Mas Giora hanya diam dan itu yang membuat diriku sedikit merasa gelisah. Jangan bilang kalau semuanya memang benar? Tiba-tiba aku merasa tidak nyaman sekarang. "Mas, kok diam saja," kataku melirik kearah Mas Giora yang terlihat tegang. "Wanita itu seperti apa?" tanya Mas Giora. "Iya dia terlihat modis, pokonya dia muda dan juga terlihat seksi."Aku mengatakan itu dengan jujur, sesungguhnya aku merasa penasaran juga dengan wanita itu. Tetapi sepertinya Mas Giora tidak mau memberitahuku tentang wanita itu. "Hanya itu saja?" tanya Mas Giora. "Memangnya mau bagaimana lagi, Mas Giora tahu dengan orangnya bukan? Dia siapa kamu?" tanyaku dengan pandangan penuh menyelidik. Mas Giora menarik tanganku sampai jarak antara aku dengan dirinya yang memang sangat dekat. Aku tidak menyangka kalau hal ini akan terjadi."Entahlah," jawab Mas Giora yang membuat aku kurang puas dengan jawabannya. "Mas Giora, jangan menyembunyikan sesuatu dariku. Wita dan Martin mengatakan kalau kamu adalah seorang
Aku menyusuri tempat ini di waktu sore, sampai akhirnya aku memutuskan untuk datang ke pasar padahal waktu sudah hampir petang. Aku hanya merasa penasaran saja dengan Mas Giora. Sampai di pasar, aku terkejut dan langsung menutup mulutku tidak percaya, tempat di mana Mas Giora biasanya berjualan. Kini semuanya malah terlihat berantakan. Aku tidak menyangka ketika melihat begitu banyak sekali barang-barangnya yang berserakan, termasuk ember juga tidak berbentuk lagi. Ada apa ini sebenernya?Sampai aku teringat dengan perkataan Mas Giora, kalau tempat dia jualan diacak-acak oleh seseorang. Semuanya pasti ulah dari Martin. Lagi-lagi itu seperti tidak suka ketika Mas Giora bisa membayar hutangnya. Aku harus memaki dia sekarang karena sudah membuat tempat jualan Mas Giora seperti itu. Aku mengambil ponsel dan akhirnya menghubungi, Mas Giora. Setidaknya semuanya sudah aku lakukan dengan baik sekarang. "Hallo.""Wah, ada angin apa calon istriku menghubungiku?" perkataan dari Martin saja
"Katakan Tomas, siapa wanita itu?" paksaku dengan nada yang sedikit tinggi. Tidak sabar ingin mengetahui tentang sosok wanita itu. Aku khawatir kalau ini adalah wanita yang dikatakan oleh Wita tentang selingkuhan Mas Giora. Mungkin saja wanita itu yang membiayai Mas Giora selama ini? Seperti Mas Giora laki-laki simpanan orang itu. Astaga! Apa yang aku pikirkan, Mas Giora bukan orang yang seperti itu. Lantas kenapa dia tampak aneh dan aku masih penasaran dengan semuanya. "Aku tidak yakin.""Katakan, Tomas. Siapa wanita yang ada di dalam pikiran kamu?" tanyaku dengan nada yang sedikit memaksa. "Dia mengatakan apa saja padamu?" tanya Tomas sekali. "Dia tidak mengatakan apapun, malah langsung pergi setelah mengetahui tempat di mana aku tinggal dengan Mas Giora. Dia bukan madam yang menyewa Mas Giora bukan?" tanyaku dengan hati-hati. Tomas malah tertawa setelah mendengar apa yang aku katakan. Memangnya ada yang lucu apa? "Hei, Lisa. Giora bukan orang yang seperti itu.""Kalau begitu
