"Saya bisa membayarnya."
Mas Giora mengatakan itu di depan Martin. Dia terlihat sedikit serius sambil mengepalkan tangannya. Sepertinya dia marah dan tidak suka dengan Martin. Martin malah tertawa ketika mendengar penuturan dari Mas Giora barusan. Dia terlihat sangat meremehkan, bahkan aku tidak yakin sama sekali dengan hal ini. "Apa aku tidak salah dengar? Kamu mau membayar hutang? Laki-laki miskin seperti kamu yang hanya jualan ikan saja memangnya gajinya berapa?" sindirnya sambil mendorong Mas Giora. "Saya akan membayar semua hutang tersebut, jadi lebih baik kamu pergi dari sini," usir Mas Giora yang sepertinya sudah dibuat kesal sekarang. Aku hanya melihat Mas Giora dengan sekilas saja. Dia benar-benar berani ketika melawan Martin sekarang. "Kamu mau jadi seorang gigolo untuk membayar hutangmu itu, Giora. Tapi bagus sih, biar istrimu merasa jijik ketika melihatmu nanti," sindir Martin. Bugh Mas Giora memukul Martin dengan sedikit keras. Aku langsung menahan tangan Mas Giora, aku tahu sifat orang seperti Martin kaya gimana. Dia bisa saja melaporkan ke polisi dengan laporan penganiayaan. "Hentikan!" Aku tidak mau kalau sampai Mas Giora jadi seperti ini. Bahkan aku juga tidak yakin kalau hal ini akan terjadi dengan dirinya. "Sialan kamu Giora. Awas saja kalau kamu tidak bisa membayar hutang itu. Aku akan mengambil istrimu," ujar Martin yang pergi dengan begitu saja setelah mendapatkan pukulan dari Mas Giora. Aku hanya bisa menghela napasnya panjang setelah mendengar hal ini. Lalu aku mengajak Mas Giora masuk ke dalam rumah untuk mendiskusikan tentang ini semuanya. Justru aku merasa kalau ada hal yang harus dilakukan dengan baik sekarang. Dia juga tidak akan melalukan sesuatu yang buruk. Aku menarik tangan Mas Giora dengan erat, ada rasa yang membuat aku malah merasa gelisah sekarang. "Bagaimana ini Mas, kenapa juga tadi kamu menyanggupinya untuk membayar hutang ibu. Harusnya kamu tidak bilang seperti itu," kataku yang merasa kasian dengan nasib Mas Giora. Lagi-lagi dia yang harus menanggung hutang dari ibu. Kenapa juga ibu harus berhutang dengan Martin. Laki-laki itu seperti berani melakukan sesuatu dengan dirinya. "Aku berusaha untuk melindungi kamu tadi, tentang hutang itu. Biar nanti aku yang pikirkan," ujar Giora yang berusaha untuk meyakinkan diriku. Justru aku sendiri pun tidak tahu harus berbuat apa sekarang. Terlebih Mas Giora mengatakan itu sendiri. Dari mana kita akan membayar hutang itu? sedangkan aku tahu berapa penghasilan Mas Giora selama ini. "Tapi kita kita punya uang Mas. Bagaimana cara Mas Giora membayar semuanya," ujarku merasa kasian pada Mas Giora yang harus membayar semua hutang ibuku. Mas Giora menggenggam tanganku dengan lembut. Seolah meyakinkan aku kalau semuanya baik-baik saja. Padahal ini adalah masalah besar untuk kita berdua, bahkan aku sendiri saja kebingungan dengan uang yang begitu banyak. seratus juta itu bukan uang kecil untuk kita yang memang berpenghasilan kecil. "Kamu tenang saja, Mas akan melalukan semuanya demi kamu. Kita pasti akan bisa melunasi semuanya." "Dengan cara apa?" Tanyaku dengan khawatir. Takut Mas Giora akan melalukan yang dikatakan oleh Martin untuk menjadi seorang gigolo. Aku tidak mau kalau dia sampai melakukan hal itu. "Nanti aku akan memikirkan caranya seperti apa. kamu tidak usah khawatir Lisa." Mas Giora seolah meyakinkan aku atas semuanya. Justru aku malah yang dibuat khawatir