Pagi ini adalah pagi yang cerah, burung-burung berkicauan dengan merdu, terdengar dari balik jendela kamar gadis yang sebentar lagi akan melepas status singlenya.
"Leah." Suara ibu terdengar memanggil anak semata wayangnya.
"Iya, Bu. Ini juga sudah bangun." Tapi gadis itu masih nyaman di dalam selimutnya.
"Segera mandi, Leah," perintah ibu.
"Iya."
Akhirnya gadis itu beranjak dari kasurnya, mengerjapkan mata dan mencoba mengumpulnya nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya. Leah berencana tidur tadi malam, tetapi drama on-going yang dia tunggu selama seminggu ternyata tayang malam itu. Bahkan tayang tiga episode sekaligus. Hal itu membuat Leah melupakan janjinya untuk beristirahat, dia justru begadang.
"Hah, aku masih ngantuk." Leah menguap tapi dia ingat jika hari ini Nero akan datang. Dengan cepat gadis itu meraih lulur dan masker rambut. Dia harus melakukan sedikit perawatan agar terlihat baik saat bertemu Nero nanti.
"Leah!" Ter
Nero masuk ke dalam mobil, meninggalkan Leah yang masih berdiri dengan wajah merah."Suamiku sayang. Hih! Apa-apaan itu." Leah memegang tengkuknya yang merinding. Bukan panggilan yang disebutkan Nero yang membuat Leah malu, tapi berada sedekat itu dengan Nero membuat jantung Leah berirama tidak karuan."Aku ini kenapa sih? Dengan Kevin dulu saja aku tidak pernah seperti ini." Leah masuk ke dalam rumah. Lalu menghela nafas saat melihat hadiah pernikahan yang berjajar memenuhi rumah.***Nero menatap gedung-gedung tinggi dari dalam mobil. Dia menghela nafas pelan."Ada apa, Tuan. Anda terlihat tidak senang." Ken menatap Nero dari kaca mobil."Tidak."Mereka tiba di gedung utama Aditama Group. Semua pegawai yang melihat kehadiran Nero dan asistennya tampak menundukkan kepala."Silahkan, Tuan." Ken mempersilahkan Nero masuk ke dalam lift khusus, lift yang hanya menuju satu lantai saja, tempat Nero menghabiskan harinya."Ruan
Nero merasakan angin berhembus dari jendela yang di buka lebar, saat ini dia sedang merilekskan tubuh dan pikirannya di sebuah ruangan yang atapnya terbuat dari kaca transparan. Melihat langit pekat tanpa dihiasi bintang membuatnya sedikit tenang.Tadi dia mencoba menahan semua rasa takutnya, mencoba menjadi pria kuat saat bertemu Veronica. Tapi Nero hanyalah manusia yang pasti memiliki rasa takut. Dan rasa takut terbesarnya adalah ibu tiri yang tidak pernah dipanggilnya ibu."Aku harus menghindari wanita itu mulai sekarang. Jangan sampai dia bertemu dengan gadis itu nanti." Nero bergumam, dia bertekad tidak akan membuat Leah atau pun Veronica bersinggungan. Tidak akan ada hubungan mertua dan menantu antara dua orang itu.Nero mengambil ponselnya yang ada di meja bundar di samping tempat dia duduk sekarang. "Sedang apa dia? Kenapa tidak ada basa-basinya, padahal sebentar lagi menikah." Nero meletakkan lagi ponselnya yang tidak ada notifikasi dari Leah, mengurung
Leah dibawa ke sebuah salon dan spa terbesar di kota itu. Gadis itu memandang sekeliling, banyak wanita berkelas yang sedang melakukan perawatan. Dari perawatan wajah, rambut hingga kuku."Kita mau apa di sini." Leah berbicara pada Nero yang ada di sebelahnya, tapi matanya masih memandang orang-orang yang ada di sana."Apalagi? Mencangkul? Memang apa yang kau kerjakan di salon kalau bukan perawatan?" Ketus Nero berbicara."Iya maksudku untuk apa?" tanya Leah."Tidak usah kau bilang aku juga tahu kalau tempat ini untuk perawatan." Leah menggerutu dalam hati.Mereka berdua disambut oleh seorang pegawai wanita yang menggunakan seragam berwarna hitam."Bawa gadis ini." Nero melirik Leah yang memasang wajah bingung."Baik, Tuan." Wanita itu membungkukkan badan."Mari nona.""Hei, kamu mau kemana?" Leah bertanya karena melihat Nero yang ingin pergi meninggalkannya."Memangnya aku kurang kerjaan sampai harus menunggumu d
