Plak !!
Tamparan keras mendarat di pipi seorang pria bernama Kevin, terlihat cap lima jari menempel sempurna di pipinya. Suara tamparan itu terdengar jelas di tengah kesunyian seperti petir di siang bolong, tapi semua itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan rasa sakit yang gadis itu rasakan. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari perasaan seorang gadis yang menangkap basah kekasihnya berselingkuh tepat seminggu sebelum hari pernikahan.
Gadis yang dikhianati itu adalah Leah Andini yang akrab disapa Leah. Dia hanya seorang gadis biasa yang bekerja di salah satu perusahaan di kota A. Leah hanya bisa menahan amarahnya saat melihat perselingkuhan itu padahal pernikahan sudah di depan mata. Semua persiapan sudah selesai, dari gaun pernikahan, souvenir bahkan undangan sudah disebar. Gedung sudah dibayar meski baru separuhnya karena pelunasan akan dilakukan saat pesta telah selesai diselenggarakan.
Akan tetapi hari ini semua rencana itu sirna. Leah memergoki pria yang akan menjadi suaminya bersama wanita lain. Hari ini, sebenarnya Leah datang karena ingin memberi kejutan, namun malah disuguhkan dengan pemandangan yang menyakitkan.
“Aku tidak percaya jika kau tega melakukan ini, Kev.” Leah berteriak, berusaha menahan tangisnya yang hampir pecah. Tapi dia berusaha kuat agar tidak terlihat lemah.
Leah keluar dari rumah meninggalkan tunangannya atau sekarang resmi menjadi mantan tunangan. Kini gadis itu sudah berada di depan pagar rumah dan menunggu taksi online yang sudah dia pesan. Leah sengaja tidak membawa kendaraan karena ingin mengajak Kevin pergi ke galeri untuk melihat baju pengantin yang sudah selesai dijahit.
“Leah, dengarkan penjelasanku!” teriak Kevin. Pria berkulit putih itu berusaha menahan Leah yang ingin pergi. Tamparan keras dari Leah barusan tidak berarti apa-apa untuknya. Kevin sebenarnya sangat mencintai Leah, perselingkuhan itu hanya untuk bermain-main dan hari ini dia akan mengakhiri semuanya karena seminggu lagi dia akan menikahi Leah. Tetapi Kevin mengakhiri perselingkuhannya dengan cara yang salah.
“Tidak ada yang perlu dijelaskan!” Leah menepis kasar saat Kevin berusaha untuk menggenggam tangannya.
“Leah, dengarkan aku. Ku mohon.” Kevin berlutut, hanya itu yang bisa dia lakukan untuk meminta pengampunan Leah. Mengubur rasa malu saat semua mata tertuju padanya. Bahkan bisik-bisik dari orang sekitar pun tidak dihiraukan oleh Kevin.
“Leah, pernikahan kita tinggal seminggu lagi. Tidak mungkin kita membatalkan pernikahan kita kan?” Kevin memohon agar gadis di depannya ini tidak membatalkan acara penting itu.
Leah tersenyum sinis dan itu terlihat menakutkan bagi Kevin. Karena Leah adalah seseorang yang tidak bisa marah tetapi marahnya orang diam tentu sangat menakutkan.
“Kau bilang pernikahan itu tidak boleh dibatalkan?” Leah balik bertanya.
“Kenapa?” tanya Leah, dia menatap sinis pria yang masih tertunduk. Terlihat wajah Kevin seperti menahan tangis.
“Karena aku mencintaimu, Leah.” Kevin mendongak, mencoba menatap Leah dengan tatapan memelas agar gadis itu luluh.
“Kau!” Leah tertawa terbahak mendengar pernyataan itu.
“Mencintaiku? Apa buktinya? Apa dengan perselingkuhanmu itu kau menunjukkan rasa cintamu?” Leah sudah jengah, dia ingin mengakhiri drama ini. Tatapan orang lewat membuatnya malu.
“Maafkan aku. Aku mohon, Leah. Aku sangat mencintaimu. Hubunganku dengannya hanya sesaat. Aku khilaf. Aku sudah akan mengakhirinya tadi.” Kevin mencoba memberi penjelasan. Dia berkata jujur, dia memang sangat mencintai kekasihnya itu.
“Sesaat? Kau bilang hubungan seperti itu sesaat? Kau tahu kita sudah berhubungan berapa lama kan? Apa pernah kita sejauh itu?” Leah menghela nafas, dia masih mencoba bersabar.