dengan rencana tersebut. "Jangan melakukan hal yang aneh-aneh, nanti aku akan membantu berbicara dengan ibuku." Siapa tahu saja setelah aku berbicara dengan ibu, dia tidak akan memberikan kita beban dan mengembalikan uang Martin. "Tidak usah, Lisa. Nanti yang ada ibumu malah semakin marah dan tidak merestui hubungan kita." Mas Giora seperti mencegahku, aku tahu kalau dia mungkin khawatir denganku. "Tetapi Mas Giora. Kali ini ibu benar-benar sudah keterlaluan. Apalagi dengan menjadikan aku sebagai istri dari Martin. Aku tidak akan membiarkan semuanya terjadi," ujarku. "Mas tahu, lebih baik kamu istirahat yah. Biar Mas pikirkan nanti cara membayar hutang pada Martin." Aku hanya mengangguk agar Mas Giora percaya. Setelah itu aku memutuskan untuk pergi ke dapur. Mas Giora masuk ke dalam kamar dan dia sepertinya hendak akan mandi. Aku hanya melihat dengan sekilas saja. Sebelum akhirnya aku memutuskan untuk mengambil ponselku dan menghubungi ibuku. "Hallo Bu." "Kenapa Lisa? Kamu mau pinjam uang dengan ibu?" Aku kesal ketika mendengar hal tersebut, justru aku ingin marah karena ibu yang berhutang dengan Martin. Terlebih menjadikan aku sebagai jaminan menjadi istri laki-laki tersebut. "Berhenti main-main Bu. Aku tahu kalau ibu sekarang punya uang karena meminjam pada Martin bukan?" ujarku. Ibu malah terdengar tertawa dari balik suara telepon. Dia seperti bahagia sekali ketika aku membahas tentang hal ini. "Kalau iya, memangnya kenapa? Apa kamu merasa keberatan sekarang Lisa?" "Bu, berhenti membuat masalah. Martin tadi ke sini datang, kenapa ibu menjadikan aku sebagai jaminan jadi istrinya," umpatku kesal. "Kamu tidak suka? Bukannya bagus kalau kamu menikah dengan Martin dan menceraikan Giora. Laki-laki itu sudah tidak berguna sama sekali, Lisa. Kamu harus tahu itu!" Aku hanya mengumpat kesal ketika mendengar hal tersebut. Benar-benar tidak habis pikir dengan semuanya. "Aku mencintai Mas Giora dan selamanya aku akan tetap bersama dengan Mas Giora. Aku tidak akan mau menjadi istri dari Martin." "Bagus kalau begitu, kamu harus membayar utangku kalau begitu. Kalau kamu tidak bisa membayar semuanya, maka kamu harus menikah dengan Martin." "Bu, kenapa tega sekali memberikan pilihan yang sulit," kataku sambil menangis. Benar-benar tidak habis pikir dengan ibuku sekarang. Dia sampai bertekad melakukan itu semuanya. "Kenapa Lisa? Apa kamu tidak bisa memenuhi syarat itu? Ah aku lupa suami kamu laki-laki miskin yang tidak bisa membayar hutangnya. Kalau begitu tidak ada pilihan lain sekarang. Kamu harus menikah dengan Matin dan menceraikan Giora." "Mas Giora sudah janji akan membantu untuk melunasi hutang ibu, jadi aku tidak akan mau cerai dengannya," ujarku dengan ragu sebenernya. Bagaimana Mas Giora bisa membayar hutang ibu yang begitu banyak. Pekerjaan saja hanya berjualan ikan, bahkan dia tidak bisa membuat apapun yang buruk sekarang. Dia tidak habis pikir kalau semuanya jadi seperti ini. "Mau bantu bayar dengan apa dia? Pria miskin tidak berguna. Bukannya aku sudah pernah bilang padamu Lisa. Untuk menceraikan suamimu itu, kamu masih saja ngeyel dan tidak mau mendengarkan perkataan ibumu ini. Terserah kamu jika ingin memilih suami miskin kamu itu, tetapi jika dia tidak bisa bayar, maka kamu harus menceraikannya." Aku langsung mematikan ponsel secara sepihak karena merasa kesal, kenapa ibuku sampai bilang seperti itu. Sampai aku menoleh kebelakang, entah