Pagi hari yang cerah. Aku bangun lelap sekali sampai tidak menyadari kalau waktu sudah pagi. Biasanya kalau aku bangun agak kesiangan seperti ini, Mas Giora yang selalu membangunkan. Sekarang dia sedang tidak ada di rumah, jadi tidak ada yang membangunkan aku sama sekali. Bahkan untuk membuat sarapan pun aku lagi malas. Sampai aku teringat dengan Tomas yang berjaga di luar. Apa dia tidur semalam? Aku penasaran dengan orang-orang yang kemarin aku liat itu. Lebih baik aku ganti baju dan keluar nanti, aku ingin berbicara serius dengan Tomas tentang kepergian Mas Giora. Akhirnya aku masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan diri, butuh waktu sekitar 30 menitan untukku mandi dan berganti baju. Semoga saja Tomas masih ada di sana, biar aku bisa tanya. Setelah rapi, aku mendengar suara keributan di luar sana. Tidak biasanya ada ribut-ribut seperti ini. Aku yang penasaran pun akhirnya memutuskan untuk keluar. Tetapi baru beberapa langkah, aku mendengar suara Tomas yang tengah marah t
Kantor kelurahan. Semua orang benar-benar membawa aku ke kantor kelurahan. Bahkan para warga ikut juga datang ke sini. "Ada apa ini?" kata Pak Lurah yang datang melihat kami. "Ini ada Lisa berselingkuh. Istrinya sampai datang melabrak.""Tidak, semuanya tidak benar." Aku langsung mengatakan itu untuk membela diri. "Aku tidak selingkuh dengan Lisa. Semuanya adalah fitnah, kalian semuanya sudah dibohongi oleh wanita tadi. Saya belum menikah, wanita tadi bukan istri saya," bela Tomas. "Kalian juga tidak boleh asal tuduh kalau tidak ada bukti, apa kalian melihat langsung perselingkuhan itu?" tanya Pak Lurah. Syukurlah, setidaknya ada yang percaya dan membela kami. Lagian aku juga kenapa Mas Giora menyuruh Tomas untuk menjagaku. Jadi banyak orang yang salah paham seperti ini. "Iya juga kami tidak punya bukti," kata warga yang lain. "Tapi aku melihat kok, laki-laki itu ada depan rumah Lisa terus," kata Wita. Aku menoleh kearah Wita, wanita itu memang dekat rumahnya denganku. Tetapi
Pagi hari yang cerah, aku sudah bangun dari tempat tidurku. Suamiku lagi-lagi tidak pulang dan itu membuat aku semakin penasaran. Aku mandi membersihkan diri sebelum akhirnya memutuskan untuk sarapan roti. Setelah itu, aku bersiap untuk datang ke rumah sakit Berlian. Sebenernya aku penasaran dengan orang yang ditemani oleh Mas Giora. Sampai tak lama kemudian, aku keluar dari rumah dan mengunci pintu kembali. "Mau ke mana? Sudah rapih saja," ujar Hani. Wanita itu sangat kepo sekali, aku bahkan tidak menyangka sama sekali dengan yang dia lihat. "Bukan urusan kamu!" kataku dengan nada yang sedikit sombong. "Suami kamu terlihat tidak keliatan. Ke mana dia berada? Dari kemarin yah tidak ada," kata Hani."Tumben sekali kau menanyakan tentang suamiku," ketus aku dengan santai. "Hanya penasaran saja, kemarin aku melihat para preman yang merusak tempat jualan suamimu, mereka kaya seorang mafia berseragam. Tidak menyangka yah kalau suami kamu berurusan dengan orang yang seperti itu. Apa
Aku berjalan kembali kearah resepsionis untuk menanyakan tentang pasien yang dirawat di ruangan VIP tersebut. Aku penasaran karena Nia dan suamiku masuk ke dalam. Khawatir kalau memang yang sakit itu adalah seorang madam yang menyimpan suamiku. Tidak enak jika melakukan hal buruk. Sampai tak lama kemudian, aku melihat seorang resepsionis. "Permisi, ada hal yang ingin saya tanyakan.""Kenapa Mbak?""Saya ingin mengetahui pasien yang dirawat di ruangan mawar VIP, itu siapa yah Mbak?" tanyaku dengan penasaran. "Maaf, itu privasi pasien, kami tidak bisa memberitahu orang dengan sembarangan."Aduh, bagaimana caranya agar aku bisa mengelabuhi orang ini. Lagi-lagi aku harus mencari alasan agar resepsionis ini percaya padaku. "Bukan begitu Mbak, saya hanya ingin memastikan saja. Apa itu sanak saudara saya yang jauh. Soalnya katanya beliau tengah dirawat juga di sini." bohongku agar tidak ketahuan sekarang. "Pasien yang dirawat di sana adalah Adrian Alvares Mardinata, dia orang kaya di k