Hampir tiga tahun Leah berhubungan dengan Kevin, tetapi belum pernah melakukan hal yang aneh-aneh. Apalagi sampai berhubungan suami-istri sebelum waktunya. Hal itu sama sekali tidak terlintas di benaknya. Leah adalah seorang gadis yang sangat menjaga kehormatan sebagai seorang wanita. Hubungannya dengan Kevin hanya sebatas berpegangan tangan, pernah sekali Kevin mencium keningnya. Itu saja Leah sudah uring-uringan.
Semua itu disimpan dengan baik oleh Leah hanya untuk suaminya kelak. Hanya suami yang berhak atas dirinya dari ujung kaki sampai ujung kepala. Itu adalah prinsip yang dipegang teguh oleh Leah sampai detik ini.
“Aku akan membuktikan padamu jika aku mencintaimu, Leah. Aku akan menjadi kaya raya dan membuatmu kembali ke dalam pelukanku.” Kevin bersumpah sesaat setelah Leah masuk ke dalam sebuah mobil berwarna hitam.
“Cih, memangnya aku gila harta!” Leah berguman. Gadis itu menangis tersedu karena tadi dia sudah cukup menahan air mata.
“Mau kemana?” tanya pria yang duduk di kursi kemudi. Dibiarkannya saja Leah menangis, dia tidak berusaha menenangkan dan tidak bertanya banyak.
“Sesuai aplikasi.” Leah berkata singkat, menahan malu karena menangis di depan orang yang tidak dia kenal, lebih-lebih itu adalah seorang sopir taksi online.
Tak lama ponsel Leah berdering.
“Halo.”
“Mbak Leah kan? Mbak di mana? Saya sudah di titik lokasi, Mbak.” Seorang pria menanyakan keberadaan Leah.
“Saya sudah di dalam mobil,” kata Leah.
“Mobil mana, Mbak? Ini saya baru saja sampai karena tadi ke kios bensin dulu.”
Setelah berbicara beberapa saat Leah menutup telepon itu, dia mengecek status di aplikasi online tempat dia memesan taksi. Dan benar, status menunjukkan kalau taksi online yang dia pesan baru saja tiba di lokasi. Lalu Leah menatap tajam ke arah depan tapi wajah pria itu tertutup kacamata dan masker.
“Kau siapa?” tanya Leah gusar. Perasaan takut tiba-tiba menyerangnya.
“Apa aku akan diculik?” batin Leah. Dia sudah bersiap menelepon polisi, dan mengirim lokasi terkini pada ayah dan ibunya, berjaga-jaga jika pria di depannya ini bermaksud jahat.
“Pertanyaanku tadi belum kau jawab, dan sekarang kau bertanya aku siapa? Harusnya pertanyaan itu untukmu, beraninya kau masuk ke dalam mobilku,” kata pria itu.
“Kenapa kau baru mengatakan setelah aku masuk ke mobil? Kenapa kau tidak mengusirku sejak awal?” tanya Leah.
“Dan kau mau dimakan oleh pria kurang ajar tadi?” Pria itu berkata seolah tahu dengan apa yang terjadi antara Leah dan Kevin.
Leah terkejut, apa yang didengar oleh pria ini. Apa pendengarannya bisa menembus benda padat. Bukankah tak lama setelah mobilnya berhenti, Leah langsung masuk ke dalam mobil.
“Jadi kau mau kemana?” tanya pria itu lagi.
“Bisakah kau mengantarkanku ke rumah?” Leah memohon karena sepertinya pria yang sedang ada di kursi kemudi itu adalah pria yang baik.
“Di mana rumahmu?” tanya pria itu. Suaranya terdengar samar karena tertutup oleh masker.
“Di jalan Bougenville No.12,” jawab Leah.
Tanpa berkata apa pun pria itu melajukan mobilnya menuju alamat yang Leah ucapkan, dan tidak sampai dua puluh menit mereka sudah sampai di depan rumah Leah.
Leah turun dari mobil, tapi belum sempat dia mengucapkan terima kasih, pria itu sudah menginjak gas meninggalkan Leag sendirian.
“Dasar pria aneh.”
“Tapi itu tidak penting, apa yang akan ku katakan pada ayah dan ibu tentang Kevin.” Leah masuk ke dalam rumah dengan langkah gontai. Bagaimana pun dia dirugikan dengan batalnya pernikahan ini.
***
Seorang pria melemparkan kunci mobil ke arah pelayan rumah.
“Bersihkan mobil itu terutama kursi belakang. Jangan lupa semprot dengan desinfektan,” ucapnya kasar.
“Baik, Tuan.”
“Kenapa?” Seorang pria berbaju biru tampak kaget dan bertanya karena melihat sahabatnya melempar kunci mobil.