kenapa aku merasa kalau ada orang yang mendengar pembicaraanku tadi. Mungkin hanya perasaan aku saja, Mas Giora kan tadi ke kamar dan pasti dia akan langsung mandi membersihkan diri.Pagi hari yang begitu cerah. Aku masih memeluk Mas Giora dengan hangat, laki-laki itu masih pulas dalam tidurnya dan seketika aku ingin menggodanya. "Mas bangun." Aku membisikan sesuatu di telinganya agar dia bangun. Terdengar suara serak yang seperti candu itu, dia memeluk diriku dengan erat. "Mas pagi Lisa." "Iya, Mas Giora biasanya selalu bangun pagi. Kenapa sekarang terlihat susah bangun," ujarku heran dengan suamiku. Seketika Mas Giora langsung bangun, dia menatap kearah diriku. "Maaf Lisa." Aku akhirnya memutuskan untuk ikut bangun juga. "Mas Giora tidak usah meminta maaf seperti itu. Memangnya Mas Giora punya salah denganku?" tanyaku dengan heran. "Ah tidak, aku akan bekerja mencari uang untuk melunasi hutangku," ujar Mas Giora. Aku jadi merasa bersalah karena sudah membebankan semuanya pada Mas Giora. Lagian semuanya juga bukan sepenuhnya salahku. "Maafkan ibuku yah Mas. Kita jadi semakin susah," ujarku sambil menundukkan kepalanya. Mas Giora malah m
Pipiku memerah setelah selesai mandi bersama dengan Mas Giora. Sekarang suamiku sudah berangkat kerja. Aku bahkan lupa membuat sarapan untuk suamiku karena tadi kami berdua main di kamar mandi. Tidak usah aku ceritakan semuanya, kalian semuanya sudah tahu. Aku merasa malu ketika mengingat hal tersebut. Sampai terdengar suara ketukan dari arah pintu. Tok tok tok Aku mendengus kesal ketika mendengar suara yang begitu gaduh, aku yang kesal pun akhirnya memutuskan untuk ke sana. Baru juga membuka pintu, mataku langsung membulat ketika melihat siapa orang yang masuk ke rumah. "Ibu," panggilku. Ibuku langsung menatapku dengan sekilas. Sebelum dia memamerkan sebuah kalung emas yang begitu sangat berat, tidak tahu berapa karat tetapi aku malah membencinya. "Liat kalung yang aku pakai ini Lisa? Suami kamu tidak akan sanggup membelikan ini untuk kamu," ujarnya sedikit pamer. Aku tahu kalau Mas Giora tidak bisa membelikan kalung yang begitu bagus seperti yang dipakai ol
Aku yang penasaran pun akhirnya mengambil foto tersebut dan melihat Mas Giora dengan seseorang yang tidak asing. Aku teringat kalau orang tersebut adalah orang yang datang ke pasar waktu itu. "Apa ini?" tanyaku karena penasaran. "Masih mau bertanya lagi, ini suamimu bersama dengan seseorang yang mencurigakan. Laki-laki itu juga jago berkelahi kamu tahu." Aku menaikan sebelah alisku dengan erat. Tidak paham dengan maksud dari Martin barusan. "Memangnya kenapa kalau dia jago berkelahi?" kataku. Hani yang ada di sana pun ikut menimbrung pembicaraan antara aku dengan Martin barusan. "Lisa, kamu ini memang wanita bodoh yah. Maksud Martin adalah laki-laki yang bersama dengan suamimu itu adalah seorang preman. Pasti dia yang bekerjasama dengan suami kamu untuk melakukan kejahatan." Martin tersenyum ketika mendengar apa yang dikatakan oleh Hani barusan. "Nah, Hani saja paham dengan yang aku maksud. Masa kamu tidak paham." Aku menggelengkan kepala, tidak mungkin kalau Mas Giora mel