Aku sudah sampai di rumah sekarang, apa Mas Giora sudah sampai duluan? Aku melihat kearah kanan dan kiri sebelum masuk. Hanya ingin memastikan saja sekarang. Sampai akhirnya aku membuka pintu dan melihat orang yang tengah aku rindukan tengah duduk. Aku langsung menghampirinya sambil memeluknya dengan erat. "Mas Giora." Padahal kami tidak bertemu selama dua hari. Tetapi rasanya memang sudah kangen saja, terlebih banyak sekali pertanyaan di benakku. "Kamu jadi manja setelah ditinggal dua hari, Lisa." Aku hanya tersenyum sambil memeluk suamiku dengan erat. Mau bagaimana lagi, aku memang sangat merindukan dia. "Mas," panggilku dengan manja. "Kenapa Lisa?" tanya Mas Giora sambil mengelus rambutku dengan lembut. Aku tidak menyangka bisa merasakan sentuhan manis ini lagi. "Kamu tahu, kemarin ada wanita bernama Nia datang ke sini mencarimu. Dia bahkan mengaku sebagai istrinya Tomas dan membuat aku difitnah. Semua warga membawaku ke kantor kelurahan. Beruntung Tomas member
Waktu istirahat telah tiba, rasanya lelah sekali karena banyak sekali yang harus aku kerjakan sekarang. Walaupun semuanya bukan tugasku, tetapi aku mengerjakan semuanya dengan baik. "Seharusnya kamu tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh mereka untuk mengerjakan tugas ini, apalagi ini bukan bagian kamu," kata Yuna yang ikut membelaku. "Iya gak papa."Aku mengatakan itu karena memang merasa masih baru. Tidak menyangka kalau mereka akan menyuruh aku mengerjakan banyak sekali pekerjaan. "Kamu terlalu baik. Tadi Hana juga malah menyuruh kamu seperti itu.""Yaudah lebih baik kita ke kantin yuk, aku lapar. Kamu tahu tempatnya kan?" tanyaku pada Yuna. "Aku tahu, kalau begitu ikut aku," ajak Yuna sambil menarik tanganku. Aku hanya mengikutinya saja dengan sekilas. Bersama dengan Yuna yang kini membantuku dengan baik. Sampai tak lama kemudian, kita berdua berada di tempat kantin kantor. "Ini kantin kantor?" tanyaku melihat dengan seksama. "Iya, tempat ini memang sedikit bagus. Kamu
Mas Giora kini tengah berada di dekatku. Sebenernya aku ingin memikirkan sesuatu untuk sekarang. Bahkan aku tidak yakin kalau hal ini akan terjadi padanya. "Kamu sudah siap Lisa?" tanya Mas Giora yang kini menatap kearah diriku dengan sekilas. Aku melihat kearah cermin dan melihat penampilan diriku. Terlihat sangat cantik dan begitu elegan, aku senang karena bisa berada di dekatnya seperti ini. "Aku sudah siap.""Kalau begitu, ayo kita berangkat bersama," ajak Mas Giora. Aku berpikir sejenak, tidak mau jika jadi bahan gosip orang lain. Terlebih semua orang juga tidak tahu hubungan aku dengan Mas Giora sudah menikah. "Eh tidak usah Mas, aku akan berangkat sendiri saja.""Loh kenapa?" tanya Mas Giora yang terlihat kebingungan karena aku menjawab seperti itu. Tetapi aku punya alasan sendiri dengan hal ini. "Aku tidak mau kalau ada rumor tentangku nanti. Lagian ini adalah hari pertama aku masuk ke kantor Mas," kataku berusaha menjelaskan. "Baiklah, jika itu yang kamu mau." Aku te