“Seorang gadis masuk ke dalam mobilku.” Pria itu membuang kasar nafasnya.
“Apa yang terjadi?” Pria berbaju biru itu kaget untuk kedua kalinya.
Setahun berselang setelah batalnya pernikahan Leah. Meski berat di awal karena Leah harus menutup telinganya dari omongan tetangga. Ada yang mengatakan kalau calon suami Leah kabur, ada juga yang mengatakan jika calon suami Leah menghamili perempuan lain. Bahkan ada yang mengatakan kalau Leah selingkuh sehingga ditinggalkan oleh calon suaminya.Namun Leah hanya menanggapinya dengan senyuman. Berbeda dengan ibu yang selalu mengamuk setiap ada yang membicarakan putri semata wayangnya.“Nak, kapan kau akan menikah?” Ibu berbicara dengan serius saat sarapan pagi ini.“Ibu, aku belum memikirkannya.” Leah menanggapi dengan mulut dipenuhi oleh nasi goreng.“Ayah dan ibu keburu tua, lho.” Ayah seolah membantu ibu menasehati anaknya supaya lekas mencari jodoh. Karena mereka mau Leah move on dari mantan dan segala kenangannya.“Hah! Ayah dan ibu tua? Dari mana letak tuanya? Kalian berjalan denganku saja orang lain me
Suara gemericik air terdengar dari kamar mandi, menandakan ada aktivitas di dalamnya. Tidak lama kemudian, pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi tubuh bagian bawah. Otot seperti roti sobek itu terlihat sempurna dilihat dari sisi manapun.Nero menatap tubuhnya di cermin lalu masuk ke ruang ganti, memilih kemeja dan setelan jas. Tampak semua baju tersusun rapi sesuai warna. Tapi mata Nero menangkap sesuatu yang mengganggunya.“Ck, siapa yang meletakkan ini!” Nero menajamkan matanya, kesal saat melihat baju berwarna putih tercampur di antara baju berwarna hitam. Dia mengambil baju itu lalu meletakkannnya di tempat semestinya.Kini pria itu sudah berpakaian lengkap dengan kemeja putih dan dasi abu-abu gelap. Jas serta celana senada dengan warna dasi dan sepatu berwarna hitam yang menyilaukan mata. Setelah siap dengan dengan semuanya, Nero keluar dari kamar menuju ruang makan.“Kau mau ke mana? Ke kantor atau ke r
Ibu dan Leah yang masih menguping di balik gorden tampak syok. Dilihatnya sekali lagi Nero yang menatap ayahnya dengan wajah serius, sorot matanya tidak mengatakan kalau dia sedang main-main.“Leah, kau yakin tidak mengenalnya?” bisik ibu yang juga tampak tercengang dengan apa yang dia dengar. Mereka tidak salah dengar kan. Leah menatap Nero lekat, meski dari kejauhan dia yakin jika dia tidak mengenal Nero. Sekali lagi dia berusaha mengingat tetapi berkali-kali juga dia yakin bahwa tidak ada sosok Nero dalam memori ingatannya.“Aku berani bersumpah, Bu! Aku tidak mengenalnya.” Leah menjawab pertanyaan ibu tapi sepertinya terlalu keras. Terbukti saat Nero menatap lurus gorden tempat mereka bersembunyi. Pandangan mereka bertemu, terlihat Nero tersenyum ramah. Entah itu hanya akting atau Nero yang sesungguhnya, tidak ada yang tahu.“Leah, kemarilah, Nak.” Ayah memanggil karena merasa persembunyian Leah telah diketahui Nero.