"Mas Giora aku datang."Aku menghampiri Mas Giora yang tengah meladeni para pembeli, dia tengah sibuk karena aku tahu kalau dia tengah bekerja keras untuk melunasi hutang ibu. Andai saja ibu tidak meminjam uang kepada Martin, mungkin saja suaminya tidak akan sibuk seperti sekarang. "Mas," panggilku. Mas Giora menoleh ke arahku dengan sekilas. Dia masih meladeni para pembeli yang memang sangat antri sekali. Syukurlah karena tempat ini sedikit rame pengunjung sekarang. "Sebentar sayang, masih banyak pembeli."Aku hanya duduk di tempat tunggu sambil menunggu Mas Giora yang memang tengah meladeni orang-orang yang ada di sana. Ketika aku tengah duduk sambil menunggu. Tiba-tiba aku memikirkan sesuatu. Ada hal yang membuat aku merasa penasaran sekarang. Aku melihat sebuah amplop coklat yang ada di bawah. Akhirnya aku yang penasaran pun memutuskan untuk membukanya. Mataku langsung membulat ketika melihat uang yang ada di sana. Ada banyak uang yang tidak bisa aku hitung, Mas Giora tidak
Aku panik datang ke rumah sakit untuk memastikan keadaan ayah sekarang. Ada rasa khawatir dalam hatiku ketika mengetahui kalau ayah sakit. Sampai mataku melihat kearah ibu yang tengah duduk sambil menangis. "Kenapa ayah bisa dikeroyok?" tanyaku dengan khawatir. "Dia berusaha untuk menolong ibu. Tadi ada pencuri yang hampir akan membawa emas ibu." Aku malah terlihat kesal dan ingin mengumpat sekarang. Salah sendiri selalu pamer barang berharga. Sudah lihat banyak orang yang iri dan menginginkan benda tersebut. Tetapi aku masih menahan untuk tidak memaki di sini. Terlebih aku ingin melihat kondisi ayah sekarang. Ada rasa yang membuat aku merasa penasaran. "Lagian kenapa Ibu malah pamer kalung emas segala. Tidak sadar ada orang yang iri dan menginginkan itu," umpatku. "Kamu menyalahkan ibu? Anak tidak tahu diri!" "Sudahlah, Bu. Lain kali jangan pamer lagi," kataku sambil menghela napas. Ibu malah menatap kearah diriku dengan pandangan tidak sukanya. "Kenapa kamu malah melarang i
Mas Giora datang ke rumah sakit, aku melihat raut wajah khawatir dalam dirinya. Aku langsung memeluknya dengan erat. Jujur saja aku sendiri merasa sedih dengan kondisi ayahku sekarang. "Mas."Aku bisa menangis di pelukan suamiku sendiri. Rasanya memang nyaman ketika aku memeluk suamiku sendiri seperti ini. dMas Giora mengelus kepalaku dengan lembut. Dia membelai rambutku, seolah dia tahu apa yang tengah aku rasakan sekarang. "Bagaimana keadaan ayah?" tanya Mas Giora. "Dia cidera kaki, untuk sementara ayah harus pakai kursi roda.""Yaudah. Kalau begitu, aku ingin melihat kondisinya di dalam," kata Mas Giora. Aku mencegah Mas Giora untuk masuk ke dalam sekarang. Tentu saja karena aku tahu di dalam ruangan ayah ada ibu. Aku tidak mau kalau Mas Giora nanti malah akan dimaki oleh ibu. Apalagi Ibu adalah orang yang selalu menghina harga diri Mas Giora. Aku tidak mau kalau sampai hal itu terjadi pada suamiku. "Kenapa, Lisa?" tanya Mas Giora ketika tangannya aku cegah. Aku tidak mau ka
Aku bersama dengan ibu tengah menunggu Mas Giora datang. Dia sedikit lama sekali kembali ke sini. Aku merasa sedikit khawatir sekarang. "Mana suami kamu? Kenapa belum kembali?" tanya Ibu. "Iya sabar dong Bu." "Paling juga ditahan dia, karena uangnya kurang," ledek ibuku. Aku terdiam karena khawatir dengan perkataan ibu barusan. Bagaimana kalau Mas Giora kurang uangnya? Lagian dia juga tidak pernah cerita kalau punya uang lebih. Jadi sekarang aku yang malah dibuat kebingungan sekarang. "Maafkan ayah nak. Giora jadi harus membayar semua biaya rumah sakit," kata Ayah yang kini meminta maaf padaku. Rasanya tidak enak setelah mendengar apa yang ayah katakan barusan. "Tidak usah meminta maaf ayah. Mas Giora ada uangnya kok."Aku hanya tidak ingin membuat ayah khawatir. Sambil menggenggam tangannya dan aku mengupas jeruk untuk ayah. "Suami kamu memang tidak berguna.""Sudah ibu, jangan menghina Mas Giora terus!" Aku sedikit kesal ketika ibu yang terus menghina Mas Giora terus. Aku ju