Malam sudah larut, dan aku masih menunggu di ruang tamu dengan gelisah. Setiap detik terasa begitu lama. Perasaan cemasku semakin menggelora setelah mendengar perkataan Nia tadi pagi. Kata-katanya seperti terngiang-ngiang dalam pikiranku, menambah kecemasan yang sudah menggunung."Kenapa, Mas Giora belum pulang juga?" aku bergumam dengan nada kesal, meskipun sebenarnya aku tak tahu harus berkata apa. Wajahku terasa tegang, tubuhku tidak bisa diam. Entah mengapa, hatiku terasa berat.Tak lama kemudian, suara klakson mobil terdengar di luar rumah. Hati yang tadinya cemas kini sedikit lega. Aku buru-buru berdiri dan melangkah ke pintu dengan harapan yang muncul kembali. Setelah beberapa detik, aku melihat Mas Giora keluar dari mobil. Matanya menangkap pandanganku yang sudah menunggunya dengan penuh harap. Aku tak bisa menahan senyum, meski dalam hatiku masih ada kekhawatiran yang belum reda.Mas Giora hanya tersenyum kecil dan berjalan mendekat. Namun, aku bisa melihat kelelahan di wajah
Aku memikirkan sesuatu, sampai pada akhirnya aku teringat. Bisa-bisanya aku berpikir seperti ini. Tetapi apa yang dikatakan oleh pembantu itu memang mencurigakan. Sampai pada akhirnya aku memutuskan untuk menghubungi Serin. Siapa tahu kalau wanita itu bisa membantuku untuk menyelidiki kasus ini. "Hallo Serin.""Ah Lisa, tumben sekali kamu menghubungiku.""Kamu sedang sibuk Serin?" tanyaku padanya. "Tidak, memangnya kenapa?" tanya Serin yang penasaran sepertinya. "Kamu bisa ke rumahku sekarang, kebetulan ada hal yang ingin aku bicarakan denganmu," kataku padanya. "Baiklah, mempeng masih siang. Aku akan datang ke sana. Tunggu aku," ujar Serin. "Iya siap. Kalau begitu aku tutup dulu."Akhirnya aku memutuskan untuk mematikan sambungan telepon. Ada rasa yang membuat aku bahagia, setidaknya semuanya sesuai dengan keinginan diriku. Setelah menelepon Serin, aku berjalan menuju ruang keluarga, tempat di mana banyak kenangan tertanam. Aku duduk di sana, memandangi bingkai foto yang berse
Aku sudah rapi dengan pakaian yang kukenakan, tetapi hatiku gelisah. Mas Giora belum juga kembali, dan aku merasa ada yang tidak beres. Ke mana dia pergi? Aku mencari-cari tanda keberadaannya, namun tidak menemukannya. Aku turun ke bawah, mencoba mencari jawaban.Dengan langkah yang cepat, aku mendekati salah satu pelayan yang sedang sibuk di ruang tamu. "Apa ada yang melihat Mas Giora?" tanyaku, berusaha tetap tenang meski kecemasan mulai merayapi pikiranku.Pelayan itu berhenti sejenak, lalu menjawab, "Tadi beliau keluar bersama Tomas, Nyonya."Aku menahan napas sejenak, mencoba mencerna kata-katanya. "Apa dia bilang akan pergi ke mana?" tanyaku, rasa penasaran yang tak terelakkan membuatku bertanya lebih lanjut.Pelayan itu menggelengkan kepala dengan raut wajah kebingungan. "Tidak, Nyonya. Beliau tidak bilang akan ke mana."Aku menunduk, merasa sedikit lega sekaligus khawatir. Tidak ada petunjuk, hanya ketidakpastian. Mengapa dia tidak memberi tahu ke mana tujuannya? Apakah itu ha
Aku menatap Mas Giora sekilas, bingung dan tercengang dengan pernyataan yang baru saja keluar dari mulutnya. Tidak pernah aku bayangkan bahwa dia akan berpikir sejauh ini. Bahkan, aku sendiri masih merasa seperti ada yang salah dan sulit untuk memahaminya."Tomas, coba kamu jelaskan!" kataku, suaraku sedikit meninggi, tak bisa menyembunyikan kekesalan yang mulai mengalir dalam darahku.Namun, sebelum Tomas bisa merespon, Mas Giora mendekat dan menarik tanganku dengan lembut. Aku terdiam sejenak, merasa hangatnya pelukan yang tiba-tiba menyelimuti tubuhku."Maafkan aku, Lisa. Sebenernya semuanya ini adalah permintaanku. Aku tidak mau kalau sampai Tomas ketahuan kaki tanganku selama ini," ujar Mas Giora. "Jadi kamu juga ikut adil," kataku mendengus. Tomas juga ikut menjelaskan semuanya padaku. "sebenernya ini permintaan suamimu."Mas Giora melihat ke arah diriku kembali, dia terlihat meminta maaf padaku dengan sekilas. "Maafkan aku Lisa. Aku tidak bermaksud untuk berbohong padamu.""B
