"Katakan, Kak!" Leon bersuara dengan nada yang lumayan tinggi.
Nero menatap adiknya sekilas, lalu kembali fokus pada buah kiwi yang segar dan dingin.
"Kakak." Kali ini suara Leon merengek.
"Kau ini kenapa?" Nero tampak acuh menjawab adiknya.
"Kenapa kakak ipar memakai baju yang kakak ambil di rak?"
"Kenapa? Apa ada yang salah dengan itu?"
"Tidak, tidak ada," ucap Leon. Kakaknya adalah suami Leah, tentu saja bisa melakukan apapun. Pantas saja Leon dilarang masuk ke kamar, ternyata benar jika kakak iparnya tidak memakai baju. Seketika wajah Leon memerah lalu dia menatap kakaknya lagi yang wajahnya masih terlihat tenang.
"Bagaimana rasanya, Kak?" tanya Leon yang kini duduk mensejajari kakaknya.
"Apa?" Yang ditanya malah balik bertanya
Sesuai janji Leon, dia menemani Leah berkeliling rumah. Rumah yang ternyata memiliki satu rumah lagi di bagian belakang, khusus untuk para pelayan. Tampak pelayan yang tanpa sengaja berpapasan dengan mereka terlihat menundukkan kepala hormat. Leah merasa canggung meski dia tahu jika dia adalah nyonya rumah ini. Setelah selesai Leah dan Leon duduk di kursi yang berada dekat kolam setelah berkeliling rumah, hari ini bintang-bintang tidak diselimuti awan membuat pemandangan langit dari sana sungguh sangat indah."Kak, bolehkah aku bertanya?" tanya Leon membuka perbicaraan."Boleh." Leah kini menatap Leon."Apakah kakak mencintai kakakku? Aku tahu kakak terpaksa kan menikah dengan Kak Nero? Aku tidak tahu apa alasan di balik kakak menyetujui pernikahan ini. Tapi, aku tahu kakak orang baik. Kakak tidak akan menyakitinya kan?" ucap Leon."Kenapa kamu bertanya seperti itu? Tentu saja aku tidak akan meninggalkannya, aku akan jadi istri yang baik seperti ibu
Nero terbangun, kaget saat mendapati kaki Leah menjadi bantalan tidurnya. Dilihatnya Leah yang masih tertidur meski dalam posisi duduk."Apa aku sudah gila sehingga aku tertidur dipangkuan seorang gadis," batin Nero."Kamu sudah bangun?" Leah meregangkan seluruh ototnya, lehernya sedekit sakit karena posisi tidur yang tidak benar."Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa tidur di pangkuanmu?" tanya Nero penasaran, raut wajahnya terlihat malu."Kamu tidak ingat? Semalam kamu bermimpi buruk, aku sudah mencoba membangunkanmu namun tidak bisa. Setelah itu kamu tertidur di sini." Leah menepuk kakinya yang dijadikan bantalan oleh Nero.Nero menggeleng, dia tidak ingat apapun."Aku mau mandi," ucap Leah. Namun kaki Leah mati rasa, dia terjatuh saat akan berdiri."Kaki ku kram," ucap Leah.Nero mengampiri Leah, menggendongnya lalu merebahkan tubuh gadis itu di kasur."Hari ini kau tidak usah bekerja. Besok saja.""Kenapa?" tany
"Ken.""Ya, Tuan?""Isi ruang kerja dengan buku baru." Nero menatap sekretarisnya."Buku? Buku seperti apa yang anda inginkan, Tuan?" tanya Ken."Isi dengan novel yang pernah kau bawa waktu itu.""Novel? Apa anda yakin?" tanya Ken bingung."Hmm." "Baik, Tuan. Saya akan segera menyiapkannya." Ken berlalu meninggalkan Nero dengan raut wajah penuh tanya.***Vero berjalan melintasi beberapa ruangan, dia menuju ruang private yang sudah disiapkan seseorang yang menghubunginya.Tepat di depan ruangan yang dimaksud, dua orang berbadan besar berdiri."Saya Veronika," ucap wanita itu.Salah satu dari pria itu membukakan pintu. Vero melihat seseorang tengah duduk membelakanginya."Duduklah," ucap pria itu dengan nada serius.Seketika Vero duduk di depan pria itu, dilihatnya pria itu ternyata masih muda. Pria yang terlihat gagah dengan setelan jasnya."Sebelumnya perkenalkan, nama saya Kevin. Ah, tidak perlu dikenalkan, ya. Kau sudah tahu siapa aku," ucap pria itu sambil menyeruput teh hijaunya
Plak !!Tamparan keras mendarat di pipi seorang pria bernama Kevin, terlihat cap lima jari menempel sempurna di pipinya. Suara tamparan itu terdengar jelas di tengah kesunyian seperti petir di siang bolong, tapi semua itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan rasa sakit yang gadis itu rasakan. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari perasaan seorang gadis yang menangkap basah kekasihnya berselingkuh tepat seminggu sebelum hari pernikahan.Gadis yang dikhianati itu adalah Leah Andini yang akrab disapa Leah. Dia hanya seorang gadis biasa yang bekerja di salah satu perusahaan di kota A. Leah hanya bisa menahan amarahnya saat melihat perselingkuhan itu padahal pernikahan sudah di depan mata. Semua persiapan sudah selesai, dari gaun pernikahan, souvenir bahkan undangan sudah disebar. Gedung sudah dibayar meski baru separuhnya karena pelunasan akan dilakukan saat pesta telah selesai diselenggarakan.Akan tetapi hari ini semua rencana itu sirna. Leah memerg