"Tomas."Aku terkejut ketika melihat orang yang keluar dari mobil tersebut adalah Tomas. Kebetulan sekali dia datang ke sini, tetapi mobil siapa yang dia bawah. Bukan mobil milik Tomas bukan."Ah iya, Lisa."Tomas mengatakan itu dengan nada yang sedikit canggung. Apa mungkin karena di sini ada suamiku, makanya dia terlihat sangat gugup seperti itu. "Kamu kok bisa ada di sini?" tanyaku heran.Tomas tidak menjawab pertanyaan dariku dan dia malah menatap kearah Mas Giora yang memang tidak jauh dari sana. "Ah kalian berdua silahkan masuk ke dalam mobil," ujar Tomas. Aku tidak salah dengar bukan, kenapa Tomas dengan mudah mengatakan itu kepada kami berdua. Tentu saja aku penasaran dengan hal ini. "Ini mobil bukan milik kamu,kan Tomas?" tanyaku penasaran. "Ah tentu saja bukan milikku. Ini mobil milik majikanku," ujar Tomas. "Kalau begitu kami berdua tidak mau naik ke dalam mobil tersebut. Apalagi itu milik majikan kamu. Bagaimana kalau mobilnya kotor setelah kita tumpangi?" kataku pad
Aku kembali ke kantor dan semuanya terasa sangat aneh. Karyawan yang ada di sini malah justru terlihat heboh sekali. Diam-diam aku mendengar percakapan mereka karena memang penasaran. "Pak Bos mengupload foto bersama dengan istrinya.""Iya, tetapi sayang gak bisa melihatnya.""Pasti istrinya sangat cantik."Aku mendengar percakapan heboh mereka, rupanya mereka tengah tengah membicarakan tentang Mas Giora. Aku seketika yang mendengarnya pun merasa sedikit penasaran. "Jangan-jangan benar lagi fakta itu, kalau Pak Andreas punya hubungan gelap dengan Bu Nia," ujar karyawan yang lainnya. "Maksud kamu, ini adalah Bu Nia," ujar karyawan yang suka bergosip. Aku kesal mendengarnya, sudah jelas kalau memang itu adalah aku. Tetapi aku tidak bisa mengungkap semuanya sekarang. Bisa jadi masalah kalau aku mengungkap semuanya. "Wah, aku dengar juga Pak Andreas pernah dipenjara karena kasus ini, tetapi dia bebas dan tidak terbukti bersalah.""Iya namanya juga orang kaya, sudah jelas kalau punya
Nina menatap Hani dengan pandangan tajam, "Kamu masih belum paham dengan situasi ini rupanya. ingat yah Mas Irwan adalah suami saya.""Ah tidak mungkin," kata Hani. Aku dan Mas Giora hanya diam di sudut ruangan, menyaksikan drama yang sedang terjadi di depan mata kami. Kami berdua seperti menonton pertunjukan teater yang penuh ketegangan dan kejutan. Terlebih lagi, melihat Hani yang kini tengah dilabrak oleh istri sah Irawan, Nina. Aku tak pernah membayangkan akan berada di tengah-tengah situasi seperti ini.Irawan yang terpojok, berusaha membela dirinya, berkata dengan nada putus asa, "Sayang, kamu harus percaya, wanita itu yang menggodaku duluan," suaranya terdengar lemah, seolah ingin meyakinkan Nina agar tidak meninggalkannya.Nina, yang tampaknya sudah terlalu banyak menahan amarah, hanya menyeringai sinis. "Cih, kamu pikir aku bodoh, hah?" kata Nina, dengan nada yang tajam dan penuh penghinaan. "Kamu sengaja berselingkuh dengan wanita murahan ini. Mulai sekarang, kamu aku pecat
