan tatapan yang sulit dibaca."Ayo cepat, Bu Nia. Buka isinya, kami penasaran," kata Raya, berusaha mencairkan suasana dengan ceria, meskipun ada ketegangan yang tak bisa dihi
Orang yang dihubungi oleh Ina akhirnya muncul. Dia adalah orang yang ahli dalam bidang perhiasan. Semua orang kini menatap kearah orang tersebut. "Selamat malam, Pak Ben.""Ada apa memanggilku?" tanya Ben pada Ina. "Sebenernya saya hanya ingin Pak Ben membuktikan sebuah kalung yang dipakai oleh Lisa. Itu kalung yang asli atau bukan," ujar Ina sambil menunjuk kearah kalung yang aku pakai. Raya langsung menatap kearah diriku dengan sinis. "Pasti itu adalah kalung yang palsu.""Boleh saya melihat kalung tersebut?" pintanya padaku dengan sopan. Pak Ben langsung menatap kearah diriku, sebelum akhirnya aku memutuskan untuk melepaskan kalung ini dan memperlihatkan pada mereka semuanya. Semoga kali ini akan percaya. "Ini kalungnya," kataku sambil memperlihatkan dengan seksama. Ina yang melihat itu pun tersenyum dengan puas. Dia terlihat senang karena aku tahu niatnya untuk mempermalukan diriku. "Sebentar lagi kamu tidak akan bisa sombong," kata Ina. "Iya, Lisa. Kamu pasti akan menangg
Acara pesta yang diselenggarakan oleh Perusahaan keluarga Mas Giora. Semuanya digelar di salah satu gedung yang mewah yang terletak di pusat ibukota. Aku sudah bersiap dengan gaun yang memang sudah di pesan oleh Mas Giora. Aku memakainya dengan seksama. "Kamu terlihat cantik sayang."Mas Giora malah memelukku dari belakang, membuat aku sedikit gugup sekarang. Terlebih deru nafasnya masih bisa aku rasakan. Sangat nikmat sekali dan aku menikmati semuanya dengan baik. "Mas, kok belum berangkat?" kataku pada Mas Giora. Kita sudah merencanakan semuanya. Jadi nanti Mas Giora akan berangkat lebih dulu, sedangkan aku akan menyusul nanti. "Rasanya tidak rela ketika meninggalkan istriku berangkat sendirian. Aku ingin bareng bersama dengan kamu saja.""Sudah Mas, jangan manja seperti itu, ayo kita masih punya misi," kataku pada Mas Giora. "Baiklah, aku memang masih punya misi.""Makanya, kamu berangkat duluan. Nanti aku bersama dengan Serin datang ke sana. Kamu bersama dengan Tomas," saran
Aku kembali ke kantor dan semuanya terasa sangat aneh. Karyawan yang ada di sini malah justru terlihat heboh sekali. Diam-diam aku mendengar percakapan mereka karena memang penasaran. "Pak Bos mengupload foto bersama dengan istrinya.""Iya, tetapi sayang gak bisa melihatnya.""Pasti istrinya sangat cantik."Aku mendengar percakapan heboh mereka, rupanya mereka tengah tengah membicarakan tentang Mas Giora. Aku seketika yang mendengarnya pun merasa sedikit penasaran. "Jangan-jangan benar lagi fakta itu, kalau Pak Andreas punya hubungan gelap dengan Bu Nia," ujar karyawan yang lainnya. "Maksud kamu, ini adalah Bu Nia," ujar karyawan yang suka bergosip. Aku kesal mendengarnya, sudah jelas kalau memang itu adalah aku. Tetapi aku tidak bisa mengungkap semuanya sekarang. Bisa jadi masalah kalau aku mengungkap semuanya. "Wah, aku dengar juga Pak Andreas pernah dipenjara karena kasus ini, tetapi dia bebas dan tidak terbukti bersalah.""Iya namanya juga orang kaya, sudah jelas kalau punya
Nina menatap Hani dengan pandangan tajam, "Kamu masih belum paham dengan situasi ini rupanya. ingat yah Mas Irwan adalah suami saya.""Ah tidak mungkin," kata Hani. Aku dan Mas Giora hanya diam di sudut ruangan, menyaksikan drama yang sedang terjadi di depan mata kami. Kami berdua seperti menonton pertunjukan teater yang penuh ketegangan dan kejutan. Terlebih lagi, melihat Hani yang kini tengah dilabrak oleh istri sah Irawan, Nina. Aku tak pernah membayangkan akan berada di tengah-tengah situasi seperti ini.Irawan yang terpojok, berusaha membela dirinya, berkata dengan nada putus asa, "Sayang, kamu harus percaya, wanita itu yang menggodaku duluan," suaranya terdengar lemah, seolah ingin meyakinkan Nina agar tidak meninggalkannya.Nina, yang tampaknya sudah terlalu banyak menahan amarah, hanya menyeringai sinis. "Cih, kamu pikir aku bodoh, hah?" kata Nina, dengan nada yang tajam dan penuh penghinaan. "Kamu sengaja berselingkuh dengan wanita murahan ini. Mulai sekarang, kamu aku pecat
Aku membisikan sesuatu pada telinga Mas Giora setelah melihat Hani dan kekasih barunya, Irawan, berdiri dengan angkuh di tengah butik mewah itu."Sudah Mas, kita berikan saja. Biarkan mereka merasa menang.""Tidak, Lisa, kamu tenang saja." Mas Giora seolah menenangkan aku, suaranya lembut namun tegas. Meski tengah dikelilingi situasi yang memanas, dia terlihat begitu tenang, bahkan seperti tidak terpengaruh sedikit pun. Aku pun mulai merasa cemas, tak tahu apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh Mas Giora.Hani, yang masih dengan tatapan penuh kecemasan namun berusaha menunjukkan keberaniannya, kini berkata, "Lebih baik kalian menyerah saja. Tidak ada yang bisa kalian lakukan."Tiba-tiba Mas Giora mengangkat dagu, tersenyum tipis, dan dengan nada penuh tantangan menjawab, "Memangnya kalian bisa membayar baju ini?" suaranya mengalir begitu sinis, menantang.Hani, yang merasa tersinggung, segera berbalik menghasut Irawan. "Wah, dia merendahkan kamu, Mas Irawan," ujar Hani, berusaha
Mas Giora menatapku dengan pandangan aneh, memangnya kenapa dengan dirinya? Kebetulan Serin dan Tomas sudah pulang sekarang. Jadi hanya tinggal kami berdua saja di sini, aku sendiri pun merasa heran dengan Mas Giora sekarang, tidak biasanya dia seperti ini. "Besok aku akan mengajak kamu ke mall dan kita akan beli baju untuk kamu," kata Mas Giora. Aku hanya tersenyum tipis ketika mendengar hal itu, ada rasa senang dalam diriku ketika mendengar usulan dari dirinya. "Benar yah, aku ingin datang ke sana.""Tentu saja, kamu boleh beli apapun yang kamu inginkan, semuanya pokonya."Mas Giora mengatakan itu dengan baik, aku hanya tersenyum tipis. Mungkin memang benar kalau pada akhirnya akan jadi seperti ini. Aku pun tidak tahu harus berbuat apalagi sekarang. "Mas Giora," ujarnya sambil tersenyum tipis. "Iya, kenapa?" tanya Mas Giora sambil melirik kearah diriku dengan sekilas. "Aku kepikiran dengan ibuku, dia tidak datang ke sini untuk menjenguk ayah," kataku. Mas Giora menatapku den