"Panggilkan Nona Leah." Ken memberi perintah pada seorang karyawan."Baik." Karyawan itu masuk ke dalam.Tak lama Leah muncul, dia sudah mengenakan pakaian lengkap."Kamu datang menjemputku?" Leah bertanya."Tidak. Aku kebetulan lewat sini." Nero berkilah tapi matanya mengedarkan pandanganny ke sekeliling."Kalau sudah sebaiknya kau pulang." Nero memberikan titahnya, seperti seorang raja yang tidak bisa dibantah.Leah menggangguk pelan. Lalu berjalan melewati Nero dan Ken. Wajah Leah tak tertebak, apakah dia sudah bertemu Vero atau belum, Nero tidak tahu."Cari wanita itu, mobilnya masih ada." Nero berjalan menyusul Leah yang sudah lumayan jauh.Ken mengangguk, pria itu mengambil ponselnya, menelepon seseorang. "Cari Nyonya Vero di seluruh tempat.""Nyonya sudah pergi sebelum tuan memerintahkan untuk berjaga." Seorang pria berjas hitam dengan alat komunikasi di telinganya berbicara.Ken mengerutkan keningnya. "Kau
Sedikit perdebatan terjadi karena Leah belum melihat lokasi pernikahan. Bagaimana tidak, Nero benar-benar memberitahu di mana mereka akan menikah pada malam sebelum pernikahan. Sehingga tidak sempat bagi Leah untuk ke sana."Ini sudah malam. Kau mau apa di sana." Nero tegas melarang Leah untuk datang ke lokasi pernikahan."Tapi kamu tidak bisa memutuskan sepihak seperti ini, yang menikah kita berdua bukan dirimu sendiri." Suara Leah terdengar kesal.Tapi di balik itu, alasan Nero sebenarnya adalah tidak ingin pernikahannya kacau. Meski ada tujuan dalam pernikahan ini, Nero tidak akan menceraikan Leah meski tujuannya tercapai. Ini akan menjadi pernikahan pertama dan terakhirnya. Itu janji Nero yang sudah dia ikrarkan dalam hatinya."Kenapa kau ini keras kepala sekali." Nero menghela nafas kasar. Ayah dan ibu Leah saja bisa mengerti, kenapa anaknya tidak."Besok pagi tim MUA akan datang untuk merias dirimu dan ibu. Sekarang istirahatlah, jangan
"Apa yang anda lakukan di sini, Nyonya." Ken bertanya tanpa basa-basi pada Vero yang tiba-tiba membuka pintu."Aku ingin menyapa menantuku. Apa tidak boleh?" Vero mencoba mendekati Leah yang masih duduk di kursi. Tetapi tubuh tegap Ken menghalanginya."Kau! Beraninya kau seperti itu padaku. Kau lupa siapa aku?" Vero berbicara dengan nada kesal."Perlihatkan wajah asli anda, Nyonya." Sungguh, Ken tidak takut pada wanita di depannya ini. Meskipun dia adalah istri dari pemilik perusahaan, tetapi tidak membuat Ken gentar sedikit pun.Leah berdiri karena bingung dengan keadaan yang dilihatnya. "Kalian ini kenapa?""Nyonya, tolong keluar dari sini. Anda dilarang untuk berada di sini. Undangan untuk anda hanya formalitas," kata Ken yang membuat Vero mengepalkan tangannya. Tidak ada kesempatan bagi Vero untuk berbicara pada Leah. Lalu bagaimana dia bisa melancarkan aksinya. Vero harus memikirikan langkah selanjutnya, karena hanya Leah yang bisa membantunya
"Kau pikir aku akan melakukan apa?" tanya Nero. Pria itu kini ini membuka resleting gaun yang dipakai Leah.Leah hanya bisa menghela napas pelan sambil memejamkan mata."Memangnya kau tidak gerah memakai gaun ini? Ganti bajumu dengan pakaian tidur yang sudah disiapkan di lemari." Nero hanya membantu membuka resleting, setelah itu dia meninggalkan Leah sendiri di sana."Apa yang kau lakukan di sana? Kau mau mematung sampai pagi?" Nero melirik sekilas Leah yang masih berdiri di dekat bathtub."Ah, iya." Leah bergegas membuka Lemari yang ada di sisi sebelah kanan ranjang. Dia melirik Nero yang sekarang sedang duduk dan menonton televisi."Kenapa semua bajunya seperti ini?" Mata Leah membelalak saat melihat baju tidur yang berjejer rapi namun memiliki model yang sama. Semua piyama tidur itu terbuat dari sutra lembut."Apa aku harus memakainya?" tanya Leah dalam hati tapi tetap diambilnya satu piyama yang berwarna biru muda."Ah, terserah.