Aku membisikan sesuatu pada telinga Mas Giora setelah melihat Hani dan kekasih barunya, Irawan, berdiri dengan angkuh di tengah butik mewah itu."Sudah Mas, kita berikan saja. Biarkan mereka merasa menang.""Tidak, Lisa, kamu tenang saja." Mas Giora seolah menenangkan aku, suaranya lembut namun tegas. Meski tengah dikelilingi situasi yang memanas, dia terlihat begitu tenang, bahkan seperti tidak terpengaruh sedikit pun. Aku pun mulai merasa cemas, tak tahu apa yang sebenarnya sedang direncanakan oleh Mas Giora.Hani, yang masih dengan tatapan penuh kecemasan namun berusaha menunjukkan keberaniannya, kini berkata, "Lebih baik kalian menyerah saja. Tidak ada yang bisa kalian lakukan."Tiba-tiba Mas Giora mengangkat dagu, tersenyum tipis, dan dengan nada penuh tantangan menjawab, "Memangnya kalian bisa membayar baju ini?" suaranya mengalir begitu sinis, menantang.Hani, yang merasa tersinggung, segera berbalik menghasut Irawan. "Wah, dia merendahkan kamu, Mas Irawan," ujar Hani, berusaha
Mas Giora menatapku dengan pandangan aneh, memangnya kenapa dengan dirinya? Kebetulan Serin dan Tomas sudah pulang sekarang. Jadi hanya tinggal kami berdua saja di sini, aku sendiri pun merasa heran dengan Mas Giora sekarang, tidak biasanya dia seperti ini. "Besok aku akan mengajak kamu ke mall dan kita akan beli baju untuk kamu," kata Mas Giora. Aku hanya tersenyum tipis ketika mendengar hal itu, ada rasa senang dalam diriku ketika mendengar usulan dari dirinya. "Benar yah, aku ingin datang ke sana.""Tentu saja, kamu boleh beli apapun yang kamu inginkan, semuanya pokonya."Mas Giora mengatakan itu dengan baik, aku hanya tersenyum tipis. Mungkin memang benar kalau pada akhirnya akan jadi seperti ini. Aku pun tidak tahu harus berbuat apalagi sekarang. "Mas Giora," ujarnya sambil tersenyum tipis. "Iya, kenapa?" tanya Mas Giora sambil melirik kearah diriku dengan sekilas. "Aku kepikiran dengan ibuku, dia tidak datang ke sini untuk menjenguk ayah," kataku. Mas Giora menatapku den
Pagi hari. Aku melihat kearah samping dan lupa kalau Mas Giora memang tidak pulang semalam. Aku sendiri pun tidak tahu alasan yang sebenarnya. Sampai aku turun ke bawah dan melihat ada Serin yang tengah menyiapkan sarpan. "Lisa, kamu sudah bangun.""Serin, kamu yang menyiapkan ini semuanya?" tanyaku pada Serin. "Iya tentu saja. Aku menyiapkan ini semuanya untuk kamu. Semoga kamu akan suka," kata Serin dengan tulus. Aku akhirnya memutuskan untuk duduk dan makan omlet pisang yang dibuat oleh Serin. Ditambah madu dan bluberi yang membuat makanan ini terasa sangat enak. "Kamu pandai sekali membuat sarapan. Aku yakin Tomas pasti senang kalau tiap hari kamu buatkan," godaku. "Kamu bisa saja Lisa. Tetapi Tomas saat ini belum ada niat untuk berkomitmen denganku," kata Serin. "Loh, kenapa?" tanyaku yang merasa sedikit penasaran. Sebenernya apa yang sudah terjadi dan membuat dia sedikit berubah. Bahkan dia tidak yakin kalau akan jadi seperti ini. "Dia masih fokus ke karirnya.""Astaga
Aku melangkah keluar dengan perlahan, menikmati udara sore yang sejuk. Matahari mulai meredup, menorehkan sinarnya di balik gedung-gedung tinggi. Saat itu, mataku tertuju pada Yuna yang sedang bersiap untuk pulang. Dia tampak sibuk menata tasnya, sementara aku sudah selesai membersihkan meja dan menata dokumen."Eh, kamu pulang sama siapa?" tanya Yuna dengan senyum manis, seperti biasanya.Aku tersenyum kecil, "Aku pulang naik taksi.""Kalau begitu, kamu mau pulang bareng aku?" Yuna menawarkan dengan nada yang ramah, seakan tak ada yang salah dengan tawarannya itu. "Ah, enggak usah, Yuna. Kebetulan aku ada janji juga," jawabku sambil tersenyum, berusaha terlihat santai.Yuna mengangguk, "Oke deh, kalau begitu aku pulang duluan yah.""Iya, hati-hati di jalan," jawabku, dan tanpa sadar aku melambaikan tangan, menatap Yuna yang mulai berjalan menuju pintu keluar kantor.Aku hanya bisa melihat punggungnya yang semakin menjauh. Perasaan tak menentu tiba-tiba menghampiriku. Aku hanya mela
