Plak !!Tamparan keras mendarat di pipi seorang pria bernama Kevin, terlihat cap lima jari menempel sempurna di pipinya. Suara tamparan itu terdengar jelas di tengah kesunyian seperti petir di siang bolong, tapi semua itu tidak ada apa-apanya dibanding dengan rasa sakit yang gadis itu rasakan. Tidak ada yang lebih menyakitkan dari perasaan seorang gadis yang menangkap basah kekasihnya berselingkuh tepat seminggu sebelum hari pernikahan.Gadis yang dikhianati itu adalah Leah Andini yang akrab disapa Leah. Dia hanya seorang gadis biasa yang bekerja di salah satu perusahaan di kota A. Leah hanya bisa menahan amarahnya saat melihat perselingkuhan itu padahal pernikahan sudah di depan mata. Semua persiapan sudah selesai, dari gaun pernikahan, souvenir bahkan undangan sudah disebar. Gedung sudah dibayar meski baru separuhnya karena pelunasan akan dilakukan saat pesta telah selesai diselenggarakan.Akan tetapi hari ini semua rencana itu sirna. Leah memerg
Setahun berselang setelah batalnya pernikahan Leah. Meski berat di awal karena Leah harus menutup telinganya dari omongan tetangga. Ada yang mengatakan kalau calon suami Leah kabur, ada juga yang mengatakan jika calon suami Leah menghamili perempuan lain. Bahkan ada yang mengatakan kalau Leah selingkuh sehingga ditinggalkan oleh calon suaminya.Namun Leah hanya menanggapinya dengan senyuman. Berbeda dengan ibu yang selalu mengamuk setiap ada yang membicarakan putri semata wayangnya.“Nak, kapan kau akan menikah?” Ibu berbicara dengan serius saat sarapan pagi ini.“Ibu, aku belum memikirkannya.” Leah menanggapi dengan mulut dipenuhi oleh nasi goreng.“Ayah dan ibu keburu tua, lho.” Ayah seolah membantu ibu menasehati anaknya supaya lekas mencari jodoh. Karena mereka mau Leah move on dari mantan dan segala kenangannya.“Hah! Ayah dan ibu tua? Dari mana letak tuanya? Kalian berjalan denganku saja orang lain me
Suara gemericik air terdengar dari kamar mandi, menandakan ada aktivitas di dalamnya. Tidak lama kemudian, pria itu keluar dari kamar mandi dengan handuk yang hanya menutupi tubuh bagian bawah. Otot seperti roti sobek itu terlihat sempurna dilihat dari sisi manapun.Nero menatap tubuhnya di cermin lalu masuk ke ruang ganti, memilih kemeja dan setelan jas. Tampak semua baju tersusun rapi sesuai warna. Tapi mata Nero menangkap sesuatu yang mengganggunya.“Ck, siapa yang meletakkan ini!” Nero menajamkan matanya, kesal saat melihat baju berwarna putih tercampur di antara baju berwarna hitam. Dia mengambil baju itu lalu meletakkannnya di tempat semestinya.Kini pria itu sudah berpakaian lengkap dengan kemeja putih dan dasi abu-abu gelap. Jas serta celana senada dengan warna dasi dan sepatu berwarna hitam yang menyilaukan mata. Setelah siap dengan dengan semuanya, Nero keluar dari kamar menuju ruang makan.“Kau mau ke mana? Ke kantor atau ke r
Ibu dan Leah yang masih menguping di balik gorden tampak syok. Dilihatnya sekali lagi Nero yang menatap ayahnya dengan wajah serius, sorot matanya tidak mengatakan kalau dia sedang main-main.“Leah, kau yakin tidak mengenalnya?” bisik ibu yang juga tampak tercengang dengan apa yang dia dengar. Mereka tidak salah dengar kan. Leah menatap Nero lekat, meski dari kejauhan dia yakin jika dia tidak mengenal Nero. Sekali lagi dia berusaha mengingat tetapi berkali-kali juga dia yakin bahwa tidak ada sosok Nero dalam memori ingatannya.“Aku berani bersumpah, Bu! Aku tidak mengenalnya.” Leah menjawab pertanyaan ibu tapi sepertinya terlalu keras. Terbukti saat Nero menatap lurus gorden tempat mereka bersembunyi. Pandangan mereka bertemu, terlihat Nero tersenyum ramah. Entah itu hanya akting atau Nero yang sesungguhnya, tidak ada yang tahu.“Leah, kemarilah, Nak.” Ayah memanggil karena merasa persembunyian Leah telah diketahui Nero.