Setelah acara sarapan dalam diam selesai, kini Nero sudah mengganti pakaiannya. Setelan jas berwarna abu-abu dengan kaos berwarna putih di dalamnya, membuat Nero terlihat menawan."Apa yang kau lihat?" tanya Nero saat melihat Leah tidak berkedip saat memandangnya."Tidak." Leah menggeleng dengan cepat."Silakan tuan dan nona." Ken mempersilahkan Leah dan Nero masuk ke dalam lift."Kita mau ke mana?" tanya Leah."Ke rumah," jawab Nero singkat."Rumah siapa?" tanya gadis itu lagi."Kau ini kenapa berisik sekali. Tidak bisakah kau kau hanya diam dan ikut saja," kata Nero yang tampak kesal."Aku kan hanya bertanya." Leah protes karena sejak tadi dia disuruh diam.Kali ini Nero tidak menanggapi istrinya. Dia hanya menggelengkan kepala. Lift terbuka dan beberapa orang yang kenal dengan Nero nampak memberi hormat."Sebenarnya dia sehebat dan sekaya apa sih?" batin Leah."Kita tidak pisah mobil lagi kan?" Lea
"Ken.""Ya, Tuan?""Isi ruang kerja dengan buku baru." Nero menatap sekretarisnya."Buku? Buku seperti apa yang anda inginkan, Tuan?" tanya Ken."Isi dengan novel yang pernah kau bawa waktu itu.""Novel? Apa anda yakin?" tanya Ken bingung."Hmm." "Baik, Tuan. Saya akan segera menyiapkannya." Ken berlalu meninggalkan Nero dengan raut wajah penuh tanya.***Vero berjalan melintasi beberapa ruangan, dia menuju ruang private yang sudah disiapkan seseorang yang menghubunginya.Tepat di depan ruangan yang dimaksud, dua orang berbadan besar berdiri."Saya Veronika," ucap wanita itu.Salah satu dari pria itu membukakan pintu. Vero melihat seseorang tengah duduk membelakanginya."Duduklah," ucap pria itu dengan nada serius.Seketika Vero duduk di depan pria itu, dilihatnya pria itu ternyata masih muda. Pria yang terlihat gagah dengan setelan jasnya."Sebelumnya perkenalkan, nama saya Kevin. Ah, tidak perlu dikenalkan, ya. Kau sudah tahu siapa aku," ucap pria itu sambil menyeruput teh hijaunya
Nero terbangun, kaget saat mendapati kaki Leah menjadi bantalan tidurnya. Dilihatnya Leah yang masih tertidur meski dalam posisi duduk."Apa aku sudah gila sehingga aku tertidur dipangkuan seorang gadis," batin Nero."Kamu sudah bangun?" Leah meregangkan seluruh ototnya, lehernya sedekit sakit karena posisi tidur yang tidak benar."Apa yang terjadi? Kenapa aku bisa tidur di pangkuanmu?" tanya Nero penasaran, raut wajahnya terlihat malu."Kamu tidak ingat? Semalam kamu bermimpi buruk, aku sudah mencoba membangunkanmu namun tidak bisa. Setelah itu kamu tertidur di sini." Leah menepuk kakinya yang dijadikan bantalan oleh Nero.Nero menggeleng, dia tidak ingat apapun."Aku mau mandi," ucap Leah. Namun kaki Leah mati rasa, dia terjatuh saat akan berdiri."Kaki ku kram," ucap Leah.Nero mengampiri Leah, menggendongnya lalu merebahkan tubuh gadis itu di kasur."Hari ini kau tidak usah bekerja. Besok saja.""Kenapa?" tany