Setelah dua hari, Nero menepati janjinya untuk datang kembali ke rumah Leah. Apapun yang terjadi dia harus menikah. Meski tidak mengenal Leah tapi entah kenapa seperti ada ikatan antara dia dengan gadis itu. Namun karena banyak sekali pekerjaan di perusahaan membuat Nero harus datang pada malam hari.Leah sedang di kamar saat Nero datang, awalnya dia cukup kesal karena merasa Nero tidak menepati janji. “Mana? Katanya mau datang. Semua pria memang sama saja, kecuali ayah sih karena ayah selalu menepati janji.” Leah berbicara sendiri. Dia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun Nero belum juga datang.“Mikirin apa sih aku? Hei Leah, dia itu hanya orang iseng yang mau mempermainkan kamu. Sudah, tidak usah sedih.” Leah menyemangati dirinya sendiri.“Tapi dia ganteng,” gumam Leah.“Hei hati, sebenarnya kau itu punya siapa? Kenapa kau berdebar hanya dengan membayangkan wajahnya. Sudahlah, dia
Mobil hitam yang membawa Leah tiba di sebuah restoran mewah dekat komplek perkantoran elit."Silahkan, Nona." Seorang pengawal membuka pintu untuk Leah."Ah, iya." Leah turun sambil menatap sekitar, dia pernah melihat restoran ini di media sosial. Tetapi tidak pernah mencoba untuk datang ke sana. Karena Leah pikir, mereka hanya menjual tempat, untuk rasa makanannya paling juga lebih enak masakan ibunya."Tuan Nero sudah menunggu." Pria itu mempersilahkan Leah untuk mengikutinya."Kok jantungku berdebar sih, aku tidak akan dieksekusi di sini kan. Ayah, selamatkan aku. Kenapa calon suamiku sepertinya menakutkan." Leah berbicara dalam hati.Setelah beberapa saat mereka tiba di sebuah private room, dan hanya orang dari kalangan tertentu yang boleh masuk. Terlihat dari tulisan VVIP yang membuat mata Leah silau saat melihatnya.Pintu itu digeser perlahan oleh pengawal yang membawa Leah ke sini. "Silahkan, Nona.""Iya, terima kasih."
Nero melirik Leah yang fokus pada makan siangnya. Tapi sebelum gadis itu sadar jika dia mencuri pandang, Nero dengan cepat mengalihkan pandangannya."Dia memang cantik sih." Nero seolah membenarkan ucapan Alton waktu itu."Aku sudah selesai, apakah aku boleh kembali ke kantor?" tanya Leah sesaat setelah menghambiskan makanannya."Kau lapar?" Nero melihat piring Leah yang kosong, tak ada satu makanan pun yang tersisa."Kata Ibu tidak boleh mubazir pada makanan, kau harus menghargainya walaupun makanan itu tidak enak sekali pun." Leah mengulangi apa yang pernah dikatakan oleh ibunya."Kan memang aku membayar makanan ini." Sikap Nero acuh, baginya jika makanan sudah dibayar maka dia bebas melakukan apapun."Jadi, aku sekarang bisa kembali ke kantor kan?" Leah mengulang pertanyannya. Karena sepertinya urusannya dengan Nero sudah selesai."Tidak, kita akan memilih gaun untukmu." Nero masih melanjutkan acara makannya."Cincin?" tanya
Akhirnya Leah tidak kembali ke kantornya. Setelah dibuat kesal oleh Nero, Leah diantar pulang oleh sopir dan seorang pengawal. Tanpa Nero tentu saja karena pria sibuk itu harus kembali bekerja."Nona, ini." Pengawal menyerahkan sebuah paper bag berwarna biru muda."Apa ini?" tanya Leah."Tuan Nero hanya meminta saya untuk memberikannya pada anda, Nona.""Terima kasih." Leah menerima paper bag yang cukup berat itu."Kalau begitu kami permisi, Nona." Pengawal itu mengganggukkan kepala, lalu masuk ke dalam mobil.Leah masuk ke dalam rumah, dilihatnya mobil ayah sudah terparkir, tanda bahwa ayah sudah pulang. Setelah masuk ke rumah Leah melihat orangtuanya berada di ruang tengah. Ayah sedang mengecek grup pesan berlogo hijau, sementara ibu sedang berkutat dengan catatan, ponsel dan kalkulator kesayangannya."Ada-ada saja." Ayah menghela nafas pelan."Kenapa?" tanya ibu."Biasa, ada kesalahan internal pada tim In-Bound." 
Pagi ini adalah pagi yang cerah, burung-burung berkicauan dengan merdu, terdengar dari balik jendela kamar gadis yang sebentar lagi akan melepas status singlenya."Leah." Suara ibu terdengar memanggil anak semata wayangnya."Iya, Bu. Ini juga sudah bangun." Tapi gadis itu masih nyaman di dalam selimutnya."Segera mandi, Leah," perintah ibu."Iya."Akhirnya gadis itu beranjak dari kasurnya, mengerjapkan mata dan mencoba mengumpulnya nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya. Leah berencana tidur tadi malam, tetapi drama on-going yang dia tunggu selama seminggu ternyata tayang malam itu. Bahkan tayang tiga episode sekaligus. Hal itu membuat Leah melupakan janjinya untuk beristirahat, dia justru begadang."Hah, aku masih ngantuk." Leah menguap tapi dia ingat jika hari ini Nero akan datang. Dengan cepat gadis itu meraih lulur dan masker rambut. Dia harus melakukan sedikit perawatan agar terlihat baik saat bertemu Nero nanti."Leah!" Ter