Mas Giora berdiri tegak di depan Nia, dengan tatapan tajam yang cukup membuat suasana menjadi tegang. Suara tawa dan bisikan yang sempat mengiringi pembulian terhadapku mulai mereda. Aku merasa sesuatu yang berat mulai hilang, seperti beban yang sudah lama mengganggu.Aku menatapnya dari kejauhan, jantungku berdebar tak karuan. Tadi, ketika dia membelaku, aku merasa seperti ada yang melindungi, seperti aku tidak sendirian menghadapi dunia yang keras ini. Tetapi aku tahu, dia tidak harus melakukannya. Tidak perlu, sebenarnya. Aku bisa menghadapinya sendiri. Namun, meskipun begitu, rasa terima kasihku tidak bisa dibendung."Mas. Aku baik-baik saja." Ucapku dengan suara yang tenang, meskipun hati masih berdebar hebat. Aku tahu apa yang dia lakukan untukku, dan aku benar-benar menghargainya.Mas Giora melirikku sekilas, matanya seakan-akan mengerti perasaan yang sedang aku alami. "Lisa, kamu bisa kembali ke ruangan kerjamu." Suaranya datar, tetapi penuh perhatian.Aku hanya mengangguk den
Waktu istirahat telah tiba, rasanya lelah sekali karena banyak sekali yang harus aku kerjakan sekarang. Walaupun semuanya bukan tugasku, tetapi aku mengerjakan semuanya dengan baik. "Seharusnya kamu tidak mendengarkan apa yang dikatakan oleh mereka untuk mengerjakan tugas ini, apalagi ini bukan bagian kamu," kata Yuna yang ikut membelaku. "Iya gak papa."Aku mengatakan itu karena memang merasa masih baru. Tidak menyangka kalau mereka akan menyuruh aku mengerjakan banyak sekali pekerjaan. "Kamu terlalu baik. Tadi Hana juga malah menyuruh kamu seperti itu.""Yaudah lebih baik kita ke kantin yuk, aku lapar. Kamu tahu tempatnya kan?" tanyaku pada Yuna. "Aku tahu, kalau begitu ikut aku," ajak Yuna sambil menarik tanganku. Aku hanya mengikutinya saja dengan sekilas. Bersama dengan Yuna yang kini membantuku dengan baik. Sampai tak lama kemudian, kita berdua berada di tempat kantin kantor. "Ini kantin kantor?" tanyaku melihat dengan seksama. "Iya, tempat ini memang sedikit bagus. Kamu
Mas Giora kini tengah berada di dekatku. Sebenernya aku ingin memikirkan sesuatu untuk sekarang. Bahkan aku tidak yakin kalau hal ini akan terjadi padanya. "Kamu sudah siap Lisa?" tanya Mas Giora yang kini menatap kearah diriku dengan sekilas. Aku melihat kearah cermin dan melihat penampilan diriku. Terlihat sangat cantik dan begitu elegan, aku senang karena bisa berada di dekatnya seperti ini. "Aku sudah siap.""Kalau begitu, ayo kita berangkat bersama," ajak Mas Giora. Aku berpikir sejenak, tidak mau jika jadi bahan gosip orang lain. Terlebih semua orang juga tidak tahu hubungan aku dengan Mas Giora sudah menikah. "Eh tidak usah Mas, aku akan berangkat sendiri saja.""Loh kenapa?" tanya Mas Giora yang terlihat kebingungan karena aku menjawab seperti itu. Tetapi aku punya alasan sendiri dengan hal ini. "Aku tidak mau kalau ada rumor tentangku nanti. Lagian ini adalah hari pertama aku masuk ke kantor Mas," kataku berusaha menjelaskan. "Baiklah, jika itu yang kamu mau." Aku te