Sesuai janji Leon, dia menemani Leah berkeliling rumah. Rumah yang ternyata memiliki satu rumah lagi di bagian belakang, khusus untuk para pelayan. Tampak pelayan yang tanpa sengaja berpapasan dengan mereka terlihat menundukkan kepala hormat. Leah merasa canggung meski dia tahu jika dia adalah nyonya rumah ini. Setelah selesai Leah dan Leon duduk di kursi yang berada dekat kolam setelah berkeliling rumah, hari ini bintang-bintang tidak diselimuti awan membuat pemandangan langit dari sana sungguh sangat indah."Kak, bolehkah aku bertanya?" tanya Leon membuka perbicaraan."Boleh." Leah kini menatap Leon."Apakah kakak mencintai kakakku? Aku tahu kakak terpaksa kan menikah dengan Kak Nero? Aku tidak tahu apa alasan di balik kakak menyetujui pernikahan ini. Tapi, aku tahu kakak orang baik. Kakak tidak akan menyakitinya kan?" ucap Leon."Kenapa kamu bertanya seperti itu? Tentu saja aku tidak akan meninggalkannya, aku akan jadi istri yang baik seperti ibu
Leon menatap kakaknya dengan mata memicing, banyak sekali pertanyaan yang harus dia tanyakan. Dia melihat kakaknya yang sedang duduk di kursi malah sedang santai makan aneka buah-buahan."Katakan, Kak!" Leon bersuara dengan nada yang lumayan tinggi.Nero menatap adiknya sekilas, lalu kembali fokus pada buah kiwi yang segar dan dingin."Kakak." Kali ini suara Leon merengek."Kau ini kenapa?" Nero tampak acuh menjawab adiknya."Kenapa kakak ipar memakai baju yang kakak ambil di rak?""Kenapa? Apa ada yang salah dengan itu?""Tidak, tidak ada," ucap Leon. Kakaknya adalah suami Leah, tentu saja bisa melakukan apapun. Pantas saja Leon dilarang masuk ke kamar, ternyata benar jika kakak iparnya tidak memakai baju. Seketika wajah Leon memerah lalu dia menatap kakaknya lagi yang wajahnya masih terlihat tenang."Bagaimana rasanya, Kak?" tanya Leon yang kini duduk mensejajari kakaknya."Apa?" Yang ditanya malah balik bertanya
Setelah menunggu beberapa saat akhirnya Nero keluar dari dalam kamar. Sebelum keluar, sekali lagi dia menoleh ke belakang, memastikan Leah tidak mengikutinya.Nero menatap Ken seolah memberi isyarat jika keadaan sudah aman dan mereka bisa meletakkan barang-barang itu ke dalam kamar.“Satukan saja dengan pakaianku,” perintah Nero yang ditanggapi dengan tatapan bingung Ken. Namun, pria bertubuh tinggi itu menganggukkan kepalanya, menuruti apapun yang tuannya inginkan.Hanya seorang karyawan laki-laki yang berstatus sebagai menager di galeri tersebut dan Ken beserta kepala pelayan yang masuk untuk menyusun semua barang-barang yang akan menjadi milik nyonya rumah. Leon yang mencoba untuk ikut masuk ditahan oleh Nero di depan pintu.“Mau apa kau masuk?” Nero menatap sinis adiknya.“Aku mau bertemu kakak ipar,” kata Leon, pria itu melirik ke arah kamar yang pintunya terbuka.“Aku akan memanggilnya na
"Kakak ipar?" Nero duduk di sofa, memandang adiknya dengan tatapan menyelidik."Iya, dia kan istrinya kakak tentu saja harus aku panggil kakak ipar. Bukankah begitu?" Leon ikut duduk di sofa mensejajari kakaknya."Aku sudah cuci tangan." Leon seolah mengerti arti tatapan kakaknya."Di mana kakak ipar?" tanya Leon."Di kamar." Nero menjawab singkat."Kenapa di kamar?" Kini tatapan Leon yang menyelidik, dia tersenyum seolah mengerti apa yang telah terjadi dan apa yang membuat kakak iparnya berada di dalam kamar."Jadi bagaimana?" Leon mendekati kakaknya, meminta review atas malam pertama semalam."Apa?" Nero manatap sinis."Itu," jawab Leon."Itu apa? Bicara yang benar." Nero berkata ketus."Malam pertamanya lah, Kak." Leon menyerah, dia baru sadar jika kakaknya adalah manusia paling kaku di dunia."Ya, begitulah." Nero tidak perlu menjelaskan apa yang terjadi, karena memang tidak ada yang terjadi diantara me