Setahun berselang setelah batalnya pernikahan Leah. Meski berat di awal karena Leah harus menutup telinganya dari omongan tetangga. Ada yang mengatakan kalau calon suami Leah kabur, ada juga yang mengatakan jika calon suami Leah menghamili perempuan lain. Bahkan ada yang mengatakan kalau Leah selingkuh sehingga ditinggalkan oleh calon suaminya.Namun Leah hanya menanggapinya dengan senyuman. Berbeda dengan ibu yang selalu mengamuk setiap ada yang membicarakan putri semata wayangnya.“Nak, kapan kau akan menikah?” Ibu berbicara dengan serius saat sarapan pagi ini.“Ibu, aku belum memikirkannya.” Leah menanggapi dengan mulut dipenuhi oleh nasi goreng.“Ayah dan ibu keburu tua, lho.” Ayah seolah membantu ibu menasehati anaknya supaya lekas mencari jodoh. Karena mereka mau Leah move on dari mantan dan segala kenangannya.“Hah! Ayah dan ibu tua? Dari mana letak tuanya? Kalian berjalan denganku saja orang lain me
Suara gemericik air terdengar dari kamar mandi, menandakan ada aktivitas di dalamnya. Tidak lama kemudian, pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi tubuh bagian bawah. Otot seperti roti sobek itu terlihat sempurna dilihat dari sisi manapun.Nero menatap tubuhnya di cermin lalu masuk ke ruang ganti, memilih kemeja dan setelan jas. Tampak semua baju tersusun rapi sesuai warna. Tapi mata Nero menangkap sesuatu yang mengganggunya.“Ck, siapa yang meletakkan ini!” Nero menajamkan matanya, kesal saat melihat baju berwarna putih tercampur di antara baju berwarna hitam. Dia mengambil baju itu lalu meletakkannnya di tempat semestinya.Kini pria itu sudah berpakaian lengkap dengan kemeja putih dan dasi abu-abu gelap. Jas serta celana senada dengan warna dasi dan sepatu berwarna hitam yang menyilaukan mata. Setelah siap dengan dengan semuanya, Nero keluar dari kamar menuju ruang makan.“Kau mau ke mana? Ke kantor atau ke r
Ibu dan Leah yang masih menguping di balik gorden tampak syok. Dilihatnya sekali lagi Nero yang menatap ayahnya dengan wajah serius, sorot matanya tidak mengatakan kalau dia sedang main-main.“Leah, kau yakin tidak mengenalnya?” bisik ibu yang juga tampak tercengang dengan apa yang dia dengar. Mereka tidak salah dengar kan. Leah menatap Nero lekat, meski dari kejauhan dia yakin jika dia tidak mengenal Nero. Sekali lagi dia berusaha mengingat tetapi berkali-kali juga dia yakin bahwa tidak ada sosok Nero dalam memori ingatannya.“Aku berani bersumpah, Bu! Aku tidak mengenalnya.” Leah menjawab pertanyaan ibu tapi sepertinya terlalu keras. Terbukti saat Nero menatap lurus gorden tempat mereka bersembunyi. Pandangan mereka bertemu, terlihat Nero tersenyum ramah. Entah itu hanya akting atau Nero yang sesungguhnya, tidak ada yang tahu.“Leah, kemarilah, Nak.” Ayah memanggil karena merasa persembunyian Leah telah diketahui Nero.
Setelah dua hari, Nero menepati janjinya untuk datang kembali ke rumah Leah. Apapun yang terjadi dia harus menikah. Meski tidak mengenal Leah tapi entah kenapa seperti ada ikatan antara dia dengan gadis itu. Namun karena banyak sekali pekerjaan di perusahaan membuat Nero harus datang pada malam hari.Leah sedang di kamar saat Nero datang, awalnya dia cukup kesal karena merasa Nero tidak menepati janji. “Mana? Katanya mau datang. Semua pria memang sama saja, kecuali ayah sih karena ayah selalu menepati janji.” Leah berbicara sendiri. Dia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun Nero belum juga datang.“Mikirin apa sih aku? Hei Leah, dia itu hanya orang iseng yang mau mempermainkan kamu. Sudah, tidak usah sedih.” Leah menyemangati dirinya sendiri.“Tapi dia ganteng,” gumam Leah.“Hei hati, sebenarnya kau itu punya siapa? Kenapa kau berdebar hanya dengan membayangkan wajahnya. Sudahlah, dia