Setelah dua hari, Nero menepati janjinya untuk datang kembali ke rumah Leah. Apapun yang terjadi dia harus menikah. Meski tidak mengenal Leah tapi entah kenapa seperti ada ikatan antara dia dengan gadis itu. Namun karena banyak sekali pekerjaan di perusahaan membuat Nero harus datang pada malam hari.Leah sedang di kamar saat Nero datang, awalnya dia cukup kesal karena merasa Nero tidak menepati janji. “Mana? Katanya mau datang. Semua pria memang sama saja, kecuali ayah sih karena ayah selalu menepati janji.” Leah berbicara sendiri. Dia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Namun Nero belum juga datang.“Mikirin apa sih aku? Hei Leah, dia itu hanya orang iseng yang mau mempermainkan kamu. Sudah, tidak usah sedih.” Leah menyemangati dirinya sendiri.“Tapi dia ganteng,” gumam Leah.“Hei hati, sebenarnya kau itu punya siapa? Kenapa kau berdebar hanya dengan membayangkan wajahnya. Sudahlah, dia
Mobil hitam yang membawa Leah tiba di sebuah restoran mewah dekat komplek perkantoran elit."Silahkan, Nona." Seorang pengawal membuka pintu untuk Leah."Ah, iya." Leah turun sambil menatap sekitar, dia pernah melihat restoran ini di media sosial. Tetapi tidak pernah mencoba untuk datang ke sana. Karena Leah pikir, mereka hanya menjual tempat, untuk rasa makanannya paling juga lebih enak masakan ibunya."Tuan Nero sudah menunggu." Pria itu mempersilahkan Leah untuk mengikutinya."Kok jantungku berdebar sih, aku tidak akan dieksekusi di sini kan. Ayah, selamatkan aku. Kenapa calon suamiku sepertinya menakutkan." Leah berbicara dalam hati.Setelah beberapa saat mereka tiba di sebuah private room, dan hanya orang dari kalangan tertentu yang boleh masuk. Terlihat dari tulisan VVIP yang membuat mata Leah silau saat melihatnya.Pintu itu digeser perlahan oleh pengawal yang membawa Leah ke sini. "Silahkan, Nona.""Iya, terima kasih."
Nero melirik Leah yang fokus pada makan siangnya. Tapi sebelum gadis itu sadar jika dia mencuri pandang, Nero dengan cepat mengalihkan pandangannya."Dia memang cantik sih." Nero seolah membenarkan ucapan Alton waktu itu."Aku sudah selesai, apakah aku boleh kembali ke kantor?" tanya Leah sesaat setelah menghambiskan makanannya."Kau lapar?" Nero melihat piring Leah yang kosong, tak ada satu makanan pun yang tersisa."Kata Ibu tidak boleh mubazir pada makanan, kau harus menghargainya walaupun makanan itu tidak enak sekali pun." Leah mengulangi apa yang pernah dikatakan oleh ibunya."Kan memang aku membayar makanan ini." Sikap Nero acuh, baginya jika makanan sudah dibayar maka dia bebas melakukan apapun."Jadi, aku sekarang bisa kembali ke kantor kan?" Leah mengulang pertanyannya. Karena sepertinya urusannya dengan Nero sudah selesai."Tidak, kita akan memilih gaun untukmu." Nero masih melanjutkan acara makannya."Cincin?" tanya
Akhirnya Leah tidak kembali ke kantornya. Setelah dibuat kesal oleh Nero, Leah diantar pulang oleh sopir dan seorang pengawal. Tanpa Nero tentu saja karena pria sibuk itu harus kembali bekerja."Nona, ini." Pengawal menyerahkan sebuah paper bag berwarna biru muda."Apa ini?" tanya Leah."Tuan Nero hanya meminta saya untuk memberikannya pada anda, Nona.""Terima kasih." Leah menerima paper bag yang cukup berat itu."Kalau begitu kami permisi, Nona." Pengawal itu mengganggukkan kepala, lalu masuk ke dalam mobil.Leah masuk ke dalam rumah, dilihatnya mobil ayah sudah terparkir, tanda bahwa ayah sudah pulang. Setelah masuk ke rumah Leah melihat orangtuanya berada di ruang tengah. Ayah sedang mengecek grup pesan berlogo hijau, sementara ibu sedang berkutat dengan catatan, ponsel dan kalkulator kesayangannya."Ada-ada saja." Ayah menghela nafas pelan."Kenapa?" tanya ibu."Biasa, ada kesalahan internal pada tim In-Bound."