"Apa?" Vero bingung dengan apa yang dikatakan anaknya."Penulis, Bu. Penulis novel. Aku ingin jadi penulis sekaligus editor." Leon memandang taman yang ada di belakang ibunya.Vero tak menjawab, dia kini menatap tajam anak kandungnya. Selama ini dia mengupayakam segala usaha untuk membuat Leon menjadi ahli waris utama tapi sekarang anaknya hanya ingin jadi penulis novel. Sangat tidak bisa dibiarkan."Aku harap ibu mendukungku." Leon menghela napas, pria itu bahkan sudah diam-diam menjadi penulis dan editor di salah satu platfrom yang lumayan terkenal. Tanpa diketahui ibunya tentu saja, jika ibunya tahu pasti dia akan dipanggang hidup-hidup.Semua itu terjadi karena kecintaan Leon pada buku dan membaca. Dia akan marah saat sebuah tulisan terutama buku atau novel dibuat dengan kalimat yang salah dan tidak tersusun dengan rapi.Bagi Leon mengedit naskah atau buku itu adalah hal yang menyenangkan karena membaca adalah hobinya sejak dulu. Tugasnya bukan
Leah sudah memegang handle pintu sebelum membaca tulisan 'Dilarang Masuk Tanpa Izin'."Eh, pintunya menggunakan password," Leah akhirnya mengetuk pintu itu. Tak lama Nero keluar."Ada apa?" tanya Nero dingin."Ya aku mau masuk." Leah masuk ke kamar itu tanpa persetujuan Nero.Leah tampak memperhatikan sekeliling, desain interior kamar tersebut sangat elegan meskipun beberapa perabotan terlihat sederhana tapi pasti sangat mahal, di sisi sebelah kanan ranjang terdapat sebuah pintu lagi."Ada apa di sana?" tanya Leah penasaran."Ruang kerjaku," jawab Nero singkat."Bolehkah aku masuk?" tanya gadis itu.Nero tidak menjawab, dia hanya mengangguk pelan.Leah membuka pintu, ruangan itu sama seperti ruangan kerja pada umumnya. Terdapat meja dengan setumpuk buku dan berkas serta laptop, ada kursi kerja yang nyaman dan perpustakaan mini dengan deretan buku yang rapi berjajar.Di dalam ruangan itu juga terdapat sebuah sofa b
Setelah acara sarapan dalam diam selesai, kini Nero sudah mengganti pakaiannya. Setelan jas berwarna abu-abu dengan kaos berwarna putih di dalamnya, membuat Nero terlihat menawan."Apa yang kau lihat?" tanya Nero saat melihat Leah tidak berkedip saat memandangnya."Tidak." Leah menggeleng dengan cepat."Silakan tuan dan nona." Ken mempersilahkan Leah dan Nero masuk ke dalam lift."Kita mau ke mana?" tanya Leah."Ke rumah," jawab Nero singkat."Rumah siapa?" tanya gadis itu lagi."Kau ini kenapa berisik sekali. Tidak bisakah kau kau hanya diam dan ikut saja," kata Nero yang tampak kesal."Aku kan hanya bertanya." Leah protes karena sejak tadi dia disuruh diam.Kali ini Nero tidak menanggapi istrinya. Dia hanya menggelengkan kepala. Lift terbuka dan beberapa orang yang kenal dengan Nero nampak memberi hormat."Sebenarnya dia sehebat dan sekaya apa sih?" batin Leah."Kita tidak pisah mobil lagi kan?" Lea