Mobil yang kami tumpangi tiba-tiba berhenti di depan sebuah gerbang besar yang terbuat dari besi tempa. Di balik gerbang itu, terbentang perumahan yang begitu sangat mewah, setiap rumah tampak seperti istana dengan halaman yang luas, tertata rapi, dan pepohonan tinggi yang menambah kesan anggun. Suasana begitu tenang, seolah-olah waktu berhenti di sini. Aku terkejut, tak bisa menahan mata yang melirik ke segala arah."Ini rumah siapa?" tanyaku, suaraku terdengar sedikit tergetar saat melihat sebuah rumah megah di ujung jalan, berdiri tegak dengan desain modern yang dipadu dengan elemen klasik. Sekilas, rumah itu memancarkan kekayaan dan kemewahan yang luar biasa.Aku menoleh ke arah Mas Giora yang duduk di sampingku, sedikit bingung. Tidak mungkin ini rumah Mas Giora, kan? Aku selalu mengenalnya sebagai sosok yang sederhana, tidak pernah berbicara tentang rumah seperti ini. Hati aku berdebar-debar, perasaan ingin tahu menggebu.Mas Giora tersenyum tipis, tidak banyak bicara. Dia kemud
Aku tersenyum puas melihat Mas Giora berjalan mendekat. Rasanya seperti beban berat yang telah lama aku pikul akhirnya terlepas. Dia datang tepat pada waktunya, menyelamatkanku dari pernikahan yang tak pernah aku inginkan. Setidaknya kini aku bisa merasa sedikit lega. "Mas Giora..." aku menyebut namanya dengan suara yang bergetar, penuh harapan. Namun, sebelum Mas Giora bisa menjawab, suara keras Martin menyela. "Lisa dan keluarganya masih memiliki hutang padaku! Aku tidak akan membebaskan dia begitu saja!" Tangannya mencekal erat pergelangan tanganku, membuatku sedikit terkejut dan merasa terjebak kembali dalam jaringnya. Dengan wajah tenang dan penuh keyakinan, Mas Giora berdiri di hadapanku. Tanpa ragu, dia menatap Martin dan berkata, "Aku akan membayarnya." Nada suaranya tegas, tanpa ada keraguan sedikit pun. Pernyataan itu bukan hanya tentang uang atau kewajiban. Ada sesuatu yang lebih, sebuah janji untuk membebaskan aku dari belenggu yang tak terlihat, dan aku bisa merasakan
Hari berikutnya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa di dalam sebuah kamar. Berusaha untuk kabur pun tidak bisa. Aku hanya berharap Serin akan segara menemukan aku. Sampai tiba-tiba pintu terbuka dan muncul dua orang wanita yang datang bersama dengan ibu. "Ibu."Aku terbangun dalam keadaan bingung, melihat pintu yang terbuka lebar. Kecemasan dan harapan bercampur aduk dalam diriku. Tanpa berpikir panjang, aku berusaha untuk melarikan diri. Namun, saat aku melangkah, tanganku tiba-tiba ditarik dengan kasar oleh ibuku."Jangan berusaha untuk kabur, di luar akan banyak orang," katanya dengan nada tegas.Pernyataan itu membuatku tertegun. "Apa maksudnya?" tanyaku, rasa ingin tahuku semakin membara. Aku menatapnya, mencari jawaban di wajahnya yang tampak cemas.Namun, ibuku hanya terdiam, matanya menghindar dari pandanganku. Dia tidak memberi penjelasan, dan semakin lama aku semakin bingung. Apa yang sebenarnya terjadi di luar? Kenapa ia begitu takut? Perasaan terjebak menghimpitku, membuat